Tinjauan Hukum Kedudukan Koperasi Sebagai Pemegang Saham Perseroan Terbatas
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anoraga, Pandji dan H. Djoko Sudantoko, Koperasi Kewirausahaan dan
Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan
Terbatas. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2000.
Budiyono, Tri. Hukum Perusahaan. Salatiga: Griya Media, 2011.
Chaniago, Arifin. et. al. Pendidikan Perkoperasian Indonesia, Bandung: Angkasa, Cetakan ke-2, 1973.
Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi Indonesia, Pengetahuan Perkoperasian. Jakarta: Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi Indonesia, 1977.
Fuady, Munir. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. Bandung: CV.Utomo, 2005.
Hasyim, Farida Hukum Dagang. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Harris, Freddy dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan oleh Direksi.Bogor : Ghalia Indonesia, 2010.
Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Harahap, M. Yahya Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
(2)
H. Masngudi, Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan Koperasi Di
Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian Pengembangan Koperasi
Departemen Koperasi. 2010.
Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum.Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.
Karta, Sapoetra G. et, al, Koperasi Indonesia Yang Berdasarkan Pancasila,
dan Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Mertokusumo, Soedikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Liberty, 1988.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era
Global. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
Munker, Hans H. Hukum Koperasi. Bandung: Alumni, 1987.
Ninik Widiyanti YW. Sunindhia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia. Jakarta : Bina Aksara, 1989.
Nurdin, Bahri. Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai
Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, (Jakarta: UII Press,
1989), hlm. 379.
Muliya, Liya Sukma dan Neni Sri Imaniyati. Perusahaan Modal Ventura
Dalam Perspektif Hukum Bisnis dan Hukum Islam. Bandung:
Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, 2010.
Pachta, Andjar W. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: PT. Kencana, 2007. Pramono, Nindyo. Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi
Indonesia didalam Perkembangan. Yogyakarta: TPK Gunung
Mulia, 1986.
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Bandung: PT. Alumni, 2004.
(3)
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2:
Bentuk-bentuk Perusahaan, Cet. 10. Jakarta : Intan Sejati Klaten,
2005.
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas (Bandung: PT. Alumni, 2004.
Sembiring, Sentosa Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. Bandung : Nuansa Aulia, 2006.
Shujiro, Urata. Policy Recommendation for SME Promotion in the Republik
of Indonesia. Jakarta: JICA Report, 2000.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2001.
Hartono , Sri Redjeki. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung: Mandar Maju, 2000.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 1986.
Tambunan, Tulus. Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Kedepan:
Masih Relevankah Koperasi dalam Era Modernisasi Ekonomi?.
Jakarta: Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti, 2008. U. Purwanto. Petunjuk Praktis Cara Mendirikan Dan Mengelola Koperasi
Di Indonesia. Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1985, cet 1.
Y. Harsoyo dkk. Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan. Tangerang: Pustaka Widyatama, 2006.
(4)
B. Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkoperasian, UU No. 25 tahun 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 1006. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.010/2012 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura.
C. Jurnal
Dipta, I Wayan. “Memperkuat UKM Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015,” Infokop Volume 21, Oktober 2012.
Hamid, Edy Suandi. “Pengembangan UMKM untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah,”. Purworejo: disampaikan pada Simposium Nasional: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif, 2010.
Kartasasmita, Ginandjar. “Membangun Ekonomi Rakyat untuk Mewujudkan Indonesia Baru yang Kita Cita-citakan,” Bandung:
pidato Disampaikan di depan Gerakan Mahasiswa Pasundan Bandung, 27 September 2001.
Pramono, Nindyo.” Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara”, (Ditulis Dalam Rangka Pelaksanaan Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum
(5)
Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Tahun 2012).
Republik Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, “Daya Saing Koperasi dan UKM”, Warta KUMKM, Edisi II, 2013.
Republik Indonesia , Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, “Kebijaksanan dan Program Kementrian Koperasi dan UKM yang Mendukung Program Kewirausahaan Masyarakat,” Bandung: disampaikan pada Seminar Nasional di Bandung, 2010.
Sartika, Tiktik Pratomo, “Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi,” Working Paper Series No. 9, Juni 2004.
Sulaiman, M. Faruq. “Perbandingan Kedudukan Tanggung Jawab Hukum Pengurus Pada Koperasi dan Perseroan Terbatas (Studi Kasus: Koperasi Komunika dan PT Bakrie Telecom Tbk),” Skripsi,
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Subagiyo, Dwi Tatak. “Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Akibat Perbuatan Melawan Hukum Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas”, Jurnal Perspektif, Volume XX, No. 1,
Januari 2015.
Tulus , Tambunan. Pasar Bebas ASEAN: “Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia,” Infokop, Volume 21, Oktober
2012.
D. Website
https://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/03/11/paradigma-baru-politik-pasca-perubahan-uud-1945/ , (diakses pada tanggal 14 Agustus 2016 pada pukul 20.35 WIB).
http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/ pada tanggal 10 Agustus 2016 pada pukul 12.27 WIB)
(6)
“Negara Berkembang”, https://id.wikipedia.org/wiki/Negara_berkembang. “Negara Maju”, https://id.wikipedia.org/wiki/Negara_maju).
Tobing, Letezia. “Ulasan Koperasi Sebagai Pemegang Saham PT”, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt560d81ef5532b/koper asi-sebagai-pemegang-saham-perseroan-terbatas (diakses pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 12.38).
Agus Sahbani, “UU Perkoperasisan Dibatalkan karena Berjiwa Korporasi.” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5385bfa83b01f/uuperk operasiandibatalkankarenaberjiwa-korporasi (diakses pada tanggal 31 Agustus 2015 pada pukul 17.00 WIB).
PT. Bahana Ventura, “Profil BAV”,
http://www.bahanaventura.com/profil/profil-bav (diakses pada 6 Oktober 2016 pada pukul 20.00 WIB).
Republik Indonesia, Bappenas, “Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”, bappenas.go.id/files/.../bab-20__20090202204616__1756__21.pd... (diakses pada 6 Juni pada pukul 20.18 WIB).
Neti Budiwati, “Manajemen Keuangan dan Permodalan Koperasi”,
file.upi.edu/Direktori/...KOPERASI/.../Manaj_Keuang_Kop.pdf (Diakses pada tanggal 14 Mei 2016 pada pukul 20.00).
Raharjo Ignasius Sumarsono, Informasi Elektronik Pada Electronic -
Commerce Dalam Hukum Pembuktian Perdata, http : // www.
Lib.unair.ac.id , (yang diakses pada tanggal 13 Agustus 2016 pada pukul 15.01 WIB).
Wirawan, Mendirikan Perseroan Terbatas, http : // www.google.com, (yang diakses pada tanggal 13 Agustus 2016 pada pukul 15.19 WIB).
(7)
BAB III
ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA
3.1 Pendirian Perseroan Terbatas Untuk Menjalankan Usaha
Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, prosedur pendirian PT juga tidak banyak berubah dengan prosedur pendirian PT yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Prosedur pendirian PT di dalam UU No. 40 Tahun 2007 diatur di dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 (delapan pasal).
Menurut Pasal 7 ayat ( 1 ) UU No. 40 Tahun 2007, dikatakan bahwa “Perseroan didirikan minimal oleh 2 ( dua ) orang atau lebih
dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia“.118
Pada saat Perseroan didirkan, setiap pendiri Perseroan wajib mengambil saham.119 Apabila Perseroan memperoleh status badan hukum pemegang sahamnya menjadi kurang dari 2 (dua), dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.120
118 Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 7 ayat ( 1 ). 119
Ibid, Pasal 7 ayat (2). 120 Ibid, Pasal 7 ayat (5).
(8)
Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, maka keadaan ini akan berpengaruh pada pertanggung jawaban, yakni pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.121 Akan tetapi, ketentuan pemegang saham minimal 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi :122
1. Perseroan yang sahamnya dimiliki oleh Negara.
2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang – Undang tentang Pasar Modal.
Akta pendirian PT memuat anggaran dasar dan keterangan “lain“
berkaitan dengan pendirian Perseroan. Bila para pendiri tidak memiliki waktu luang dalam pembuatan akta pendirian, para pendiri dapat diwakili
oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Adapun keterangan “ lain “
memuat sekurang – kurangnya :123
1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan.
2. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
121 Ibid, Pasal 7 ayat (6). 122
Ibid, Pasal 7 ayat (7). 123 Ibid, Pasal 8 ayat (2).
(9)
3. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Agar Perseroan diakui secara resmi sebagai badan hukum, akta pendirian dalam bentuk akta notaris tersebut harus diajukan oleh para pendiri secara bersama – sama melalui sebuah permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri (Menteri Hukum dan HAM) mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Pengajuan permohonan pengesahan dilakukan dengan melampirkan akta pendirian yang di dalamnya terdapat anggaran dasar dari perusahan. Anggaran dasar memuat sekurang – kurangnya :124
1. Nama dan tempat kedudukan Perseroan.
2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan. 3. Jangka waktu berdirinya Perseroan.
4. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. 5. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk
tiap klasifikasi, hak – hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham.
6. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris. 7. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS.
8. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
(10)
Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden Anggaran dasar tidak boleh memuat :125
1. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham, dan
2. Ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pribadi atau pihak lain.
Pengajuan permohonan itu dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian (Akta Notaris Model I) yang memuat sekurang – kurangnya:126
1. Nama dan tempat kedudukan Perseroan. 2. Jangka waktu berdirinya Perseroan.
3. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan.
4. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. 5. Alamat lengkap Perseroan
Permohonan pengesahan Perseroan tidak boleh memakai nama yang :127
1. Telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain.
2. Bertentangan dengan ketertiban umum dan / atau kesusilaan.
3. Sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.
125 Ibid, Pasal 15 ayat (3). 126
Ibid, Pasal 9 ayat (1). 127 Ibid, Pasal 16 ayat (1).
(11)
4. Tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri.
5. Terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau
6. Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
Pengajuan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan dilakukan oleh Notaris sebagai kuasa dari pendiri. Notaris mengajukan permohonan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.128Permohonan diajukan oleh Notaris melalui Sisminbakum129 dengan cara mengisi Format Isian Akta Notaris (FIAN) model I setelah pemakaian nama disetujui Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.130 Di dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Kehakiman & HAM No. M – 01 – HT. 01 – 10 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan dikatakan bahwa Menteri
128
Lihat peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor: M-01-HT.01-10 tahun 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, Pasal 2
129 Sisminbakum atau Sistem Administrasi Badan Hukum adalah jenis pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum Perseroan dan proses pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data Perseroan serta pemberian informasi lainnya secara elektronik, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
130 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor:
M-01- HT.01-10 tahun 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, Pasal 3 ayat ( 1 ).
(12)
atau Pejabat yang ditunjuk dapat menyatakan tidak berkeberatan atau menolak permohonan yang diajukan dan dilakukan langsung melalui Sisminbakum.
Jika FIAN dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan, Notaris yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung dan dibuktikan dengan tanda terima. Dokumen pendukung yang dimaksud adalah :131
1. Salinan akta pendirian Perusahaan dan salinan akta perubahan pendirian Perseroan, jika ada;
a. Salinan akta peleburan dalam hal pendirian perseroan dilakukan dalam rangka peleburan;
b. Bukti pembayaran biaya untuk: 1) Persetujuan pemakaian nama;
2) Pengesahan badan hukum Perseroan; dan
3) Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
c. Bukti setor modal Perseroan berupa:
1) Slip setoran atau keterangan bank atas nama Perseroan atau
131
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 7.
(13)
rekening bersama atas nama para pendiri atau pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama- sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;
2) Keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai pengumuman dalam surat kabar jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak;
3) Peraturan Pemerintah dan/atau surat keputusan Menteri Keuangan bagi Perseroan Persero; atau
4) Neraca dari Perseroan atau neraca dari badan usaha bukan badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal.
d. Surat keterangan alamat lengkap Perseroan dari Pengelola Gedung atau surat pernyataan tentang alamat lengkap Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan; dan
e. Dokumen pendukung lain dari instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jika semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 7 (tujuh) hari, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan. Pengesahan badan
(14)
hukum Perseroan ditandatangani secara elektronik. Bentuk tanda tangan ternyata mempunyai variasi yang cukup banyak, tidak baku harus berupa tanda tangan dengan tinta, sehingga tanda tangan elektronik (termasuk di dalamnya tanda tangan digital) sah sebagai tanda tangan sepanjang proses
cryptography dilaksanakan dengan benar.132
Di dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT yang melakukan pendaftaran setelah diperoleh pengesahan dibebankan kepada Direksi Perseroan maka di dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang menyelenggarakan daftar perseroan setelah diperoleh pengesahan adalah Menteri yang memberikan pengesahan badan hukum dan memasukkan data perseroan secara langsung.133
Daftar perseroan memuat data tentang Perseroan yang meliputi :134 1. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan. 2. Alamat lengkap Perseroan.
3. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
4. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri. 5. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal
penerimaan pemberitahuan oleh Menteri.
132
Raharjo Ignasius Sumarsono, Informasi Elektronik Pada Electronic - Commerce Dalam Hukum Pembuktian Perdata, http : // www. Lib.unair.ac.id , (yang diakses pada tanggal 13 Agustus 2016 pada pukul 15.01 WIB), hlm. 1.
133 Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 29 ayat (1). 134 Ibid, Pasal29 ayat (2).
(15)
6. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar.
7. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perseroan.
8. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri.
9. Berakhirnya status badan hukum Perseroan.
10.Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
Data Perseroan dimasukkan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal :135
1. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan 2. Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak
memerlukan persetujuan, atau
3. Penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.
4. Daftar Perseroan yang diselenggarakan oleh Menteri ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan di bidang pasar modal dan terbuka untuk umum.
(16)
Pengumuman pendirian PT136 ini juga dilakukan oleh Menteri yang mengesahkan PT di dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:137
1. Akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri.
2. Akta perubahan anggaran dasar Perseroan berserta Keputusan Menteri. 3. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya
oleh Menteri.
3.2 Dinamika Pengaturan Perseroan Terbatas di Indonesia
Dalam sejarah perkembangan pengaturan perseroan terbatas berada pada titik stagnan sejak KUHD diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) pada tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi/
concordantiebeginsel.138 Perubahan pertama terhadap pengaturan mengenai perseroan terbatas baru ada pada tahun 1995 dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan 12 (dua belas) tahun kemudian Pemerintah melakukan perubahan kedua dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
136
Pengumuman ini dilakukan dalam waktu paling lambat 14 ( empat belas ) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan. Tujuan dari pendaftaran dan pengumuman ini adalah untuk memenuhi asas publisitas, yang bertujuan agar masyarakat luas mengetahui seluruh informasi yang berkaitan dengan perseroan tersebut. (Lihat Wirawan, Mendirikan Perseroan Terbatas, http : // www.google.com, (yang diakses pada tanggal 13 Agustus 2016 pada pukul 15.19 WIB), hlm. 1
137
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 30 ayat (1).
(17)
Terbatas menggantikan undang-undang sebelumnya. Dua kali perubahan secara kelembagaan peraturan mengenai perseroan terbatas mampu menggambarkan karakter yang bertolak belakang ketika dihadapkan dengan aktivitas ekonomi yang cenderung cair dan dinamis.139
Menurut H.M.N. Purwosutjipto dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1 KUHD sebagai berikut: Pengaturan Perseroan dalam KUHD merupakan lex specialis atas bentuk-bentuk perusahaan Persekutuan (maatschap, partnership) maupun perkumpulan yang diatur dalam KUH Perdata maupun yang diatur dalam peraturan perundangan yang lain.140
Dalam KUHD, dikenal ada 2 (dua) golongan atau kelompok bentuk perusahaan atau bentuk badan usaha, yaitu Persekutuan Dengan Firma atau
Vennootschap Onder Firma disingkat FA, Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap, disingkat CV dan Perseroan Terbatas atau Naamloze Vennootschap, disingkat NV.141 Bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha yang di kena dalam KUHD ini semuanya menganut faham atau prinsip atau doktrin perjanjian atau overeenkomst dalam sistem hokum Eropa Kontinental, termasuk Belanda sebagaimana di atur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, disingkat KUHPerdata yang merupakan terjemahan tidak resmi dari Burgelijk Wetboek Nederland Indie waktu itu, disingkat BW. Induk dari bentuk perusahaan yang didirikan dengan
139 Ibid. 140
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 22.
141 Nindyo Pramono,” Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara”, (Ditulis Dalam Rangka Pelaksanaan Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Tahun 2012), hlm. 1.
(18)
bekerjasama dengan orang lain seperti yang dikenal dalam KUHD adalah bentuk Persekutuan Perdata atau Maatschap atau Partnership sebagaimana diatur di dalam Pasal 1618 sampai dengan 1652 KUHPerdata.142
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas merupakan undang-undang yang secara fundamental melakukan penggantian terhadap ketentuan Pasal 36-56 KUHD. Dikatakan fundamental karena Pasal 36-56 telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi.143 Adapun alasan penggantian menurut konsiderans Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan penjelasan antara lain:144
1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi Peraturan Perseroan Terbatas dalam KUHD, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat.
2. Menciptakan kesatuan hukum dalam Perseroan yang berbentuk badan hukum (rechtpersoon, legal person, legal entity).
Pasal 128 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menegaskan, Buku Kesatu, titel ketiga, bagian ketiga yang terdiri atas pasal 36 s.d. pasal 56 KUHD yang mengatur Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.145
142 Ibid, hlm. 2.
143 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 19.
144
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 24. 145 Ibid, hlm. 25.
(19)
Secara hukum ketentuan bagi perseroan terbatas, diatur pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang berbunyi: Terhadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 146
3.3 Pemegang Saham Perseroan Terbatas
Pemegang saham merupakan salah satu stakeholeders dalam suatu perseroan terbatas di samping stakeholders yang lain, seperti pekerja, kreditur, investor, konsumen ataupun masyarakat secara keseluruhan. Bahkan lebih dari itu, para pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas juga merupakan pihak yang membawa dana ke dalam perusahaan, sehingga dia di samping disebut stakeholders, disebut juga sebagai bagholders bagi perusahaan.147
Pemegang Saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat RUPS) adalah alat perlengkapan perseroan, yang merupakan kekuasaan yang tertinggi 148 dalam perseroan, yang melaksanakan pimpinan tertinggi atas perusahaan.149 Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa “Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) adalah organ perseroan yang
146
Ibid, hlm. 83.
147 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung:
CV.Utomo, 2005), hlm. 1.
148 Kekuasaan tertinggi merupakan istilah yang digunakan pada Undang-Undang
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13).
149 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2:
(20)
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau
Anggaran Dasar”.150 Namun wewenang yang diberikan Undang-Undang
kepada RUPS tidak berarti RUPS dapat melakukan tugas dan wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada Direksi dan Komisaris.
Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang.151
Bagian dari modal atau saham dapat diketahui siapa pemiliknya dan berapa jumlahnya melalui daftar buku pemegang saham.152 Pada Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ditegaskan bahwa sebagai tanda bukti kepemilikan, maka nama pemegang saham dicatat dalam buku Daftar Pemegang Saham. Perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perusahaan dengan terkumpulnya modal tersebut. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan, maka pemilik modal (pemegang saham) berhak menikmati keuntungan yang lebih dikenal dengan dividen. Besarnya dividen akan ditentukan dalam RUPS.153
150
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 1 angka 4
151 Nindyo Pramono, Op. Cit, hlm. 52.
152 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas (Bandung
: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 53. 153 Ibid, hlm. 54.
(21)
Sebagai pemilik dari saham yang telah menyertakan modal dalam PT, maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 telah mengatur hak-hak yang melekat oleh sebab kepemilikan saham tersebut. Pasal 52 ayat (1) menyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : 1.Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS.
2.Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi. 3.Menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT ini.
Hak-hak yang individual pemegang saham dapat ditemukan pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu:
1. Pasal 43 ayat (1), yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham yang seimbang dengan pemilikan sahamnya untuk kualifikasi saham yang sama, manakala PT bermaksud mengeluarkan saham baru dengan kelas saham yang sama.
2. Pasal 43 ayat (2), yang menyatakan dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, pemegang saham yang ada berhak mengambil bagian terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham seseuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. 3. Pasal 51 jo. 48 ayat (1) tentang hak untuk memperoleh setiap lembar
saham yang dikeluarkan oleh PT.
4. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU PT.
(22)
saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama, apabila ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya.
6. Pasal 60 ayat (2), yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
7. Pasal 61 ayat (1) yang secara tegas memberikan hak kepada setiap pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi dan/atau dewan komisaris.
8. Pasal 62 ayat (1), yaitu hak untuk meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan atau penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.
9. Pasal 71 terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait dengan dividen interim/sementar.
10.Pasal 79 ayat (2) terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
(23)
menetukan suatu jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaraan RUPS.
11. Pasal 80 ayat (1), terkait dengan keadaan dimana direksi atau dewan komisaris atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS.
12. Pasal 82 ayat (4), mengenai hak untuk meminta salinan bahan RUPS dari perseroan.
13. Pasal 85 ayat (1), pemegang saham berhak menghadiri RUPS dan mengggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
1. Pasal 138 ayat (1) memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara untuk memohon pemeriksaan PT.
15.Pasal 144 ayat (1) memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.
(24)
Selain memiliki hak oleh karena kepemilikan saham, pemegang saham juga memiliki kewajiban. Kewajiban pemegang saham yang paling utama adalah menyetor bagian saham yang harus dibayar dan selama belum dibayar penuh, ia tidak dibolehkan pindah ke tangan lain tanpa persetujuan PT. Kewajiban umum pemegang PT adalah mengurus harta kekayaan perseorangan, mengemudi usahausaha perseroan dan mewakili PT di dalam dan di luar hukum.154
Sebagai pemegang saham, maka ada tanggung jawab terbatas yang melekat pada saham yang dimiliki pemegang saham. Salah satu prinsip dari PT adalah terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham sebatas besarnya saham yang dimilikinya dan prinsip ini yang dapat membedakan PT dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT yaitu pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertangggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
(25)
BAB IV
KOPERASI SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS
4.1 Perseroan Terbatas
Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum.155
Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2)) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Keberadaan status badan hukum baru diperoleh setelah adanya pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.156
155
Ibid., hlm. 8. 156 Ibid.
(26)
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak kita jumpai perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha. Perusahaan-perusahaan-perusahaan tersebut berbentuk Perusahaan Komoditer, Koperasi, Perseroan Terbatas, dan lain sebagainya. Dari beberapa bentuk perusahaan tersebut, yang paling banyak digunakan adalah perusahaan berjenis Perseroan Terbatas. Adapun istilah Perseroan Terbatas di negara lain antara lain yaitu di Inggris dengan sebutan Company Limited by Shares, di Jerman, Austria, dan Swiss perseroan terbatas disebut dengan Aktiengesellschaft dan di Perancis disebut dengan Societe Anonyme.157
Perseroan Terbatas saat ini diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (selanjutnya disebut dengan UU PT) dengan 16 bab dan 161 pasal. Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 butir 1 UU PT yaitu: Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan pengertian perseroan terbatas tersebut, dapat disimpulkan prinsip umum sebuah perseroan yaitu:158
1. Merupakan persekutuan modal perseroan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal
157Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas (Bandung:
PT. Alumni, 2004), hlm. 47. 158Ibid., hlm. 33.
(27)
yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan (selanjutnya disebut dengan AD Perseroan).
2. Didirikan berdasarkan perjanjian perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian.
3. Melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU PT, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. 4. Lahirnya perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan
pemerintah. Lahirnya perseroan sebagai badan hukum (rechtsper soon,
legal entity), karena diwujudkan melalui proses hukum (created by legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada UU PT ditegaskan bahwa perseroan merupakan badan hukum yang hidup karena undang-undang menghendaki. Sejalan dengan hal tersebut, Yahya Harahap menyebutkan bahwa PT sebagai badan hukum adalah makhluk hukum (a creature of law). Hal ini berbeda dengan KUHD yang tidak tegas menyebutkan suatu perseroan merupakan badan hukum.159
Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam UU PT. Unsur-unsur tersebut adalah :160
1. Organisasi yang teratur
Organisasi yang teratur ini dapat diketahui dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi, dan komisaris (Pasal 1 angka (2) UU PT). Keteraturan organisasi perseroan
159 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan oleh Direksi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 14.
(28)
dapat diketahui melalui ketentuan UU PT, anggaran dasar perseroan, keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, keputusan dewan komisaris, keputusan direksi dan peraturan-peraturan perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.
2. Harta kekayaan sendiri
Memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat.
3. Melakukan hubungan hukum sendiri
Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut direksi dan komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris di dalam melaksanakan kegiatannya, yang dalam hal-hal tertentu
“membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.
4.Mempunyai tujuan sendiri
Tujuan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan/laba karena perseroan menjalankan perusahaan.
(29)
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan Terbatas dapat diklasifikasikan menjadi empat (4), yaitu:161
1. Perseroan Tertutup
Ciri-ciri Perseroan Tertutup adalah:
a. Pemegang sahamnya terbatas dan tertutup, hanya terbatas pada orang-orang di antara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang lain.
b. Saham perseroan yang ditetapkan dalam AD Perseroan, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam AD Perseroan, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang sahamnya. c. Sahamnya juga atas nama orang-orang tertentu secara terbatas Perseroan Terbatas. Pada dasarnya tidak berbeda dengan perseroan perorangan.
2. Perseroan Publik
Pasal 1 angka 8 UUPT berbunyi Perseroan publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan.
3. Perseroan Terbuka
Perseroan terbatas merupakan subyek hukum sebagai badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur badan hukum, unsur-unsur-unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal
161
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 38.
(30)
31 ayat (1) UU PT), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 98 UU PT), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 15 ayat (1) huruf b UU PT), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1 angka 2 UU PT). Perseroan terbuka adalah perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peratuaran perundang-undangan di bidang
pasar modal. Berbadan hukum ini disebut “perseroan”, karena modal
dari persekutuan ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham. 4. Perseroan Group
Ciri-cirinya Perseroan Group adalah:
a. Terdiri atas sejumlah bahkan beratus perseroan sebagai perseroan anak.
b. Terdiri atas sejumlah beratus perseroan sebagai perseroan Holding.
4.2 Praktek Penyertaan Modal Koperasi dalam Perseroan Terbatas
Melaksanakan kerja sama antara perusahaan modal ventura (Koperasi) dengan perusahaan kecil, kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, perjanjian kerja sama antara perusahaan kecil dengan perusahaan modal ventura (Koperasi) dibuat atas dasar negoisasi sebelumnya dalam tahap konfirmasi sehingga dalam praktiknya tidak pernah terjadi tuntutan atau ketidakpuasan atas isi perjanjian kerja sama tersebut.
Dalam perjanjian penyertaan dana ini telah ditetapkan prinsip perikatan adalah:
(31)
1. Hubungan hukum antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan kecil.
2. Lapangan hukum harta kekayaan memberikan modal kepada perusahaan kecil.
3. Menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Untuk melaksanakan penyertaan dan dari perusahaan modal ventura kepada perusahaan kecil ada beberapa macam perjanjian yang dibuat antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan kecil tergantung dari cara pembiayaan yang dimohon, antara lain:162
1.Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil. 2. Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan,
3. Perjanjian Pengeluaran dan Pengambilan Obligasi Konversi.
Pada prinsipnya proses pendanaan lewat modal ventura dapat dikatagorikan kedalam 4 (empat) tahap, sebagai berikut:163
a. Tahap investasi oleh perusahaan modal ventura.
b. Tahap transaksi modal antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usahanya.
c. Tahap pertumbuhan perusahaan pasangan usaha. d. Tahap divestasi.
162 Republik Indonesia (Lembaga Pembiayaan), Peraturan Presiden Nomor 9
Tahun 2009, Pasal 4.
163 Liya Sukma Muliya & Neni Sri Imaniyati, Perusahaan Modal Ventura Dalam
Perspektif Hukum Bisnis dan Hukum Islam, (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung), 2008, hal. 65
(32)
Secara lebih rinci dapat disebutkan bahwa proses bantuan dana penyertaan saham kedalamsuatu perusahaan pasangan usaha, pada prinsipnya adalah sebagai berikut:164
1. Seleksi Awal
Seleksi awal adalah merupakan proses pendahuluan dari proses pencairan dana, yaitu untuk mengetahui layak tidaknya calon perusahaan pasangan usaha memperoleh bantuan dana berdasarkan proposal yang diajukan. Dalam hal ini yang perlu diseleksi adalah bentuk badan hukum, bidang usaha, kepemilikan, pengalaman usaha, kegiatan yang sedang dan akan dilakukan dan lain-lain yang dianggap perlu.
2. Proses Perpajakan
Proses ini merupakan kegiatan evaluasi pendahuluan, yang meliputi kegiatan seleksi administrasi serta wawancara dengan calon pasangan usaha mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapi, kebutuhan dana yang pasti, prospek usaha, serta hal-hal lain yang perlu diketahui oleh perusahaan modal ventura.
3. Proses Evaluasi
Proses ini merupakan proses penilaian lebih lanjut dan rinci untuk memastikan apakah pendanaan lewat modal ventura pantas diberikan atau tidak, dan apakah prospek usahanya baik atau tidak, serta apakah akan diperoleh Capital Gain atau tidak. Yang perlu dievaluasi antara lain, aspek hukum, aspek teknis, aspek pemasaran, aspek manajemen dan keuangan.
(33)
4. Proses Konfirmasi
Dalam proses ini sudah ada keputusan pendahuluan tentang apakah proposal yang diajukan oleh calon perusahaan pasangan usaha dapat disetujui atau tidak. Perusahaan modal ventura akan mengirmkan surat dari perusahaan modal ventura tersebut akan berisikan persetujuan prinsip persyaratan bantuan dana dan atau penyertaan saham kedalam perusahaan pasangan usaha.
5. Proses Kerja Sama
Apabila proposal dari perusahaan pasangan usaha telah disetujui, maka selanjutnya dibuat perjanjian antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usaha. Perusahaan pasangan usaha yang telah mendapat persetujuan dapat mengambil salah satu dari perjanjian-perjanjian di atas tergantung dari kebutuhan dan kesanggupan untuk memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Pendirian Perseroan Terbatas merupakan dasar pengesahan kerja sama antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usaha secara hukum, sedangkan kegiatan pendirian Perseroan Terbatas dilakukan dengan menyelenggarakan pembentukan/perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, Rapat Para Pendiri, Rapat Umum Pemegang Saham untuk pengesahan rencana kerja dan penetapan organisasi.
6. Proses Komersial
Dalam proses ini, perusahaan pasangan usaha yang telah diberi bantuan dana atau saham dan atau dana hasil pembelian obligasi konversi,
(34)
sudah dapat melakukan kegiatan komersialnya. Dalam rangka melaksanakan kegiatan komersialnya, perusahaan pasangan usaha selalu dimonitor dan diberi bimbingan oleh perusahaan modal ventura, mengingat perusahaan modal ventura sangat berkepentingan agara perusahaan pasangan usahanya dapat berjalan dan berkembang dengan baik. Dalam proses komersial dapat dibagi menjadi dua kelompok besar.
7. Proses Divestasi
Pengertian divestasi adalah penjualan aktiva suatu perusahaan, suatu bagian perusahaan atau perusahaan lain milik pemegang saham. Bagian perusahaan ini bisa merupakan divisi atau anak perusahaan lain. Penjualan dilakukan kepada karyawan, manajemen atau pihak ketiga. Divestasi juga mencakup penjualan aktiva perusahaan yang menghasilkan dana untuk dimanfaatkan perusahaan.134 Divestasi tidak selalu sama dengan penjualan saham, penjualan saham bisa merupakan perjanjian saham baru yang berupa setoran modal atau penjualan saham yang telah dimiliki oleh pemegang saham. Penjualan saham dalam pengertian divestasi, hasilnya akan diterima pemegang saham yang bersangkutan dan tidak masuk ke dalam kas perusahaan. Pemegang saham yang menjual sahamnya bisa memanfaatkan hasil penjualan sahamnya untuk usaha lain. Pengertian divestasi inilah berhubungan dengan modal ventura.
(35)
4.2.1 Koperasi sebagai Pemegang Saham Minoritas Perusahaan Swasta dan BUMN Persero
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan pengaturan secara tegas tentang pemegang saham minoritas, namun dalam beberapa pasal tersurat pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas PT terbuka lebih ditekankan dalam UUPT, dimana dalam undang-undang ini posisi tawar pemegang saham minoritas dalam pengambilan kebijakan suatu perusahaan lebih terperinci dengan hak-hak yang diatur dalam UUPT yaitu antara lain: 1. Pada Pasal 61 ayat (1), menegaskan bahwa pemegang saham berhak
mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
2. Pasal 62 menegaskan bahwa pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa: Perubahan Anggaran Dasar, Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
3. Pasal 79 ayat (2) menegaskan Pemegang Saham Perseroan meminta diselenggarakan adanya RUPS, pemegang saham minoritas hanya
(36)
sekedar mengusulkan tanpa adanya kewenangan untuk memutuskan diadakannya RUPS.
4. Pasal 97 ayat (6) menegaskan bahwa mewakili Perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap Perseroan.
5. Pasal 114 ayat (6) menegaskan bahwa mewakili Perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota dewan komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap Perseroan. 6. Pasal 138 ayat (3) menegaskan bahwa dengan meminta diadakannya
pemeriksaan terhadap Perseroan, dalam hal terdapat dugaan bahwa Perseroan, anggota Direksi atau Komisaris Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
7. Pasal 144 ayat (1), mengajukan permohonan pembubaran Perseroan. Hak-hak pemegang saham minoritas di atas merupakan terobosan yang baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan lahirnya UUPT, akan tetapi dari hak-hak di atas belum merupakan cerminan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas yang sempurna karena aturan mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance masih sulit untuk diterapkan di Indonesia.165
165 Dwi Tatak Subagiyo, “Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas
Akibat Perbuatan Melawan Hukum Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas”,
(37)
Kepentingan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam suatu PT seringkali bertentangan satu sama lain.
Minority shareholders atau pemegang saham minoritas tidak jarang
hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam sebuah perusahaan. Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya prosentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan tidak mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas.166
Terdapat BUMN yang menyertakan modalnya melalui mekanisme modal ventura. PT. Bahana Artha Ventura (BAV) didirikan pada tahun 1993 dan merupakan anak Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT BPUI) sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yang didirikan pada 17 April 1973, dimana 100% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Keuangan.167 Sejak awal pendiriannya BAHANA telah menjalankan misi dalam mengembangkan sektor riil melalui pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan skema
166 Ibid.
167 PT. Bahana Ventura, “Profil BAV”,
http://www.bahanaventura.com/profil/profil-bav (diakses pada 6 Oktober 2016 pada pukul 20.00 WIB).
(38)
pembiayaan Venture Capital serta pendampingan manajemen melalui praktek bisnis yang sehat dan Good Corporate Governance. Dalam struktur kepemilikan saham di BAV terdiri atas PT BPUI sebesar 99.20% dan Koperasi Karyawan PT BPUI sebesar 0.80%. Sejak pendiriannya, BAV dan affiliasinya (PMVD), terus menjadi yang terdepan dalam usaha percepatan menumbuhkembangkan UMKM melalui venture capital dan produk lain sesuai dengan development financing serta melalui program program training dan workshop untuk meningkatkan kinerja mitra usaha.168
Disamping praktek koperasi dalam bentuk PMV, koperasi karyawan juga dapat menjadi pemegang saham dalam PT swasta. Hal ini dapat terwujud dengan program ESOP. Cara ini mulai dilakukan perusahaan sebagai bentuk penghargaan kepada karyawan yaitu melalui program yang memungkinkan karyawan mendapat kesempatan dan hak untuk memiliki saham pada perusahaan tersebut. Melalui program tersebut, karyawan akan merasa ikut memiliki (sense of belonging) pada tempat bekerja, sehingga karyawan akan termotivasi untuk memajukan perusahaan.
Program ESOP ini diadopsi oleh Indonesia dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Hongkong, Jepang dan hampir seluruh negara di Eropa yang dimana tujuan dari pemberian ESOP pada
(39)
setiap karyawan di negara tersebut juga berbeda-beda. Ada beberapa tujuan dari program kepemilikan saham oleh karyawan, yaitu:169
1. Memberikan kompensasi kepada Karyawan Perusahaan
Kepemilikan saham oleh karyawan ini merupakan osi kepemilikan saham yang diberikan oleh Perusahaan kepada karyawan, namun tidak dapat disamakan dengan instrument investasi lainnya.Opsi saham dalam hal ini, menurut Amy Feldman dan John Caplin adalah opsi saham yang lebih mirip dengan bonus tunai dikarenakan pemilik hak mempunyai keuntungan tak terbatas namun potensi kerugiannya nol.170
2. Mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat
Tujuan ini jelas dapat dirasakan langsung oleh karyawan mengingat kepemilikan saham karyawan telah mengubah fungsi karyawan yang awalnya adalah agen perusahaan menjadi salah satu pihak yang dapat memberikan saran untuk kebijakan di perusahaan Ia bekerja. Selain dari pada itu, dengan saham yang dimilikinya, Karyawan juga secara tidak langsung akan menjadi salah satu pihak yang menginginkan kemajuan dari Perusahaan tersebut yang akan langsung mempengaruhi kinerja dari si Karyawan penerima saham tersebut.
3. Menghilangkan Moral Hazard.
Hal ini berpengaruh kepada “sifat” dari pemegang saham atau organ perusahaan yang selama ini identik dengan tidak memberikan
169David Reitman, Stock Option and the Strategic Use of Mangerial Incentives
(American Economic Review, Juni 1993), hal. 513. 170Amy Feldman dan Joan Caplin, “
Employee Stock Option”, The Money, (Januari 2001).
(40)
keuntungan dan memperhatikan kesejahteraan karyawan, yang jelas
bertolak belakang dengan sifat “kekeluargaan” yang diamantkan UUD
1945. Dengan diterapkannya ESOP ini, jelas secara langsung berpengaruh pada penghapusan anggapan tersebut.
4. Mengontrol Aggresivitas Perilaku Para Eksekutif dan Karyawan Kunci Dengan adanya pemberian kepada Karyawan akan memberikan kepastian kepada Perusahaan yang memberikan saham pada Karyawan tersebut dalam menahan dan mengunci Karywan yang penting dan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaannya dari perusahaan-perusahaan atau eksekutif-eksekutif lain yang mungkin ingin mengambil
“Karyawan” yang penting tersebut. 5. Meningkatkan harga saham Perusahaan. 6. Mengatasi masalah arus kas
Program ESOP ini merupakan suatu program non-tunai yang tidak menggunakan kas Perusahaan sehingga hal ini membawa akibat yang baik bagi perusahaan yang sedang kesulitan arus kas tetapi ingin tetap melakukan kompensasi berupa penghargaan kepada karyawannya. 7. Sumber Pembiayaan Perusahaan
Kepemilikan saham oleh Karyawan yang dapat dilakukan secara langsung oleh karyawan yaitu dengan melakukan pembelian pada Perusahaan secara langsung, adalah salah satu tujuan yang dimaksud dalam hal ini yaitu menambah sumber pembiayaan bagi perusahaan tersebut.
(41)
8. Menarik dan menahan pada eksekutif terbaik
Pada dasarnya yang menjadi tujuan dari ESOP adalah untuk menarik dan menahan Karyawan yang dianggap penting dan berjasa bagi perusahaan. Adapun dalam Prakteknya, adalah dengan menambah
klausa dalam perjanjian bahwa “saham dapat di-exercise beberapa tahun
kemudian” yang secara tidak langsung akan memaksa karyawan untuk
dapat bertahan. Hal ini di Amerika Serikat, sebagai negara yang turn
over karyawannya cukup tinggi, telah menerapkan dan merupakan suatu
yang jamak berlaku bertahun-tahun.
9. Menaikkan Citra Perusahaan dalam masyarakat
Dengan diterapkannya Program ini akan mengakibatkan citra yang baik bagi Perusahaan dihadapan masyarakat, yaitu dengan menunjukkan Perusahaan tersebut telah melaksanakan prinsip good corporate
governance.
10.Economic dan perceived cost
Secara akuntansi, biaya selama proses pemberian saham ini tidaklah diakui sebagai kredit dalam Akuntansi, sehingga tidak akan mengurangi laba akuntansi.
11.Sebagai sarana program sumber daya manusia untuk mendukung keberhasilan strategi bisnis perusahaan jangka panjang
Hal ini sejalan dengan yang menjadi dasar program ini adalah untuk melaksanakan bentuk kompensasi yang didasarkan atas prinsip insentif, yaitu ditujukan untuk memberikan pegawai suatu pengharhaan yang
(42)
besarnya dikaitkan dengan ukuran kinerja perusahaan atau shareholders
value dari perusahaan tersebut.171
Pada praktiknya, dapat diketahui bahwa setiap perusahaan pasti memiliki sekelompok karyawan yang bernaung dalam koperasi karyawan yang berhak atas kepemilikan saham dalam perusahaannya. Terkait hal tersebut, sangatlah berhubungan dengan proses pemberian saham tersebut kepada Karyawan. Perusahaan di Indonesia, apabila ditinjau dari praktik yang sudah berlangsung, maka pemberian akan diberikan langsung kepada individu-individu dari masing-masing karyawan dan bukan kepada sekumpulan karyawan dan atau badan yang dibentuk oleh sekumpulan karyawan untuk hal tersebut.172 Apabila dilihat dari motifasi pemeberian saham itu sendiri juga, hal itu sesuai dengan untuk melakukan penahanan atas karyawan tersebut selama memang karyawan yang dianggap kontribusinya dianggap sangat penting untuk memajukan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan, maka tidaklah memungkinkan dengan membagi atau memberikan secara sekelompok bukan individu (tidak terlihat tingkat pembedaan penghargaan pada karyawan tersebut).
171Tim Studi Penerapan ESOP Emiten atau Perusahan Publik di Pasar Modal
Indonesia, “Studi tentang Penerapan ESOP Emitenatau Perusahan Publik di Pasar Modal”,
(Departemen Keungan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal, 2002, hlm. 11.
172Hal ini sudah dapat dibuktikan dengan melihat proses kepemilikan saham oleh
karyawan PT ASTRA International, yang saat itu untuk menerapkan EMSOP ini, PT ASTRA International menunjuk jasa konsultan Watson Wyatt dari Hongkong untuk dapat menerapkan EMSOP yang berlaku di luar negeri di PT ASTRA International.
(43)
4.2.2 Koperasi Perusahaan Modal Ventura sebagai Pemegang Saham
Investee Company
Pengertian Modal Ventura (Venture Capital Company) menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Definisi yang sama diulang kembali pada Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura.
Koperasi sebagai subjek hukum juga memiliki kesempatan untuk dapat melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company). PMV dapat didirikan dalam bentuk badan hukum koperasi.173 Koperasi yang melakukan kegiatan sebagai PMV harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri.174 PMV (dalam hal ini koperasi) wajib mencantumkan secara jelas dalam anggaran dasar mengenai maksud dan tujuan badan hukum hanya untuk menjalankan kegiatan usaha PMV yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura.
173 Republik Indonesia, Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Perusahaan Modal Ventura, Pasal 11 ayat (1 . 174
Republik Indonesia, Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura, Pasal 12 ayat (1).
(44)
Pada setiap kegiatan bisnis pembiayaan, termasuk modal ventura inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari pihak-pihak terutama perusahaan pasangan usaha, dengan demikian kehendak pihak-pihak yang menjadi sumber hukumnya. Kehendak pihak-pihak-pihak-pihak tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis berupa rumusan perjanjian yang menentapkan kewajiban dan hak masing-masing pihak dalam hubungan bisnis pembiayaan modal ventura.
Koperasi yang bertransformasi menjadi Perusahaan Modal Ventura menjadi pemegang saham Perusahaan Penerima Pembiayaan ketika menyertakan modalnya. Dalam hal menjadi pemegang saham, maka koperasi harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pemilik dari saham yang telah menyertakan modal dalam PT, maka UU PT telah mengatur hak-hak yang melekat pada koperasi oleh sebab kepemilikan saham tersebut. Pada ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU PT dinyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS.
2. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi.
3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini.
Hak-hak yang disebutkan di atas, tidak dapat dibagi-bagi yang artinya hanya dapat digunakan oleh pemegang saham yang sahamnya telah
(45)
dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. Selanjutnya, hak lain yang dimaksud dalam butir c. di atas adalah:
1. Mendapatkan penawaran saham terlebih dahulu untuk saham yang baru akan dikeluarkan dari portepel perusahaan atau saham yang sudah ada;175 2. Mengajukan gugatan terhadap Perseroan kepada pengadilan negeri
apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris;176
3. Meminta sahamnya dibeli oleh Perseroan dengan harga yang wajar apabila ia tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan berupa tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Pasal 62 UU PT. Selain hak-hak yang terbatas disebutkan dalam paparan di atas, saham juga memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Dalam kaitannya dengan hukum jaminan, maka hak kebendaan ini terikat kepada dua ketentuan yaitu, pertama, saham dapat menjadi tanggungan segala perikatan yang dibuat oleh si pemegang saham. Hal ini sesuai dengan Pasal 1131 KUHPer yang menyatakan: “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan”.
175 Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 57 ayat (1). 176 Ibid, Pasal 61 ayat (1).
(46)
Pasal 1 angka 4 UUPT menentukan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal tersebut menentukan pengertian RUPS itu sendiri dan apabila dibandingkan ternyata rumusan pengertiannya berbeda dengan yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 UU. No. 1 Tahun 1995 atau UUPT lama yang menentukan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Penelusuran terhadap UUPT pun menunjukkan kompetensi RUPS memiliki ruang lingkup yang luas. Dari hasil identifikasi terdapat sebanyak 34 pasal UUPT yang menentukan mengenai kompetensi RUPS sebagai berikut :
1. Memberikan persetujuan terhadap perbuatan hukum calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan sehingga perbuatan hukum calon pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat I UUPT).
2. Memberikan persetujuan terhadap perbuatan hukum pendiri setelah pendirian perseroan tetapi PT belum memperoleh status badan hukum (Pasal 14)
(47)
3. Memberikan persetujuan terhadap usulan perubahan anggaran dasar perseroan (Pasal 28)
4. Memberikan persetujuan atas penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34 ayat 3)
5. Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditur terhadap perseroan sebagai kompensasi penyetoran saham dalam permodalan perseroan (Pasal 35).
6. Memberikan persetujuan terhadap maksud perseroan melakukan buy
back(membeli kembali) saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38).
7. Menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atas maksud melakukan buy back (Pasal 39), 8. Memberikan persetujuan atas penambahan modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 41 ayat 1),
9. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan pelaksanaan keputusan RUPS tentang penambahan modal perseroan kepada Dewan Komisaris (Pasal 42 ayat 2).
10. Menyetujui pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 44 UUPT),
11. Dengan ketentuan apabila anggaran dasar mempersyaratkan,RUPS dapat memberikan persetujuan pemindahan hak atas saham (Pasal 57 ayat 1 huruf b).
(48)
12. Dengan ketentuan apabila dipersyaratkan anggaran dasar, RUPS dapat memberikan persetujuan atas rencana kerja tahunan yang disusun oleh Direksi(Pasal 64 ayat 2 dan 3).
13. Melakukan penolakan untuk mengesahkan laporan keuangan perseroan untuk perseroan-perseroan tertentu misalnya yang bergerak di bidang pengerahan dana masyarakat sebagaimana dimaksudkan Pasal 62 ayat 1 dan 2).
14. Memberikan persetujuan terhadap laporan tahunan perseroandan mengesahkan perhitungan tahunan perseroan(Pasal 69 ayat 1 UUPT). 15. Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan(Pasal 71 ayat 1).
16. Mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukan ke dalam cadangan khusus(Pasal 73 ayat 2).
17. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan(Pasal 89 ayat 1). 18. Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan di
antara anggota Direksi(Pasal 92 ayat 5).
19. Mengangkat anggota Direksi(Pasal 94 ayat 1) dan anggota Dewan Komisaris(Pasal 111 ayat 1), Memberhentikan anggota Direksi(Pasal 94 ayat 5) juncto Pasal 105 ayat 1 dan anggota Dewan Komisaris(Pasal 115 ayat 5 dan Pasal 119).
(49)
20. Menetapkan besaran gaji dan tunjangan anggota Direksi(Pasal 96 ayat 1) dan besaran gaji atau honorarium dan tunjangan anggota Dewan Komisaris(Pasal 113).
21. Menetapkan pembatasan atau persyaratan kewenangan Direksi(Pasal 98 ayat 3).
22. Menunjuk pihak di luar anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan untuk mewakili Perseroan dalam hal terdapat seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan(Pasal 99 ayat 2 huruf c).
23. Menyetujui maksud Direksi untuk mengalihkan kekayaan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% dari kekayaan bersih Perseroan(Pasal 102 ayat 1).
24. Menyetujui atau menolak rencana/maksud Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas Perseroan(Pasal 104 ayat 1).
25. Mencabut atau menguatkan keputusan Dewan Komisaris yang memberhentikan sementara anggota Direksi(Pasal 106 ayat 6),.
26. Meminta laporan Dewan Komisaris tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau(Pasal 116 huruf c).
27. Memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk melakukan tindakan pengurusan Perseroan apabila Direksi tidak ada ata apabila seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan(Pasal 118 ayat 1).
(50)
28. Mengangkat Komisaris Independen(Pasal 120 ayat 2).
29. Menyetujui rancangan penggabungan yang disusun Direksi dan sebelumnya telah mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris Perseroan(Pasal 123 ayat 3).
30. Menyetujui pengambilalihan (Pasal 125 ayat 4 juncto Pasal 126 ayat 2 dan Pasal 127 ayat 1) dan rancangan pengambilalihan (Pasal 128 ayat 1).
31. Menyetuji pembubaran perseroan(Pasal 142 ayat 1 huruf a). 32. Menunjuk likuidator(Pasal 142 ayat 3 juncto Pasal 145 aat 2).
33. Menyetujui laporan pertanggungjawaban likuidator atas likuidasi Perseroan yang dilakukannya(Pasal 152 ayat 1).
(51)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan hukum koperasi berlandaskan pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyandarkan usahanya berdasarkan asas kekeluargaan. Kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum. Perangkat Organisasi Koperasi daitur pada pasal 21 Undang-Undang Perkoperasian yang mencakup rapat anggota, pengurus dan pengawas. Sebagai badan usaha koperasi sama dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu sama-sama berorientasi laba dan membutuhkan modal. Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah. Sementara itu, modal pinjaman dapat berasal dari: anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, sumber lain yang sah.
2. Pengaturan Pemegang Saham terletak pada Pasal 1 butir 4
(52)
Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau Anggaran Dasar”. 177 Namun wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada RUPS tidak berarti RUPS dapat melakukan tugas dan wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada Direksi dan Komisaris.Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang.Koperasi sebagai subjek hukum juga memiliki kesempatan untuk dapat melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee
Company).
3. Praktek Koperasi sebagai Pemegang saham PT. Dapat dilaksanakan melalui mekanisme PMV. Koperasi yang melakukan kegiatan sebagai PMV harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri. PMV (dalam hal ini koperasi) wajib mencantumkan secara jelas dalam anggaran dasar mengenai maksud dan tujuan badan hukum hanya untuk menjalankan kegiatan usaha PMV yang terdapat
177
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Op. Cit, Pasal 1 angka 4
(53)
dalam Pasal 2 Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura. Koperasi yang bertransformasi menjadi Perusahaan Modal Ventura menjadi pemegang saham Perusahaan Penerima Pembiayaan ketika menyertakan modalnya. Dalam hal menjadi pemegang saham, maka koperasi harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Disamping praktek koperasi dalam bentuk PMV, koperasi karyawan juga dapat menjadi pemegang saham dalam PT swasta. Hal ini dapat terwujud dengan program ESOP. Cara ini mulai dilakukan perusahaan sebagai bentuk penghargaan kepada karyawan yaitu melalui program yang memungkinkan karyawan mendapat kesempatan dan hak untuk memiliki saham pada perusahaan tersebut. Melalui program tersebut, karyawan akan merasa ikut memiliki (sense of belonging) pada tempat bekerja, sehingga karyawan akan termotivasi untuk memajukan perusahaan.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Negara seharusnya menjamin keberlangsungan usaha yang sehat ditengah perdagangan global, khususnya bagi pelaku usaha koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi seperti memperluas dan meningkatkan akses pembiayaan bagi koperasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(54)
dan jiwa kewirausahaan koperasi, memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi bagi koperasi untuk pengembangan koperasi inovatif, serta fasilitasi koperasi berkaitan akses informasi dan promosi di luar negeri
2. Pemberdayaan koperasi yang dilakukan oleh Pemerintah masih sebatas pemberdayaan tekstual dan parsial. Oleh karena itu dibutuhkan pemberdayaan yang nyata kepada koperasi dengan program-program yang disediakan pemerintah seperti perlu diupayakan agar semua koperasi di manapun lokasinya mendapatkan akses sepenuhnya ke informasi mengenai pasar dan lainnya, teknologi, pendidikan/pelatihan, fasilitas perdagangan, dan perbankan; tentu dengan tidak menghilangan penilaian obyektif mengenai kelayakan usaha dari UMKMK yang bersangkutan. Dengan adanya pemberdayaan tersebut koperasi bisa bertransformasi menjadi Perusahaan Modal Ventura yang dapat mengembangkan bisnisnya dan membantu pelaku usaha lainnya dengan konsep kemitraan.
3. Pemerintah dalam hal ini Kementerian terkait serta lembaga non-kementrian yang berkaitan dengan Perusahaan Modal Ventura haruslah memberikan kemudahan dalam hal pengurusan izin maupun akses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi koperasi sehingga dapat menjamin kepastian hukum dari kerjasama kemitraan melalui Perusahaan Modal Ventura.
(55)
BAB II
KOPERASI SEBAGAI PELAKU EKONOMI DI INDONESIA
2.1 Sejarah Perkoperasian di Indonesia
Ide koperasi lahir dalam era kejayaan kapitalisme. Jika kapitalisme berpijak pada paham tentang pentingnya peranan modal dalam kegiatan ekonomi, maka koperasi lebih mengutamakan peranan manusia dalam memupuk modal. Dengan demikian, perbedaannya terletak pada penekanan faktor-faktor produksi dalam kegiatan ekonomi; koperasi pada manusianya, sedangkan kapitalisme pada kekuatan modal.51 Dalam hal ini bukanlah berarti bahwa yang satu tidak memerlukan faktor produksi seperti yang ditekankan yang lainnya; di dalam kapitalisme, manusia peranannya diperlukan sebagai salah satu faktor produksi sedang dalam koperasi modal diperlukan untuk menjalankan usahanya yang dikumpulkan oleh manusia-manusia yang menjadi anggotanya.52
Gerakan koperasi timbul karena adanya inspirasi dari pembaharu sosial pada abad ke-14 di daratan Eropa, dan dapat dicatat serta dikemukakan yang berperan dalam mengembangkan koperasi, antara lain seperti Francois Charles Fourier (1771-1837), Robert Owen (1771-1858), William King, Louis Blanc (1811-1882), N.V.S Grundtwig (1783-1872), Hermann Schulze Celitizch (1808-1883), Friederich William Raiffeisen
51 Andjar Pachta W., et. al. Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2005), hlm. 14. 52 Ibid.
(1)
ABSTRAK
TINJAUAN HUKUM KEDUDUKAN KOPERASI SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS
Rachel Shaheila *) Bismar Nasution **) Detania Sukarja ***)
Koperasi yang memiliki kelebihan kapasitas modal dapat melakukan penyertaan modal kepada perusahaan yang membutuhkan tambahan modal. Hal ini dapat terjadi apabila koperasi membentuk Perusahaan Modal Ventura. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.010/2012 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura. Perusahaan Modal Ventura dapat didirikan dalam bentuk badan hukum koperasi. Koperasi yang melakukan kegiatan sebagai PMV harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama Koperasi melalui PMV memberi bantuan keuangan yang diberikan bersifat sebagai penyertaan modal saham (equity share) yang ditambah dengan pinjaman jangka menengah dan panjang. Di samping itu diberikan juga bantuan manajemen secara lansgung maupun yang bersifat konsultasidengan pola penyertaan saham dalam usaha kecil perusahaan modal ventura telah berperan secara nyata dalam memperkuat struktur permodalan perusahaan yang. Kedua, dibantunyaMelaksanakan kerja sama antara perusahaan modal ventura (Koperasi) dengan perusahaan kecil, kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, perjanjian kerja sama antara perusahaan kecil dengan perusahaan modal ventura (Koperasi) dibuat atas dasar negoisasi sebelumnya dalam tahap konfirmasi sehingga dalam praktiknya tidak pernah terjadi tuntutan atau ketidakpuasan atas isi perjanjian kerja sama Ketiga, tersebutsebagai pemegang saham sebuah perusahaan melaui Perusahaan Modal Ventura, maka koperasi tunduk terhadap ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang Perseroan Terbatas.
Kata Kunci : Koperasi, Penyertaan Modal, PMV.
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(2)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, dan sembah penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia yang Dia berikan kepada penulis hingga saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak mungkin penulis dapat melakukan sesuatu hal apapun tanpa berkat dan karunia yang hanya dari Tuhan Yesus Kristus.
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN HUKUM KEDUDUKAN KOPERASI SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS” merupakan tugas akhir bagi penulis dan juga merupakan syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu penulis sangat bangga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Secara khusus, penulis mengucap syukur dan terima kasih kepada keluarga penulis, Drs.Rajanami Sembiring (Bapak), Reh Kejerna Sitepu (Mama), Reinhard Badia Raja Sembiring (adik), Raja Alvaro Sembiring (adik). Terima kasih atas segala doa, dukungan, nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalankan masa perkuliahan hingga akhir. Dukungan dan doa dari keluarga merupakan motivasi besar bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan sehingga penulis menerima kritik dan saran yang membangun yang dapat digunakan untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Namun, terlepas dari segala kekurangan
(3)
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Dan untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak. Dr.OK. Saidin S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Mohammad Eka Putra SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik;
6. Ibu Windha S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.
7. Alm. Bapak Ramli Siregar S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.
8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, saran dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
9. Ibu Dr. Detania Sukarja,S.H, L.L.M selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, saran dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
(4)
10. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11. Keluarga Besar penulis, yang telah memberikan dukungan dan nasihat kepada penulis.
12. Teman dekat penulis Yosephine Mathilda Hutabarat dan Bruno Saragih yang selalu memberikan dukungan kepada penulis … Trimakasih Banyak ya weee….. 13. Kepada Kak Yuna yang selalu memberikan nasehat dan arahan kepada penulis
dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
14. Untuk para pejuang akhir, Irryn Bukit, Jenrico Hutabarat, Restica Capriana, dan teman-teman stambuk 2011 yang lain, makasi karena uda berjuang bersama. 15. Untuk Tante Lastri dan Om Edison terimakasih banyak atas doa dan dukungan
selama ini diberikan kepada penulis.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila di dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan-kesalahan yang secara tidak sadar telah penulis, oleh karenannya mohon dimaafkan serta dikoreksi. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.
Medan, 20 september 2016
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 13
1.4 Keaslian Penulisan ... 14
1.5 Tinjauan Kepustakaan ... 15
1.6 Metode Penelitian ... 23
1.7 Sistematika Penulisan ... 26
BAB II KOPERASI SEBAGAI PELAKU EKONOMI DI INDONESIA 2.1 Sejarah Perkoperasian di Indonesia ... 29
2.3 Pengembangan Koperasi dalam Perekonomian di Indonesia ... 39
2.4 Pengaturan Koperasi di Indonesia ... 50
BAB III ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 3.1 Pendirian Perseroan Terbatas untuk Menjalankan Usaha ... 62
3.2 Dinamika Pengaturan Perseroan Terbatas Indonesia ... 71
(6)
BAB IV KOPERASI SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS
4.1 Perseroan Terbatas ... 80 4.2 Praktek Pernyertaan Koperasi dalam Perseroan Terbatas ... 85 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 106 B. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA...110