ayat 3, keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui
dengan suara bulat.
Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT No.40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan
pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari sebelum pemanggilan RUPS.
3. Hak Suara
Pasal 84 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hak
suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk: a.
saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b.
sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa
berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa
hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak
memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda Pasal 85 ayat 1, 2 dan 3.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari
pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak
menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan Pasal 85 ayat 4, 5, dan 6.
4. Kuorum RUPS
Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu
juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.
Secara umum menurut Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT dapat menetapkan bahwa:
1 RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ satu suara bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang danatau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang
lebih besar.
2 Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, dapat
diadakan pemanggilan RUPS kedua. 3
Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
4 RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sah dan berhak mengambil
keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 13 satu pertiga bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran
dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
5 Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak
tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan
Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
6 Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah
dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan
negeri.
7 Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat 5 bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. 8
Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
9 RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10
sepuluh hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ satu per dua bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan
bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar Pasal 87.
RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 23 dua pertiga bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 23 dua pertiga bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran danatau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat
dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan kepada ketua pengadilan negeri Pasal 88.
Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ tiga perempat bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran danatau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar Pasal 89.
Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana
berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat 5, 6, 7, 8 dan ayat 9 pada setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.
Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ satu per dua bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang danatau anggaran dasar
menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007.
B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Anggaran Dasar suatu PT merupakan hukum positif bagi PT, dan apabila di langgar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal. Dalam hal
pengaturan mengenai perseroan terbatas dalam perundang-undangan masih belum sempurna maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
undangan, dibenarkan kepada PT untuk mengatur sendiri Anggaran Dasarnya hal-hal yang masih dianggap perlu namun tidak hal-hal yang diatur tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain bahwa hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar PT terdapat suatu keleluasan bagi
PT untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran
dasar PT, harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah- masalah yang perlu dan dianggap mendasar dapat dituangkan secara jelas dan
lengkap dalam anggaran dasar PT. Dalam prateknya apabila hendak mendirikan sebuah PT para pendiri cukup
mengutarakan keinginannya kepada notaris, dan selanjutnya notarislah yang akan merumuskan atau memformulasikan semua keinginannya dan kemudian dituangkan
dalam akta. Sehubungan dengan hal ini, biasanya notaris telah menyiapkan suatu konsep yang sebahagian sudah baku dan kemudian ditambah serta diubah sesuai
dengan kebutuhan yang dihadapi, baik mengenai hal-hal khusus yang merupakan kehendak para pendiri yang juga ingin dimasukkan di dalam anggaran dasar
perseroan. Hal-hal yang dikehendaki oleh para pendiri yang masih dimungkinkan atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian
dirumuskan oleh notaris menjadi suatu naskah yang secara hukum adalah benar dan sah.
Dalam Proses Pendidrian Perseroan hal yang subtansi untuk dijadikan perhatian adalah anggaran dasar perseroan, dimana anggaran dasar pada awalnya
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
merupakan suatu akte pendirian yang disepakati oleh para pendiri, untuk itu maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan terbatas;
b. Sebagai bagian dari akta pendirian, yang menentukan setiap hak dan kewajiban
dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham, pengurus Direksi maupun Komisaris perseroan;
c. Anggaran dasar perseroan baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian
perseroan disetujui oleh menteri kehakiman. Kenyataan bahwa anggaran dasar merupakan aturan main dalam perseroan
diperkuat oleh ketentuan pasal 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan:”terbadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar
perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”, termasuk didalamnya asas itikad baik, asas kepantasan, dan asas kepatutan dalam menjalankan perseroan.
Selanjutnya Anggaran Dasar sebagai Undang-undang dalam perseroan, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
Sebelum akta pendirian perseroan memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman, anggaran dasar perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga, dan hanya
mengikat para pendiri yang mengadakan perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas tersebut.
Dengan diperolehnya pengesahan dari menteri kehakiman yang berarti berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik
pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseoan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
maka praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua pihak, dan bukan hanya menjadi “undang-undang” bagi para pembuatnya. Walaupun
demikian secara hirarkis anggaran dasar tidak dapat menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang membentuknya. Demikian lah
rumus Pasal 25 ayat 1 undang-undang perseroan terbatas akta pendirian perseoan yang telah disahkan oleh atau anggaran dasar yang perubahannya telah disetujui
sebelum undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang lain yang secara implisit membatalkan setiap ketentuan
dalam anggaran dasar yang bertentangan dengan undang-undang perseroan terbatas Ini berarti anggaran dasar merupakan aturan main perseroan, yang tidak hanya
mengikat para pihak yang mengadakannya, tapi juga pihak ketiga lainnya yang berhubungan hukum dengan perseroan, termasuk didalamnya para pemegang saham,
pengurus direksi dan komisaris perseroan.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG
PERSEROAN TERBATAS A.
Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas PT adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya pemegang saham atau pengurusnya komisaris dan
direksi. Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri
setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik.
Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan permohonan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT
memperoleh status badan hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat anggaran dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, Pertama, nama perusahaan.
Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi kantor pusat. Kelima, jumlah direksi dan komisaris. Dan Keenam, struktur permodalan.
Perseroan terbatas atau Naamloze Vennootschap adalah sesuatu perseroan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya
disediakan untuk orang yang hentak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada tanggung jawab atau resiko dari para pesero atau pemegang andil, yang hanya
terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil.
39
39
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, h. 202 – 203.
32
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
H.M.N. Purwosutjipto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut
“persekutuan” tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero – sero atau saham – saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau
pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.
40
Ali Rido berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan
dengan suatu perbuatan hukum bersama oleh beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham – saham di mana para anggota dapat memiliki satu atau lebih
saham dan bertanggung jawab terbatas samapai bagian saham yang dimiliki.
41
Agus Budiarto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai unsur – unsur :
a. adanya kekayaan yang terpisah;
b. adanya pemegang saham;
c. adanya pengurus.
42
I.G. Rai Widjaya berpendapat bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum legal intity, yaitu badan hukum “mandiri” persona standi in judicio yang
40
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991, h. 90.
41
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983, h.214.
42
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 26.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
memiliki sifat dan cirri khusus yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai asosiasi modal;
2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang Pemegang
Saham; 3.
Pemegang Saham : a.
bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas limited liability;
b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan PT melebihi nilai
saham yang telah diambilnya; c.
tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan;
4. Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau
Direksi; 5.
Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas; 6.
Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.
43
Disamping itu, ada juga yang memberikan arti pereroan terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham atau bahkan seorang pemegang saham jika
dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara tertentu yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu artificial person oleh
pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang–orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk
bereksistensi yang terus menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas bewenang untuk menerima, memegang atau mengalihkan harta kekayaan,
menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan – kewenangan lainya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.
44
Pengertian Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 UU No.40 Tahun 2007 adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
43
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blane,,Jakrta, 2003, h. 142 – 143.
44
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Inc, New York, USA, 1984, h. 100.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan rumusan–rumusan dapatlah disimpulkan bahwa unsur–unsur perseroan terbatas adalah sebagai berikut :
1. Perseroan terbatas adalah badan hukum;
2. Selalu menjalankan perusahaan;
3. Didirikan dengan suatu perbuatan hukum oleh beberapa orang;
4. Modal terdiri atasdibagi dalam saham – saham;
5. Para pesero bertanggung jawab terbatas;
6. Adanya pengurus.
45
Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:
46
a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu
atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya. b.
Hak untuk menilai, komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham
c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka timbul pertanyaan apakah secara hukum perusahaan telah berdiri ? dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang
terjadi?. Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak
45
Bandingkan dengan Munir Fuady, Ibid.., h. 3 – 4, dikatakan “Setidak – tidaknya ada 15 lima belas elemen yuridis dari suatu perseroan terbatas. Ke -15 elemem yuridis dari perseroan
terbatas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dasarnya adalah perjanjian; 2. Adanya para pendiri; 3. Pendiripemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama; 4. Merupakan asosiasi dari
pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham; 5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual; 6. Diciptakan oleh hukum; 7. Mempunyai kegiatan usaha; 8. Berwenang
melakukan kegiatan usaha; 9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku; 10. Adanya modal dasar dan juga modal ditempatkan dan modal
setor; 11. Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham; 12. Eksistensinya terus berlangsung, meskipun pemegang sahamnya silih berganti; 13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang
aset – asetnya; 14. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan; 15. Mempunyai oran perusahaan.”
46
Pasal 12 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
lengkap akibat apa yang ditimbulkannya?. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar perusahaan misalnya kreditur ingin menembus tirai perusahaan corporate shield
dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan. Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:
47
a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan
formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kewajiban mandatory dan hal yang bagaimana
dikategorikan sebagai pedoman directory tergantung aturan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
b. Perseroan de facto. Teori ini mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan
belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan
hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga kecuali pemerintah. Untuk mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah
berdiri. Misalnya suatu perseroan belum memenuhi seal sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang atau tidak memberikan alamat yang benar.
Apabila suatu perseroan telah mendapatkan status de facto maka semua pihak harus memperlakukannya sebagai badan hukum. Hanya saja pemerintah tetap
berwenang menyatakan perseroan tersebut tidak sah.
47
I.G. Rai Widjaja, Log.Cit
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban
lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para
pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah.
48
Pertama, terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga misalnya kreditur dalam
pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi.
Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan
secara sembrono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi
lainnya yang menimbulkan ketidakadilan fair apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum.
Di dalam beberapa teori hukum dan teori-teori bisnis yang berkenaan dengan perseroan sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak
tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan
dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut:
49
48
Ibid, hal. 45
49
Ibid, hal. 51
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab
permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi. b.
Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah
dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemampuan.
c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan
d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.
Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang
berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui
kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang
telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oelh
suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perusahaan telah ultra vires diluar kewenangan
perseroan. Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep.
50
Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan
anggaran dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan diluar pengadilan, mimiliki kekayaan serta berutang dan
meminjamkan uang. Kedua, kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua
kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat implied power. Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap
perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut.
50
Ibid
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Setiap tindakan di luar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampaui kewenangan
perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan tanpa ijin RUPS. Oleh karena itu, terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi
ultra vires. Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap
perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana.
Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini
tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila
kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan atau pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar direksi telah
bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
B. Pendirian Perseroan Terbatas
Undang-undang memungkinkan perseroan untuk mengambil alih kegiatan dan pertanggung jawaban dari:
1. Perseroan dalam rencana atas segala kegiatan dan pertanggung jawaban dari
badan usaha lainnya,baik itu orang-orang perorangan, persekutuan perdata,
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
persekutuan dengan firma, persekutuan komanditer dan bentuk2 usaha lainnya, baik yang telah berbadan hukum maupun yang belumtidak berbadan hukum,
yang hendak mengubah bentuk usahanya manjadi perseroan terbatas; 2.
Perseroan dalam masa pendirian perseroan terbatas yang telah didirikan namun belum memperoleh pengesahan sebagai badan hukum yang oleh menteri
kehakiman. Seperti yang diketahui bahwa suatu perseroan terbatas baru dapat dikatakan
ada demi hukum, dengan pengertian telah memiliki hak-hak, kewajiban-kewajiban dan harta kekayaan tersendiri, dan karenanya berhak dan berwewenang untuk
bertindak dalam hukum, jika perseoan tersebut telah memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman. Sebelum pengesahan diperoleh perseroan hanyalah merupakan
suatu persekutuan di antara para pendiri dengan firma dengan para pengurus. Dalam hal ini setiap perbuatan hukum yang dilakukan dengan mengatas namakan
perseroan belum mengikat perseroan secara hukum, melainkan hanya mengikat pengurus dan atau pendiri perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut.
Undang-undang mewajibkan diadakannya pengukuhan oleh perseroan atas setiap dan seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pengurus dan atau pendiri
perseroan sebelum perseroan memperoleh pengesahan, segera setelah perseroan memperoleh pengesahan. Perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan akan menjadi
tanggung jawab pribadi sepenuhnnya dari masing-masing pengurus dan atau pendiri yang melakukannya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Pasal 12 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa: “Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian”
Ketentuan ini pada prinsipnya mengakomodasikan kepentingan para pendiri mengenai besarnya penyertaan dari semua pihak dalam perseroan. Perbuatan hukum
ini biasanya disertai atau diikuti dengan dokumen tertulis berupa perjannjian kerja sama usaha, atau yang lebih popular dengan nama “joint venture Agreement”, yang
antara lain memuat keterangan mengenai kesepakatan atau persetujuan dari para pendiri untuk melakukan penyetoran saham selain dengandalam bentuk uang tunai
seperti dijelaskan dalam penjelasan Pasal 12 ayat 1 tersebut Selanjutnya ketentuan Pasal 12 ayat 2 UU No.40 Tahun 2007 mensyaratkan
bahwa “Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta
pendirian”. Dengan pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan
akta pendirian. Ketentuan ini memperjelas akan hak dan kewajiban serta komitmen dari masing-masing pendiri terhadap perseroan, segera setelah perseroan tersebut
didirikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan dalam kedua ayat 1 dan 2 Pasal 12 tersebut tidak
dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menerbitkan hak dan kewajiban bagi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
perseroan Pasal 12 ayat 3 UU No.40 Tahun 2007. Ini berarti, selama perbuatan hukum tersebut tidak dicantumkan dalam akta pendirian dan dokumen pendukung
tidak dilampirkan, maka perbuatan hukum tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali jika perbuatan hukum tersebut kemudian dikukuhkan menurut ketentuan dalam Pasal
13 UU No. 40 Tahun 2007 tersebut. Artinya pengurus perseroan berhak untuk tidak menerima segala macam penyetoran saham dari pemegang saham selain dengan uang
tunai jika menurut penilaiaannya hal tersebut dapat merugikan perseroan, kecuali jika penyertaan yang demikian telah disebutkan secara tegas dalam dokumen yang
menyertai akta pendiriananggaran dasar perseroan. Pasal 13 UU No.40 Tahun 2007, memungkinkan memungkinkan setiap
perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan tersebut disahkan
menjadikan badan hukum apabila : a.
perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang di tugaskan pendiri dengan pihak ketiga.
b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
c. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan
atas nama perseroan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Seperti yang telah disebut terdahulu dalam bagian Pendahuluan ketentua ini mempertegas kembali tata cara yang harus ditempuh oleh para pengurus maupun
pendiri perseroan untuk mengalihkan kepada perseroan, segala hak dan atau tanggung jawab yang terbit dari perbuatan hukum para pengurus maupun pendiri
perseroan yang dilakukan setelah perseroan didirikan namun belum disahkan menjadi badan hukum; yaitu dengan cara mewajibkan perseroan melakukan pengukuhan
secara tegas atas pengambilalihan hak serta tanggung jawab tersebut penjelasan Pasal 13 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007.
Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka
masing-masing pengurus atau pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari perbuatan
hukum tersebut. Pada dasarnya pengukuhan hanya dapat dilakukan dalam suatu rapat umum pemegang saham perseroan, namun dengan mengingat bahwa pada umumnya
Rapat Umum Pemegang Saham sulit atau tidah dapat dilselenggarakan segera setelah perseroan disahkan, maka undang-undang membuka kemungkinan bahwa
pengukuhan tersebut dapat dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan pengurus perseroan secara bersama-sama tanpa melalui suatu rapat umum pemegang
saham. Sebelum pengukuhan dilakukan, baik karena perseroan tidak jadi didirikan atau disahkan ataupun karena perseroan tidak berkehendak untuk melakukan
pengukuhan, maka perseroan sama sekali tidak terikat pada perbuatan-perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan tersebut.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
3. Perbuatan Hukum Lainnya Yang Dilakukan Oleh Pendiri Sebelum Perseroan Terbatas Di Dirikan.
Jika di lihat kedua ketentuan dalam Pasal 12 dan 13 UU No. 40 Tahun 2007 memang tidak secara tegas ditemui adanya ketentuan yang mengatur mengenai
pengambil alihan oleh perseroan atas perbuatan hukum lainnya selain yang disebut dalam Pasal 12 yang dilakukan oleh pendiri perseroan sebelum perseroan didirikan,
pada saat didirikan maupun pada saat perseroan memperoleh pengesahan dari pihak yang berwenang. Walaupun demikian jika di simak ketentuan yang termuat dalam :
a. Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Perseroan Terbatas
b. Pasal 13 ayat 1 huruf b Undang-Undang Perseroan Terbatas
c. Pasal 122 ayat 3 Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai sifat pengalihan
demi hukum atasa semua aktiva dan pasiva, yang meliputi perbuatan-perbuatan hukum, haka-hak, kewajiban-kewajiban, dan harta kekayaan, dari perseroan yang
menggabungkan diri maupunmeleburkan diri kepada perseroan hasil penggabungang maupun peleburan;
Maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak melarang atau katakanlah memungkinkan dilakukannya
pengalihan secara hukum dari semua perbuatan hukum para pendiri perseroan kepada perseroan pada saat perseroan tersebut didirikan atau sebelum perseroan memperoleh
pengesahan dari pejabat yang berwenang. Tentunya pengalihan tersebut baru dapat dilangsungkan jika tidak terdapat keberatan-keberatan dari pihak ketiga yang
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
berkepentingan, seperti halnya yang dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan mengenai penggabungan dan peleburan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan bahwa pengalihan tersebut juga secara tegas telah diterima dan dikukuhkan oleh perseroan sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UU
No.40 Tahun 2007 tersebut.
C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas
Dalam hukum perseroan terdapat beberapa prinsip yang harus dipedomani sebagi doktrin. Beberapa doktrin dalam hukum perseroan adalah sebagai berikut:
1. Doktrin Penyingkapan Tirai Perusahaan Piercing The Corporate Veil
Secara harafiah, istilah “Piercing The Corporate Veil” berarti mengoyakmenyingkapi tiraikerudung perusahaan. Dalam ilmu hukum
perusahaan, istilah Piercing The Corporate Veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke
pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku badan hukum, tanpa melihat kepada fakta bahwa
perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseoan pelaku tersebut. Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan
tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizers” dan “Managers” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab
terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati mereka. Dalam melakukan hal tersebut, biasanya dikatakan bahwa pengadilan telah
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
mengoyakmenyingkapi tiraikerudung perusahaan to Pierce The Corporate Veil.
51
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham juga pengurusdireksi dan komisaris dapat menjadi tidak
terbatas dalam hal – hal tertentu.
52
2. Doktrin Fiduciary Duty terhadap Direksi
Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya, baik dalam menjalankan fungsinya sebgai manajemen maupun sebagai reprensasi dari
perseroan. Istilah Fiduciary Duty berasal dari kara “Fiduciary” dan “ Duty”. Istilah “Duty” banyak dipakai di mana – mana yang berarti “tugas”. Istilah
“Fiduciary” bahasa Inggris berasal dari bahasa latin “Fiduciarius” dengan akar kata “Fiducia” yang berarti “kepercayaan” “trust” atau dengan kata kerja
“Fidere” yang berarti “mempercayai” “to trust”. Sehingga dengan istilah “Fiduciary” diartikan sebagai “memegang suatu dalam kepercayaan” atau
“seseorang yang memgang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu
51
Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Indoneisa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.8., dikutip dari Jack P.
Friedman, Dictionary of Business Terms, Baron’s Educational Sevices Inc., New York, USA, 1987, h.432.
52
Chatammarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.8. Selanjutnya lihat Henry Campbell Black,
Black’s Law Dictionary, west Publishing Co, St.Paul, 1990, h.8.1147, dikatakan, “Piercing corporate veil: Judicial process whereby court will disregard usual immunity of corporate officers or entities
from liability of wrongful corporate activities; e.g. when incorporation exists for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine which holds that the corporate structure with its attendant limited
liability of stockholders may be disregarded and personal liability imposed on stockholders, officers and directors in the case of fraud or other wrongful acts done in name of corporation. The court,
however, may look beyond the corporate from only for the fraud or wrong or the remedying of injustice.”
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut
dengan istilah “beneficiary”.
53
Dengan demikian, yang dimaksud dengan Fiduciary Duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan “trustee”
yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan
yang tinggi kepada pihak trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin
dengan itikad baik yang tinggi, fair dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya atau untuk mengelola hartaasset milik beneficiary dan
untuk kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya selaku trustee secara teknikal, atau dari jabatan – jabatan lain seperti
lawyer dengan kliennya, perwalian guardian, executor, broker, kurator, pejabat public, atau direktur dari suatu perusahaan.
Beberapa pedoman dasar bagi direksi dalam menjalankan fiduaciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya adalah sebagai berikut:
54
a. Fiduaciary duty merupakan unsure wajib mandatory element dalam hukum
perseroan. b.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsure itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak”
proper purpose.
53
Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, op.cit., h.33, dikutip dari Noah Webster, Webster’s New Universal Unabridged
Dictionary, Simon Schuster, New York, USA, 1979, h.681.
54
Ibid., h.61 – 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Pada prisipnya direktur dibebani prinsip fiduaciary duty terhadap perseroan,
bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduaciary duty.
d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia
juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.
e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam
memberikan suara dan pendapat sesuai dengan ketakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya.
f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis
dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari pihak direksi.
g. Dalam hal – hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang
atau setidak – tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan
informasi disclosure terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.
Disamping itu, teori fiduaciary duty dari direksi perseroan akan sangat terasa eksistensinya takkala direksi melakukan hal – hal sebagai berikut:
a. Transaksi dengan perseroan self dealing
b. Transaksi kesempatan perseroan corporate opportunity
c. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan conflict of interest
d. Transaksi orang dalam insider trading.
55
3. Doktrin Gugatan Derivatif Dalam Perseroan Terbatas Derivative Action
Derivative Action merupakan suatu gugatan yang berdasarkan atas hak utama primary right dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas
nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu gugatan
yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan.
55
Ibid., h. 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Dikatakan derivative turunan karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal
diturunkan dari gugatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan. Dengan bahasa sederhana, dapat dikatakan bahwa gugatan derivative adalah suatu gugatan
perdata yang diajukan oleh 1 satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, gugatan mana diajukan terhadap pihak lain misalnya direksi karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk
kepentingan procedural, pihak perseroan kadang – kadang menjadi pihak tergugat.
4. Doktrin Pelampauan Kewenangan Perseroan Ultra Vires Doctrine
Terminologi pelampauan kewenangan perseroan ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaanya sebagaimana diberikan
oleh anggaran dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut. Berbagai pihak yang berkepentingan agar tindakan ultra vires
dilarang oleh hukum adalah sebagai berikut: a.
Pihak Pemegang Saham b.
Pihak Kreditur c.
Pihak Pekerja d.
Pihak Constituences berkepentingan lainya.
56
56
Ibid., h. 112.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Doktrin Tanggung Jawab Promotor Perseroan Liability of Promotors
Yang dimaskud dengan promotor adalah orang yang mendirikan, mengorganisir dan membiayai suatu perseroan, tidak termasuk pihak profesional yang membantu
pembentukan perseroan seperti lawyer atau notaries. Secara umum dapat dikatakan promotor adalah setiap mereka yang melakukan formalitas yang
diperlukan terhadap registrasi perseroan, mendapatkan direksi dan komisaris serta pemegang saham untuk perseroan baru, mendapatkan aset bisnis untuk
digunakan oleh perseroan, melakukan negosiasi kontrak untuk dan atas nama perseroan baru, dan melakukan pekerjaan – pekerjaan lain yang serupa
dengan itu. Adapun yang merupakan ruang lingkup tugas dari promotor adalah:
a. Kewajiban Pengurus Pendirian Perseroan
b. Kewajiban Pendanaan
c. Kewajiban Pengaturan Binis
d. Kewajiban tentang Pendirian Perseroan
57
6. Doktrin Putusan Bisnis Business Judgement Rule
Doktrin Putusan Bisnis Business Judgement Rule merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak
boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi
syarat sebagai berikut:
57
Ibid., h. 156.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Putusan sesuai hukum yang berlaku
b. Dilakukan dengan itikad baik
c. Dilakukan dengan tujuan yang benar proper purpose
d. Putusan tersebut mempunyai dasar – dasar yang rasional rational basis
e. Dilakukan dengan kehati – hatian due care seperti dilakukan oleh orang
yang cukup hati – hati pada posisi yang serupa. f.
Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya reasonable belief sebagai yang terbaik best interest bagi perseroan.
58
7. Doktrin Transaksi Untuk Diri Sendiri self Dealing
Transaksi utnuk diri sendiri self dealing transaction merupakan perwujudan dari transaksi yang melekat kepentingan interested transaction oleh direksi suatu
perseroan yang merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi langsung atau tidak langsung dengan perseroan itu sendiri. Terhadap transaksi self dealing,
direksi diwajibkan untuk melakukan keterbukaan serta dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut berjalan fair dan businesslike.
8. Doktrin Oportunitas Perseroan Corporate Opportunity
Pada prinsipnya oportunitas perseroan Corporate Opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai
perseroan lainya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut
58
Ibid., h. 198.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya itu.
59
Jadi sebenarnya yang hendak dicegah oleh doktrin oportunitas perseroan adalah jangan sampai pihak direksi atau pejabat
lainya dalam perusahaan mangambil keuntungan atau manfaat pribadi dari bisnis perseroan atau bisnis yang seharusnya menjadi hak perseroan.
D. Pengaturan RUPS dalam UUPT
1. Hakikat dan Wewenang