Pembuatan Dan Karakterisasi Genteng Komposit Polimer Dari Campuran Resin Polipropilen, Aspal,Pasir Dan Serat Panjang Sabut Kelapa

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG

KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN

POLIPROPILEN, ASPAL,PASIR DAN SERAT PANJANG

SABUT KELAPA

TESIS

Oleh

MILAWARNI

107026003/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 2


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG

KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN

POLIPROPILEN, ASPAL,PASIR DAN SERAT PANJANG

SABUT KELAPA

TESIS

Oleh

MILAWARNI

107026003/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN

POLIPROPILEN, ASPAL, PASIR DAN SERAT PANJANG SABUT KELAPA

Nama Mahasaiswa : MILAWARNI

Nomor Induk Mahasiswa : 10 70 26 003

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembibing

Prof. Drs. Mohammad Syukur, MS Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIPROPILEN, ASPAL, PASIR

DAN SERAT PANJANG SABUT KELAPA

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasilya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasaan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, juni 2012

Milawarni


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Milawarni

NIM : 107026003

Program Studi : Magister Fisika

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIPROPILEN, ASPAL, PASIR

DAN SERAT PANJANG SABUT KELAPA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEkslusif, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan tesisi saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2012

Milawarni Nim. 107026003


(6)

Tesis diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Drs. Mohammad Syukur, MS

Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 2. Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS 3. Dr. Kerista Sebayang, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelas : Milawarni, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Takengon, 23 Februari 1978

Alamat Rumah : helvet

Telepon/HP : 085277719313

email : Mila_warni23@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : Politeknik Negeri Lhokseumawe

Alamat Kantor : Jl. B. Aceh-Medan Km Buketrata

Telepon/Faks/HP :

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 1 Takengon Tamat : 1987

SMP : SMP Negeri 1 Takengon Tamat : 1993

SMA : SMA Negeri 1 Takengon Tamat : 1996

Strata-1 : Fisika FMIPA Unsiyah Banda Aceh Tamat : 2001


(8)

KATA PENGANTAR

Petama-tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister, Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Drs. Mohammad Syukur, MS selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, demikian juga kepada Dr. nasruddin MN, M.Eng.Sc selaku Pembimbing Lapangan yang demgan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Kepada Ayahanda Amir Hamzah dan Ibunda Zubaidah serta suami tersayang Andi Deo Saputra, SE dan anakku terkasih Nabila Khansa Qonita. Terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.


(9)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG

KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN

POLIPROPILEN, ASPAL, PASIR DAN SERAT

PANJANGSABUT KELAPA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer untuk memanfaatkan limbah Polipropilen (PP) bekas dan serat sabut kelapa (SSK). Bahan yang digunakan adalah aspal 10%, PP 10% dan variasi komposisi pasir dan SSK yang dibuat adalah (80:0), (79:1), (78:2), (77:3) , (76:4) dan (75:5). Untuk mengetahui karakterisasi genteng komposit polimer ini dilakukan pengujian terhadap sifat fisis, mekanik dan termal. Hasil pengujian nilai kerapatan maksimum ada pada sampel tanpa serat atau sampel 1 (80:0) sebesar 1,73 gr/cm3 sementara standar genteng komposit polimer komersil sebesar 1,5 gr/cm3. Hasil pengujian daya serap air minimum ada pada sampel tanpa serat atau sampel 1 (80:0) sebesar 0,44% sementara genteng komersil sebesar 0,6% . Pada pengujian mekanik yang meliputi uji tarik dan impak maksimum berada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 53,26 kgf/cm2 dan 2,00 J/cm2 (hasil ini tidak terlampir pada genteng komersil), hasil pengujian kuat lentur maksimum berada pada sampel 5 (76:4) 133,39 kgf/cm2 atau 13,08 MPa nilai ini lebih baik dari genteng komersil sebesar 10 Mpa. Hasil pengujian waktu nyala maksimum berada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 17,51 detik untuk menyala. Hasil pengujian jarak bakar minimum ada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 12,21 mm. Dari hasil uji keseluruhan (7 pengujian), 4 pengujian menunjukkan sampel 4 (77:3) merupakan hasil maksimum sehingga komposisi ini dianggap yang terbaik, oleh karena itu sampel ini digunakan untuk mengorientasi sudut SSK. Orientasi sudut penempatan serat tidak mempengaruhi sifat fisis dan sifat termal tetapi dapat menyebabkan penurunan kekuatan mekanik, dimana besarnya penurunan tersebut berbeda-beda berdasarkan proporsi sudut yang terjadi. Orientasi sudut yang paling optimum ada pada sudut 00 searah dengan arah pembebanan. Penggunaan SSK pada penelitian ini sebagai bahan pengisi genteng komposit polimer belum optimal penggunaanya.

Kata Kunci : Genteng Komposit polimer, Serat Sabut Kelapa, Polipropilen,Orientasi Sudut, Sifat Fisis, Sifat Mekanik dan Sifat Termal

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF POLYMER

COMPOSITE ROOF TILE UTILIZED MIXTURE


(10)

POLYPROPYLENE RESIN, ASPHALT, SAND AND

LENGTHYCOCONUT FIBER

ABSTRACT

The research on the manufacture and characterization of polymer composite tile utilized the waste of polypropylene (PP) and coconut fiber (SSK) has been done. Asphalt material used is 10%, 10% PP and compositional variations of sand and SSK are (80:0), (79:1), (78:2), (77:3), (76:4) and (75:5). To find out the characterization of polymer composite tile, the physical, mechanical and thermal testing are done. The result of maximum density value is found in the sample without fibers or sample one (80:0) by 1.73 gr/cm3, while the standard commercial polymer composite tile is 1.5 gr/cm3. The result of minimum water absorption is found in the sample without fibers or sample one (80:0) by 0.44%, while the commercial tile by 0.6%. In the mechanical testing that includes testing the maximum tensile and impact is on the composition of the sample 4 (77:3) by 53.26 kgf/cm2 and 2.00 J/cm2 (these results are not attached to the commercial tile), the maximum flexural strength testing result is in the sample 5 (76:4) by 133.39 kgf/cm2

Keywords : Polymer composite tile, Coconut fiber, Polypropylene, Directioanal orientation, Physical properties, Mechanical properties, and Thermal properties.

or 13.08 MPa, this value is better than commercial tiles by 10 Mpa. The result of the maximum flame on the sample 4 (77:3) by 17.51 seconds to ignite. The result of minimum burning distance is on the sample 4 (77:3) by 12.21 mm. From the overall test results (7 tests), four testings show that the sample 4 (77:3) has a maximum value, so that the composition is considered to be the best, therefore, this sample is used in directional orientation of SSCs. Placement of the fiber orientation angle does not affect the physical and thermal properties but can cause a decrease in mechanical strength, where the magnitude of the decline vary by the proportion of angles that occur. The most optimum orientation angle on the direction of 0° in the direction of loading. The use of SSK in this study as a polymer filler composite tile has not been optimal use.


(11)

Halaman

PENGESAHAN TESIS i

PERNYATAAN ORISINALITAS ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iii

PENEMPATAN PANITIA PENGUJI TESIS iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK vii

ABSTRAC viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Batasan Masalah 5

1.4 Tujuan penelitia 5

1.5 Manfaat penelitia 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Polimer 7

2.2 Material Komposit 10

2.2.1 Bagian-bagian Utama dari Komposit 11

2.3 Efek Orientasi Serat Terhadap kekuatan 19

2.4 Serat gelas 23

2.5 Potensi Kelapa 25

2.5.1 Kelapa (Cocos Nucifera) 25

2.5.2 Serat Sabut Kelapa (SSK) 27

2.5.3 Komposisi Serat Sabut Kelapa 28

2.6 Polipropilen 29

2.7 Aspal 32


(12)

2.9 Genteng 36

2.9.1 Genteng Komposit polimer 36

2.9.2 Genteng Aspal Modifikasi 37

2.10 Karakterisasi Genteng Komposit Polimer 39

2.10.1 Pengujian Sifat Fisis 40

2.10.2 Pengujian Sifat Mekanis 41

2.10.3 Pengujian Sifat Termal 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 46

3.2 Alat dan Bahan Yang Digunakan 46

3.2.1 Alat Yang Digunakan 46

3.2.2 Bahan Yang Digunakan 46

3.3 Rancangan Penelitian 47

3.3.1 Persiapan Komposisi Bahan 47

3.3.2 Perlakuan Terhadap SSK 47

3.3.3 Perlakuan Terhadap Polipropilen Bekas 47

3.3.4 Perlakuan Terhadap Pasir 48

3.3.5 Pembuatan Genteng Komposit Polimer 48

3.4 Variabel penelitian 49

3.5 Diagram Alir Penelitian 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 51

4.1 Sifat Fisis Genteng Komposit Polimer 51

4.1.1 Hasil Pengujian Kerapatan 51

4.1.2 Hasil pengujian Daya Serap Air 53

4.2 Sifat Mekanik Genteng Komposit Polimer 56

4.2.1 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik 56

4.2.2 Hasil pengujian Kuat Impak 58

4.2.3 Hasil Pengujian Kuat Lentur 59

4.3 Sifat Termal Genteng Komposit Polimer 61

4.3.2 Hasil pengujian Ketahanan Nyala Api 61

4.4 Hasil Pengujian Orientasi Sudut Serat 64

4.4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisis 64

4.4.1.1 Hasil Pengujian Kerapatan 64

4.4.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air 65


(13)

4.4.2.1 Hasil Uji Tarik, Lentur dan Impak 69

4.4.2.2 Hasil Uji Ketahanan Nyala Api 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 71

5.1 Kesimpulan 71

5.2 Saran 72

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN


(14)

Nomor Tabel

J u d u l Halaman

2.1 Perbandingan serat alami dan serat gelas 24

2.2 Komposisi Serat sabut kelapa 28

2.3 Karakteristik PP secara umum 31

2.4 Data jenis pengujian dan persyaratan aspal tipe 60/70 34

2.5 Model komposisi genteng lapisan turunan aspal 38

2.6 Karakteristik genteng komposit polimer komersil 39

3.1 Komposisi Bahan 47

4.1 Nilai rata-rata kerapatan 51

4.2 Nilai rata-rata daya serap air 53

4.3 Nilai rata-rata kekuatan tarik 56

4.4 Nilai rat-rata kekuatan impak 58

4.5 Nilai rat-rata kekuatan lentur 60

4.6 Nilai Rat-rata Waktu Nyala dan jarak Bakar 62

4.7 Nilai Rata-rata kerapatan dengan orientasi sudut 64

4.8 Nilai Rata-rata Hasil Pengujian Daya Serap Air 65

4.9 Nilai Rat-rata Orientasi sudut terhadap kekuatan mekanik 67

4.10 Nilai Rata-rata Ketahanan Nyala Api 69


(15)

Nomor Gambar

J u d u l Halaman

2.1 Etilen (Monomer) Polietilen 7

2.2 Propilen Polipropilen 8

2.3 Pembagian Komposit berdasarkan bentuk reinforcement-nya

11

2.4 Mikrostruktur lamina 13

2.5 Tipe serat pada komposit 14

2.6a Kurva tegangan regangan untuk filament dan matrik 16

2.6b Ketrgantungan kekuatan komposit pada fraksi volume

filament kontinu

16

2.7 Klasifikasi komposit berdasarkan bentuk matriknya 19

2.8 Hubungan mode kegagala, kekuatan dan orientasi serat 22

4.1 Grafik kerapatan terhadap komposisi pasir dan SSK 52

4.2 Grafik niali daya serap air terhadap komposisi pasir dan SSK

55

4.3 Grafik Kuat tarik terhadap komposisi pasir dan SSK 56

4.4 Grafik Kuat Impak terhadap komposisi pasir dan SSK 58

4.5 Grafik Kuat Lentur terhadap komposisi pasir dan SSK 60

4.6 Grafik Uji waktu nyala terhadap komposisi pasir dan SSK 62

4.7 Grafik uji bakar terhadap komposisi pasir dan SSK 63

4.8 Grafik hubungan orientasi sudut terhadap kerapatan 65

4.9 Grafik hubungan orientasi sudut terhadap daya serap air 66

4.10 Grafik hubungan orientasi sudut terhadap kekuatan

mekanik

67

4.11 Grafik orientasi sudut terhadap waktu nyala 69

4.12 Grafik orientasi sudut terhadap jarak bakar 70


(16)

Nomor Lampiran

J u d u l Halaman

A Rekapitulasi data karakteristik genteng komposit polimer L-1

B Rekapitulasi data karakteristik genteng komposit polimer

dengan orientasi sudut

L-2

C Data hasil pengujian dan perhitungan Kerapatan genteng

komposit polimer

L-3 D Data hasil pengujian dan perhitungan daya serap air genteng

komposit polimer

L-4

E Data hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik genteng

komposit polimer

L-5

F Data hasil pengujian dan perhitungan kuat lentur genteng

komposit polimer

L-6

G Data hasil pengujian dan perhitungan kuat impak genteng

komposit polimer

L-7

H Data hasil pengujian waktu nyala genteng komposit polimer L-8

I Data hasil pengujian jarak bakar genteng komposit polimer L-9

J Data hasil pengujian dan perhitungan kerapatan genteng

komposit polimer dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-10

0

K Data hasil pengujian dan perhitungan daya serap air genteng komposit polimer dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-11

0

L Data hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik genteng

komposit polimer dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-12

0

M Data hasil pengujian dan perhitungan kuat lentur genteng

komposit polimer dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-13

0

N Data hasil pengujian dan perhitungan kuat impak genteng

komposit polimer dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-14

0

O Data hasil pengujian waktu nyala dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-15

0

P Data hasil pengujian jarak bakar dengan orientasi sudut 450 dan 90

L-16

0

Q Spesifikasi Genteng Komposit Polimer Komersil L-17


(17)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG

KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN

POLIPROPILEN, ASPAL, PASIR DAN SERAT

PANJANGSABUT KELAPA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer untuk memanfaatkan limbah Polipropilen (PP) bekas dan serat sabut kelapa (SSK). Bahan yang digunakan adalah aspal 10%, PP 10% dan variasi komposisi pasir dan SSK yang dibuat adalah (80:0), (79:1), (78:2), (77:3) , (76:4) dan (75:5). Untuk mengetahui karakterisasi genteng komposit polimer ini dilakukan pengujian terhadap sifat fisis, mekanik dan termal. Hasil pengujian nilai kerapatan maksimum ada pada sampel tanpa serat atau sampel 1 (80:0) sebesar 1,73 gr/cm3 sementara standar genteng komposit polimer komersil sebesar 1,5 gr/cm3. Hasil pengujian daya serap air minimum ada pada sampel tanpa serat atau sampel 1 (80:0) sebesar 0,44% sementara genteng komersil sebesar 0,6% . Pada pengujian mekanik yang meliputi uji tarik dan impak maksimum berada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 53,26 kgf/cm2 dan 2,00 J/cm2 (hasil ini tidak terlampir pada genteng komersil), hasil pengujian kuat lentur maksimum berada pada sampel 5 (76:4) 133,39 kgf/cm2 atau 13,08 MPa nilai ini lebih baik dari genteng komersil sebesar 10 Mpa. Hasil pengujian waktu nyala maksimum berada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 17,51 detik untuk menyala. Hasil pengujian jarak bakar minimum ada pada sampel 4 komposisi (77:3) sebesar 12,21 mm. Dari hasil uji keseluruhan (7 pengujian), 4 pengujian menunjukkan sampel 4 (77:3) merupakan hasil maksimum sehingga komposisi ini dianggap yang terbaik, oleh karena itu sampel ini digunakan untuk mengorientasi sudut SSK. Orientasi sudut penempatan serat tidak mempengaruhi sifat fisis dan sifat termal tetapi dapat menyebabkan penurunan kekuatan mekanik, dimana besarnya penurunan tersebut berbeda-beda berdasarkan proporsi sudut yang terjadi. Orientasi sudut yang paling optimum ada pada sudut 00 searah dengan arah pembebanan. Penggunaan SSK pada penelitian ini sebagai bahan pengisi genteng komposit polimer belum optimal penggunaanya.

Kata Kunci : Genteng Komposit polimer, Serat Sabut Kelapa, Polipropilen,Orientasi Sudut, Sifat Fisis, Sifat Mekanik dan Sifat Termal

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF POLYMER

COMPOSITE ROOF TILE UTILIZED MIXTURE


(18)

POLYPROPYLENE RESIN, ASPHALT, SAND AND

LENGTHYCOCONUT FIBER

ABSTRACT

The research on the manufacture and characterization of polymer composite tile utilized the waste of polypropylene (PP) and coconut fiber (SSK) has been done. Asphalt material used is 10%, 10% PP and compositional variations of sand and SSK are (80:0), (79:1), (78:2), (77:3), (76:4) and (75:5). To find out the characterization of polymer composite tile, the physical, mechanical and thermal testing are done. The result of maximum density value is found in the sample without fibers or sample one (80:0) by 1.73 gr/cm3, while the standard commercial polymer composite tile is 1.5 gr/cm3. The result of minimum water absorption is found in the sample without fibers or sample one (80:0) by 0.44%, while the commercial tile by 0.6%. In the mechanical testing that includes testing the maximum tensile and impact is on the composition of the sample 4 (77:3) by 53.26 kgf/cm2 and 2.00 J/cm2 (these results are not attached to the commercial tile), the maximum flexural strength testing result is in the sample 5 (76:4) by 133.39 kgf/cm2

Keywords : Polymer composite tile, Coconut fiber, Polypropylene, Directioanal orientation, Physical properties, Mechanical properties, and Thermal properties.

or 13.08 MPa, this value is better than commercial tiles by 10 Mpa. The result of the maximum flame on the sample 4 (77:3) by 17.51 seconds to ignite. The result of minimum burning distance is on the sample 4 (77:3) by 12.21 mm. From the overall test results (7 tests), four testings show that the sample 4 (77:3) has a maximum value, so that the composition is considered to be the best, therefore, this sample is used in directional orientation of SSCs. Placement of the fiber orientation angle does not affect the physical and thermal properties but can cause a decrease in mechanical strength, where the magnitude of the decline vary by the proportion of angles that occur. The most optimum orientation angle on the direction of 0° in the direction of loading. The use of SSK in this study as a polymer filler composite tile has not been optimal use.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia dewasa ini setiap tahun meningkat dengan pesat, hal ini memerlukan bahan bangunan dalam jumlah yang sangat besar. Khusus penggunaan bahan genteng sebagai salah satu bahan dalam pembuatan perumahan semakin banyak dibutuhkan dan kini bahan genteng yang sering digunakan bervariasi, baik yang dibuat dari bahan keramik, seng, multiroof dll. Genteng yang menggunakan bahan baku komposit polimer mulai dikembangkan. Material komposit yang berasal dari serat alam kekuatannya tidak kalah dengan material komposit dari logam dan pemanfaatan limbah plastik pun dapat dipergunakan sebagai bahan pendukungnya.

Sebagai negara kepulauan yang berada didaerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2009, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.799.124 Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 3.257.969 ton butir kelapa, yang sebagian besar (95%) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa pertahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya,(Ditjenbun, 2010).


(20)

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir Fiber, Coir Mats dan Rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisioanl serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan dll.

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999, menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutntya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan sisa olahan plastikpun tidak terelakkan, (BPS, 2002).

Empat jenis sampah plastik yang popular dan banyak diproduksi yaitu, polietilena (PE), polietilena kerapatan tinggi (Hight Density Polyethyene) atau HDPE, polipropilena (PP), dan asoi. Polipropilena (PP) termasuk salah satu jenis bahan polimer yang memiliki sifat ringan (0.9 g/cm3), kadar air yang rendah (0,01%)tahan terhadap suhu tinggi (1500

Pemanfaatan sampah plastic merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan sisa olahan plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Nilai ekonomis dari bahan yang dianggap limbah tersebut dapat ditingkatkan dengan memberikan masukan ilmu, teknologi permesinan dan lainnya sehingga dapat lebih bermanfaat, (Macklin, 2009).

C), (Hartono, 1998).

Genteng komposit polimer yang selama ini dijual merupakan barang import dengan harga yang cukup mahal, oleh karena itu penulis mencoba membuat genteng ini dengan memanfaatkan bahan limbah dan hasil samping untuk mengurangi biaya produksi sehingga diharapkan mendapatkan genteng komposit polimer yang lebih ekonomis.


(21)

Penelitian tentang genteng komposit polimer yang menggunakan bahan baku dari alam dan pemanfaatan limbah sudah mulai dikembangkan.

Penelitian tentang genteng berbasis polimer yang pernah dilakukan oleh BATAN merupakan suatu alternative pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi (filler) dari bahan alam, (BATAN, 2009).

Dalam sebuah seminar IRC (International Roofing Covering) Technical , tentang Properties and performance of roofing coverings, disebutkan bahwa genteng aspal modifikasi (Modified bituminous –MB) merupakan salah satu penutup atap yang baik,material yang digunakan dalam pembuatannya termasuk aspal tetapi sebahagian besar terdiri dari serat alam, dimana genteng ini memiliki kelebihan tersendiri, yaitu dapat mengikuti bentuk desain atap, tahan terhadap angin, api, benturan dan cuaca dingin dan panas, (Paroli, 1997).

Dalam sebuah jurnal Internasional terbitan SAGE yang berjudul Modification of a Bitumen with Various Plymers for Use in Built Up Roofing Membrane, disebutkan bahwa : Genteng modifikasi aspal yang menggunakan bahan polimer dimana komponen yang digunakan 47% aromatic, 31% resin, 16 % aspal dan 6% paraffin. Adapun polimer yang digunakan Atactic Polypropylene (APP), vestoplast (ethylene-propylene copolymer) dan SBS rubber. (A.H.Fawcett, 1999)

Bila dilihat dari penelitian Nurmaulita (2010),Pengaruh Orientasi Serat Sabut Kelapa Dengan Resin Polyester Terhadap Karakteristik Papan Lembaran.Dari hasil penelitian yang dilakukan sifat fisis papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 (2003). Kualitas papan komposit yang terbaik adalah papan dengan perbandingan cocopeat/polyethylene 30:70 dengan suhu kempa 1700

Penelitian Munasir (2011), yang menggunakan polipropilen dan fiber glass untuk bahan komposit dengan mengorientasikan serat searah dan dua arah. Dari hasil uji kekuatan tarik, diperoleh kekuatan tarik terbesar terdapat pada komposit dengan orientasi serat searah dibanding komposit tanpa serat (1,06 : 1) dan tanpa serat dibanding serat dua arah (1 : 0,87), (Munasir, 2011).

C, karena papan ini memiliki daya serap air yang rendah dan MOR yang paling tingg, (Nurmaulita, 2010).


(22)

Dalam sebuah penelitian Institute Research In Construction yang berjudul Analysis of Aspalt-Based Roof System Using Thermal Analysis, menyimpulkan bahwa Penggunaan matrik APP (Atactic Polypropylen) lebih restan terhadap panas dari pada SBS (Styrene Butadiene – Styrene), (Delgado, 2008).

Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, belum terlihat ada penelitian yang menggunakan serat alam berupa serat panjang sebagai penguat dalam pembuatan genteng polimer. Oleh karena itu penulis mencoba untuk meneliti pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer dari campuran resin polipropilen bekas, aspal, pasir dan serat panjang sabut kelapa.

Dari kebutuhan akan bahan bangunan khususnya genteng dan pemanfaatan serat sabut kelapa (SSK) sebagai hasil samping potensi kelapa dan pemanfaatan limbah plastik (Polipropilen bekas) serta hasil penelitian sebelumnya maka pembuatan genteng komposit polimer berpotensi untuk dikembangkan. Keunggulan genteng jenis ini yaitu ramah lingkungan, tahan lama, pemeliharaanya mudah, anti bocor (waterproofing), fleksibel dan mudah dipasang serta sangat ringan.

Pembuatan genteng komposit polimer memerlukan bahan yang bersifat adhesif, yang mampu mengikat material dari campuran pembuatan genteng. Aspal merupakan salah satu bahan yang bersifat adhesive, karena bahan ini mengandung senyawa hidrokarbon yang dibuat dari bahan sisa minyak bumi, (Hafizullah, 2011).

Untuk mendapatkan hasil komposit yang mempunyai daya ikat baik maka ditambahkan polipropilena sebagai matrik. Dimana keunggulan polipropilena ini adalah bersifat ringan, kuat, daya tembus uap rendah dan stabil terhadap suhu tinggi. Sebagai bahan penguat digunakan SSK dan agregat sebagai bahan pengisi.

Pada penelitian ini akan diteliti variasi komposisi aspal, polipropilena, pasir dan serat sabut kelapa untuk mendapatkan komposisi genteng dengan kualitas sesuai standar dan pengaruh orientasi serat panjang terhadap sifat fisis, mekanik dan termal genteng.


(23)

1.2Perumusan masalah

Dari uraian diatas maka diperoleh pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah SSK dapat digunakan untuk pengisi dan polipropilen bekas untuk matrik dapat digunakan untuk bahan genteng komposit polimer ? 2. Berapakah nilai variasi komposisi SSK, polipropilena dan aspal serta

pasir (agregat) terhadap karakteristik genteng komposit polimer ? 3. Pada sudut orientasi berapa kekuatan genteng maksimum ? 4. Bagaimanakah karakteristik genteng komposit polimer ?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan batasan masalah yang diteliti, yaitu : Penelitian ini dibatasi pada :

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng komposit

polimer adalah aspal dan polipropilena sebagai matrik dengan agregat pasir dan SSK sebagai pengisi.

2. Komposisi polipropilen bekas dan aspal adalah tetap masing-masing 10% dari berat total sampel (360 gram), komposisi pasir dan SSK bervariasi dengan perbandingan (80% : 0%), (79% : 1%), (78% : 2%), (77% : 3%), (76% :4%) dan (75% : 5%).

3. Serat panjang yang digunakan adalah 15 cm dengan orientasi 0o, 45o dan 90o

4. Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan dan uji daya serap air, sifat mekanik meliputi uji kekuatan lentur, kuat tarik dan kuat impak sedangkan uji termal meliputi uji titik nyala dan jarak bakar.

.

1.4 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkarakterisasi genteng komposit polimer .

2. Mengetahui pengaruh variasi komposisi SSK terhadap karakteristik genteng.


(24)

3. Mengetahui pengaruh orientasi serat panjang terhadap karakteristik genteng.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan SSK dan polipropilen bekas untuk pembuatan genteng komposit polimer.

2. Memberikan manfaat bagi inovasi perkembangan komposit dibidang

konstruksi.

3. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan material genteng komposit polimer yang selama ini menggunakan serat sintetis.


(25)

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 POLIMER

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Bahan-bahan seperti plastik, serat, film dan sebagainya yang biasanya dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mempunyai berat molekul di atas 10.000. Bahan dengan berat molekul yang besar itu disebut polimer, mempunyai struktur dan sifat yang rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya polimer dibangun oleh satuan struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut ikatan kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu elektron untuk membentuk sepasang elektron, (Surdia T. , 1995).

Dibawah ini dijelaskan istilah teknis yang sering dipakai bagi polimer, yaitu :

1. Monomer

Polimer yang terbentuk oleh satuan sturktur secara berulang disebut monomer. Contoh : Polietilen

H H H H H │ │ │ │ │

C = C → ─ C ─ C ─ C ─ ….. │ │ │ │ │

H H H H H

Gambar 2.1 Etilen (monomer) Polietilen


(26)

Polipropilen terdiri dari banyak monomer propilen dalam rantai kombinasi.

CH3 H H3 H

│ │ │ │

n.C = C → ─ C ─ C ─

│ │ │ │ H H H H n

Gambar 2.2 Propilen Polipropilen

Polipropilen dibentuk oleh n satuan monomer propilen. Jumlah satuan struktur yang berulang ini (n) dikenal sebagai derajat polimerisasi. Berat molekul dari polimer (M) adalah berat molekul satuan (a) dikalikan dengan derajat polimerisasi (n): M = a.n. Dalam polimer, berat molekul (M) tidak selalu sama akan tetapi berubah, oleh karena itu harga tersebut biasa dinyatakan dengan berat molekul rata-rata (M).

Molekul polimer disusun dalam satu struktur rantai seperti polietilen dan polipropilen, dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan kovalen seperti phenol dan resin epoksi, dalam struktur hubungan silang seperti karet dimana sebagian molekul rantai terikat satu sama lain. Sifat-sifat termik dan mekanik dari polimer sangat berbeda tergantung pada keadaan.

Sebagai contoh, kebanyakan molekul rantai memberikan sifat termoplastik dengan menaikkan temperatur, dapat mencair dan mengalir. Bahan tersebut dinamakan polimer termoplastik. Dilain pihak polimer yang struktur tiga dimensinya terkeraskan karena pemanasan, tidak bersifat dapat mengalir lagi karena pemanasan. Bahan tersebut dinamakan resin termoset. Polimer yang dihubung-silangkan secara tepat seperti halnya karet menunjukkan sifat elastomer, dapat berdeformasi karena direnggangkan dan kembali ke asal apabila dilepas. Beberapa diantaranya polimer rantai seperti polietilen, nylon dan sebagainya mempunyai molekul-molekul yang tersusun secara teratur membentuk kristal.


(27)

Bahan tersebut dinamakan polimer Kristal walaupu tidak keseluruhannya mengkristal. Temperatur dimana Kristal dalam polimer itu mencair dinamakan titik cair polimer.

Polistiren, polimetil metakrilat dan sebagainya yang strukturnya tidak teratur secara stereo dalam keadaan amorf karena tidak dapat membentuk Kristal dengan molekul rantai yang tersusun beraturan, dinamakn polimer amorf. Akibatnya polimer macam ini tidak mempunyai titik cair dan melunak kalau dipanaskan.

Sifat-sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan cetaknya baik.

Pada temperature rendah bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstruksi dan seterusnya.

2. Produk ringan dan kuat.

Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan logam dan keramik, yaitu n = 1,2 – 1,7 yang memungkinkan membuat barang kuat dan ringan.

3. Banyak diantara polimer bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat konduktor dengan jalan mencampurnya dengan serbuk logam butiran karbon dan sebagainya.

4. Baik sekali ketahanannya terhadap air dan zat kimia.

5. Produk-produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya.

6. Umumnya bahan polimer lebih murah harganya.

7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu cukup diperhatikan pada penggunaanya.

8. Kekerasan permukaan yang sangat kurang 9. Kurang tahan terhadap pelarut.

10.Mudah termuati listrik secara elektrostatis.

11.Beberapa bahan tahan abrasi atau mempunyai koefisien gesek yang kecil, (Bilmeyer W. , 1994 ).


(28)

2.2 MATERIAL KOMPOSIT

Bahan komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisika dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Jika perpaduan ini terjadi dalam skala makroskopis, maka disebut sebagai komposit. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan karakteristik bahan komposit, seperti : kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.

Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan “tailoring properties”. Dan ini adalah salah satu sifat istimewa komposit, yaitu ringan, kuat, tidak terpengaruh korosi, dan mampu bersaing dengan logam, tidak kehilangan karakteristik dan kekuatan mekanisnya, (Chung, 2003).

Dampak positif bagi lingkungan dari penggunaan natural fibre-reinforced composites adalah mudah terurai, mengurangi efek rumah kaca, jenis beragam,meningkatkan nilai guna dari tanaman pertanian, konsumsi energy rendah dan biaya yang digunakan lebih murah. Adapun kekurangan menggunakan serat alam dalam produk komposit antara lain mudah menyerap air, mudah terbakar, tingkat keawetan rendah serta memiliki variasi sifat besar.


(29)

Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut : 1. Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu

2. Mempermudah design yang sulit pada manufaktur

3. Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya 4. Menjadikan bahan lebih ringan, (Bhagwan D.Agarwa, 2006).

2.2.1 Bagian-bagian utama dari komposit A. Penguat (Reinforcement)

Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Berdasarkan bentuk dari reinforcement-nya, komposit dapat dibedakan menjadi: partikel sebagai penguat, fiber sebagi penguat dan fiber sebagi struktur. Pembagian ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.3, (Ramatawa, 2008).

Gambar 2.3 Pembagian komposit berdasarkan bentuk dari reinforcement-nya

Pembagian komposit berdasarkan penguatnya, dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Partikel sebagai penguat (Particulate composites)

Keuntungan dari komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel : - Kekuatan lebih seragam pada berbagai arah


(30)

- Dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan kekerasan material

- Cara penguatan dan pengerasan oleh partikulat adalah dengan

menghalangi pergerakan dislokasi.

Panjang partikel dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : a. Large particle

Komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel, dimana interaksi antara partikel dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata. Contoh dari large particle composite adalah cemet dengan sand atau gravel, cemet sebagai matriks dan sand sebagai atau gravel, cemet sebagai matriks dan sand sebagai partikel, Sphereodite steel (cementite sebagai partikulat), Tire (carbon sebagai partikulat), Oxide-Base Cermet (oksida logam sebagai partikulat).

b. Dispersion strengthened particle

• Fraksi partikulat sangat kecil, jarang lebih dari 3%. • Ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 10-250 nm.

2. Fiber sebagai penguat (Fiber composites)

Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit. Fiber yang digunakan harus memiliki syarat sebagai berikut :

- Mempunyai diameter yang lebih kecil dari diameter bulknya (matriksnya) namun harus lebih kuat dari bulknya


(31)

3. Fiber sebagai sturktural (Structute composites)

Komposit struktural dibentuk oleh reinforce- reinforce yang memiliki bentuk lembaran-lembaran. Berdasarkan struktur, komposit dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur laminate dan struktur sandwich.

- Laminate

Laminate adalah gabungan dari dua atau lebih lamina (satu lembar komposit dengan arah serat tertentu) yang membentuk elemen struktur secara integral pada komposit. Proses pembentukan lamina ini menjadi laminate dinamakan proses laminai. Sebagai elemen sebuah struktur, lamina yang serat penguatnya searah saja (unidirectional lamina) pada umumnya tidak menguntungkan karena memiliki sifat yang buruk. Untuk itulah struktur komposit dibuat dalam bentuk laminate yang terdiri dari beberapa macam lamina atau lapisan yang diorientasikan dalam arah yang diinginkan dan digabungkan bersama sebagai sebuah unit struktur. Mikrostruktur lamina dan jenis-jenis dari arah serat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Mikrostruktur lamina

Terdapat beberapa lamina, yaitu: • Continous fiber laminate • Discontinous fiber composite


(32)

- Sandwich panels

Komposit ini tersusun dari tiga lapis yang terdiri dari flat composite (metal sheet) sebagai permukaan (skin) serta material inti (core) di bagian tengahnya. Komposit ini cocok untuk menahan menahan beban lentur, impak, meredam getaran dan suara. Kiomposit jenis ini dibuat untuk mendapatkan struktur yang ringan tetapi mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi.

Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit, yaitu : continuous fiber composit, woveb fiber composite (bi-directional), discontinuous fiber composite dan hybrid fiber composite. Penempatan ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.

: Gambar 2.5 Tipe serat pada komposit

a) Continuous Fiber Composite (Komposit serat -kontinu)

Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya pemisahan antar lapisan, (Decolon C. , 2000)

Ditinjau dari segi mekanik fungsi utama matrik adalah mentransfer tegangan ke serat karena serat lebih kuat dan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik. Respon komposit terhadap tegangan kerja bergantung kepada fasa matrik, fraksi volume relatif, panjang serat dan orientasi serat relatif terhadap arah tegangan kerja. Beberapa prinsip dasar tentang respon elastik terhadap tegangan dapat diperoleh dari model mekanik dimana serat kontinu memiliki satu-arah (undirectional) dalam matrik isotropik tanpa void.


(33)

Menggunakan huruf penandaan c, f , m, l, dan t kita dapat menengarai nilai sifat untuk komposit (c), serat (f), matrik (m), arah longitudinal (l), dan arah transversal (t). Jadi Vf / Vm

(1 - V

adalah rasio fraksi volume serat dan matrik, dimana

f)=Vm. Persaman untuk teganganan (kekuatan) dan modulus elastisitas

adalah sebagai berikut.

��� =�����+���� ... 2.1 Dimana :

��� = Kekuatan tarik komposit arah longitudinal (N/m2

��� = Kekuatran tarik serat arah longitudinal (N/m )

2

�� = Kekuatan tarik matrik (N/m

)

2

V

)

f

V

= Fraksi volume serat (%)

m = Fraksi volume matrik (%)

Modulus elastisitas komposit dapat dihitung berdasarkan dengan :

��� =�����+��.�� ... 2.2 Dimana:

��� = Modulus elastisitas komposit (Pa)

��� = Modulus elastisitas serat (Pa)

�� = Modulus elastisitas matrik (Pa)

Sekarang dapat diturunkan hubungan berikut:

����⁄ ��� = ���⁄ ����� ��⁄ ��� ... 2.3 Hubungan ini menunjukkan bahwa bila rasio modulus dan/atau fraksi volume serat meningkat, makin banyak regangan ditransfer ke serat.


(34)

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Kurva tegangan – regangan untuk filament dan matrik (b) Ketergantungan kekuatan komposit pada fraksi volume filament kontinu.

Pada perbandingan kurva tipikal tegangan tarik terhadap regangan untuk material serat dan matrik (Gambar 2.6a), dapat dilihat bahwa regangan kritis ditentukan oleh regangan pada saat serat putus, � dan apabila regangan kritis ini dilampaui komposit kehilangan efektivitasnya. Pada nilai regangan ini, ketika matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan regangan, tegangannya adalah �′ . Jadi, pada Gambar 2.6b menunjukkan kekuatan komposit berada diantara limit �′ dan � , bergantung pada fraksi volume serat. Bila jarak serat besar dan jumlahnya sedikit, maka beban yang dipikul oleh matrik lebih besar daripada serat atau ketika nilai fraksi volum serat rendah, pembebanan yang besar

terjadi pada matrik sehingga kekuatan komposit menjadi � = �(1− �). Sementara jika fraksi volume besar beban diteruskan ke matrik dan serat

sehingga,� =�+�′. Selanjutnya, kekuatan komposit turun dengan berkurangnya fraksi volume serat. Garis kontruksi yang menggambarkan kedua efek ini berpotongan dititik minimum, Vmin. Jelas bahwa Vf harus lebih besar dari

Vcrit agar kekuatan-tarik matrik memanfaatkan kehadiran serat. ��= �� dan Vf =

Vcrit berlaku untuk volume kritis serat. Dari kaidah persamaan kita turunkan :

����� = (��− ��′ )/���− ��′ � ... 2.4

σ

m

σf

σf - σ’f

σm - σ’m

σm

Tegangan tarik

σ

filamen

matrik

Regangan ε σf

0 Vmin

Vcrit

1 σf = σf Vf +

σ

m (1- Vf)

σc =

σ


(35)

Umumnya diinginkan Vcrit

yang rendah agar masalah disperse dapat dikurangi dan untuk menghemat jumlah serat penguat. Serat yang sangat kuat akan memaksimalkan pembagi dan tentunya sangat membantu. Jadi suatu matrik dengan kecenderungan pengerasan regangan kuat memerlukan fraksi volume serat yang relatif banyak, (Smallman R. d., 2000).

b) Woven Fiber Composite (bi-dirtectional)

Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik tipe continuous fiber.

c) Discontinuous Fiber Composite (chopped fiber composite)

Komposit dengan tipe serat pendek masih dibedakan lagi menjadi : 1) Aligned discontinuous fiber

2) Off-axis aligned discontinuous fiber 3) Randomly oriented discontinuous fiber

Randomly oriented discontinuous fiber merupakan komposit dengan serat pendek yang tersebar secara acak diantara matriksnya. Tipe acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

d) Hybrid fiber composite

Jenis fiber komersil yang biasa digunakan untuk pembuatan komposit antara lain sebagai berikut : fiber glass, fiber nylon, fiber carbon, dll, (Attaf, 2011).

B. Matriks

Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut :


(36)

b) Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat. c) Melindungi serat.

d) Memisahkan serat. e) Melepas ikatan.

f) Tetap stabil setelah proses manufaktur, (Gibson, 1994).

Bahan polimer yang sering digunakan sebagai material matrik dalam komposit ada dua macam adalah termoplastik dan termoset.Termoplastik dan termoset ada banyak jenisnya, yaitu :

1. Termoplastik, bahan-bahan yang mudah menjadi lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan sehingga pembentukan dapat dilakukan berulang-ulang karena mempunyai struktur yang linier. Keistimewaan dari termoplastik ini adalah bahan-bahan termoplastik yangb telah mengeras dapat diolah kembali dengan mudah sedangkan termoset sulit dan bahkan tidak bisa diolah kembali. Tergolong diantaranya Polyamide (PI), Polysulfone (PS),Poluetheretherketone (PEEK), Polyhenylene Sulfide (PPS), Polypropylene (PP), Polyethylene (PE).

2. Termoset, merupakan bahan yang sulit mencair atau lunak apabila dipanaskan karena harus membutuhkan temperature yang sangat tinggi. Hal ini diakibatkan karena molekul-molekulnya mengalami ikatan silang (cross linking) sehingga bahan tersebut sulit dan bahkan jarang didaur ulang kembali, contoh bahan-bahan yang tergolong diantaranya Epoksi, Polyester, Phenolic, Plenol, Resin Amino, Resin Furan, (Attaf, 2011).

Berdasarkan bentuk dari matriks-nya, komposit dapat dibedakan menjadi : komposit dengan matrik keramik (CMC), komposit dengan matrik logam (MMC) dan komposit dengan matrik polimer (PMC). Pembagian ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.


(37)

Gambar 2.7 Klasifikasi komposit berdasarkan bentuk dari matriks-nya, (Decolon C. , 2000).

2.3 EFEK ORIENTASI SERAT TERHADAP KEKUATAN

Faktor orientasi serat akan menentukan kekuatan mekanis dari suatu bahan komposit dan arah dimanan kekuatan tersebut yang terbesar. Ada tiga jenis orientasi serat yaitu penguatan satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi. Jenis penguat serat satu dimensi memiliki kekuatan dan modulus komposit yang maksimum dalam arah orientasi sumbu serat. Jenis penguatan dua dimensi menunjukkan kekuatan yang berbeda pada setiap arah orientasi serat. Sedangkan jenis penguatan tiga dimensi adalah isotropic, artinya komposit akan memiliki kekuatan yang sama pada satu titik. Sebagai contoh CSM (Random Chopped Stand Mat) pada komposit dianggap isotropic, sedangkan pada bentuk anyaman (woven roving) menunjukkan sifat yang berbeda pada setiap titik, maka material ini disebut anisotropic, (Hull, 1988).

Komposit dengan sistem seperti woven roving menunjukkan kekuatan pada arah serat itu lebih besar daripada bukan arah serat tersebut dan sifat ini juga dipengaruhi fraksi volum serat.

Untuk anyaman satu arah kekuatan tariknya lebih besar pada arah serat dibandingkan dengan arah tegak lurus terhadap serat. Pada arah normal yang menanggung beban hanya matrik saja. Ini merupakan prinsip lamina ortotropik yang berbentuk roving atau fabrik, serat-serat arahnya tertentu.


(38)

Komposit diperkuat serat kontinu pada arah yang sama dengan arah tegangan kerja. Kekuatan komposit tipe anisotropic ini bervariasi secara linier dengan fraksi volume serat. Apabila orientasi serat membuat sudut ∅ dengan arah tegangan tarik yang diterapkan,maka terjadi penurunan gradient kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume serat) yang lebih besar dari Vmin

�� =ή����+ ��′�� ... 2.5 . Efek pengurangan ini diperoleh dengan memasukkan faktor orientasi ή dalam persamaan kekuatan dasar yang menghasilkan:

Dimana :

�� = Tegangan (kekuatan) komposit

ή = Faktor orientasi

�� = Tegangan (kekuatan)serat

�� = Fraksi volume serat

��′ = Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan – regangan.

Vm = Fraksi volum matrik

Bila ∅bertambah mulai dari nol, maka ή turun menjadi kurang dari satu. Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori “tegangan maksimum” berdasarkan kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat

∅ , terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat (���), kekuatan geser matrik parallel dengan serat �, dan kekuatan tegak lurus pada

serat ���. Setiap mode kegagalan dinyatakan dengan persamaan yang

menghubungkan kekuatan komposit ��� dengan tegangan terurai.

Untuk mode kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat akibat tegangan tarik, berlaku persamaan :


(39)

��� = ��� ���2∅ ... 2.6 Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel dengan serat adalah :

��� = 2�� �����2∅ ... 2.7 Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi pada komposit “off-axis” karena kekuatan geser � turun lebih cepat dari ���.

Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlakua ialah :

��� = ��� �����2∅ ... 2.8 Pada Gambar 2.12 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan komposit dan orientasi serat.Selain memperlihatkan ciri anisotropic tinggi dari penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai ∅ rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini. (Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari ���� ,�.

Mode kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit ��� paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila ∅ besar. Untuk nilai ∅ yang relatif besar, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini berkaitan dengan transisi dari kegagalan – tarik ke kegagalan geser pada serat.Teori memprediksikan kegagalan dalam arah longitudinal akan terjadi pada saat 00 < ∅<40, kegagalan geser terjadi pada saat 40 < ∅ < 240 dan kekuatan transvers patahan terjadi pada saat∅ > 240. Gambar 2.8 menunjukkan hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat, (Hull D. , 1988).


(40)

Gambar 2.8 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah)

Dengan mengeliminasi ��� dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini :

∅���� = ���−1(������) ... 2.9 Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik, maka sudut kritis ini adalah sekitar 60

Apabila penerapan meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropik dibandingkan komposit satu arah, selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan kekakuan yang tak terelakkan.

.

Serat gelas, serat karbon, dan serat aramid telah digunakan, dan kadang-kadang digunakan kombinasi dari dua atau lebih jenis serat (komposit hibrida). Penguatan tiga dimensi sempurna, yang memiliki sifat dalam arah tebal yang

��� Kegagalan dalam arah

longitudinal

Kegagalan geser ���

Kekuatan komposit

Kegagalan dalam arah transvers

Sudut orientasi

00 450 900 ∅


(41)

ditingkatkan, dihasilkan dengan menumpuk lembaran kain tenun dan merajutnya dengan serat kontinu.

Laminasi yang berbasis serat karbon dan serat aramid biasanya dipergunakan untuk aplikasi kinerja tinggi yang mencakup system tegangan kompleks (seperti punter dan tekuk). Satuan konstruksi berwujud lapisan komposit satu-arah yang tipius, dengan tebal 50-130 µm. Lapisan disusun dengan cermat dengan orientasi tertentu terhadap sumbu referensi orthogonal (00 dan 900

Gelas serat pendek dengan orientasi acak banyak digunakan untuk lembaran dan benda cetak tiga dimensi. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit, yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, resisn berisi serat pendek dibentuk dengan proses cetak injeksi, dan campuran ini mengikuti jalur aliran yang rumit. Apabila benda hasil cetakan dipotong, tampak bahwa serat mengikuti pola aliran. Pola ini ditentukan oleh viskositas lelehan, profil cetakan dan kondisi pemrosesan. Pola aliran berulang dari cetakan ke cetakan. Dekat permukaan cetakan, serat pendek cenderung mengikuti jalur aliran “steamline”, di bagian tengah inti,dimana aliran lebih turbulen, serta cenderung orientasi transvers, (Smallman R. d., 2000).

). Urutan penumpukan paling sederhana adalah (0/90/90/0). Urutan lain yang lebih isotropic adalah (0/+45/-45/-45/+45/0) dan (0/+60/-60/-60/+60/0). Penumpukan lapisan dibuat simetris terhadap bidang tengan laminasi untuk mencegah distorsi dan untuk menjamin respon merata terhadap tegangan kerja.

2.4 SERAT GELAS

Serat gelas (glass fiber ) adalah bahan yang tidak mudah terbakar. Serat jenis ini biasanya digunakan sebagai penguat matrik jenis polimer. Komposisi kimia serat gelas sebagain besar adalah SiO dan sisanya adalah oksida-oksida alumunium (Al), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan unsur-unsur lainnya. (Santoso, 2002)

Berdasarkan bentuknya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain.


(42)

1. Roving

Berupa benang panjang yang digulung mengelilingi silinder. 2. Woven Roving (WR)

Serat gelas jenis anyaman (woven roving) mempunyai bentuk seperti anyaman tikar, serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara selang seling ke arah vertikal dan horisontal (0° dan 90°).

Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain:

a. Serat E-Glass

Serat E-Glass adalah salah satu jenis serat yang dikembangkan sebagai penyekat atau bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang baik.

b. Serat C-Glass

Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap korosi.

c. Serat S-Glass

Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi. Adapun perbandingan antara serat alami dan serat gelas ditunjukkan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas

Karakteristik Serat Alam Serat Gelas

Massa jenis Rendah 2 x serat alami

Biaya Rendah Rendah, lebih tnggi dari serat alam

Terbarukan Ya Tidak

Kemampuan daur ulang Ya Tidak

Konsumsi energi Rendah Tinggi

Distribusi Luas Luas

Menetralkan co2 Ya Tidak

Menyebabkan abrasi Tidak Ya

Resiko kesehatan Tidak Ya


(43)

Serat gelas mempunyai banyak macam keuntungan, sebahagian penguat karena : 1. Mudah ditarik menjadi serat berkekuatan tinggi dari keadaan lunak.

2. Mudah didapat dan dipabrikasi menjadi plastik yang diperkuat dengan serat gelas

3. Sebagai serat ia kuat, dan bila disatukan dengan matriks plastik akan memberikan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi

4. Sangat berguna pada lingkungkungan yang korosif, (K.Van Rijwijk, 2001).

2.5 POTENSI KELAPA

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2009, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.79.124 Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 3.257.969 ton butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya, (Ditjenbun, 2010).

Namun dari sisi perolehan devisa, Indonesia kalah jauh dari Philipina maupun dari Negara-negara lain. Hal itu terjadi karena sebagian besar hasil sumber daya alam ini belum dikelola secara maksimal. Bahkan beberapa Negara mengambil mentah bahan kelapa dari Indonesia untuk diolah menjadi produk lanjut dengan value added yang tinggi, untuk diekspor kembali termasuk ke Indonesia, (DEKINDO, 2000).

2.5.1 Kelapa (Cocos nucifera)

Kelapa merupakan tanaman perkebunan industri berupa pohon batang lurus dari family Palmae.Dalam bahasa latinnya Cocos nucifera. Tanaman kelapa disebut juga tanaman serbaguna, karena dari akar sampai ke daun kelapa bermanfaat, demikian juga buahnya. Buah adalah bagian utama dari tanaman


(44)

kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air, tempurung dan sabut sebagai hasil samping (by product) dari buah kelapa juga dapat diolah menjadi berbagai produk yang nilai ekonominya tidak kalah dengan daging buah (Lay dan Pasang). Berbagai produk dapat dihasilkan dari buah kelapa, (Massijaya, 2005).

Mutu bahan baku dari buah kelapa dipengaruhi oleh karakter fisika-kimia komponen buah kelapa, yang secara langsung dipengaruhi oleh jenis dan umur buah kelapa secara tidak langsung oleh lingkungan tumbuh dan pemeliharaan. Lingkungan tumbuh yang sesuai dan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan bahan baku bermutu untuk diolah lebih lanjut. Secara umum kelapa terdiri atas tiga jenis , yaitu :

1. Kelapa Dalam dengan varietas Viridis (kelapa hijau),Rubbercus (Kelapa merah),Macrocorpus (kelapa kelabu), Sakarina (kelapa manis).

2. Kelapa Genjah dengan varietas eburnean (kelapa gading), varietas Regia (kelapa raja), Pumila (kelapa puyuh), Pretiosa (kelapa raja malabar). 3. Kelapa Hibrida

Ketiga jenis kelapa ini berbeda saat mulai berbuah, jumlah produksi buah dan komposisi kimia buah. Faktor yang sangat mempengaruhi mutu bahan baku hasil samping kelapa adalah komposisi kimia.

Dalam kandungan selulosa, pentose, lignin dan arang, pada tempurung serta sabutkelapa Dalam lebih tinggi dari pada kelapa Genjah dan Hibrida, sedangkan kelapa Genjah dan Hibrida kadar abunya yang lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan untuk industri arang dan serat sabut mutu buah kelapa Dalam lebih baik dibandingkan dengan buah kelapa Genjah Dan Hibrida. Untuk industri air kelapa ke tiga jenis kelapa ini tidak jauh berbeda. Umur buah menunjukkan tingkat pertumbuhan buah kelapa, dimulai pada bulan ketiga, berat buah maksimum dicapai pada bualan ketujuh, sedangkan volume pada bulan ke delapan. Tempurung terbentuk pada bulan ke tiga dan mencapai maksimum pada


(45)

bulan ke Sembilan. Daging buah mulai terlihat pada bulan ketujuh dan mencapai berat maksimum pada bulan keduabelas. Pada bulan ketujuh pada saat berat buah maksimum proporsi komponen buah terdiri atas 62% sabut, 7% tempurung, 1% daging buah, sisanya adalah air. Pada saat panen (12 bulan), proporsi berat basah sabut 56%, tempurung 17 %, daging buah 27%; proporsi berat kering sabut 42%, tempurung 28%, dan daging buah 30%. Mutu tertinggi dari produk hasil samping akan tercapai pada saat umur buah 13 bulan terkecuali untuk nata de coco, pada umur demikian pertumbuhan buah sudah terhenti, kadar air pada sabut sudah turun dan kandungan abu juga rendah. Sedangkan untuk nata de coco pada umur 13 bulan kandungan minyak pada air kelapa mulai menungkat yang menyebabkan rendahnnya mutu nata de coco, (Allorerung, 1998).

2.5.2 Serat Sabut Kelapa (SSK)

Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya licin, agak keras dan tebalnya ± 0,7 mm, mesocarp yaitu bagian tengah yang disebut sabut, bagian ini terdiri dari serat keras yang tebalnya 3–5 cm, endocarp yaitu tempurung tebalnya 3–6 mm. Sabut merupakan bagian tengah (mesocarp) epicarp dan endocarp.

Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat halus sebagai bahan pembuat tali, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat.

Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium. Dilihat sifat fisisnya sabut kelapa terdiri dari :

a) Seratnya terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku. b) Mutu serat ditentukan dari warna dan ketebalan.


(46)

c) Mengandung unsur kayu seperti lignin, suberin, kutin, tannin dan zat lilin.

Dari sifat mekanik nya :

a) Kekuatan tarik dari serat kasar dan halus berbeda. b) Mudah rapuh.

c) Bersifat lentur, (Sudarsono, 2010).

2.5.3 Komposisi Serat Sabut Kelapa

Hasil uji komposisi serat sabut kelapa berdasarkan SNI yang dilakukan Sarana Riset dan Standarisasi dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Serat Sabut Kelapa

Parameter Hasil Uji

Komposisi (%)

Metode Uji

Kadar Abu 2.02 SNI 14-1031-1989

Kadar Lignin (Metode Klason) 31.48 SNI 14-0492-1990

Kadar sari 3.41 SNI 14 – 1032 -1989

Kadar Alfa Selulosa 32.64 SNI 14 – 0444-1989

Kadar total selulosa 55.34 Metoda Internal BBPK

Kadar pentosan sebagai Hemiselulosa

22.70 SNI 01-1561-1989

Kelarutan dalam NaOH 1 % 20.48 SNI 19-1938-1990

Uji komposisi sifat kimia untuk megetahui komposisi kimia yang terdapat dalam serat sabut kelapa. Uji kadar abu untuk mengetahui kadar abu yang terdapat dalam serat sabut kelapa. Uji lignin untuk mengetahui jumlah lignin dalam serat sabut kelapa. Lignin adalah bagian yang terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar sel, dan merupakan senyawa aromatik yang berbentuk amorf. Suatu komposit akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin, karena lignin bersifat kaku dan rapuh, (Sunaryo, 2008).


(47)

2.6 POLIPROPILEN

Plastik merupakan bahan teknis yang berasal dari polimer, meskipun istilah polimer lebih popular menunjukkan kepada plastik.

Sejak abad 20, plastik dinggap sebagai material yang baru, kemudian berkembang secara luas penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005.Saat ini penggunaan material plastik di Negara-negara Eropa Barat mencapai 80 kg/orang/tahun, sementara di India hanya 2kg/orang/tahun.

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 2001 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastic impor Indonesia, terutama Polipropilen (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton sehingga pada kurun waktu kurang lebih 4 tahun itu terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 34,15 %. Jumlah itu diperkirakan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak dapat terelakkan. Pemanfaatan limbah plastic merupakan upaya penekanan pembuangan plastic seminimal mungkin dan dalam batas tertentu, menghemat sumber daya dan mengurangi bahan impor. Pemnafaatan limbah plastic dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang, (BPS, Statistik Perdagangan Luar Negeri, 2002).

Pemanfaatan limbah plastic dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh pihak industri. Secara umum terdapat empat prasyarat agar suatu limbah plastic dapat diproses oleh industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhann (biji, pellet, serbuk, pecahan, limbah harus homogeny, tidak terkontaminasi serta diupayakan tidak teroksidasi). Untuk mengatasi masalah tersebut sebelum digunakan limbah plastic diproses melalui tahapoan sederhana, yaitu : pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya. Pemanfaatan dan penggunaan limbah plastic daur


(48)

ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan aditif untuk meningkatkan kualitas. Empat jenis limbah plastik yang popular dan laku dipasaran yaitu : Polietilen (PE),High Density Polyetilena (HDPE), asoi, dan Polietilena (PP), (Haryono, 2010).

Polipropilen (PP) termasuk jenis plastic olefin dan merupakan polimer dari propilen. Dikembangkan sejak tahun 1950 dengan berbagai nama dagang, seperti : Bexfane, Dynafilm, Laufaren, Escon, Olefane, Profax. Polipropilena lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Monomer polipropilen diperolah dengan pemecahan secara thermal naphta (distalasi minyak kasar) etylen, propilen dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distalasi pada temperature rendah, dengan menggunakan katalis Natta Ziegeler, (D.W. Van Krevelen, 2000).

Sifat utama dari Polipropilen, yaitu :

1. Ringan (kerapatan 0,9 g/cm3

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polyethylene (PE). Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -3000

), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam pembuatan film.

0

3. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga lebih mudah

penanganannya.

C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan polyethylene atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.

4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang. 5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 1500

6. Titik leleh cukup tinggi pada suhu 170

C.

0

7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Tidak terpengaruh pada pelarut olehj suhu kamar kecuali HCL.


(49)

8. Pada suhu tinggi polipropilen akan bereaksi dengan benzene, siklena, toluene, terpentin dan asam nitrat kuat, (Bilmeyer, 1994).

Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa vinil jenuh dengan stuktur (CH2=CH-CH3

Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkab regangannya tinggi dan kaku . Dalam polipropilen, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom-atom terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5

). Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linier berbentuk –A-A-A-A-A- dengan A adalah polipropilen yang merupakan polimer hidrokarbon.

0

Karakteristik polipropilen secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini. dan membentuk rantai zig-zag planar, (Steven, 2007).

Tabel 2.3 Karakteristik Polipropilen secara umum Physical Properties

Tensil Strength (0.095 -1.30) N/mm2

Notched Impact Strength (3.0 – 30.0 ) Kj/m

Thermal Coefficient of expantion

2

(100 - 150) x 10 Density at 23

-6 0

0.90 – 0.91 g/cm C

Water absorbtion(24hrs,3.2mm thicknes)

3

<0.01%

Refractive Index 1.49

Thermal conductivity 3.3 cal cm/cm20C sec x 10

Coeffisient of linier thermal expantion

-4

8 – 11 cm0C / cm x 10 Specific heat

-5

0.44 -0.46 cal / 0 Density of Melt at 180

C/g

0

0.769 g/cc C

Heat of combustion 19,400 Btu / lb

Oxygen index 17.4

Decomposition temperature range 328 – 410 0

Dielectric constant (0.1MHz)

C 2.25

Dissipation factor (0.1 MHz) <0.0002


(50)

Polipropilena pertama kali dipolimerisasi oleh Dr.Karl Rehn di Hoechst AG, Jerman, pada tahun 1951. Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil dll, (Sperling, 2000).

2.7ASPAL

Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran. Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi, (Sukirman, 2003).

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

1. Aspal Alamiah. Aspal ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan Bermuda.

2. Aspal Batuan. Aspal ini merupakan endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen.


(51)

3. Aspal Minyak Bumi. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di beberapa negara bagian.

Aspal pabrik merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini, mempunyai kualitas standart. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :

1. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi 1% sampai 2%.

2. Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses fraksinya.

3. Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut angka penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 60/70, dan seterusnya, (Oglesby, 1996).

Aspal padat iran dengan penetrasi 60/70 merupakan salah satu jenis aspal yang diimport dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk Negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastic menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunkaan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal tersebut yang tercantum seperti pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70

Sifat Ukuran Spesifikasi Standar

pengujian

Densitas pada T=25oC Kg/m2 1010-1060

ASTM-D71/3289

Penetrasi pada T=25oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas padaT= 25oC Cm Min.100 ASTM-D113


(52)

Penurunanpenetrasi setelah pemanasan % Max20 ASTM-D5&D6

Titik Nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam Cs2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

Berdasarkan ketiga bentuk aspal tersebut, semen aspal atau aspal padat yang paling banyak digunakan. Aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan yang dicampurkan dengan agregat atau tanpa bahan tambahan disebut dengan aspal beton. Yang paling umum digunakan yaitu aspal beton campuran panas yang dikenal dengan Hot Mix sedangkan jenis lainnya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis. (Olgesby, 1996)

Penambahan bahan polimer pada aspal yang bersifat plastomer dapat meningkatkan kekuatan tinggi dalam campuran aspal polimer. Pada sisi lain, bahan yang bersifat elastomer seperti karet alam, maupun karet sintetis, dapat memberikan aspal dengan fleksibilitas dan keelastisan yang lebih baik, termasuk juga perbaikan terhadap resistensi dan ketahanan terhadap temperatur rendah. Bahan aditif aspal yang biasanya dipakai adalah material dari jenis karet, baik karet sintetis, karet buatan, karet yang sudah diolah (dari ban bekas), atau bahan plastik. Aspal telah digunakan selama ribuan tahun sebagai bahan waterproofing. Di Amerika Utara, aspal telah digunakan selama sekitar 150 tahun sebagai bahan atap. Lebih khusus lagi, Buil-up Roofing (BUR) telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Bahan baru yang diperkenalkan sebagai alternatif BUR adalah produk formulasi kimia yang berbeda. Produk ini menyediakan berbagai macam pilihan yang memenuhi karakteristik kinerja yang diperlukan, (Paroli R. a., 1997).

2.8 AGREGAT

Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil,pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.


(53)

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Agregat, berdasarkan ukuran butirannya dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu :

1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm).

2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

3. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan No.30 (0,06).

Agregat pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 – 5 mm didapat dari hasildisintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahannnya (artificial sand), dari komposisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa kepantai. (Wignall, Proyek Jalan Raya, Edisi Keempat, 2003)

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal,sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya, (Sukirman, 2003).

2.9GENTENG

Suatu atap berfungsi melindungi terutama terhadap hujan. Tergantung atas sifat alami bangunan, atap itu bisa juga melindungi dari panas, cahaya matahari, dingin dan angin. Jenis-jenis lain dari struktur, sebagai contoh, suatu bangunan untuk kebun, akan melindungi dari dingin, angin dan hujan tetapi bisa tembus cahaya. Suatu rumah bisa diatapi dengan material yang melindungi dari cahaya matahari tetapi tidak menghalangi unsur-unsur yang lain. Setiap jenis penutup atap punya kelebihan dan kekurangangnya masingmasing.

Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap) dan lain-lain. Agar


(54)

kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal mungkin, agar kebocoran dapat diminimalisir, (Piere, 2010).

Setiap jenis penutup atap mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Anda bisa memilihnya dengan mempertimbangkan penampilan, kepraktisan, bentuk dan umur rencananya masing-masing. Berikut akan dibahas beberapa jenis yang paling popular saat ini :

2.9.1 Genteng Komposit Polimer

Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi (filter) dari bahan sintetis atau bahan alam. Genteng komposit polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut.

Matrik yang digunakan adalah polietilen, polipropilen dan paduan polietilen-karet alam, sedangkan bahan pengisinya adalah jerami, pasir dan serbuk gergaji. Mutu genteng komposit polimer yang dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan perbandingan komposisi antara matrik dan pengisi. Terhadap komposit yang diperoleh dilakukan uji fisik, mekanik, termal, homogenitas, derajat kristalinitas dan cuaca. Komposit polimer yang memberikan sifat yang diinginkan lalu dicetak sesuai dengan bentuk genteng sehingga diperoleh genteng komposit polimer. Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi. Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu ramah lingkungan, tahan lama, pemeliharaanya mudah dan fleksibel.

Berdasarkan sistemnya genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia


(55)

pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik, (Batan.2009).

2.9.2 Genteng Aspal (Modified Bituminous Sheet)

Bahan material satu ini dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain (polimer), ditambah dengan bahan pengisi dan aditif .Komponennya dapat divariasi menurut karakter yang diinginkan Material ini diolah sehingga menghasilkan sebuah genteng yang tahan terhadap cuaca dingin,tahan sinar UV, ringan, lentur, dan tahan air dan restan terhadap kelembaban dan kebocoran .

Secara luas genteng modifikasi turunan aspal ini menggunakan bahan SBS (Styrene-butadine-styrene) dan APP (atactic polypropylene). Komposisi SBS rata-rata 12 – 15 %. Pada umumnya, banyaknya digunakan SBS karena temperature fleksibilitasnya rendah dan tahan kelelahan. Ada banyak perbedaan nilai SBS yang menekankan satu atau lebih bentuk yang diperlukan untuk proses dan pencapaian dari lapisannya.APP adalah hasil dari manufaktur IPP (isotactic- polypropylene). Hal Ini meliputi 25 % - 35% dari komposisi modifikasi, untuk meningkatkan bentuk mekaniknya. Hasil modifikasi APP lebih tinggi kekuatannya dan rendah elongasinya dibandingkan dengan SBS. Jumlah yang sedikit dari pengisi menyebabkan kekakuan tetapi jumlah yang besar mengurangi fleksibilitas dan sifat adhesinya. Konsekuensinya, hasil yang baik adalah memiliki sedikit pengisi.

Modifikasi SBS digunakan untuk genteng, sifatnya yang fleksibel dan temperaturnya rendah. Berikut ini Tabel 2.5 model komposisi lapisan turunan aspal.

Tabel 2.5 Model komposisi genteng lapisan turunan aspal

Komposisi Persen Berat(%)

Aspal 50

APP atau SBS 25-35

Pengisi (Filler) 10-20


(56)

Beberapa variasi dari penguat glass dan komposit polyester disatukan dalam lapisan untuk meningkatkan bentuknya. Sebahagian terdiri dari lembaran plastic, film atau mat. Lapisan genteng aspal lebih baik permukaannya daripada tanpa aspal. Butiran (granule) berfungsi untuk melindungi permukaan dari penurunan efek sinar UV. Pada beberapa lapisan laminat glass untuk melindungi permukaan dari patah atau pemindahan butiran. Jumlah penguatan pabrik tergantung dari pembuatan produknya. Ketebalan lapisan ini kira-kira 5 mm.

Aspal dalam hal ini berfungsi sebagai water proofing sehingga atap menjadi tahan terhadap kebocoran. Selain anti bocor, genteng aspal juga lebih ringan dibandingkan genteng tanah liat, beton, atau genteng keramik. Dengan bobot yang ringan konstruksi atap pun bisa diminimalkan, sehingga biaya pun bisa dihemat.

Ada dua model yang tersedia di pasar. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Genteng aspal dilem ke papan. Untuk jenis kedua, model bergelombang, model ini cukup disekrup pada balok gording.

Disini penulis mencoba merencanakan pembuatan genteng dengan menggunakan bahan plastic (polimer) dari polipropilena yang diperkuat serat alam (serat sabut kelapa). Untuk membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan bahan tambahan atau aditif. Keuntungan dari genteng aspal ini, yaitu : ramah lingkungan, tahan lama, dan pemeliharaanya mudah dan fleksibel. Berdasarkan sistemnya genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik, (Paroli & Dutt, 1997).

2.10 KARAKTERISTIK GENTENG KOMPOSIT POLIMER

Karakterisasi dari genteng komposit polimer dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran matrik dan filler. Karakterisasi ini meliputi sifat fisis


(57)

seperti kerapatan dan daya serap air. Sifat mekanis meliputi uji kekuatan lentur , kekuatan impak, kekuatan tarik serta sifat termal meliputi titik bakar dan titik nyala.

Karakterisasi genteng aspal sampai saat ini belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga peneliti merujuk kepada standar genteng komersial yang sudah pernah dibuat oleh industri genteng di Ukraina (Terdapat pada Lampiran Q). Adapun karakteristik genteng aspalnya dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6 Karakteristik Genteng Komposit Polimer Komersil No Sifat Fisik dan Mekanik Nilai

1 Daya serap air 0,6 %

2 Kuat bengkok 10 MPa

3 Ketahanan beku Tidak kurangdari 150 cycle,cm

4 Abradability 0,9 g/cm

5

3

Jangka waktu pelunturan Tidak kurang dari50 tahun

6 Kedap air Kedap air

7 Densitas (Kerapatan) 1500kg/m

8

3

Ketahanan pukul Tahan pukul

9 Sifat tahan bakar Susah terbakar

10 Massa dalam 1 m2 20 kg

11 Masa dalam 1 pc 2,1 kg

12 Jumlah dalam 1 m2 9 pc

(Sumber :http://roofing.com.ua/en/news/2010/09/26/ppcher.htm) 2.10.1 Pengujian Sifat Fisis

Untuk mengetahui sifat-sifat fisis genteng komposit polimer dilakukan pengujian kerapatan (ρ) dan Daya Serap Air seperti beerikut :

a. Kerapatan (ρ)

Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara. Sampel ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang. Lebar dan


(1)

LAMPIRAN O

Tabel L.15 Data Hasil Pengujian Waktu Bakar Genteng Komposit Polimer Dengan Sudut Orientasi 450 dan 90

Nomor Sampel 0 Sudut Orientasi Uji ke Waktu Penyalaan (detik) Waktu Penyalaan Rata-rata (detik)

1 17,50

1 0 2 17,51 17,51

3 17,51

1 17,49

2 450 2 17,51 17,50

3 17,50

1 17,40

3 900 2 17,42 17,41


(2)

LAMPIRAN P

Tabel L.16 Data Hasil Pengujian Jarak Genteng Komposit Polimer Dengan Sudut Orientasi 450 dan 900

Nomor Sampel Sudut Orientasi(0 Uji ke ) Jarak Bakar (cm) Jarak Bakar Rata-rata (cm)

1 12,21

1 0 2 12,21 12,21

3 12,22

1 12,22

2 45 2 12,23 12,23

3 12,23

1 12,24

3 90 2 12,23 12,28

3 12,23


(3)

(4)

LAMPIRAN R

Gambar Dokumentasi Penelitian

XYLEN

ASPAL

PP

PASIR

Pasir yang sudah disaring

SSK

Aspal + Pasir

Aspal +Pasir+PP


(5)

Alat Uji Tarik

SAMPEL 2

SAMPEL 3

SAMPEL 4

SAMPEL 5

SAMPEL 6

HOT PRESS SAMPEL 1


(6)