Rumusan Masalah. Gereja sebagai Agen Sosialisasi dan Mobilisasi Suara dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Tapanuli Tengah Kecamatan Sibabangun Tahun 2014

B. Rumusan Masalah.

Untuk memperlengkapi warga atau Jemaatnya agar berperan dalam masyarakat. Pendidikan politik sangatlah penting bagi jemaat karena dianggap sabagai salah satu penentu perilaku politik dari jemaat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan surat pastoral Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia PGI dalam rangka menyambut pemilihan umum legislatif tahun lalu, himbauan yang pertama dan utama adalah “untuk tidak memilih berdasarkan agama. Karena itu, dalam memilih berilah penilaian berdasarkan kapasitas, kualitas dan rekam jejak figur”. Dalam penjelasannya, himbauan dalam pengumuman ini menolak pendekatan agama yang seketarian, supaya kita tidak terkotak- kotak berdasarkan agama 13 Hal ini dimaksudkan karena dalam pelayanan politik gereja, bukan terutama supaya orang-orang Kristen berkuasa, duduk di berbagai posisi penting untuk memuluskan kepentingan orang Kristen atau kepentingan gereja, melainkan supaya orang-orang yang baik, profesional dan berintegritas, dari berbagai latar belakang agama, Kristen atau bukan Kristen, bersama-sama melayani kepentingan seluruh masyarakat tanpa membeda- bedakannya. . Pendidikan politik yang dilakukan oleh Gereja sebagai kelompok sekunder bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang politik pada jemaat agar jemaat aktif berpartisipasi dalam sistem politik. Dalam perspektif 13 Pesan Pastoral MPH PGI kepada Segenap Umat Kristiani untuk Berpartisipasi dalam Pemilu Legislatif 2014”, diakses 10 Agustus 2014., http:pgi.or.idarchives799. ini, pendidikan politik yang dilakukan oleh Gereja digunakan sebagai cara untuk melibatkan jemaat gereja dalam sstem politik melalui partisipasinya dalam memilih calon pemimpin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para Jemaat akan pentingnya menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Namun dalam prakteknya, sosialisasi dalam masyarakat cenderung sifatnya mobilisatif. Yang mana, sosialisasi bukan menjadi pendidikan politik bagi jemaat, tetapi cenderung sebagai mobilisasi untuk mengumpulkan suara dalam pemenangan elit politik tertentu. Kegiatan mobilisasi politik untuk kepentingan pemilihan elektoral tidak hanya dilakukan oleh dan melalui partai politik tetapi juga dapat dilakukan melalui instrumen-instrumen mobilisasi politik non partai politik. 14 14 Kris Nugroho. Ikhtiar Teoritik Mengkaji Peran Partai dalam Mobilisasi Politik Elektoral. Jurnal Tahun 2011, Volume 24, Nomor 3. Hal: 202 Mobilisasi politik non partai yang dianggap lebih efektif dalam menggerakkan massa ketimbang menggunakan instrumen partai politik. Hal inilah yang mendasari para ator calon wakil rakyat secara pragmatis memilih menggunakan instrumen non partai, salah satunya adalah melalui Gereja. Para calon wakil rakyat tersebut melakukan pendekatan pada para pengurus Gereja bahkan langsung pada pimpinan Gereja tersebut. Pendeta dan Sintua sebagai wakil Tuhan. Dipakai untuk mengayomi jemaatnya agar berpegang teguh akan Firman Tuhan. Oleh karena itu, setiap pesan yang disampaikannya dapat berdampak kuat pada setiap Jemaat atau umat Kristen. Gereja yang dalam hal ini adalah para pengurus gereja berfungsi sebagai agen pentransfer nilai-nilai partisipasi politik yang sifatnya otonom pada jemaatnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para Jemaat akan pentingnya menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Dengan demikian jemaat telah ikut serta dalam proses politik, yaitu dengan memilih calon pemimpinnya untuk lima tahun kedepan. Memilih calon pemimpin adalah hak dari masyarakat itu sendiri. Untuk memberikan pendidikan politik terhadap Jemaat, maka dalam hal ini para pengurus dan pemimpin Gereja harus memiliki pengetahuan tentang politik tersebut. Pengetahuan para pengurus Gereja tentang politik disini bisa diperoleh berbagai sumber, baik itu dari pembelajaran dari buku-buku politk maupun dari orang-orang tertentu. Namun untuk masyarakat di pedesaan seperti dikecamatan Sibabangun yang masih kolot, pemahaman akan politik itu masih sangat kurang. Hal ini dikarenakan keterbatasan pendidikan dan pembacaan akan buku-buku politik oleh pengurus Gereja tersebut. Sehingga pemahaman mereka masih sebatas pengetahuan dari berita di tv dan sosialisasi dari elit politik. Sosialisasi yang di lakukan oleh calon elit politik yang dalam hal ini adalah calon wakil rakyat pada pengurus gereja sifatnya hanya agar para pengurus gereja memandu jemaat untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum. Para calon elit politik dalam hal ini memberikan pendidikan politik pada para pengurus gereja bukan hanya karena tanpa alasan. Mereka memiliki tujuan tertentu didalamnya. Para calon elit politik melihat institusi agama Gereja mempunyai basis massa dan ikatan emosional yang cukup kuat. Tidak dapat dipungkiri, hal ini karena dalam jemaat masih terdapat nilai persaudaraan yang cukup kuat. Selain karena dipersatukan oleh Kristus. Juga karena dalam masyarakat dan jemaat yang mayoritas suku batak masih memegang nilai-nilai leluhur seperti Dalihan Natolu Somba marhula-hula, elek marboru dan manat mardongan tubu. Selain itu, Gereja memiliki struktur formal untuk pertemuan regular dalam pertukaran ide-ide. Fator-faktor ini berkombinasi dan menempatkan agama dalam posisi unik untuk mempengaruhi publik 15 Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah: . Sedangkan para elit politik selalu membutuhkan dukungan politik riil untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya. Maka untuk mendapatkan dukungan politik tersebut, maka baik secara langsung maupun tidak langsung para elit politik tersebut telah memberikan pendidikan politik pada para pengurus Gereja tersebut. Dan selanjutnya para pengurus Gereja tersebut mentransfer nilai-nilai tentang partisipasi politik pada para Jemaat. “Bagaimana kontribusi Gereja sebagai Agen sosialisasi dan mobilisasi suara dalam pemilihan DPRD 2014 di Tapanuli Tengah Kecamatan Sibabangun”. 15 John T. Ishiyama Marijke Breuning. 2013. Ilmu Politik Dalam Paradigma Abad Kedua Puluh Satu: Sebuah Referensi Panduan Tematis Jilid 2, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal. 1361.

C. Tujuan Penelitian