Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana Perkosaan

persetubuhan yang dimana bukan vagina alat kelamin wanita yang menjadi target dalam perkosaan akan tetapi anus atau dubur pembuangan kotoran manusia dapat menjadi target dari perkosaan yang antara lain sebagai berikut: a. Perbuatan tidak hanya bersetubuh memasukkan alat kelamin kedalam vagina, akan tetapi juga : 1. Memasukkan alat kelamin kedalam anus atau mulut 2. Memasukkan suatu benda bukan bagian tubuh laki-laki kedalam vagina atau mulut wanita. b. Caranya tidak hanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, tetapi juga dengan cara apapun diluar kehendak atau persetujuan korban. c. Objeknya tidak hanya wanita dewasa yang sadar, tetapi wanita yang tidak berdaya atau pingsan dan di bawah umur, juga tidak hanya terdapat wanita yang tidak setuju di luar kehendaknya, tetapi juga terhadap wanita yang memberikan persetujuan karena dibawah ancaman, karena kekeliruan, kesesatan, penipuan atau karena dibawah umur. 38 Menurut R. Sugandhi, yang dimaksud dengan perkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita yang bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang kemaluan seorang wanita kemudian mengeluarkan air mani. P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir berpendapat bahwa perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan diluar 38 Topo Santoso, Seksualitas dan Hukum Pidana, Jakarta: IND-HILL-CO, 1997, hlm. 67. ikatan perkawinan dengan dirinya. 39 Perkosaan merupakan suatu tindak kejahatan yang pada umumya diatur dalam Pasal 285 KUHP, unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut antara lain sebagai berikut: a. “Barang siapa” merupakan suatu istilah orang yang melakukan. b. “Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan” yang artinya melakukan kekuatan badan, dalam Pasal 89 KUHP disamakan dengan menggunakan kekerasan yaitu membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya. c. “Memaksa seorang wanita yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia” yang artinya seseorang wanita yang bukan isterinya mendapatkan pemaksaan bersetubuh diluar ikatan perkawinan dari seorang laki-laki.

3. Jenis-Jenis Perkosaan

Jenis-jenis perkosaan yang dapat terjadi dalam masyarakat menurut Kalyanamitra dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Sadistic rape Perkosaan sadistic, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atau alat kelamin dan tubuh korban. b. Angea rape Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frutasi-frutasi, kelemahan, dan kekecewaan hidupnya. c. Dononation rape Yakni suatu perkosaan yang terjadi seketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban namun tetep memiliki keinginan berhubungan seksual. 39 Abdul Wahid dan M. Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan SeksualAdvokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: Refika Aditama, 2001, hlm.41. d. Seduktive rape Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggaman. Pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tak mempunyai rasa bersalah yang menyangkut seks. e. Victim precipitatied rape Yakni perkosaan yang terjadi berlangsung dengn menempatkan korban sebagai pencetusnya. f. Exploitation rape Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya, istri yang diperkosa suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib. 40

4. Dasar Hukum Tindak Pidana Perkosaan

Tindak pidana perkosaan diatur dalam KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan dalam Pasal 285 KUHP yang menentukan: “Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, di pidana dengan pidana penjara selama- lamanya 12 dua belas tahun”. Pasal 286 menentukan: “Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 sembilan tahun”. 40 Ibid. hlm. 46.