mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
28
d. Petunjuk Petunjuk
adalah perbuatan,
kejadian atau
keadaan yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya Pasal 188 ayat 1 KUHAP. Berbeda dengan alat bukti
yang lain, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa maka alat bukti petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan
keterangan terdakwa.
e. Keterangan terdakwa Terdakwa ialah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di
sidang pengadilan Pasal 1 butir 15 KUHAP. Terdakwa adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana Pasal 1 butir 14 KUHAP. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang
ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa pemidanaan dapat dijatuhkan hakim apabila:
a. Terdapat sedikitnya 2 dua alat bukti yang sah.
28
Andi Hamzah, Op.Cit.,hlm. 253.
b. Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya perbuatan pidana.
D. Tindak Pidana Perkosaan
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orangsubjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan
perundang-undangan.
29
Berikut adalah beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian dari tindak pidana, yaitu:
a. Pompe Pengertian tindak pidana menurut Pompe adalah sebagai berikut:
1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana unuk
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian feit yang oleh
peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
30
b. Vos Tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan
perundang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.
31
29
Sudarto, Loc.cit.
30
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 86.
31
Ibid.
c. Simons Tindak pidana adalah suatu kelakuan handeling yang diancam dengan
pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
32
d. Van Hamel Menurut Van Hamel, pengertian tindak pidana merupakan kelakuan orang
yang dirumuskan dalam wet undang-undang yang bersifat melawan hukum dan patut dipidana serta yang dilakukan dengan kesalahan.
33
e. Moeljatno Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
34
f. Wirjono Prodjodikoro Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukum pidana.
35
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan beberapa sarjana tersebut, maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah kelakuan handeling dari seseorang
yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
32
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 56.
33
Ibid.
34
Ibid, hlm. 54.
35
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco, 1986, hlm. 55.
2. Pengertian Perkosaan
Perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seseorang laki- laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral danatau hukum
yang berlaku melanggar.
36
Pengertian perkosaan di dalam KUHP, tertuang dalam pasal 285 yang menentukan
“barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
”.
Menurut pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa: a. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa klasifikasi umur yang
signifikan. Seharusnya wanita dapat dibedakan atau dikategorikan sebagai berikut:
1. Wanita belum dewasa yang masih perawan 2. Wanita dewasa yang masih perawan
3. Wanita yang sudah tidak perawan lagi 4. Wanita yang masih sedang bersuami
37
b. Korban mengalami pemaksaan bersetubuh berupa kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat
dan tindakan perlakuan pelaku. Perkembangan yang semakin maju dan meningkat pesat ini, dalam hal ini muncul
banyak penyimpangan khususnya perkosaan seperti bentuk pemaksaan
36
Sudarto, Loc.cit.
37
Laden Marpaung, Kejahatan terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Cet. 2,Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm. 50.
persetubuhan yang dimana bukan vagina alat kelamin wanita yang menjadi target dalam perkosaan akan tetapi anus atau dubur pembuangan kotoran
manusia dapat menjadi target dari perkosaan yang antara lain sebagai berikut: a. Perbuatan tidak hanya bersetubuh memasukkan alat kelamin kedalam
vagina, akan tetapi juga : 1. Memasukkan alat kelamin kedalam anus atau mulut
2. Memasukkan suatu benda bukan bagian tubuh laki-laki kedalam vagina atau mulut wanita.
b. Caranya tidak hanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, tetapi juga dengan cara apapun diluar kehendak atau persetujuan korban.
c. Objeknya tidak hanya wanita dewasa yang sadar, tetapi wanita yang tidak berdaya atau pingsan dan di bawah umur, juga tidak hanya terdapat wanita
yang tidak setuju di luar kehendaknya, tetapi juga terhadap wanita yang memberikan persetujuan karena dibawah ancaman, karena kekeliruan,
kesesatan, penipuan atau karena dibawah umur.
38
Menurut R. Sugandhi, yang dimaksud dengan perkosaan adalah seorang pria yang
memaksa pada
seorang wanita
yang bukan
isterinya untuk
melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang kemaluan seorang wanita
kemudian mengeluarkan air
mani. P.A.F.
Lamintang dan
Djisman Samosir berpendapat bahwa perkosaan adalah perbuatan seseorang yang
dengan kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan diluar
38
Topo Santoso, Seksualitas dan Hukum Pidana, Jakarta: IND-HILL-CO, 1997, hlm. 67.