BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN
BEA DAN CUKAI TIPE – A3 TELUK NIBUNG
A. Sejarah Umum Perusahaan
Dimasa pemerintahan Belanda VOC, sebenarnya praktik Kepabeanan telah ada, namun belum ada peraturan yang baku dan hanya berupa pengumuman plakat
yang dibuat oleh VOC yang hanya diberlakukan terhadap pedagang rempah-rempah. Akibat perdagangan yang semakin maju dan ramai serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pemerintah Belanda berusaha membuat peraturan yang baku agar setiap orang mengetahui dan mematuhinya.
Pada tahun 1854, Belanda pertama kalinya mengumumkan berlakunya “Regeling Reglement” dan dalam pasal 129 dinyatakan “Tarif Bea Masuk, Bea
Keluar, dan Bea Pengangkutan” terus ditetapkan dengan undang-undang Tarif 1865 yang mulanya dimaksudkan hanya berlaku sampai dengan tahun 1872. Namun pada
tahun 1871, Van Boose sebagai Menteri Urusan Jajahan mengajukan Rancangan Undang-undang RUU baru pengganti Undang-undang Tarif tahun 1865, dengan
alasan Bea Masuk dan Bea Keluar sangat diperlukan untuk pemasukan kas Belanda, disamping masyarakat pedagang tidak ada yang keberatan.
Pada tanggal 18 November 1873, pemerintah colonial Belanda mengesahkan RUU 1872 menjadi Undang-undang Tarif UUT dengan Stabil Nomor 35 dan
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan secara efektif mulai tanggal 01 Januari 1874 di seluruh daerah jajahannya di Indonesia. Undang-undang Tarif UUT 1873 berorientasi pada
pemasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas Belanda yang lazim dikenal dengan “System Fiscal”. Undang-undang ini hanya memuat 10 pasal dan pemungutan bea
berdasarkan atas: 1.
Tarif Advalorum yaitu pemungutan bea berdasarkan harga barang 2.
Tarif Spesifik yaitu pemungutan bea berdasarkan jumlahberat barang Untuk menentukan besarnya tariff Bea Masuk terhadap suatu jenis barang,
ditetapkan tarif yang dilampirkan pada Undang-undang Tarif UUT tersebut yang dikenal dengan “Lampiran A”, yang pada saat itu baru memuat 95 pos tariff harga,
dan pada saat ini dimuat dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia BTBMIHarmonize System
Undang-undang Tarif ini mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan terakhir dengan Ketetapan Raja Belanda pada tahun 1879, yang dimuat
dalam stbl 1910, dimana dinyatakan bahwa Undang-undang Tarif 1872 yang telah ditambah dan diubah dan diundangkan kembali dan diberi nama “Indische Tarif Wet”
Sejak saat itu sampai Proklamasi RI, Undang-undang Tarif inilah yang berlaku dengan segala perubahannya, demikian pula halnya setelah Proklamasi RI,
sesuai dengan bunyi pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yaitu “Segala peraturan yang ada masih berlaku selama belum diberlakukan yang baru
”. Ordonansi Bea OB mulai berlaku sejak tanggal 01 Oktober 1882 dan
diumumkan dalam stbl 471 yang berlaku mulai tanggal 01 Juni 1932. Ordonansi Bea
Universitas Sumatera Utara
ini merupakan penjabaran dari Undang-undang tariff yang terdiri dari 30 pasal. Untuk melaksanakan ketentuan dalam Ordonansi Bea dibuat aturan pelaksanaannya yang
dikenal dengan “Reflement A” yang terdiri dari 58 pasal. Tahun 1872
RUU Tarif kepabeanan Tahun 1873
Penetapan UU Tarif Kepabeanan dalam 10 pasal Tahun 1874
Menteri menetapkan Ordonansi Bea OB sebagai pelaksanaan UU Tarif dalam 30 pasal
Dirjen menetapkan Reflement A RA sebagai pelaksanaannya OB dalam 30 pasal
Sampai dengan April 1985, Indonesia masih menggunakan UUT 1872 sebagai dasar dan pedoman bagi Aparat BeaCukai, dan mulai tanggal 01 April 1985
pemerintah membekukan sementara pelaksanaan UUT 1872 karena sudah tidak memadai dan tidak sesuai untuk menampung tuntutan pembangunan serta pandangan
internasional yang semakin berkembang. Pemerintah mengeluarkan undang-undang baru yaitu Inpres Nomor 4 Tahun 1985. Hal yang menonjol dalam Inpres tersebut
adalah pembatasan kewenangan. Aparat BeaCukai dalam menangani barang impor yaitu hanya impor yang bernilai FOB US 5.000 atau kurang. Nilai FOB diatas US
5.000 wajib diperiksa oleh surveyor di Negara pemasok. Surveyor yang ditunjuk pemerintah adalah perusahaan swasta yang bergerak
dibidang Surveyor khusus barang impor dari Swiss yaitu “Society de Generele Surveyor SGS” yang dikontrak sebesar Rp. 100 Milyar. Pemeriksaan di Negara
pemasok oleh SGS dikenal dengan “Pre Shipment Inspection” atau pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
sebelum pengapalan dan hasil pemeriksaannya dituangkan dalam Laporan Kebenaran Pemeriksaan LKP.
Barang yang sudah dilindungi LKP tidak diperiksa oleh Aparat Bea dan Cukai. Namun peraturan ini tidak bertahan lama karena pada tahun 1992 pemerintah
mengeluarkan Inpres Nomor 3 tahun 1992 yang menyatakan bahwa pemeriksaan pra pengapalan yang bernilai FOB di atas US 5.000 dilaksanakan oleh perusahaan
Surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah yaitu PT Surveyor Indonesia. Hasil pemeriksaan PT Surveyor Indonesia dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan
Surveyor LPS. Namun, PT Surveyor Indonesia ditutup karena Surveyor Luar Negeri hanya percaya pada pedagang tanpa melalui pemeriksaan fisik barang
sebelumnya. Yang menyebabkan terjadinya ketidakcocokan fisik barang dengan LPS.
B. Struktur Organisasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Teluk Nibung.