42 d.
Hak untuk berpartisipasi, yaitu hak – hak dalam KHA yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempegaruhi anak.
2.1.4 Kesejahteraan Anak
Anak merupakan individu yang belum dapat berdiri secara mandiri untuk memenuhi kebutuhannya. Anak juga belum memahami hak – hak mereka sebagai
individu. Untuk itu perlu adanya keterlibatan lembaga untuk memenuhi kebutuhan anak, seperti keluarga, masyarakat, maupun pemerintah setempat.
Keluarga merupakan lembaga terdekat yang menjadi tempat anak untuk pertama kalinya berinteraksi sebagai suatu kesatuan dari sistem sosial. Keluarga juga
merupakan tempat anak mendapatkan pendidikan dan pengasuhan, serta mendapatkan kasih sayang. Bahkan karakteristik anak banyak diperngaruhi oleh pola asuh dalam
keluarga. Untuk mencapai taraf kesejahteraan anak, perlu di adakan adanya usaha –
usaha untuk menjamin pemenuhan hak anak. Adapun penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial anak adalah suatu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat, dalam bentuk pelayanan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial khususnya bidang anak.
Defenisi kesejahteraan Sosial menurut Undang – Undang nomor 11 tahun 2009 adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar, baik jasmani rohani maupun sosial. Dasar dari Undang – Undang ini mengacu kepada pasal 34 UUD 1945, yang menyatakan fakir
miskin dan anak terlantar dipeihara oleh negara. Apabila ketentuan pasal 34 UUD 1945 ini diberlakukan secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak pasti
akan terjamin.
43
2.1.5 Nilai – Nilai Anak
Banyak masyarakat yang meyakini bahwa setiap anak mempunyai nilai kehidupan yang sangat penting. Selain penerus keturunan, anak juga sering dianggap
sebagai investasi masa depan. Bahkan tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan desa, anak dianggap mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi karena bisa menjadi
tenaga kerja gratisan yang dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk melakukan pekerjaan mereka, seperti menggarap sawah, melakukan pekerjaan rumah tangga dan
yang lainnya. Berikut adalah nilai – nilai anak yang sering kita jumpai di dalam kehidupan
masyarakat yaitu: a.
Nilai - nilai Ekonomis Banyak masyarakat tradisional yang meyakini bahwa anak memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Orang tua melahirkan, mendidik, dan membina anak agar kelak di kemudian hari mereka tumbuh kembang menjadi orang dewasa yang dapat
membalas budi dengan cara member uang kepada orangtuanya. Pandangan nilai – nilai ekonomis erat kaitannya dengan pola pikir yang bersifat materialistis. Bila anak – anak
sudah menjadi besar dan dewasa maka mereka dapat bekerja dan menghasilkan pendapatan finansial yang memadai. Banyak orang tua yang berharap dari anak –
anaknya supaya dapat menjadi orang yang sukses secara materi Dariyo, 2007: 83. Namun pandangan nilai anak secara ekonomis pada saat menunggu anak
dewasa, hanya terdapat pada masyarakat yang berdomisili di kota. Orang tua mengaggap anak sebagai investasi masa depan. Pandangan ini sangat berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di desa yang telah memanfaatkan anak sebagai pekerja. Baik itu untuk membantu pekerjaan rumah tangga, ataupun menggarap ladang. Mereka
dipekerjakan untuk membantu meringankan pekerjaan rumah dan tidak jarang pula
44 menambah penghasilan keluarga. Anak yang bekerja untuk menambah penghasilan
keluarga umumnya bekerja di tanah garapan petani dan mereka diupah sesuai dengan besaran jasa yang mereka berikan.
b. Nilai – nilai Psikososio-antropologis
Melahirkan dan memiliki anak merupakan sebuah prestasi reproduksi bagi pasangan suami istri. Mereka merasa bangga dan percaya diri bahwa mereka dapat
menjalankan fungsi reproduksi sampai melahirkan anak kandungnya sendiri, sehingga tidak perlu mengadopsi anak lain. Perasaan bangga ini akan ditindak lanjuti dengan
pemberian kasih sayang dan perhatian penuh sebagai orang tua kepada anak – anaknya. Anak – anak pun memperoleh lingkungan keluarga yang hangat, penuh
perhatian dan kasih sayang secara maksimal Dariyo, 2007: 84. c.
Nilai – nilai Spiritual Orang tua yang berpandangan puritanisme mempercayai bahwa anak
merupakan anugerah dari Tuhan. Orangtua yang memperoleh anak berarti mereka memperoleh karunia Tuhan untuk melahirkan, memelihara, mendidik, dan membina
anak agar menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab di masa depan. Banyak pasangan suami istri yang tidak dikaruniai anak oleh Tuhan sehingga sampai menjadi
tua mereka tetap berdua tanpa kehadiran anak kandung. Dengan demikian, anak mempunyai nilai – nilai spiritual yaitu nilai yang berhubungan erat dengan kekuasaan
Tuhan Dariyo, 2007: 85. d.
Nilai – nilai Bio-Fisiologis Tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan. Kehadiran anak dalam
keluarga merupakan tanda kesuburan bagi pasangan suami istri. Mereka merasa tidak sia – sia menjalani kehidupan berumah tangga karena mereka merasa berhasil yaitu
dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang suami dan juga fungsi sebagai seorang
45 istri. Hubungan seksual bukan hanya memberi kepuasaan libido fisiologis, akan tetapi
juga sebagai fungsi reproduktif. Oleh karena itu, anak mengandung nilai yang sangat tinggi dalam kaitannya dengan nilai – nilai bio-fisiologis.
2.2 Keluarga 2.2.1 Pengertian Keluarga