1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Campur kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 20132014?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan campur kode dan alih kode kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1
Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 20132014.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Ada pun manfaat penelitian ini sebagai berikut.
1.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi
penelitian di bidang sosial-kebahasaan dan memberi masukan bagi pengembangan campur kode dan alih kode yang berhubungan dengan
percakapan yang dilakukan siswa di sekolah.
2.
Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran bagi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Seputih Agung mengenai alih kode dan campur kode pada kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dan
pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan dalam dunia pembelajaran bahasa khususnya mengenai campur kode dan alih kode.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 20132014.
2. Objek Penelitian ini adalah data campur kode dan alih kode bahasa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Variasi Bahasa
Sesuai dengan sifatnya yang fleksibel, bahasa akan terus berkembang dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau
kevariasian bahasa di dalam masyarakat tidak hanya disebabkan oleh masyarakatnya yang heterogen tetapi juga perbedaan pekerjaan, profesi, jabatan
atau tugas para penutur dapat menyebabkan adanya variasi bahasa Suyanto, 2011: 81.
Chaer dan Agustina 2004:62 membedakan variasi-variasi bahasa sebagai berikut.
1. Variasi dari Segi Penutur
Varasi bahasa dari segi penutur dibagi menjadi empat jenis, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan idialek, variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu dialek, variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial
pada masa tertentu kronolek, dan variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturya sosiolek.
Menurut konsepnya, variasi bahasa dari segi penutur memiliki konsepnya masing-masing. Variasi idiolek adalah variasi yang dimiliki oleh masing-
masing individu seperti warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan lain-lain. Berbeda dengan variasi idialek, variasi dialek
merupakan variasi yang dimiliki oleh sekelompok penutur yang menempati suatu wilayah yang memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka
berada pada suatu dialek. Kemudian variasi kronolek, variasi ini merupakan perbedaan variasi bahasa yang digunakan pada masa tertentu seperti perbedaan
lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Terakhir merupakan variasi sosiolek. Variasi sosiolek, yakni variasi yang menyangkut masalah pribadi penuturnya
seperti usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, dan lain-lain. 2.
Variasi dari Segi Pemakaian Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau
fungsinya disebut dengan fungsiolek. Variasi ini biasanya membicarakan penggunaan gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keperluan dalam bidangnya masing-masing. Misalnya dalam bidang sastra, pendidikan,
militer, jurnalistik, perekonomian, perdagangan, dan lain-lain. 3.
Variasi dari Segi Keformalan Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos dalam Chaer dan Agustina,
2004:70 membagi variasi bahasa atas lima macam gaya sebagai berikut. a.
Gaya atau ragam beku frozen, yakni variasi bahasa yang paling formal yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, dan lain-lain.
Disebut ragam bahasa beku karena pol dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini
didapati dalam bentuk dokumen-dokumen bersejarah, seperti undang- undang dasar, akte notaris, naskah-naskah perjanjian jual beli, dan lain-lain.
b. Gaya atau ragam resmi formal, yakni variasi bahasa yang digunakan
dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, buku-buku pelajaran, dan lain-lain. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau
standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak digunakan dalam situasi tidak resmi. Misalnya, pembicaraan dalam acara peminangan,
pembicaraan dengan seorang dosen di ruangannya, atau diskusi dalam ruang kuliah.
c. Gaya atau ragam usaha konsultatif, yakni variasi bahasa yang lazim
digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi, dapat
dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal
atau ragam santai. d.
Gaya atau ragam santai, yakni variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib
pada waktu beristirahat, berekreasi, dan lain-lain. Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang
dipendekkan. Kosa katanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.