Peranan Lembaga Adat Pakpak Dairi Sulang Silima Marga Angkat Dalam Pemilihan Kepala Desa Belang Malum Tahun 2011

(1)

PERANAN LEMBAGA ADAT PAKPAK DAIRI SULANG SILIMA MARGA ANGKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA BELANG MALUM TAHUN 2011

Disusun oleh:

Andre Jose Arvin Sijabat 100906056

Dosen Pembimbing: Husnul Isa Harahap S. Sos, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ANDRE JOSE ARVIN SIJABAT (100906056)

PERANAN LEMBAGA ADAT PAKPAK DAIRI SULANG SILIMA MARGA ANGKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA BELANG MALUM TAHUN 2011.

Rincian isi Skripsi v, 92 halaman, 13 tabel, 23 buku, 1 situs internet, serta 6 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 1940-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang peranan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011. Sulang Silima Marga Angkat merupakan pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Desa Belang Malum. Pada pemilihan kepala desa, Sulang Silima Marga Angkat berperan dalam 4 (empat) hal yaitu, dalam penentuan calon kepala desa, dalam kampanye calon kepala desa, dalam memengaruhi pilihan masyarakat, dan dalam mobilisasi pemilih.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori kekuasaan dan pengaruh. Untuk menjelaskan karakteristik lembaga adat yang berperan dalam pemilihan kepala desa digunakan teori budaya politik, dan untuk menjelaskan fenomena dalam pemilihan kepala desa digunakan teori partisipasi politik. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode penelitian kualitatif, penelitian ini mengandalkan data-data dan hasil analisis dari wawancara dan relevansinya dengan teori yang digunakan.

Lembaga adat Sulang Silima Marga Angkat sebagai pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Desa Belang malum memiliki kepentingan terhadap pemilihan kepala desa Belang Malum. Kepala Desa Belang Malum harus bisa mematuhi aturan hukum adat yang dianut lembaga adat tersebut agar warisan budaya dari leluhur mereka dapat dijaga dan dilestarikan. Fenomena keterlibatan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan kepala desa selalu terjadi dalam setiap pemilihan kepala desa di Desa Belang Malum.


(3)

UNVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

ANDRE JOSE ARVIN SIJABAT (100906056)

THE ROLE OF TRADITIONAL INSTITUTIONS SULANG SILIMA MARGA ANGKAT IN VILLAGE ELECTIONS BELANG MALUM IN 2011

Content: v, 92 pages, 13 tables, 23 books, 1 websites, and 6 interviews. (Publication from 1940-2012)

ABSTRACT

This research tries to describe the facts about the role of traditional institutions Sulang Silima Marga Angkat in village elections Belang Malum in 2011. Sulang Silima Marga Angkat is indigenous stakeholders and rights holders worth in the Belang Malum village. Sulang Silima Marga Angkat have 4 plays a role in terms of village elections namely, determination of the village head candidate, campaign of the village head candidate, influence people’s choice, and voter mobilization.

Theories used to explain the problem is power theory. Political culture theories used to describe the character of traditional institution. Political participation theories used to explain the village elections. By used case study design and qualitative research methods, this study relied on data and analysis of the interview results and its relevance to the theory used.

Traditional institutions Sulang Silima Marga Angkat as indigenous stakeholders and rights holders worth in the Belang Malum village, have an interest in village elections. The village head of Belang Malum must be able to adhere to the customary law of the traditional institutions that adopted the cultural heritage of their ancestors can be maintained and preserved. Phenomenon of Sulang Silima Marga Angkat involvement in village elections always happen in every village election Belang Malum.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas rahmat dan penyertaan-Nya dari awal penelitian sampai penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Peranan Lembaga Adat Pakpak Dairi dalam Pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011”. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu social dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini mencoba menguraikan fakta-fakta mengenai peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011. Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Karena penulis menyadari dengan keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian ini kurang memuaskan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda tercinta dan Ayahanda tercinta yang selalu mendoakan saya dalam pengerjaan skripsi ini, doa beliau sungguh menjadi motivasi bagi saya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Kepada abang dan adik-adikku yang juga selalu mendukung saya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si Selaku Sekertaris Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Husnul Isa Harahap S.Sos, M. Si selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan berupa masukan dan kritik yang membangun.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kawan-kawan organisasi IMADA dan kawan seperjuangan Bozzour’s Famz yang telah memberi dukungan dan menjadi teman diskusi selama pengerjaan skripsi ini.

Medan, 20 Oktober 2014


(5)

DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Kerangka Teori ... 9

1.6.1 Kekuasaan ... 10

1.6.2 Budaya Politik ... 14

1.6.3 Partisipasi Politik ... 19

1.7 Metodologi Penelitian ... 24

1.7.1 Jenis Penelitian... 24

1.7.2 Lokasi Penelitian ... 25

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.7.4 Teknik Analisa Data ... 26

1.8 Sistematika Penulisan ... 27

BAB II. Profil Desa Belang Malum dan Sulang Silima Marga Angkat 2.1 Gambaran Umum Desa Belang Malum ... 29

2.2 Masyarakat Desa Belang Malum ... 35

2.3 Profil Sulang Silima Marga Angkat ... 44

2.4 Profil Pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun2011 ... 52

BAB III. Peranan Sulang Silima Marga Angkat Dalam Pemilihan Kepala Desa Belang Malum Tahun 2011 3.1 Sulang Silima Marga Angkat Berperan dalam Penentuan Calon Kepala Desa ... 64

3.2 Sulang Silima Marga Angkat Berperan dalam Kampanye Calon Kepala Desa ... 71

3.3 Sulang Silima Marga Angkat Berperan dalam Memengaruhi Pilihan Masyarakat Desa ... 77

3.4 Sulang Silima Marga Angkat Berperan dalam Mobilisasi Pemilih ... 82

BAB IV. Penutup 4.1 Kesimpulan ... 86

4.2 Saran ... 90


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Batas Wilayah Desa Belang Malum ... 30

Tabel 2.2 Luas Wilayah Desa Belang Malum Menurut Penggunaannya ... 31

Tabel 2.3 Jenis Populasi Ternak di Desa Belang Malum ... 33

Tabel 2.4 Sumber Air Bersih di Desa Belang Malum ... 35

Tabel 2.5 Agama Masyarakat Desa Belang Malum ... 37

Tabel 2.6 Komposisi Masyarakat Desa Belang Malum Berdasarkan Suku ... 39

Tabel 2.7 Struktur Pemerintahan Desa Belang Malum ... 41

Tabel 2.8 Badan Permusyawaratan Desa Belang Malum ... 44

Tabel 2.9 Struktur Pengurus Sulang Silima Marga Angkat ... 49

Tabel 2.10 Struktur Penasihat Sulang Silima Marga Angkat ... 50

Tabel 2.11 Panitia Pemilihan Kepala Desa ... 55

Tabel 2.12 Daftar Pemilih Tetap Desa Belang Malum ... 58


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ANDRE JOSE ARVIN SIJABAT (100906056)

PERANAN LEMBAGA ADAT PAKPAK DAIRI SULANG SILIMA MARGA ANGKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA BELANG MALUM TAHUN 2011.

Rincian isi Skripsi v, 92 halaman, 13 tabel, 23 buku, 1 situs internet, serta 6 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 1940-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang peranan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011. Sulang Silima Marga Angkat merupakan pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Desa Belang Malum. Pada pemilihan kepala desa, Sulang Silima Marga Angkat berperan dalam 4 (empat) hal yaitu, dalam penentuan calon kepala desa, dalam kampanye calon kepala desa, dalam memengaruhi pilihan masyarakat, dan dalam mobilisasi pemilih.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori kekuasaan dan pengaruh. Untuk menjelaskan karakteristik lembaga adat yang berperan dalam pemilihan kepala desa digunakan teori budaya politik, dan untuk menjelaskan fenomena dalam pemilihan kepala desa digunakan teori partisipasi politik. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode penelitian kualitatif, penelitian ini mengandalkan data-data dan hasil analisis dari wawancara dan relevansinya dengan teori yang digunakan.

Lembaga adat Sulang Silima Marga Angkat sebagai pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Desa Belang malum memiliki kepentingan terhadap pemilihan kepala desa Belang Malum. Kepala Desa Belang Malum harus bisa mematuhi aturan hukum adat yang dianut lembaga adat tersebut agar warisan budaya dari leluhur mereka dapat dijaga dan dilestarikan. Fenomena keterlibatan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan kepala desa selalu terjadi dalam setiap pemilihan kepala desa di Desa Belang Malum.


(8)

UNVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

ANDRE JOSE ARVIN SIJABAT (100906056)

THE ROLE OF TRADITIONAL INSTITUTIONS SULANG SILIMA MARGA ANGKAT IN VILLAGE ELECTIONS BELANG MALUM IN 2011

Content: v, 92 pages, 13 tables, 23 books, 1 websites, and 6 interviews. (Publication from 1940-2012)

ABSTRACT

This research tries to describe the facts about the role of traditional institutions Sulang Silima Marga Angkat in village elections Belang Malum in 2011. Sulang Silima Marga Angkat is indigenous stakeholders and rights holders worth in the Belang Malum village. Sulang Silima Marga Angkat have 4 plays a role in terms of village elections namely, determination of the village head candidate, campaign of the village head candidate, influence people’s choice, and voter mobilization.

Theories used to explain the problem is power theory. Political culture theories used to describe the character of traditional institution. Political participation theories used to explain the village elections. By used case study design and qualitative research methods, this study relied on data and analysis of the interview results and its relevance to the theory used.

Traditional institutions Sulang Silima Marga Angkat as indigenous stakeholders and rights holders worth in the Belang Malum village, have an interest in village elections. The village head of Belang Malum must be able to adhere to the customary law of the traditional institutions that adopted the cultural heritage of their ancestors can be maintained and preserved. Phenomenon of Sulang Silima Marga Angkat involvement in village elections always happen in every village election Belang Malum.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 18, ayat 1 dikatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah –daerah provinsi, dari daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Dari pengertian Undang-undang tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa desa merupakan bagian dari pemerintahan daerah.

Peraturan perundang-undangan terakhir yang mengatur mengenai desa adalah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desa memang tidak diatur dalam suatu undang-undang tersendiri, karena sesuai amanat UUD 1945 secara eksplisit tidak disebutkan kedudukan pemerintahan desa dalam susunan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian, perlu dicermati bahwa dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tersebut membawa konsekuensi desa menjadi terdesentralisasi dan memiliki hak otonom berdasarkan asal-usul dan adat istiadat untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan bertanggungjawab terhadap Bupati atau Walikota.1

Secara historis desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negara – bangsa ini terbentuk, entitas sosial sejenis desa atau masyarakat adat dan lain sebagainya, telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi sangat penting. Mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat

1


(10)

istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat, serta relatif mandiri dari campur tangan entitas kekuasaan dari luar2

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

.

3

Pemerintahan desa, dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa, pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada 2 institusi yang mengendalikannya, yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

.Penyelenggaraan pemerintahan desa harus sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 202 tentang pemerintahan daerah.

Dijelaskan juga dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, bahwa yang dimaksud dengan Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Kepala Desa adalah seorang tokoh di desa yang memenuhi berbagai persyaratan dan berhasil memenangkan Pemilihan 2

Purwo Santoso. 2003. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 36

3

Widjaja HAW. 2001. Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Suatu Telaah Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press. Hal.65


(11)

Kepala Desa. Kepala Desa dipilih oleh rakyat desa yang telah memiliki hak memilih dan dipilih secara langsung. Syarat dan tata cara pemilihannya diatur dalam peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 pasal 51 ayat 1 Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan keputusan Bupati/Walikota.

Pemilihan kepala desa merupakan pesta rakyat, dimana pemilihan kepala desa dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan orang-orang yang dapat melindungi kepentingan masyarakat desa.4 Masyarakat desa memiliki kesempatan untuk memilih secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin di desanya. Pemilihan Kepala Desa tidak lepas dari partisipasi politik masyarakat desa. Partisipasi politik pada hakikatnya sebagai ukuran untuk mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus langkah-langkahnya) ke dalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan tingkat rujukan yang dimiliki baik secara pribadi maupun secara kelompok (individual reference, social references) yang berwujud dalam aktivitas sikap dan perilaku5

Pemilihan Kepala Desa pada umumnya mendapat campur tangan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Demikian halnya dengan pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi yang berlangsung pada bulan April tahun 2011. Salah satu pihak yang berperan dalam pemilihan kepala desa di Desa Belang Malum adalah Lembaga Adat Pakpak Dairi, dalam hal ini Sulang Silima Marga Angkat.

.

Lembaga adat dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi adat yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum adat guna tercapainya

4

Duta Sosialismanto. 2001. Hegemoni Negara. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Hal. 191

5


(12)

kebutuhan-kebutuhan dasar. Atau dalam pengertian lain lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat6

Sulang Silima Marga Angkat adalah salah satu dari tiga Lembaga Adat Pakpak yang ada di Kecamatan Sidikalang bersama Sulang Silima Marga Ujung, dan Sulang Silima Marga Bintang. Ketiga lembaga adat tersebut merupakan pemegang hak ulayat di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum merupakan daerah kekuasaan Marga Angkat. Desa Belang Malum menjadi tempat berdirinya Tugu Sulang Silima Marga Angkat dan merupakan tempat sekretariat Sulang Silima Marga Angkat. Sebagian besar masyarakat di Desa Belang Malum diluar Marga Angkat hanya berhak memakai dan mengolah tanah dan tanah tersebut sewaktu-waktu bisa dicabut hak pakainya oleh Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat.

.

Sulang Silima Marga Angkat sebagai pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Desa Belang Malum menjadi modal yang kuat untuk memainkan peran dalam proses pemilihan Kepala Desa Belang Malum. Pada Pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011 terdapat ada dua calon Kepala Desa yakni Sahat Hutauruk dan St. Elom Simanungkalit. Sehat Hutauruk merupakan Kepala desa Belang Malum periode 2006-2011 yang mencalonkan diri kembali menjadi kepala desa untuk yang kedua kalinya. St. Esrom Simanungkalit merupakan Sekertaris Desa Belang Malum periode 2006-2011. St. Esrom Simanungkalit merupakan calon kepala desa yang didukung oleh Sulang Silima Marga Angkat.

Sulang Silima Marga Angkat menilai bahwa Sehat Hutauruk sebagai kepala desa di Desa Belang Malum periode 2006-2011 banyak melakukan peyimpangan yang melanggar 6


(13)

aturan Hukum Adat Pakpak. Penyelenggaraan pemerintahan desa oleh Sehat Hutauruk selama menjabat sebagai kepala desa dinilai jauh dari apa yang dijanjikannya ketika akan dipilih tahun 2006. Sulang Silima Marga Angkat tidak ingin kalau Sehat Hutauruk kembali menjabat sebagai Kepala Desa Belang Malum. Untuk mencegah Sehat hutauruk terpilih kembali maka Sulang Silima Marga Angkat memainkan peran dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam proses pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Dengan demikian penulis memberi judul penelitian ini dengan

Peranan Lembaga Adat Pakpak Dairi Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Pemilihan kepala desa pada umumnya mendapat campur tangan dari beberapa pihak yang memiliki kepentingan. Demikian halnya dengan pemilihan Kepala Desa Belang Malum.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, ada aktivitas politik yang dilakukan Sulang Silima Marga Angkat selaku lembaga adat yang memiliki kuasa atas hak milik tanah ulayat di Desa Belang Malum dalam pemilihan kepala desa tahun 2011. Aktivitas yang dilakukan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan kepala desa berdampak pada hasil dari pemilihan kepala desa tersebut, dimana pemenang pemilihan merupakan calon yang sesuai dengan harapan lembaga adat tersebut.

Maka berdasarkan pemaparan diatas, yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Bagaimana peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011?


(14)

Adapun yang menjadi alasan penulis untuk meneliti peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011 adalah:

1. Sulang Silima Marga Angkat selalu mendapat perhatian khusus dari setiap calon kepala desa di Desa Belang Malum.

2. Peranan Sulang Silima Marga Angkat berdampak pada hasil pemilihan Kepala Desa Belang Malum.

3. Sulang Silima Marga Angkat selalu berperan dalam setiap pemilihan Kepala Desa Belang Malum.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian terfokus pada permasalahan, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalahnya. Adapun batasan masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Sulang Silima Marga Angkat merupakan salah satu dari tiga Lembaga Adat Pakpak yang ada di Kecamatan Sidikalang bersama Sulang Silima Marga Ujung, dan Sulang Silima Marga Bintang. Sulang Silima Marga Angkat merupakan pemegang kuasa atas hak milik tanah ulayat yang ada di Desa Belang Malum. 2. Pemilihan kepala desa merupakan pesta rakyat, dimana pemilihan kepala desa

dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan orang-orang yang dapat melindungi kepentingan masyarakat desa7

7

Duta Sosialismanto. 2001. Hegemoni Negara. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Hal. 191

. Kepala Desa dipilih oleh rakyat desa yang telah memiliki hak memilih dan dipilih secara langsung. Syarat dan tata cara pemilihannya diatur dalam peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 pasal 51 ayat 1 Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal


(15)

penerbitan keputusan Bupati/Walikota. Penelitian ini terbatas pada pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Mendeskripsikan profil Desa Belang Malum dan Sulang Silima Marga Angkat. 2. Mendeskripsikan peran Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala

Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat akademik

Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya analisis teori di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya dalam studi politik lokal.

2. Manfaat keilmuan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang lain untuk memahami politik di tingkat desa.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan yang berguna bagi pengambil kebijakan khususnya tentang desa.


(16)

1.6 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir umtuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih8. Hal ini menjadi penting karena disamping sebagai landasan berfikir, kerangka teori akan digunakan sebagai pisau analisis dalam mengkaji masalah yang telah dipaparkan diatas. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, dan defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar kosep9. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori kekuasaan, teori budaya politik, dan teori partisipasi poitik

1.6.1 Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku10

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.

. Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep kepemimpinan. Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk mempengaruhi pengikutnya.

Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini 8

Hadari Nawawi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 40

9

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi. 1955. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Hal. 37

10


(17)

berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi lain.

Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara formal administrartif ada 6 sebagai berikut :

1. Kekuasaan balas jasa (reward power) yaitu kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif (uang perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah ataub persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan11

2. Kekuasaan paksaan ( coercive power ) berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjadi suatu motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan

.

12

3. Kekuasaan legitimasi (legitimate power ), yaitu kekuasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa seorang pimpinan mempunyai hak sah untuk mempengaruhi bawahannya. Sementara itu pada sisi lain seorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena

.

11

Samsul Wahidin. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka pelajar. Hal 3

12


(18)

kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan13

4. Kekuasaan pengendalian atas informasi, kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimiliki

.

14

5. Kekuasaan panutan (referent power ), kekuasaan ini muncul di dasarkan atas pemahaman secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin tersebut sebagai panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya

.

15

6. Kekuasaan keahlian (expert power), kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Sang pemimpin bisa merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin.

.

16

Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Cakupan kekuasaan menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang

13

Ibid. Hal. 4

14

Ibid. Hal. 4

15

Ibid. Hal. 5

16


(19)

menjadi objek dari kekuasaan. Istilah wilayah kekuasaan menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena kekuasaan.

Dalam suatu hubungan kekuasaan (power relationship) selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain. jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau simetris. Ketidakseimbangan ini sering menimbulkan ketergantungan (dependency); dan lebih timpang hubungan ini, lebih besar pula sifat ketergantungannya. Hal ini oleh generasi pemikir dekade 20-an sering disebut sebagai dominasi, hegemoni, atau penundukan17

Konsep yang selau dibahas bersama dengan kekuasaan adalah pengaruh. Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa kekuasaan dapat mengadakan sanksi dan pengaruh. Namun dalam forum diskusi ilmiah sering dipertanyakan apakah kekuasaan dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda, dan apakah satu diantaranya merupakan konsep pokok, dan yang lainnya bentuk khususnya.

.

Pengaruh biasanya tidak merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perilaku seseorang, dan sering bersaing dengan faktor lain. Bagi pelaku yang dipengaruhi masih terbuka alternatif lain untuk bertindak. Akan tetapi, sekalipun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan dengan kekuasaan, ia kadang-kadang mengandung unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering kali cukup berhasil18.

1.6.2 Budaya Politik

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Budaya politik terdiri dari

17

Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 62-63

18


(20)

serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatar belakangi situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi.

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.19

Kebudayaan politik suatu bangsa adalah merupakan distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Orientasi itu mengacu pada aspek-aspek dan obyek yang dibakukan serta hubungan antar keduanya, termasuk:20

1. Orientasi Kognitif : pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input, dan outputnya.

2. Orientasi afektif : perasaan terhadap sistem politik; peranannya, para aktor dan penampilannya.

3. Orientasi evaluatif : keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.

Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik terdiri atas 2 jenis yaitu budaya politik yang memiliki sikap mental absolut dan budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif.

a. Budaya politik yang memiliki sikap mental absolut adalah budaya politik yang memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir

19

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. 1990. Budaya Politik. Penerjemah: Sahat Simamora. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 14

20


(21)

demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.21

b. Budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif adalah budaya politik dengan struktur mental yang terbuka dan bersedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.22

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai sesuatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya dan harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Sedangkan, tipe akomodatif dari budaya politik melihat bahwa perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.

Berdasarkan orientasi politiknya, budaya politik juga memiliki jenis. Dalam realitas yang ditemukan, budaya politik memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik kedalam 3 jenis yaitu budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan.

21

Ibid. Hal. 18

22


(22)

Kebudayaan politik parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas acapkali pelaku politik sering memainkan peranannya seiring dengan deferensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. Yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan dan kekuasaan politik dalam masyarakat23

Kebudayaan politik kaula (subyak political culture) merupakan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang relatif baik untuk unsur pengetahuan umum mengenai sistem politik dan output politik tetapi rendah dalam pengetahuan mengenai input sistem politik serta partisipasi politik yang pasif. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan

.

24

Kebudayaan politik partisipan, yaitu masyarakat dengan pengetahuan dan pemahaman yang tinggi mengenai semua unsur di atas dan memiliki tingkat partisipasi politik yang aktif. Masyarakat dakam tipe budaya ini memiliki sikap yang kritis untuk memberi penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan

.

25

Mengenai kebudayaan politik dan konstektualitas fungsi analisanya Almond dan Verba menyatakan bahwa hubungan antara sikap-sikap dan motivasi individu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang membentuk sistem-sistem politik dan karakter politik serta penampilan sistem politik dapat dilacak secara sistematis melalui konsep budaya politik. Dengan kata lain budaya politik adalah rantai penghubung antara mikro dan makro politik.

.

23

Ibid. Hal. 20

24

Ibid. Hal. 21

25


(23)

Pendekatan budaya politik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan politik dalam lingkup komunitas tertentu.

1.6.3 Partisipasi Politik

Pelaksanaan partisipasi dari warga negara/masyarakat dalam salah satu contoh keputusan yang dibuat oleh pemerintah yakni pemilihan umum di tingkat pusat dan di tingkat desa disebut pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada partisipasi politik dari masyarakat desa. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara baik secara langsung atau tidak langsung dan mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, mengadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya.26

Defenisi partisipasi politik menurut Inu Kencana Syafii dalam bukunya yang berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia, yaitu partisipasi politik adalah kegiatan warga negara sipil yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah27

26

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasr Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 368

. Menurut Soemarsono dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik, partisipasi politik pada hakikatnya sebagai ukuran untuk mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus langkah-langkahnya) kedalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan tingkat

27


(24)

rujukan baik secara pribadi maupun secara kelompok (individual reference, social references) yang berwujud dalam aktivitas sikap dan perilaku28

Sementara menurut Rafael Raga Maran dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosisologi Politik bahwa partisipasi politik sebagai usaha yang terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara. Dalam hal ini, partisipasi politik berbeda dengan mobilisasi politik, yaitu usaha pengerahan massa oleh golongan elite politik untuk mendukung kepentingan-kepentingannya

.

29

Sedangkan menurut Mochtar Mas’oed dan Colin Mac Andrew dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Sistem Politik, paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik ini antara lain:

.

1. Modernisasi, komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media komunikasi massa. Ketika penduduk kota baru yang buruh, pedagang mempengaruhi nasib mereka sendiri, mereka makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik30

2. Perubahan-perubahan Struktur Kelas Sosial, begitu bentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama prosesindustrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik

.

31 3. Pengaruh kaum Intelektual dan Komunikasi massa modern; kaum intelektual, sarjana,

filsuf, pengarang dan wartawan sering mengemukakan ide-ide seperti egalitarisme dan .

28

Soemarsono. Op. Cit.

29

Rafael Raga Maran. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 147

30

Masoed Mochtar dan Colin Mac Andrews, 1997. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 42

31


(25)

nasioalisame kepeda masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik32

4. Konflik di antara Kelompok-Kelompok pemimpin politik; kalau timbul kompetisi memperebutkan kekuasaan, strategi yang biasa digunakan oleh kelompok-kelompok yang saling berhadapan adalah mencari dukungan rakyat

.

33

5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial ekonomi dan kebudayaan; perluasan kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang kebijaksanaan baru biasanya berarti bahwa konsekuensi tindakan-tindakan pemerintahan menjadi semakin menyusup ke segala segi kehidupan sehari-hari rakyat. Tanpa hak-hak sah atas partisipasi politik, individu-individu betul-betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh tindakantindakan pemerintah yang mungkin dapat ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik

.

34

Para ahli sosiologi politik telah merumuskan berbagai macam tipologi partisipasi politik. Huntington dan Nelson (1994: 16-17) menemukan bentuk-bentuk partisipasi politik yang meliputi:

.

1. Kegiatan pemilihan, mencakup suara, juga sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan memengaruhi hasil proses pemilihan35

2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah dan pemimpin politik dengan maksud memengaruhi keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Seperti, kegiatan yang

.

32

Ibid. Hal. 43

33

Ibid. Hal. 44

34

Ibid. Hal. 45

35


(26)

ditujukan untuk menimbulkan dukungan bagi atau oposisi terhadap suatu usul legislatif atau keputusan administratif tertentu36

3. Kegiatan orientasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organiosasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah memengaruhhi pengambilan keputusan pemerintah

.

37

4. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat pemerintah yang biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang

.

38

5. Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan suatu bentuk partisipasi politik, dan untuk analisia ada manfaatnya untuk mendefenisikannya sebagai satu kategori tersendiri; artinya sebagai upaya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang atau harta benda

.

39

Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya akan diperhatikan. Masyarakat sedikit banyak dapat memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, kegiatan mereka mempunyai efek politik.

.

40

Dalam masyarakat primitif, dimana politik cenderung erat terintegrasi dengan masyarakat pada umumnya, partisipasi condong tinggi dan mungkin sulit untuk 36

Ibid. Hal. 188

37

Prof. Dr. Damsar. Op. Cit.

38

Ibid. Hal. 189

39

Prof. Dr. Damsar. Op. Cit.

40


(27)

membedakannya dari kegiatan yang lain. Akan tetapi, dalam masyarakat berkembang, karena adanya kombinasi dari institusi dan pengaruh modern dan tradisional, partisipasi mungkin dibatasi oleh faktor-faktor seperti tingkatan melek huruf dan masalah umum dari komunikasi.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi41.

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Moh. Nasir dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Sosial mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran / lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifatserta hubungan antara fenomena yang diselidiki42

Pengertian lain dari penelitian kualitatif deskriptif menurut Soehartono adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau tentang suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih

.

43

41

Prof. Dr. Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Hal. 1

. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

42

Moh Nazir. 1999. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 63

43


(28)

memberikan gambaran mengenai peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan Desa Belang Malum desa selalu mendapat campur tangan dari Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat ketika mengadakan pemilihan kepala desa. Desa Belang Malum merupakan salah satu desa tertua yang menjadi wilayah kekuasaan Sulang Silima Marga Angkat. Desa Belang Malum juga merupakan desa tempat berdirinya tugu Sulang Silima Marga Angkat sebagai sekretariat Marga Angkat Kabupaten Dairi.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berupa data kualitatif sebagai berikut: 1. Data Primer, yang diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu masyarakat Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan juga pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat Kabupaten Dairi, dimana pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka tergantung pada objek lapangan.

Adapun narasumber yang akan diwawancarai untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

a. Ketua Sulang Silima Marga Angkat se-Indonesia, Abdul Angkat SH. b. Kepala desa terpilih St. Elom Simanungkalit.

c. Calon Kepala desa tahun 2011, Sahat Hutauruk. d. Tokoh masyarakat, Tumbur Simorangkir.


(29)

e. Anggota Sulang Silima Marga Angkat sekaligus panitia pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011, Ucok Angkat.

f. Ketua panitia pemilihan Kepala Desa Belang malum tahun 2011, Bangun Samosir

2. Data Sekunder, yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan masalah penelitian seperti melalui buku, koran dan dokumen.

1.7.4 Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Maka teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, ,menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri dan orang lain44.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan untuk mempermudah isi, maka penelitian ini dibagi ke dalam 4 (empat) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PROFIL DESA BELANG MALUM DAN SULANG SILIMA MARGA ANGKAT

44


(30)

Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum tentang deskriptif lokasi penelitian seperti profil Desa Belang Malum, dan gambaran umum Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat.

BAB III : PERANAN SULANG SILIMA MARGA ANGKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA BELANG MALUM

Bab ini akan memuat hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai peranan lembaga adat Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011.

BAB IV : PENUTUP


(31)

BAB II

PROFIL DESA BELANG MALUM DAN SULANG SILIMA

MARGA ANGKAT

2.1.Gambaran Umum Desa Belang Malum

Desa Belang Malum merupakan salah satu desa dari 11 desa yang berada di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten Dairi setelah Batang Beruh yang saat ini telah menjadi kelurahan dan Desa Kalang Simbara, dimana usianya sudah lebih dari seratus tahun. Desa Belang Malum terletak di bagian barat Kabupaten Dairi dengan luas wilayah adalah 439 ha. Desa Belang Malum terletak di ketinggian 850 s/d 900 m dpl dengan suhu rata-rata harian adalah 270C. Jumlah bulan hujan di Desa Belang Malum adalah 5 bulan.45

Jenis tanah di Desa Belang Malum bervariasi, terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah basah. Tanah sawah di Desa Belang Malum merupakan jenis tanah sawah irigasi teknis. Tanah kering terdiri dari tanah tegal dan tanah ladang. Tanah basah terdiri dari tanah rawa dan tanah situ. Warna tanah di Desa Malum adalah hitam/abu-abu dengan tekstur pasiran/debuan. Tingkat kemiringan tanah adalah 30 sampai dengan 40 derajat. Menurut bentangan wilayahnya, Desa Belang Malum termasuk jenis desa berbukit-bukit dan desa bantaran sungai.46

45

Pemerintah Kabupaten Dairi. 2013. Profil Desa Belang Malum. Hal. 1

46


(32)

Terletak di sebelah barat wilayah Kabupaten Dairi, Desa Belang Malum masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sidikalang yang merupakan ibukota Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum berbatasan langsung dengan 4 desa yang juga masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum mempunyai batas-batas wilayah yang dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut ini.

Tabel 2.1

Batas wilayah Desa Belang Malum

Batas Desa/ Kelurahan Kecamatan

Sebelah Utara Kel. Batang Beruh Sidikalang Sebelah Selatan Kel. Sidiangkat Sidikalang Sebelah Timur Kel. Sidikalang Sidikalang Sebelah Barat Kel. Kuta Gambir Sidikalang Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Jarak Desa Belang Malum ke Ibukota Kecamatan Sidikalang adalah 0,6 Km. Lama jarak tempuh dari Desa Belang Malum ke Ibukota Kecamatan Sidikalang adalah 0,10 jam dengan kendaraan bermotor, dan 0,01 jam dengan berjalan kaki. Desa Belang Malum memiliki fasilitas umum berupa 15 unit kendaraan umum yang bisa dipergunakan ke Ibukota Kecamatan Sidikalang berupa becak bermotor. Jarak Desa Belang Malum ke Ibukota Kabupaten Dairi adalah 0,7 Km. Lama jarak tempuh dari Desa Belang Malum ke Ibukota Kabupaten Dairi adalah 0,1 jam dengan kendaraan bermotor dan 0,01 jam dengan berjalan kaki. Jarak Desa Belang Malum ke Ibukota Provinsi Sumatera Utara


(33)

adalah 200 Km. Lama jarak tempuh dari Desa Belang Malum ke Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah 4 jam dengan kendaraan bermotor.47

Desa Belang Malum terdiri atas 5 jenis wilayah menurut penggunaannya yaitu, pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, dan pekarangan. Wilayah Desa Belang Malum berdasarkan luas wilayah menurut penggunaan dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut ini.

Tabel 2.2.

Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Jenis Wilayah Luas

Pemukiman 35 ha Persawahan 124 ha Perkebunan 272 ha

Kuburan 3 ha

Pekarangan 5 ha

Total luas 439 ha

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Berdasarkan data pada tabel 2.2. diatas maka wilayah yang paling luas di Desa Belang Malum adalah wilayah perkebunan dan wilayah yang paling kecil adalah wilayah kuburan.

Desa Belang Malum merupakan daerah pertanian yang baik untuk tanaman pangan maupun tanaman lainnya. Jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian adalah 300 keluarga, sedangkan yang tidak memiliki lahan pertanian 47


(34)

adalah 148 keluarga. Secara umum masyarakat Desa Belang Malum adalah keluarga petani.48

Jenis komoditas hasil pertanian yang pada umumnya dibudidayakan di Desa Belang Malum adalah tanaman pangan dan buah-buahan. Komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan adalah padi, jagung, cabe, tomat, ubi, dan kacang. Jenis komoditas buah-buahan yang juga dibudidayakan di Desa belang malum adalah jeruk, salak, pisang, dan alpukat. Hasil pertanian tanaman pangan dan buah-buahan dikonsumsi oleh warga dan sebagian dijual. Pemasaran hasil tanaman pangan dan tanaman buah-buahan bisa dilakukan langsung oleh para petani, maupun melalui pengecer. Sebagian hasil tanaman dijual langsung ke konsumen dan sebagian dijual ke pasar.49

Jenis komoditas lain disamping hasil pertanian yang menjadi produksi Desa Belang Malum adalah hasil perkebunan berupa tanaman kopi. Jenis tanaman kopi yang ada di desa belang malum adalah kopi robusta dan kopi arab. Kopi menjadi hasil produksi terbesar di Desa Belang Malum karena kondisi geografisnya cocok untuk perkebunan kopi.

Keadaan geografis Desa Belang Malum juga baik untuk peternakan, hal ini dapat dilihat dari jenis populasi ternak yang ada di Desa Belang Malum. Desa Belang Malum juga memiliki ketersediaan lahan hijauan yang cukup untuk pakan ternak. Beberapa jenis populasi ternak yang dibudidayakan di Desa Belang Malum dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

48

Ibid. Hal. 2 49


(35)

Tabel 2. 3.

Jenis Populasi Ternak di Desa Belang Malum

No Jenis ternak Jumlah Pemilik

(orang)

Perkiraan Jumlah Populasi (ekor)

1 Sapi 1 2

2 Kerbau 3 10

3 Babi 40 120

4 Ayam kampung 100 300

5 Bebek 2 60

6 Anjing 20 40

7 Kucing 10 20

Sumber data: Kantor Kepala Desa Belang Malum

Berdasarkan data pada tabel 2.3 tersebut maka populasi ternak yang paling besar dibudidayakan adalah ternak ayam kampung. Ternak ayam kampung merupakan jenis ternak yang mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan keahlian khusus. Hasil produksi peternakan berupa daging ternak dan telur unggas. Pemasaran hasil produksi ternak dapat dilakukan langsung oleh produsen atau dipasarkan melalui pengecer.

Kondisi geografis Desa Belang Malum juga baik untuk perikanan. Jenis ikan yang dibudidayakan di Desa Belang Malum adalah jenis ikan air tawar. Desa Belang Malum yang dialiri air sungai yang cukup dapat dimanfaatkan untuk produksi ikan air tawar. Jenis dan sarana produksi ikan air tawar yang digunakan adalah kolam, sungai, sawah, dan pancingan. Jenis ikan yang diproduksi adalah


(36)

ikan mas, ikan mujahir dan ikan lele. Perikanan dengan sarana produksi kolam didukung dengan sumber air dari sungai. Sarana produksi kolam dapat digunakan sebagai kolam produksi maupun kolam pancingan. Hasil perikanan tersebut bisa dikonsumsi sendiri oleh pengusahanya dan sebagian dipasarkan. Pemasaran hasil perikanan dilakukan melalui pengecer.50

Desa Belang Malum juga memiliki sumber daya berupa bahan galian. Jenis dan deposit bahan galian yang ada di Desa Belang Malum adalah pasir. Produksi bahan galian dikategorikan dalam skala kecil. Jenis galian pasir yang ada di Desa Belang Malum merupakan jenis pasir sungai. Bahan galian pasir tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Galian pasir yang ada di Desa Belang malum merupakan milik pribadi salah seorang warga desa. Pemasaran hasil galian dilakukan dengan menjual langsung ke konsumen.51

Desa Belang Malum memiliki sumber daya air yang cukup baik. Potensi air dan sumber daya air yang ada di Desa Belang Malum adalah sungai dan mata air. Sungai dan mata air tersebut dikategorikan dengan debit kecil. Sungai yang mengalir melalui wilayah Desa Belang Malum adalah Sungai Lae Simbelen yang merupakan sungai terpanjang di Kecamatan Sidikalang. Sungai tersebut melintasi 5 desa di kecamatan Sidikalang yaitu Desa Sidiangkat, Desa Belang Malum, Huta Gambir, Huta Rakyat, dan Huta Karing.52 Sumber air bersih di Desa Belang Malum dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

50

Ibid. Hal. 4

51

Ibid. Hal. 4

52


(37)

Tabel 2. 4

Sumber Air Bersih Desa Belang Malum

Jenis Jumlah (Unit) Pemanfaat (KK) Kondisi

(Baik/Rusak)

Mata air 2 52 Baik

Sumur Pompa 10 206 Baik

PAM 200 200 Baik

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Berdasarkan data pada tabel 2.4. di atas, sumber air bersih yang paling banyak dimanfaatkan oleh warga Desa Belang malum adalah sumur pompa. Pemanfaatan sumur pompa menjadi pilihan masyarakat karena kedalaman air tanah di Desa Belang Malum tidak terlalu jauh dari permukaan daratan.

2.2 Masyarakat Desa Belang Malum

Desa Belang Malum terdiri dari 5 dusun, dengan jumlah penduduk 2032 jiwa dan 448 kepala keluarga dengan uraian laki-laki berjumlah 956 orang dan perempuan 1076 jiwa. Jumlah kepala keluarga di Desa Belang Malum adalah 456 KK. Kepadatan penduduk di Desa Belang Malum adalah 463 jiwa/Km2 apabila dibandingkan dengan luas wilayah ( 4,39 Km2 ). Semua penduduk Desa Belang Malum merupakan warga negara Indonesia. Masyarakat Desa Belang Malum terdiri dari berbagai suku bangsa dan menganut agama yang berbeda-beda. Masyarakat Desa Belang Malum juga memiliki pemerintah desa yang menyelenggarakan dan menjalankan urusan pemerintahan desa. Pemerintah


(38)

Belang malum juga memiliki mitra yang membantu membuat dan menjalankan peraturan desa yang disebut dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Belang Malum53

Indonesia sebagai negara beragama mengakui lima jenis agama dan satu aliran kepercayaan yang dianut masyarakatnya. Demikian halnya dengan masyarakat Desa Belang Malum yang juga merupakan masyarakat beragama. Agama yang dianut masyarakat di Desa Belang Malum berbeda-beda. Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Belang Malum dapat dilihat seperti pada tabel 2.5 berikut.

.

Tabel 2.5

Agama Masyarakat Desa Belang Malum

AGAMA LAKI-LAKI

(Orang)

PEREMPUAN (Orang)

Islam 45 40

Kristen 886 1006

Katolik 25 30

Jumlah 956 1076

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Dari data pada tabel 2.5 dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Belang Malum mayoritas menganut tiga agama yang diakui di Indonesia. Agama yang dianut masyarakat di Desa Belang Malum adalah Agama Kristen Protestan, Agama Islam, dan Agama Kristen Katholik. Masyarakat Desa Belang Malum 53


(39)

tidak ada yang menganut aliran kepercayaan. Masyarakat desa mayoritas menganut Agama Kristen Protestan. Tingkat kerukunan umat beragama di Desa Belang Malum tergolong baik, hal ini dikarenakan di desa ini belum pernah ditemukan konflik yang bernuansa agama.

Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar diseluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli yang berdiam di daerah itu. Demikian halnya dengan Kabupaten Dairi yang memiliki suku asli yaitu, Suku Pakpak. Suku Pakpak terdiri berbagi marga yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Dairi dan terletak di Kwcamatan Sidikalang memiliki suku asli yakni Suku Pakpak bermarga Angkat. Marga Angkat merupakan suku yang yang pertama kali bertempat tinggal di Desa Belang Malum. Marga Angkat dikenal sebagai suku yang membuka wilayah Belang Malum menjadi tempat pemukiman mereka pada dulunya.54

Beranak cucu di wilayah Belang Malum, Marga Angkat kemudian menjadikan Belang Malum menjadi sebuah desa. Suku-suku lain kemudian memasuki Desa Belang Malum untuk bertempat tinggal disana dan berbaur dengan Suku Pakpak yang sudah lebih dulu tinggal di desa tersebut. Suku-suku yang datang ke Desa Belang Malum antara lain adalah suku yang berasal dari Sumatera Utara seperti Suku Batak Toba, dan suku Batak Karo. Suku yang datang dari luar wilayah Sumatera Utara adalah seperti Suku Aceh, Suku Jawa, dan Suku

54


(40)

Sunda. Sebagian Suku Pakpak lebih memilih untuk meninggalkan wilyah tempat tinggalnya jika sudah dimasuki suku lain. Namun sebagian lain Suku Pakpak memilih untuk bertahan di tempatnya karena tidak ingin wilayah yang dibuka daan dibangunnya jatuh ke tangan suku lain. Hingga sampai saat ini suku yang lebih banyak mendiami Desa Belang Malum adalah Suku Batak Toba.55

Tabel 2.6

Komposisi Masyarakat Desa Belang Malum diuraikan seperti dalam tabel 2.6 berikut.

Komposisi Masyarakat Desa Belang Malum Berdasarkan Suku

Etnis Jumlah

Batak Toba 1543

Batak Pakpak 468

Batak Karo 17

Aceh 1

Jawa 2

Sunda 1

Total 2032

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Dari tabel 2.6 dapat dilihat bahwa mayoritas suku yang ada di Desa Belang Malum adalah Suku Batak Toba. Suku Batak toba menjadi suku pendatang dengan jumlah terbesar ke Desa Belang Malum. Meskipun didiami oleh berbagai suku, hubungan sosial kemasyarakatannya tergolong cukup baik. 55


(41)

Tingkat kerukunan antar suku dikatakan baik karena di Desa Belang Malum ini juga belum pernah ditemukan kasus konflik yang bernuansa suku. Semua suku hidup berdampingan tanpa menimbulkan pergesekan yang memungkinkan lahirnya konflik antar suku.

Masyarakat Desa Belang Malum memiliki pemerintahan desa yang mengatur tatanan hidup bermasyarakat di desa tersebut. Pemerintahan Desa, didalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa, pasal 1 ayat (6) menyebutkan, bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.56

Dijelaskan juga dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, bahwa yang dimaksud dengan Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada 2 institusi yang mengendalikannya, yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

56


(42)

Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, pemerintah desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Maka fungsi pemerintah desa adalah sebagai berikut:57

1. Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa

2. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan 3. Melaksanakan pembinaan perekonomian desa

4. Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong desa masyarakat

5. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat 6. Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan

Susunan Pemerintahan Desa Belang Malum terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan ( Kaur), dan Kepala Dusun. Pemerintahan Desa Belang Malum dapat diuraikan seperti dalam Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7

Pemerintahan Desa Belang Malum PEMERINTAH DESA

Dasar hukum

pembentukan pemerintah Desa

Ada Keputusan Bupati

Dasar hukum pembentukan BPD

Ada Keputusan Bupati

57


(43)

Kepala Desa St. Esrom Simanungkalit Sekretaris Desa Holong Naibaho

Kepala Urusan Pemerintahan

Halib Ujung

Kepala urusan Pembangunan

Thamrin Saragih

Kepala Urusan Keuangan Emma raise Marbun Jumlah Dusun di Desa

Belang Malum

5

Kepala Dusun I Belang Malum

Reguel Tambunan

Kepala Dusun II Tapindohara

Anjas Manik

Kepala Dusun III Kuta Delleng

D. Harianja

Kepala Dusun IV Juma Borno

R. Naipospos

Kepala Dudun V Km 7 Paian Pardede

Tingkat pendidikan Aparat Desa

SD, SMP, SMA, Diploma, S1, Pascasarjana

Kepala Desa SMA


(44)

Kepala urusan Pemerintahan

SMA

Kepala Urusan Pembangunan

SMA

Kepala Urusan Keuangan SMA

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Berdasarkan uraian pada tabel 2.7 diatas dijelaskan bahwa bentuk susunan struktur Pemerintah Desa Belang Malum sesuai dengan susunan pemerintah desa secara umum. Rata-rata tingkat pendidikan aparatur Pemerintah Desa Belang Malum adalah Sekolah Menengah Atas. Kepala desa merupakan pemimpin pemerintahan desa yang dipilih oleh masyarakat desa. Perangkat desa lainnya merupakan penyelenggara pemerintahan desa membantu kepala desa yang dipilih dan diangkat oleh kepala desa sebagi pemimpin pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra pemerintah desa, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 209 disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama dengan kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas peran dan fungsinya tersebut, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005, bahwa Badan Permusyawaratan Desa mempunyai wewenang sebagai berikut:58

1. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa

58


(45)

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa 4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan

6. Menyusun tata tertib Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaran Desa (BPD) merupakan mitra sejajar Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan Pemerintahan dan Pembangunan Desa, kedua lembaga tersebut harus terjalin kerjasama dan koordinasi yang seimbang agar masing-masing lembaga dapat menjalankan tugas dan fungsi secara proporsional.

Berdasarkan jumlah penduduk di Desa Belang Malum maka Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) diangkat sebanyak 7 orang. Uraian nama pengurus Badan Permusyawaratan Desa Belang Malum serta tingkat pendidikannya seperti tertera dalam Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8

Badan Permusyawaratan Desa

Anggota BPD Pendidikan Anggota BPD

Ketua : Elman Situmorang SMA

Sekretaris : Sahata Lumbantobing SMA Anggota, Nama : Juliana Limbong SMA Anggota, Nama : Soadaon Siagian SMA


(46)

Anggota, Nama : Pangihutan Tamba SMA

Anggota, Nama : Sahat Nababan SMA

Anggota, Nama : Jermita Pakpahan SMA Sumber Data : Kantor Kepala Desa Belang Malum

Anggota Badan Permusyawaratan Desa Belang Malum dipilih dengan cara musyawarah untuk mufakat. Calon anggota BPD dipilih dari setiap dusun yang ada di Desa Belang Malum. Masyarakat desa mengusulkan siapa saja yang akan menjadi calon anggota BPD melalui kepala dusun masing-masing. Kemudian calon anggota BPD akan melaksanakan musyawarah bersama dengan Pemerintah Desa Belang Malum di balai desa untuk menentukan anggota Badan Permusyawaratan Desa Belang Malum yang terpilih.

2.3 Profil Sulang Silima Marga Angkat

Lembaga adat dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi adat yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum adat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan dasar. Atau dalam pengertian lain lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat59

59

Lembaga Adat dalam http://www.slideshare.net/lembaga-adat diakses pada 21 April 2014


(47)

Sulang Silima Marga Angkat adalah salah satu dari tiga Lembaga Adat Pakpak yang ada di Kecamatan Sidikalang bersama Sulang Silima Marga Ujung, dan Sulang Silima Marga Bintang. Ketiga lembaga adat tersebut merupakan pemegang hak ulayat di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Desa Belang Malum merupakan daerah kekuasaan Marga Angkat. Desa Belang Malum menjadi tempat berdirinya Tugu Sulang Silima Marga Angkat dan merupakan tempat sekretariat Sulang Silima Marga Angkat. Sebagian besar masyarakat desa diluar Marga Angkat hanya berhak memakai dan mengolah tanah dan tanah tersebut sewaktu-waktu bisa dicabut hak pakainya oleh Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat.

Sesungguhnya Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat telah ada dan berfungsi sebagai tatanan pelaksanaan mekanisme kebudayaan dan penyelenggaraan adat istiadat Pakpak dalam keluarga Marga Angkat, sejak adanya Marga Angkat sejajar dengan keberadaan-keberadaan marga-marga Pakpak Sulang Silima Suak di tanah pakpak dahulu kala. Didorong oleh rasa kewajiban dan tanggung jawab bersama secara turun temurun, maka dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Marga Angkat membenahi Sulang Silima Marga Angkat guna berfungsi dan bermanfaat dalam melestarikan dan mengembangkan Adat Budaya Pakpak, khususnya dalam lingkungan keluarga besar keturunan Marga Angkat.60

60


(48)

Pakpak sebagai salah satu suku dengan berbagai marga menjadi suku asli yang mendiami wilayah Kabupaten Dairi, termasuk Desa Belang Malum memiliki sejarah. Menurut sejarah, Pakpak merupakan nenek moyang dari seluruh Marga Pakpak yang ada. Pakpak dulunya tinggal di daerah yang bernama Negeri Sitelunempu. Pakpak memiliki dua istri dan memiliki keturunan 7 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Istri yang pertama adalah boru Saraan yang melahirkan 3 anak laki-laki yaitu, Ujung, Angkat, Bintang, dan 1 orang anak perempuan yaitu, Nan Tampuk Mas. Istri yang kedua adalah Boru Padang yang melahirkan 4 orang anak laki-laki yaitu Gajadiri, Gajamanik, Sinamo, dan Capah. Keturunan Pakpak dari istri pertama tinggal di satu wilayah yang bernama Sicike-cike. Karena bencana banjir di Sicike-cike maka mereka berangkat bersama keturunannya masing-masing ke daerah yang kemudian menjadi daerah kekuasaan mereka masing-masing.61

Ujung berangkat ke wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Kota Sidikalang. Keturunan dari Marga Ujung menyebar ke beberapa wilayah yaitu, Batangberuh, Siburabura, Pardomuan, Kalang Simbara, Huta Raja, Kalang Jehe, Kalang Baru, dan Rimo Bunga. Keturunan Marga Ujung menjadi kepala kampung dan raja tanah di daerah yang mereka diami. Saat ini, Marga Ujung menjadi pemangku adat serta pemegang hak ulayat di daerah tersebut.62

Angkat berangkat ke wilayah yang dikenal dengan nama Sidiangkat. Keturunan Marga Angkat kemudian menyebar ke beberapa wilayah yaitu Huta

61

M. N. Angkat. 1940. Sejarah Dari Negeri Sitelunempu. Sidikalang. Hal. 5

62


(49)

Padang, Lae Laklak, Tumpak Candi, Belang Malum, Kuta Angkat dan Juma Sangkalan. Keturunan Marga Angkat menjadi kepala kampung dan raja tanah di setiap daerah tersebut. Sampai saat ini, Marga Angkat menjadi pemangku adat dan pemegang hak ulayat di daerah tersebut.63

Bintang berangkat ke wilayah yang dikenal dengan Huta Parmasan. Keturunan Marga Bintang kemudian menyebar ke beberapa wilayah yaitu, Tambun, Barung-Barung, Huta Gerat, Bintang Maria, Pancur, Parsaoran dan Lae Pinang. Mereka menjadi kepala kampung dan raja tanah di setiap daerah tersebut. Saat ini, Marga Bintang juga menjadi pemangku adat dan pemegang hak ulayat di daerah tersebut.64

Suku Pakpak sebagai masyarakat adat mengakui bahwa tidak ada tanah yang tidak bertuan di seluruh nusantara. Demikian halnya dengan tanah di wilayah Kabupaten Dairi. Sebagai suku yang pertama kali mendatangi dan mendiami wilayah Kabupaten Dairi, Suku Pakpak menjadi pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Kabupaten Dairi. Setiap bagian daratan yang dibuka oleh keturunan suku pakpak menajdi wilayah kekuasaan mereka masing-masing.

Sesungguhnya Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat telah ada dan berfungsi sebagai tatanan pelaksanaan mekanisme kebudayaan dan penyelenggaraan adat istiadat Pakpak dalam keluarga Marga Angkat, sejak adanya Marga Angkat sejajar dengan keberadaan-keberadaan marga-marga Pakpak Sulang Silima Suak di tanah pakpak dahulu kala. Setiap rumah tangga

63

Ibid. Hal. 10

64


(50)

suku pakpak memiliki sulang silima. Sulang silima Marga Angkat menjadi suatu organisasi yang resmi setelah dibenahi dan dilestarika oleh keturunan Marga Angkat. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat mulai berlaku dan berjalan sejak tanggal 18 November 1994.65

Keberadaan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat adalah selama masih ada keturunan Marga Angkat dan tidak dapat dibubarkan pihak manapun. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat bertempat di atas tanah Marga Angkat sebagai bagian dari suku, yaitu Terianken Tanohna, Terkataken Katana, Teradatkan Adatna, dan Terpalu Gruk-Grukna. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat beranggotakan seluruh keturunan Marga Angkat dan Berru. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat berazaskan Pancasila, UUD 45 dan berazaskan adat budaya Pakpak.66

Kepengurusan Sulang Silima Marga Angkat terdiri dari penasihat dan juga pengurus harian. Penasihat terdiri dari pengetua-pengetua ,tokoh-tokoh adat dan cendikiawan Marga Angkat yang jumlahnya ditentukan menurut kebutuhan. Pengurus harian terdiri dari, ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara dan seksi-seksi. Pengurus organisasi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat dipilih melalui cara musyawarah untuk mufakat oleh seluruh anggota pleno yang mewakili kuta-kuta. Sulang Silima Marga Angkat sebagai lembaga adat budaya bertugas untuk mengatasi keperluan aktifitas adat Marga Angkat dan menjaga warisan Marga Angkat untuk generasi Marga Angkat. Sulang Silima Marga

65

AD/ART Sulang Silima Marga Angkat. hal. 1

66


(51)

Angkat sebagai lembaga adat budaya juga berusaha untuk meningkatkan keuangan organisasi dengan cara memperoleh dana dari dermawan Marga Angkat dan Berruna serta usaha lainnya yang sah untuk keperluan kegiatan organisasi.67

Kepengurusan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat dipilih dalam musyawarah besar oleh anggota pleno yang mewakili kuta-kuta untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat dilindungi oleh Muspida Kabupaten Dairi, dan Sulang Silima Pakpak seluruh dunia. Pengurus harian Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat bertugas untuk menjalankan serta menyelenggarakan roda organisasi dan tanggung jawab keluar dan kedalam. Susunan struktur badan pengurus harian organisasi Lembaga adat Sulang silima Marga Angkat pada saat ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2.9

Pengurus Sulang Silima Marga Angkat

Jabatan Nama

Ketua Umum Dr. HC. Abdul. Angkat, SH Wakil Ketua Drs. Safrudin Angkat

Abdul Suntuk Angkat, Spd Drs. Aris Angkat Samudin Angkat

Sekertaris Muhamda Angkat

Drs. Elson Angkat Mahadi Kudadiri

Jasriadi Angkat

67


(52)

Bendahara Abdul Sani Angkat Wakil Bendahara Biton Angkat Sumber Data: Surat Keputusan No. 201/LSSMA/V/2007

Sulang Silima Marga Angkat juga memiliki penasihat yang bertugas memberikan petunjuk-petunjuk, saran-saran, serta pertimbangan kepada pengurus harian untuk memajukan organisasi dan bertanggung jawab kepada anggota pleno. Susunan penasihat Sulang Silima Marga Angkat adalah sebagai berikut.

Tabel 2.10

Penasihat Sulang Silima Marga Angkat

Jabatan Nama

Ketua Kasmir Angkat

Wakil Ketua Lamusar Angkat Unco Angkat

TL. Angkat Malum Pagi Angkat Sekertaris Jasman Azis Angkat Sumber Data: Surat Keputusan No. 201/LSSMA/V/2007

Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat adalah lembaga pengayom dan berfungsi sebagai puncak tertinggi Kuasa Kerajaan Adat Budaya Marga Angkat berlaku intern dan ekstern guna kelangsungan hidup dan kesejahteraan keturunan Marga Angkat ditanah leluhurnya sebagai suatu kesatuan yang utuh dari keluarga besar Marga Angkat.


(53)

Tujuan Organisasi Sulang Silima Marga Angkat adalah untuk :

1. Memelihara dan melestarikan adat kebudayaan Marga Angkat baik moril maupun materil dan ikut serta melaksanakan pembangunan.

2. Memelihara serta melindungi hak-hak pusaka, warisan adat dan benda-benda budaya milik pusaka Marga Angkat.68

Untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, Sulang Silima Marga Angkat berusaha mendirikan unit-unit yang bersifat ekonomi, sosial, pertanian, yayasan pendidikan, kesenian dan usaha-usaha lainnya yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Sulang Silima Marga Angkat dan ketentuan pemerintah.

Salah satu warisan dari leluhur Marga Angkat adalah Hukum Adat Tanah. Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Sulang Silima Marga Angkat merupakan pemangku adat serta pemilik ulayat tanah di beberapa wilayah di Kecamatan Sidikalang. Bentuk tanah yang dikuasai adalah sebagai berikut.69

a. Karangan Longolongoon yaitu tanah yang tidak diusahai. b. Tahuma Pergadongen yaitu tanah yang diusahai.

c. Tanah Perpulungan yaitu Embal-embal, Jumpalan, Jalangen. d. Tanah Sembahen yaitu tanah yang memiliki sifat magis (keramat). e. Tanah Pendebaan yaitu tanah yang diperuntukkan bagi perkuburan.

68

AD/ART Sulang Silima Marga Angkat Bab II Pasal 5 dan pasal 6.Hal. 2

69


(54)

f. Tanah Persediaan yaitu tanah cadangan dimana tanah ini tetap hak marga tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.

Menyangkut pergeseran/pengalihan tanah tidak ada dalam hukum adat Pakpak. Tanah yang dipakai pihak lain bila tidak dipakai lagi harus dikembalikan. Permasalahan mengenai pertanahan, penyelesaiannya tergantung pada Sulang Silima.

2.4 Profil Pemilihan Kepala Desa Belang Malum Tahun 2011

Pemilihan kepala desa merupakan pesta rakyat, dimana pemilihan kepala desa dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan orang-orang yang dapat melindungi kepentingan masyarakat desa70

Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 202 ayat 1 dijelaskan bahwa, Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara . Pemilihan kepala desa sepenuhnya menjadi domain masyarakat desa. Kepala Desa dipilih oleh rakyat desa yang telah memiliki hak memilih dan dipilih secara langsung. Dalam undang-undang no. 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa Kepala Desa walaupun dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk, merupakan pejabat publik yang harus bertanggungjawab atas jabatannya kepada masyarakat desa melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Maka kewenangan pemilihan kepala desa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintahan desa dan masyarakat untuk mengaturnya.

70


(1)

Malum dipimpin oleh seorang kepala desa yang terpilih melalui proses pemilihan kepala desa.

Pelaksanaan pemilihan kepala desa Belang Malum dilakukan panitia pemilihan kepala desa yang dibentuk melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Belang Malum dan pertimbangan kehendak masyarakat untuk melaksanakan pemilihan kepala desa. Panitia peemilihan kepala desa Belang Malum terdiri dari 7 (tujuh) orang yang berasal dari anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan tokoh masyarakat desa.

Pemilihan kepala desa pada umumnya mendapat campur tangan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Demikian halnya dengan pemilihan kepala desa Belang Malum yang berlangsung pada hari Senin tanggal 11 april 2011. Salah satu pihak yang berperan dalam pemilihan kepala desa Belang Malum adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat yang merupakan pemangku adat dan pemegang hak ulayat di desa tersebut. Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat.

Sulang Silima Marga Angkat sebagai pemangku adat dan pemegang hak ulayat di desa belang malum memiliki kekuasaan atas masyarakat desa sebagai wilayah kekuasaannya. Sulang Silima Marga Angkat adalah pemegang hak ulayat


(2)

atas tanah di Desa Belang Malum, sedangkan masyarakat desa merupakan pihak yang dipinjamkan tanah oleh lembaga adat tersebut untuk diolah. Hal tersebut menunjukkan hubungan kekuasaan antara Sulang silima Marga Angkat dan masyarakat desa. Sulang Silima Marga Angkat adalah pihak yang kuat dan masyarakat desa adalah pihak yang lebih lemah. Hubungan kekuasaan tersebut mengakibatkan adanya ketergantungan masyarakat terhadap lembaga adat tersebut.

Pada pemilihan kepala desa Belang Malum. Sulang Silima Marga Angkat berperan dalam empat hal yaitu, dalam penentuan calon kepala desa, dalam kampanye calon kepala desa, dalam memengaruhi pilihan masyarakat, dan dalam mobilisasi pemilih. Peranan Sulang Silima Marga Angkat dimulai dari tahapan penentuan calon kepala desa. Salah satu calon yang mendaftar kepada panitia pemilihan kepala desa merupakan Kepala Desa Belang Malum periode 2006-2011 yaitu Sehat Hutauruk. Sulang Silima Marga Angkat tidak menginginkan calon tersebut untuk terpilih kembali. Hal tersebut dikarenakan selama menjabat sebagai kepala desa periode 2006-2011 di Desa Belang Malum, banyak pelanggaran yang dilakukan terhadap Hukum Adat Pakpak.

Sulang Silima Marga Angkat kemudian mengutus satu calon yang didukung untuk menjadi Kepala Desa Belang Malum periode 2011-2016. Calon tersebut adalah St. Esrom Simanungkalit yang merupakan Sekertaris Desa Belang Malum tahun 2011-2016. Sulang Silima Marga Angkat menilai bahwa St. Esrom


(3)

Simanungkalit lebih baik dan lebih menghargai Sulang Silima Marga Angkat dalam memimpin Desa Belang Malum.

Sulang Silima Marga Angkat juga berperan dalam kampanye calon kepala desa yang didukung untuk memastikan kemenangan. Sulang Silima Marga Angkat melakukan sosialisai kepada masyarakat untuk menyampaikan kelebihan dari calon yang didukung dan juga kekurangan dari calon yang menjadi lawannya. Sulang Silima Marga Angkat memanfaatkan kekuasaannya untuk mendapat dukungan dari masyarakat desa. Masyarakat desa yang mayoritas adalah petani pengolah tanah milik Marga Angkat, diajak untuk memilih St. Esrom Simanungkalit. Masyarakat desa mengikuti keinginan lembaga adat tersebut karena tidak ingin hak pakai tanah yang diolah dicabut. Ketergantungan masyarakat kepada lembaga adat menjadi alat yang digunakan Sulang Silima Marga Angkat untuk memengaruhi pilihan masyarakat desa.

Sulang Silima Marga Angkat juga melakukan mobilisasi pemilih pada saat pemungutan suara. Anggota lembaga adat tersebut ditugasi untuk menjemput masyarakat yang memiliki tempat tinggal jauh dari tempat pemungutan suara (TPS). Peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan kepala desa Belang Malum terbukti efektif dari hasil penghitungan suara yang dilakukan setelah pemungutan suara. Hasil pnghitungan suara dari proses pemilihan Kepala Desa Belang Malum adalah kemenangan St. Esrom Simanungkalit atas Sehat Hutauruk dengan selisih 172 suara. St. Esrom Simanungkalit sebagai calon yang didukung


(4)

Sulang Silima Marga Angkat menjadi Kepala Desa Belang Malum terpilih untuk periode 2011-2016.

4.2 Saran

1. Penyelenggaraan pemerintahan desa harus menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat desa seperti nilai adat-istiadat, budaya, musyawarah dan mufakat, dan kekeluargaan agar kerukunan antara pemerintah desa dengan masyarakat desa tetap terjaga.

2. Penyelenggaraan demokrasi di tingkat lokal khususnya desa, harus berpedoman kepada nilai-nilai demokrasi itu sendiri agar tetap menjadi proses pembelajaran bagi masyarakat desa.

3. Kekuasaan yang dimiliki sebuah lembaga adat dalam lingkup daerah sebagai pemangku adat sebaiknya dimanfaatkan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi agar tidak merusak nilai-nilai demokrasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1990. Budaya Politik. Penerjemah: Sahat Simamora. Jakarta: Bumi Aksara.

Angkat, M. N. 1940. Sejarah dari Negeri Sitelunempu. Sidikalang.

Apter, David E. 1977. Pengantar Analisa Politik. Penerjemah: Yasogama. Jakarta: Rajawali

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Chilcote, Ronald H. 2003. Teori Perbandingan Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana

Kavanagh, Dennis. 1982. Kebudayaan Politik. Penerjemah: Lailahanoum Hasyim. Jakarta: Bina Aksara

Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta Mochtar, Masoed dan Colin Mac Andrews. 1997. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rahardjo. 1999. Pengantar sosiologi Pedesaan Dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rush, Michael. 1971. Pengantar Sosiologi Politik. Penerjemah: Dr. Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1955. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

Soemarsono. 2002. Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Solekhan, Moch. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara Sosialismanto, Duta. 2001. Hegemoni Negara. Yogyakarta: Lapera Pustaka

Utama.

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Sunardjo, R. H Unang. 1984. Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung: Tarsito.

Syafii, Inu Kencana. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wahidin, Samsul. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Widjaja, HAW. 2001. Pemerintahan Desa/Marga. Jakarta: Rajawali Press.

Dokumen:

AD/ART Sulang Silima Marga Angkat Surat Keputusan No. 201/LSSMA/V/2007

Undang-Undang:

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 51 ayat 1

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2007 tentang pedoman penyusunan dan pendayagunaan desa atau kelurahan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan

Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 414/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 tentang petunjuk teknik perencanaan pembangunan desa.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Website:

Lembaga Adat dalam http://www.slideshare.net/lembaga-adat diakses pada 21 April 2014