MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES

KOTA SURAKARTA

Oleh :

TRI ANINGGAR

NIM. K 6405035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

KOTA SURAKARTA

2010/2011

Oleh :

TRI ANINGGAR

NIM. K 6405035

SKRIPSI

Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

(4)

(5)

(6)

commit to user

TRI ANINGGAR. MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMIIHAN UMUM ANGGOTA

DPRD

SURAKARTA

TAHUN

2009

DI

KECAMATAN

JEBRES

KOTA

SURAKARTA TAHUN DIKLAT 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih

dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta

berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

Berdasarkan masalah dan tujuan, penelitian ini digunakan bentuk penelitian

kualitatif. Metode penelitian adalah metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian

adalah seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Jebres Kota Surakarta

yang telah memiliki hak sebagai pemilih serta menggunakan haknya tersebut dalam

pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009, sebesar 93.151 orang. Teknik

pengambilan sampel yang dipergunakan adalah purposive sampling dan sampel

penelitian sebesar 26 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan

analisis dokumen. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data.

Setelah penelitian dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :(1) Pemilih

dengan usia 17tahun-25tahun dan usia 26tahun-45tahun termasuk dalam tipe pemilih

rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih dengan usia

46tahun-lanjut termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.(2)

Pemilih dengan jenis kelamin laki-laki memiliki motivasi yang membuatnya termasuk

dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih

perempuan sebagian besar termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi

ideologi.(3) Pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar termasuk

dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih

dengan status ekonomi menengah ke bawah termasuk tipe pemilih tradisional dengan

orientasi ideologi.(4) Pemilih dengan tingkat pendidikan yang tinggi termasuk dalam tipe

pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih dengan

tingkat pendidikan lebih rendah termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi

ideologi. Namun tidak semua pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi termasuk dalam

tipe rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Begitu pula sebaliknya pada

pemilih dengan tingkat pendidikan lebih rendah tidak semua termasuk dalam tipe

tradisional dengan orientasi ideologi. Dengan demikian semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang belum tentu orang tersebut lebih kritis dalam mengahadapi segala

sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka

pendek, terkhusus pada hasil pelaksanaan pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta ini.


(7)

commit to user

TRI

ANINGGAR.

MOTIVATION

OF

VOTERS

IN

GENERAL

MEMBER

PARLIAMENT SURAKARTA OF 2009 IN CITY SURAKARTA ,JEBRES. SUB IN

TRAINING 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education.

Sebelas Maret University, Surakarta, February 2011.

Based on the problems and goals, this study used a qualitative research. The

research method is descriptive research method. The study population was all people

who reside in District Jebres, Surakarta

who already have the right to exercise its

right to vote and those in the general election of DPRD members Surakarta in 2009,

amounting to 93,151 people. The sampling technique used was purposive sampling and

sample study of 26 people. Techniques of data collection using interviews and document

analysis. Validation of data on these research is data trianggulation.

Having done research results are obtained as follows: (1) Voters with 17years

old-25years old,26years old-45years old included in this type of rational voters with

policy-oriented problem-solving, while voters with age up to 46years old including the

type of traditional voters with orientation traditional. (2) Voters with male gender has a

motivation that makes it rational voters included in the type of policy-oriented

problem-solving, while the majority of women voters, including the type of traditional voters with

ideological orientation. (3) Voters with economic status mostly middle to upper including

the type of rational voters with policy-oriented problem-solving, while voters with middle

to lower economic statust, including type of traditional voters with ideological

orientation. (4) Voters with high levels of education including the type of voter rational

orientation policy-problem-solving, while voters with lower education levels, including

the type of traditional voters with ideological orientation. But not all voters with higher

education levelQs included in this type of rational policy-oriented problem-solving.

Similarly, contrary to the voters with lower education levels are not all included in the

traditional type with ideological orientation. Those the higher one's education level is not

necessarily the person is more critical in the deal with everything and take into account

long-term impact than short-term impact, in particular on the results of the election of

members of parliament in Surakarta city.


(8)

commit to user

Kejernihan hati yang keluar dari setiap manusia tergantung dari apa yang dituangkan dan

akan dijadikan apa bejana hatinya

( Mario Teguh)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan

menerimanya.

(Matius 21:22)

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib.


(9)

commit to user

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Ayah (Alm) dan Ibu tercinta

Mas Hendra, Mbak Ema, Mbak Santi, dan Mas Indra

tersayang

Rekan-rekan PPkn’05

Almamater


(10)

commit to user

Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan judul :”Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum

Anggota DPRD Surakarta Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.

Skripsi ini

disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi sebagian persyaratan mendapat

gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang

timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan UNS Surakarta, yang telah memberikan surat keputusan ijin penyusunan

skripsi ini.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang

telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Pendidikan kewarganegaraan, yang telah

memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini serta sebagai Pembimbing I yang telah

dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Triyanto, SH, M.Hum, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan kepada peneliti sehingga memperlancar penyusunan skripsi ini

5. Basuki Anggoro Heksa, SE, Camat Kecamatan Jebres yang telah memberikan ijin

kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di wilayah Kecamatan Jebres.

6. Segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.


(11)

commit to user

Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak” yang artinya segala sesuatu tak

ada yang sempurna. Demikianlah pula dengan skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran

demi lebih baiknya skripsi ini sangat diharapkan.

Surakarta, Februari 2011


(12)

commit to user

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... viii

KATA PENGANTAR ... ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Tinjauan Tentang Motivasi ... 8

a. Pengertian Motivasi... 8

b. Fungsi Motivasi ... 11

c. Indikator Motivasi ... 11

d. Definisi Konseptual Motivasi... 13

e. Definisi Operasiona Motivasi... 13

2. Tinjauan Tentang Pemilih... 13

a. Pengertian Pemilih... 13

b. Tipe-Tipe Pemilih... 17

1) Rasional ... ... 17

2) Tradisional (Emosional) ... ... 18

c. Orientasi Pemilih... ... 19


(13)

commit to user

e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih ... 21

3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum ... 21

a. Pengertian Pemilihan Umum... 21

b. Azas Pemilihan Umum ... 22

c. Pemilihan Umum Anggota DPRD ... 23

d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum... 24

e. Definisi Operasional Pemilihan Umum... 25

4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik ... 25

B. Penelitian Yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir... 28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 32

C. Sumber Data ... 33

D. Populasi Dan Teknik Sampling (Cuplikan)... 34

E. Teknik Pengumpulan data ... 39

F. Validitas Data ... 40

G. Analisis Data ... 42

H. Prosedur Penelitian... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

1. Tinjauan Geografis ... 46

2. Tinjauan Demografi ... 48

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 57

1. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Usia ... 59

2. Motivasi Pemiih Menurut Klasifikasi Jenis Kelamin ... 62

3. Motivasi Pemilih Nmenurut Status Ekonomi ... 66

4. Motivasi Pemiih Menurut Tingkat Pendidikan... 70

C. Temuan Studi... ... 74

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81


(14)

commit to user


(15)

commit to user

Halaman

Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian ...

31

Tabel 2. Daftar Informan Kunci ...

38

Tabel 3. DaftarNama Kepala Kelurahan di Kecamatan Jebres Tahun 2008...

43

Tabel 4. Luas wilayah Tiap Kelurahan di Kecamatan Jebres...

48

Tabel 5. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis

Kelamin Tiap Kelurahan Tahun 2008...

50

Tabel 6. Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat

Pendidikan Tiap KelurahanTahun 2008 ... ...

54

Tabel 7. Banyaknya Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Di Tiap

Kelurahan Tahun 2008 ... .

55

Tabel 8. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya Di Tiap Kelurahan

Tahun 2008 ...

56

Tabel 9. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kelurahan

Tahun 2008 ...

57

Tabel 10 Tabulasi Data ... .. 59

Tabel 11. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Usia ... 76

Tabel 12. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis Kelamin ... 77

Tabel 13. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi ... 79


(16)

commit to user

Halaman

Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih ... ... 15

Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat ... 16

Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir ... 30

Gambar 4 Macam-macam Teknik Sampling... 36


(17)

commit to user

Halaman

Lampiran 1.

Daftar Pertanyaan Wawancara Informal ...

91

Lampiran 2.

Lembar Jawaban Wawancara Informal ...

92

Lampiran 3.

Daftar Pertanyaan Wawancara Formal... ... .

97

Lampiran 4.

Lembar Jawaban Wawancara Formal...

98

Lampiran 5 .

Triangguasi Data I... 133

Lampiran 6.

Triangguasi Data II...

134

Lampiran 7.

Triangguasi Data III... ...

135

Lampiran 8.

Triangguasi Data IV...

136

Lampiran 9.

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Kepatihan Kulon Kota Surakarta ...

137

Lampiran 10

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Kepatihan Wetan Kota Surakarta ...

138

Lampiran 11.

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres

Kota Surakarta ...

139

Lampiran 12

Rekapitulasi Jumlah Pemilih Tetap

Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pileg 2009

Kelurahan Gandekan...

140

Lampiran 13

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres

Kota Surakarta ...

141

Lampiran 14

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres

Kota Surakarta ...

142


(18)

commit to user

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Jagalan Kota Surakarta...

143

Lampiran 16

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Purwodiningratan Kecamatan Jebres

Kota Surakarta ...

144

Lampiran 17

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Tegal Harjo Kecamatan Jebres

Kota Surakarta ...

145

Lampiran 18

Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS

Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008

Di Kelurahan Jebres Kota Surakarta...

146

Lampiran 19

Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pada

Masing-masing TPS Pemilu Legislatif 2009 ...

147

Lampiran 20

Peta Kecamatan Jebres ... 149

Lampiran 21.

Foto Aktifitas Pemilih di Kecamatan Jebres...

150

Lampiran 22.

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada

Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret... ...

151

Lampiran 23

Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Nomor 706

tentang izin menyusun skripsi...

152

Lampiran 24.

Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Camat

Kecamatan Jebres Surakarta...

153

Lampiran 25.

Surat Keterangan telah melakukan penelitian


(19)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di masa sekarang ini, negara Indonesia membutuhkan tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani. Kondisi negara Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan globalisasi membutuhkan masyarakat yang memiliki kemandirian dan kebebasan menentukan wacana politik di tingkat publik. Dalam mewujudkan masyarakat madani maka demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik saja tetapi demokrasi juga merupakan pandangan hidup.

Salah satu perwujudan demokrasi di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pemilu yang diselenggarakan secara periodik. Pemilu merupakan salah satu mekanisme politik untuk memilih pemimpin yang baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pemilu seharusnya menjadi sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya serta menjadi sarana bagi rakyat untuk memanifestasikan kekuasaan. Oleh karena itu, kualitas pemilihan umum yang mencerminkan besarnya akses politik masyarakat menjadi suatu tolok ukur yang penting untuk melihat demokrasi.

Namun sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum,rakyat harus mengetahui mengenai demokrasi dan pemilihan umum terlebih dahulu. Pengetahuan mengenai demokrasi dan pemilihan umum dapat ditempuh dengan adanya pendidikan politik. Pendidikan politik di Indonesia adalah pendidikan yang diarahkan untuk mewujudkan kesadaran politik yang tinggi bagi warga negara, sehingga mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan politik bertujuan untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik rakyat dalam pemberian suara pada saat pemilu dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Daam rangka membangun kesadaran politik masyarakat, pendidikan politik diberikan kepada semua elemen masyarakat, baik yang masih


(20)

commit to user

terbelakang pengetahuan politiknya maupun yang sudah mengerti politik, serta pendidikan politik harus dilaksanakan secara sistematis dan itensif. Untuk itu mata pelajaran pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Imu Pengetahuan Sosial merupakan kelompok mata pelajaran yang memiliki misi seperti itu.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan setiap Warga Negara Indonesia

diharapkan mampu, ”memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah

yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945. (Tim,2002:7)

Tidak berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Surakarta juga ikut mengalami salah satu momentum politik yang dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali ini. Segala persiapan pun dilakukan demi kelancaran pemilihan umum. Pemilihan umum 2009 ini terbagi menjadi 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil. Poin penting dari pendaftaran pemilih adalah proses

update para pemilih yang harus dilakukan minimal setahun sekali. Sulastomo

(2001:5) mengemukakan bahwa:

Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.

Pada hakekatnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara terdapat diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (1) menyatakan, “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 27 ayat (1) ini

mengandung pengertian bahwa kedudukan dalam pemerintahan termasuk hak politik.


(21)

commit to user

Selain itu pada Pasal 28 menyatakan bahwa, “kemerdekaan berserikat,

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam Undang-Undang”. Dengan demikian pada pasal 28 mengandung

arti bahwa setiap warga negara dijamin oleh negara untuk berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. jadi hak-hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang 1945 antara lain hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi masyarakat yang dalam waktu tertentu melibatkan diri kedapa aktifitas politik, hak untuk berkumpul yang berkaitan dengan politik, hak untuk menyatakan pandangan atau pemkiran tentang politik, hak untuk menduduki jabatan itu dan pemerintahan serta hak memilih dalam pemilu.

Dengan demikian hak politik warga negara ini dapat diwujudkan dengan memberikan kebebasan setiap warga negara untuk aktif dalam memberikan partisipasi politiknya. Dimana Ramlan Surbakti (1992:120) mendefinisikan

bahwa, “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan

dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan”. Hal tersebut senada dengan

definisi partisipasi politik yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo dalam bukunya Drs. Sudijono Sastroatmojo (1995:68) yaitu bahwa, ”Partisipasi politik

adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.”

Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik diatas, dapat diketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut. Oleh karena itu pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung merupakan fenomena politik baru. Reaksi publik atas fenomena itu layak untuk dikaji dan disikapi secara bijak, karena pemilihan umum


(22)

commit to user

dalam beberapa hal mampu menghasilkan perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada sistem aturan pelaksanaannya, tetapi juga hal-hal yang bersangkutan dengan motivasi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya. Begitu pula pada pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009.

Motivasi pemilih dalam pemilihan umum sering diidentikkan dengan alasan atau tujuan apa yang melatarbelakangi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya dalam pemilihan umum. Namun sebelum mengetahui motivasi pemilih dalam pemilihan umum, alangkah lebih baik jika mengetahui apa yang menjadi orientasi pemilih. Menurut Newcomb (1978) & Byrne (1971) yang dikutip Firmanzah (2007:114) menyatakan bahwa, ”Salah satu model

psikologis yang bisa digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya adalah model kesamaan (similarity) dan daya tarik (attraction)”. Hal ini dilengkapi oleh Downs (1957) yang dikutip pula oleh Firmanzah (2007:115) mengemukakan bahwa, ”Dalam dunia politik, ketertarikan

pemilih terhadap kontestan dapat dijelaskan dengan menggunakan model kedekatan (proximity) atau model ’spatial’.” Dalam model-model tersebut, alasan pemilih memberikan suaranya adalah karena adanya rasa kesamaan dan kedekatan sistem nilai dan keyakinan dengan diri pemilih sendiri.

Namun kenyataan yang ada adalah tidak hanya model-model tersebut di atas yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan suaranya. Masih banyak orientasi-orientasi lain yang muncul dalam diri pemilih sehingga akhirnya menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum. Motivasi pemilih yang bisa kita temui dalam kehidupan politik di negara kita misalnya adalah motivasi yang ditimbulkan karena ingin mendapatkan imbalan/keuntungan bagi diri sendiri. Selain itu, motivasi untuk mendapatkan suatu jabatan tertentu serta mendapatkan

’kesejahteraan’ bagi dirinya/golongan. Motivasi seperti itulah yang juga ditemui di sebagian besar kehidupan politik masyarakat di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Salah satu contohnya yang terjadi di kampung Mertoudan kelurahan Mojosongo, sebagian besar pemilih memilih calon anggota DPRD yang memberikan bantuan dalam perbaikan fasilitas umum di kampung tersebut.


(23)

commit to user

Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres, yaitu adanya tim sukses calon anggota DPRD yang melakukan kampanyenya dengan memberikan sejumlah uang bagi siapa yang memilih calon anggota DPRD yang didukungnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi yang dimiliki oleh sebagian besar pemilih ini tidak mencerminkan sikap pemilih yang cerdas dan kritis. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penyuluhan dan bimbingan untuk menjadikan pemilih menjadi pemilih yang kritis dan cerdas. Seperti yang dikemukakan Ardan Sirodjuddin(http://ardansirodjuddin.wordpress.com/jadilah-pemilih-cerdas/)bahwa, ”Untuk menjadi pemilih yang cerdas, hendaknya pemilih tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepada: Caleg yang mempunyai kesan kurang baik, Caleg yang memberikan uang, Caleg yang tidak

dikenal”. Hal ini diharapkan dapat berlaku juga pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

Motivasi pemilih pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Selain itu, fenomena tersebut sangat berkaitan dengan peran aktif atau partisipasi warganegara. Dimana partisipasi dalam permasalahan ini adalah mengenai partisipasi politik warganegara yang dituangkan dalam pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga atas dasar fenomena di atas penulis tertarik meneliti masalah tersebut dengan mengambiljudul: “Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.

B. Perumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :

Apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan ?


(24)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu agar penelitian menjadi terarah. Adapun tujuan yang ingin saya capai dari penelitian ini sebagai berikut :

Untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Setiap peneliti yang akan melakukan penelitian tentu berharap kegiatannya membawa manfaat bagi diri sendiri maupun pihak lain. Demikian pula dengan penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah wawasan mengenai demokrasi dan pemilihan umum di tingkat daerah, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009.

b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan tersebut. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

1) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat akan pentingnya motivasi yang benar di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

2) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat untuk bersikap kritis terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar.

3) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat dalam pengimplementasian hak dan kewajibannya, khususnya di bidang politik.


(25)

commit to user

b. Bagi peneliti

Dapat berguna untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Sebelas Maret.


(26)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam suatu penelitian ilmiah, konsep teori merupakan langkah awal dalam usaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi karena disinilah diperoleh informasi atau keterangan abstrak yang bersangkutan dengan variabel permasalahan yang diteliti. Dengan berpedoman pada konsep teori yang informatif, seorang peneliti dapat mencari data lapangan yang tepat dan berdaya guna, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik.

Dapat dikatakan bahwa tinjauan pustaka dari variabel yang hendak dicapai oleh peneliti mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kesimpulan akhir yang hendak dicapainya. Oleh karena itu kerangka berpikir dasar teori suatu naskah penelitian ilmiah harus disusun dan direncanakan sesuai dengan arah dan sasaran yang diinginkan. Dengan memandang pentingnya tinjauan pustaka bagi kegiatan penelitian maka pada bab ini akan diuraikan beberapa keterangan nilai yang berkaitan dengan masalah yang peneliti lakukan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengadakan tugas kepustakaan guna mencari bahan teori yang memuat tentang keterangan abstrak dari variabel yang relevan dengan masalah yang peneliti lakukan. Adapun landasan teori yang melandasi kerangka berpikir adalah:

1. Tinjauan tentang motivasi 2. Tinjauan tentang pemilih

3. Tinjauan tentang pemilihan umum 4. Tinjauan tentang perilaku politik

1. Tinjauan Tentang Motivasi a. Pengertian Motivasi

Di masa sekarang ini, hampir dipastikan bahwa tak seorang pun mampu melepaskan diri dari dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dorongan ini sering disebut dengan istilah motif. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa


(27)

commit to user

dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Dan setiap tindakan manusia selalu didorong oleh adanya motivasi (niat). Menurut Mitchell (Winardi, 2002:18) bahwa, “Motivasi

mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu”.

Sedangkan Morgan dalam Wasty Soemanto (1987:20) mengemukakan bahwa:

Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).

Pendapat tersebut senada dengan pengertian motivasi yang terdapat dalam http: //en.wikipedia.org/wiki/Motivation, bahwa :

Motivation is the activation or energization of goal-oriented behavior. Motivation may be internal or external. The term is generally used for humans but, theoretically, it can also be used to describe the causes for animal behavior as well. According to various theories, motivation may be rooted in the basic need to minimize physical pain and maximize pleasure, or it may include specific needs such as eating and resting, or a desired object, hobby, goal, state of being, ideal, or it may be attributed to less-apparent reasons such as altruism, morality, or avoiding mortality.

Yang artinya bahwa motivasi adalah kegiatan atau tenaga dalam orientasi-tujuan bertingkah laku. Motivasi dibagi menjadi dalam dan luar. Batasnya adalah kegunaan umum manusia tapi, teorinya, itu juga dapat digunakan untuk menguraikan dengan baik sebab-sebab tingkah laku hewan. Berdasarkan bermacam-macam teori, motivasi mungkin adalah akar dari kebutuhan utama dalam memperkecil kerusakan alam dan memperbesar kesenangan, atau itu mungkin termasuk kebutuhan istimewa selain makan dan istirahat, atau keinginan pada suatu benda, kebiasaan, tujuan, keadaan, ideal, yang mungkin disimbolkan dengan lebih kecilnya pendapat yang dikeluarkan kecuali orang yang hanya mementingkan orang lain, adat sopan santun atau bahkan menghindari adat sopan santun.


(28)

commit to user

Pengertian motivasi di atas lebih menekankan pada dorongan manusia dalam bertingkah laku yang membedakannya dengan tingkah laku hewan. Karena dalam setiap tingkah laku manusia selalu memilki tujuan yang dapat dijadikan orientasi dalam hidupnya. Selain itu manusia memiliki kemampuan untuk mewujudkan dorongan yang timbul baik dari dirinya maupun dari luar dirinya.

Sedangkan menurut Galon A. Melendy dalam jurnalnya yang terdapat di http://www.asian-efl-journal.com/ menyebutkan bahwa :

It is difficult to find a standardized definition for motivation. However, the

word’s Latin root “movere,” which means “to move,” suggests that

motivation can be defined as a process that starts with a need that activates behavior which in turn moves someone towards achieving a goal.

Yang artinya sulit untuk menemukan definisi standar untuk motivasi. Namun, kata akar bahasa Latin "movere", yang berarti "untuk bergerak," menunjukkan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dimulai dengan kebutuhan yang mengaktifkan perilaku yang pada gilirannya menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan.

Pengertian di atas arti kata motivasi lebih menekankan bahwa suatu perilaku manusia muncul dikarenakan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Karena dorongan itu membuat seseorang untuk bergerak demi dapat mencapai tujuannya. Sebaliknya jika seseorang tidak memiliki dorongan di dalam dirinya maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Sedangkan pengertian motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah:

1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.

2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatanya. ( Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, 1990:593 ).


(29)

commit to user

Berdasarkan pengertian motivasi dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.

.

b. Fungsi Motivasi

Motivasi merupakan daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatanatau pekerjaan jadi motivasi berkaitan dengan suatu tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada 3 (tiga) fungsi motivasi, yaitu:

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Dalam hal ini motivasi sebagai motor atau penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai dengan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

c. Indikator Motivasi

Motivasi merupakan salah satu komponen pembentuk sikap. Selain itu motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu serta merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Sedangkan yang melatar belakangi timbulnya motif seseorang adalah karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan , sebagaimana yang dinyatakan oleh Walter Langer dalam Onong U Effendy (1983:57-58) bahwa kebutuhan manusia itu ada tiga macam,

yaitu: “ Kebutuhan fisik ( phisical needs), kebutuhan sosial (social needs) dan

kebutuhan egoistis ( egoistic needs)”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


(30)

commit to user

1) Kebutuhan fisik (physical needs)

Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan tubuh, seperti makan, minum dan pakaian. Selain contoh tersebut yang menjadi kebutuhan lainnya adalah tempat tinggal. Dengan kata lain kebutuhan fisik ini dapat disebut juga dengan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dianggap terpenuhi apabila tubuh kita sudah merasa nyaman.

2) Kebutuhan sosial (social needs)

Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab. Kebutuhan sosial memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dengan berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya.

3) Kebutuhan egoistis (egoistic needs)

Merupakan kebutuhan yang tujuannya bukan semata-mata untuk berhubungan dengan orang lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu kebutuhan mengenai keinginan untuk mendapat pengakuan keistimewaan dari orang lain akan dirinya. Kebutuhan ini tidak dapat diperoleh hanya dengan usaha dari dirinya sendiri melainkan dengan keterlibatan orang lain agar bersedia mengakui keberadaannya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat simpulkan indikator-indikator motivasi. Berikut adalah indikator-indikator motivasi dalam penelitian ini meliputi :

1) Adanya dorongan yang dididominasi dari dalam diri sendiri dan didukung sebagian kecil dorongan dari luar dirinya

2) Untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009

3) Adanya aktivitas politik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009

4) Adanya kegiatan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009


(31)

commit to user

d. Definisi Konseptual Motivasi

Motivasi merupakan suatu tenaga penggerak yang menggerakkan manusia dalam bertindak dan bertingkah laku yang mana dalam tindakan dan tingkah lakunya tersebut memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai, yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar sehingga membuat seseorang atau bahkan sekelompok orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya demi mendapat kepuasan dari tindakannya tersebut.

e. Definisi Operasional Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat berasal dari diri sendiri maupun dari luar dirinya serta dari lingkungan disekitarnya yang membuat seseorang atau sekelompok orang mengambil suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan demi mencapai tujuan tertentu.

2. Tinjauan Tentang Pemilih a. Pengertian Pemilih

Pemilih adalah warga negara yang berhak memilih dalam pemilihan umum. Menurut pasal 15 PP RI No.6 Tahun 2005 yang dimaksud pemilih yaitu Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara, pemilih sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak pilih. Dari pasal ini terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu bahwa warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk (memiliki kartu tanda penduduk) di daerah yang bersangkutan. Dan kemungkinan yang kedua adalah warga negara Indonesia yang telah berdomisili di daerah bersangkutan dalam jangka waktu tertentu.

Untuk dapat menggunakan hak pilih, seorang warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat didaftar sebagai pemilih adalah:

1) Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatan

2) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap


(32)

commit to user

3) Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk

Selain itu menurut Eep Saefulloh Fatah (http//www.kompas.com/2007),

“Perbedaan mencolok antara pemilih (voters) dan supporters. Setelah pemilihan dilaksanakan tugas pemilih justru baru dimulai.” Sebaliknya, tugas supporters telah selesai setelah hasil pemilihan umum diumumkan. Supporters sering kali lebih emosional, tidak punya agenda dan hanya bisa marah, dan hal ini akan berhenti dengan sendirinya jika mereka telah menerima imbalan. Sedangkan

voters cenderung akan terus melawan, menagih janji dan menuntut

pertanggungjawaban serta mengontrol jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah baru pemenang pemilihan umum.

Sementara itu, Brenan dan Lomasky (1977) serta Fiorina (1976) yang dikutip Firmanzah(2007:105)menyatakan bahwa:

Keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberikan dukungan pada sebuah tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suaranya tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi terhadap partai politik jagoannya atau memilih cenderung memilih ideologi yang sama dengan yang mereka anut dan menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih masih kurang rasional karena hanya memiliki orientasi sesaat tidak memikirkan ke depan dan beraksi untuk mencapai tujuan atau masih dikategorikan sebagai pemilih tradisional. Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi sangat tinggi dan terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional dalam hal ini masih menekankan sudut pandang hubungan emosional daripada hubungan rasional. Hubungan emosional ini timbul disebabkan oleh adanya faktor kekerabatan dan faktor good looking. Sedangkan hubungan rasional lebih menekankan dari sudut pandang misi-visi dan program yang menjadi tujuan dari kepemimpinannya. Selain itu salah satu karakter mendasar dari jenis pemilih ini


(33)

commit to user

adalah karena tingkat pendidikan rendah dan sangat teguh memegang nilai serta faham yang dianut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para calon wakil rakyat untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan dikemudian hari dapat memberikan suaranya kepada calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Pemilih dalam hal ini dapat berupa masyarakat pada umumnya maupun para calon wakil rakyat itu sendiri. Dimana yang disebut calon wakil rakyat adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik. Sedangkan kelompok masyarakat adalah para pendukung suatu partai politik di lingkungan internal atau peserta pemilihan umum dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat bagan tentang pembagian jenis pemilih yang dikemukakan leh Firmanzah( 2007:103).

Internal

Eksternal

Non Partisan Calon Wakil

Rakyat

Pemilih

Calon Wakil Rakyat Dari Partai Lain

Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih

Selain kelompok masyarakat di atas, Soerjono Soekanto (2002:220) menggolongkan masyarakat yang digambarkan melalui piramida lapisan masyarakat, yaitu sebagai berikut :


(34)

commit to user

Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat

Gambar piramida yang mengerucut ke atas tersebut menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit, hal ini terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan persaingan yang ketat. Ada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan lapisan menengah.

Untuk mengetahui kriteria atau ukuran yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan di atas, maka Soerjono Soekanto (2002:237-238) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran yang

dapat dipakai, yaitu : “Ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan,

ukuran ilmu pengetahuan.”

a) Ukuran Kekayaan

Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadi, cara-cara mengenakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

Berkaitan dengan ukuran kekayaan, Soerjono Soekanto (2002:245) juga mengemukakan pendapatnya mengenai kategori status ekonomi dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut :

“Status ekonomi dapat dikategorikan menjadi:

(1) Status ekonomi menengah ke bawah yaitu dengan penghasilan di bawah Rp1.000.000; per bulan.


(35)

commit to user

(2) Status ekonomi menengah yaitu dengan penghasilan Rp1.000.000; sampai dengan Rp2.500.000; per bulan

(3) Status ekonomi menengah ke atas yaitu dengan penghasilan di atas

Rp2.500.000;per bulan.”

b) Ukuran Kekuasaan

Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar maka akan menempati lapisan atas.

c) Ukuran Kehormatan

Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati menempati lapisan atas. d) Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang menjadi ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar tersebut walau tidak halal. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan pendapat yang disampaikan oleh Darji Darmodiharjo (1981:14), bahwa

“Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan.” Sehingga apabila memperoleh ilmu pengetahuan hanya untuk

mendapatkan gelar, maka hal itu akan sia-sia. Karena dalam pendidikan antara kepribadian dan kemampuan untuk dapat menangkap ilmu pengetahuan harus seimbang. Dengan demikian hasilnya pun pasti lebih memuaskan.

b. Tipe-Tipe Pemilih

Pemilih pada pemilihan umum yang memiliki orientasi yang berbeda seperti telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa pemilih dapat dibedakan menjadi beberapa tipe. Seperti yang dikemukakan oleh Firmanzah (2007:135-137) yaitu bahwa tipe-tipe tersebut terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

1) Pemilih Rasional

Pemilih rasional (rational voter) merupakan pemilih yang lebih mengutamakan kemampuan calon wakil rakyat dalam program kerjanya


(36)

commit to user

(platform). Namun pemilih tipe ini tidak hanya melihat program kerja (platform) yang berorientasi ke depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh calon wakil rakyat tersebut di masa sebelumnya. Kinerja calon wakil rakyat biasanya termanifestasikan pada reputasi atau citra yang berkembang di masyarakat.

Pemilih tipe ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai atau seorang calon wakil rakyat. Pemilih tipe ini inginmelepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional dan ikatan lokasi dalam kehidupan politiknya. Pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan calon wakil rakyat, bukan faham dan nilai dari calon wakil rakyat tersebut. Oleh karena itu jika seorang calon wakil rakyat ingin menarik perhatian dari pemilih tipe ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan luar negeri, dan lain-lain. Karena pemilih tipe ini tidak akan segan-segan untuk berpindah kelain hati jika mereka menganggap bahwa calon wakil rakyat tidak mampu menyelesaikan permasalahan nasional.

2) Pemilih Tradisional (Emosional)

Menurut Rohrscheneider yang dikutip oleh Firmanzah (2007:137) bahwa,

“Pemilih tradisional merupakan pemilih yang bisa dimobilisasi selama masa

kampanye”. Pemilih tipe ini sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, faham dan agama sebagai ukuran dalam pengambilan keputusan. Pemilih tipe ini juga tidak terlalu memperhatikan tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan oleh calon wakil rakyat yang mereka dukung. Salah satu karakteristik mendasar tipe pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.

Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini adalah loyalitas tinggi. Karena apa saja yang dikatakan oleh seorang yang didukungnya merupakan sebuah kebenaran yang sulit untuk dibantah. Ideologi dianggap sebagai suatu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak, dan terkadang terkadang kebenarannya tidak bisa diganggu gugat. Oleh karena itu apa saa yang dikatakan oleh seorang


(37)

commit to user

yang didukungnya dianggap sebagai petunjuk dalam bersikap dan bertindak. Meskipun dalam hal ini ideologi sangat sulit untuk berubah, tapi bukan berarti tidak bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu.

c. Tinjauan Tentang Orientasi Pemilih

Mencoba memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi mengapa dan bagaimana pemilih menyuarakan pendapatnya adalah sesuatu yang penting, baik dalam teori maupun praktik. Untuk mengetahuinya, maka perlu diketahui pula apa yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya pada pemilu. Dalam hal ini orientasi pemilih dapat dibagi menjadi 2 seperti yang terdapat dalam Firmanzah (2007:116-122), yaitu :

1) Orientasi Policy - Problem–Solving

Pada orientasi Policy Problem solving ini pemilih menaruh perhatian

yang sangat tinggi atas cara calon wakil rakyat atau partai politk dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Karena semakin efektif seorang / calon wakil rakyat dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan, maka semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para pemilih yang mempunyai orientasi ini mempunyai kecenderungan untuk tidak memilih calon wakil rakyat yang kurang mampu menawarkan program kerja dan hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik. Program kerja dan solusi atas suatu permasalahan harus jelas, detail dan logis. Firmanzah (2007:116) mengutip pendapat dari Bartels (1988) bahwa “ ketidakpastian (uncertainly) atas

program kerja partai atau calon wakil rakyat memiliki efek negatif terhadap

persepsi pemilih”.

Pemilih tidak memilih ketertarikan pada program-program kerja yang sama sekali tidak menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, jika wakil rakyat dinilai gagal untuk memperjuangkan kepentingan rakyat akan berakibat pemberian hukuman (punishment) bagi wakil rakyat yang bersangkutan. Hukuman tersebut direalisasikan dengan tidak dipilihnya kembali wakil rakyat yang bersangkutan pada pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Sebaliknya jika wakil rakyat dinilai berhasil dalam memperjuangkan nasib rakyat, maka wakil


(38)

commit to user

rakyat tersebut akan diberikan penghargaan (reward). Penghargaan ini dapat berupa dipilihnya wakil rakyat tersebut dalam pelaksanaan pemilihan umum mendatang.

Penilaian tentang policy problem solving dapat dilakukan secara ‘ex-post’ dan ‘ex-ante’. Penilaianex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan

sebuah partai ataupun wakil rakyat yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi yang ada. Sementara ex–ante dilakukan dengan mengukur dan menilai

kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan seorang wakil rakyat ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan.

2) Orientasi Ideologi

Dalam banyak hal ideologi sering diartikan sebagai lawan kata dari kebenaran, ilmu pengetahuan, jalan pikiran atau logika. Firmanzah (2007:120) juga mengutip pendapat dari Loewenstein (1983) bahwa“ Ideology is a consistent intregrated pattern of thought and beliefs explaining man’s attitude toward life and his existency in society, and advocating a conduct and action pattern responsive to and commensurate with such thought and beliefs”.

Yang artinya adalah bahwa ideologi adalah suatu pola integrasi konsisten dari pikiran dan kepercayaan yang menjelaskan sikap seseorang tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial dan mempertahankan suatu sikap dan pola perbuatan untuk menjawab dan menyeimbangkan antara pikiran dan kepercayaan. Ini berarti bahwa ideologi merupakan keseimbangan antara pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permaslahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.

Ideologi bukanlah sesuatu yang baku, karena ideologi dianggap sebagai faktor utama bagi pemilih dalam menentukan siapakah yang akan dipilih dan sekaligus bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu. Dalam hal ini terdapat dialetika antara ideologi pemilih dengan ideologi partai atau ideologi calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Di satu sisi, peran partai politik dan seorang calon wakil rakyat mungkin saja mencoba menyakinkan pemilih dari kalangan yang seluas mungkin. Sehingga para pemilih merasa bahwa ideologi calon wakil


(39)

commit to user

rakyat sama dengan ideologi mereka. Di sisi lain, pemilih memiliki sistem nilai dan kenyakinan, ex-ante, yang menjadi petunjuk untuk menilai partai politik atau calon wakil rakyat mana yang memiliki kesamaan dengan ideologi mereka.

d. Definisi Konseptual Motivasi Pemilih

Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang/ pemilih untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.

e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih

Motivasi pemilih dapat timbul dari dorongan diri sendiri maupun dari luar diri sendiri yang kemudian membuat pemilih memiliki orientasi yang berbeda, yaitu orientasi policy problem solving dan orientasi ideologi. Orientasi policy

problem solving disini lebih menitik beratkan pada cara calon wakil rakyat atau

partai politik dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Sedangkan orientasi ideologi lebih menitik beratkan pada keseimbangan antara pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.

3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum a. Pengertian Tentang Pemilihan Umum

Pada masa sekarang ini, negara-negara di dunia hampir seluruhnya menggunakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Hal ini berarti kekuasaan rakyat diwakili oleh Badan Perwakilan Rakyat. Di negara kita, salah satu cara untuk memilih wakil rakyat adalah melalui pemilihan umum (Pemilu). Karena pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hal ini dipertegas dalam UU No.32 tahun 2008 yaitu bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil


(40)

commit to user

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Melalui pemilihan umum yang demokratis, pergantian pemerintahan dapat dilaksanakan secara damai, dan melalui pemilihan umum ruang politik publik terbuka luas. Pemilihan umum adalah salah satu sarana untuk menilai kualitas demokrasi, selain kebebasan (kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, kebebasan beragama), persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil. Sulastomo (2001:5)mengemukakan bahwa:

Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.

Oleh karena itu guna melancarkan penyelenggaraan pemilihan umum dibutuhkan berbagai persiapan-persiapan yang terdiri dari 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil.

Selain pengertian pemilihan umum di atas, pemilihan umum juga merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, seperti presiden, anggota DPR, DPD (parlemen), DPRD, gubernur, bupati/walikota dan kepala desa.

b. Azas Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :

1) Jujur

Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta


(41)

commit to user

semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Adil

Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

3) Langsung

Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

4) Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.

5) Bebas

Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

6) Rahasia

Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.

c. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pemilihan umum anggota DPRD tertuang di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa:


(42)

commit to user

1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota adalah pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD kota berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum

Pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative goverment). Pemilihan umum juga disebut dengan ‘political market’, artinya pemilihan umum adalah dasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum dengan pemilih yng memiliki hak pilih setelah terebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio dan visual, serta media lainnya guna menyakinkan pemilih sehingga pada saat pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif ataupun


(43)

commit to user

eksekutif. Selain itu pemilihan umum juga merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil demi mewujudkan demokrasi dengan menjunjung tinggi kebebasan, persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil sehingga tercipta kesejahteraan bersama.

e. Definisi Operasional Pemilihan Umum

Pemilihan umum merupakan suatu sarana bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan suaranya guna memilih wakil rakyat, serta merupakan bukti adanya upaya untuk mewujudkan demokrasi.

4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik

Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik, baik masyarakat, pemerintah atau lembaga dalam proses politik. Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari individu tersebut misalnya seperti idealisme, tingkat kecerdasan, dan kehendak hati, sedangkan faktor eksternal (kondisi lingkungan) misalnya seperti kehidupan beragama, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Menurut Jack C. Plano dkk yang dikutip Moh. Ridwan (1997:25), bahwa :

Perilaku politik adalah pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobbying, kaukus, kampanye dan demonstrasi).

Dari pendapat di atas jelas bahwa perilaku politik bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu hal tersebut adalah sikap politik. Sikap dan perilaku memang sangat erat hubungannya, namun keduanya dapat dibedakan. Karena sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu, sehingga belum merupakan tindakan tetapi masih berupa suatu kecenderungan.


(44)

commit to user

Kecenderungan inilah yang kemudian mendorong munculnya perilaku memilih (voting behavior). Perilaku memilih merupakan perilaku politik warga negara yang sering dikaitkan dengan kegiatan mereka memilih wakilnya dalam pemilihan umum. Dimana dalam perilaku memilih ini terdapat beberapa pendekatan seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (1992:145-246) yang mengklasifikasikan pendekatan dalam perilaku memilih menjadi lima, yaitu

“pendekatan struktural, pendekatan sosiologis, pendekatan ekologis, pendekatan

psikologis, dan pendekatan pilihan rasional”.

a Pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai.

b Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama.

c Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerahpemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdaarkan unit territorial, seperti desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

d Pendekatan psikologi sosial merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu.

e Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk

kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos”

memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan tetapi juga melihat alternatif lain yang menguntungkan.

Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua pendekatan, yaitu : pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Dimana pendekatan sosiologis pada penelitian ini dapat dilihat dari pengklasifikasian motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.


(45)

commit to user

Sedangkan penggunaan pendekatan psikologis dalam penelitian ini dapat dilihat pada pengklasifikasian motivasi pemilih berdasarkan orientasi yang dimilikinya dalam memberikan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres. Dengan mengetahui orientasi yang dimiliki pemilih berdasarkan klasifikasi motivasi pemilih tersebut, maka pemilih dapat dikelompokkan lagi menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan tipe pemilih tradisional

A. PENELITIAN YANG RELEVAN

Selama pencarian yang telah peneliti lakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Peneliti baru bisa menemukan penelitian seperti yang tertera di bawah ini:

1. Pipien Ariestaningsih. 2008. Partisispasi Politik Masyarakat Dalam Pencalonan Kepala Desa Di Desa Blimbing Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo (Studi Kasus Calon Kepala Desa Melawan Kotak Kosong). Pada penelitian ini dijelaskan bahwa dalam pencalonan kepala desa hanya terdapat satu calon kepala desa yaitu mantan kepala desa itu sendiri. Karena bagi masyarakat yang sebenarnya memiliki minat untuk mencalonkan diri menjadi kepala desa mempunyai beberapa kendala perihal dana pencalonan serta merasa kalah pamor dibanding mantan kepala desa yang mencalonkan diri menjadi kepala desa kembali. Hal inilah yang membuat masyarakat mengurungkan niat mencalonkan diri sebagai kepala desa karena mereka takut tidak ada yang memilih mereka.

2. Barni. 2007. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Pendidikan Dan Status Sosial Di Desa Pekandangan Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara. Pada penelitian kedua ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang ikut menentukan tingkat partisipasi politik seseorang itu pula. Demikian pula dengan status sosial, karena semakin tinggi status sosial seseorang di mata masyarakat, menunjukkan besarnya motivasi seseorang dalam kegiatan politik bangsa.

Dari pokok permasalahan kedua penelitian di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa: status ekonomi, tingkat pendidikan serta status sosial sangat


(46)

commit to user

dipengaruhi oleh motivasi politik seseorang. Jika dikaitkan dengan penelitian yang peneliti ambil, maka kedua penelitian tersebut memiliki hubungan yang positif. Karena peneliti mengambil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta. Yang dimaksud pemilih disini adalah masyarakat yang sudah berhak untuk memilih. Sehingga dalam memberikan pemilih tentu memiliki motivasi atau dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dimana motivasi pemilih satu dengan pemilih lainnya pasti berbeda. Sehingga untuk mengetahui perbedaan tersebut peneliti juga mengklasifikasikan pemilih menjadi empat, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

B. KERANGKA BERFIKIR

Suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum motivasi pemilih ikut menentukan berhasil dan tidaknya pemilihan umum tersebut. Pemilih adalah seorang atau kelompok orang yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum yang dapat dilatarbelakangi oleh motivasi yang berbeda-beda. Motivasi pemilih merupakan suatu dorongan yang bisa berasal dari diri pemilih maupun dari luar diri pemilih dengan tujuan tertentu yang dicapai oleh pemilih tersebut. Sehingga motivasi pemilih dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

Pada klasifikasi pertama yaitu pemilih yang dibedakan berdasarkan usia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu usia 17 tahun – 25 tahun, usia 26 tahun – 45 tahun, dan usia 46 tahun– lanjut. Kemudian pada klasifikasi kedua yaitu pemilih yang dibedakan menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Klasifikasi ketiga dibedakan menurut status ekonomi. Pada klasifikasi ini peneliti membaginya menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas yaitu pemilih yang memiliki penghasilan di atas Rp2.500.000;- setiap bulannya dan kelompok status ekonomi menengah ke bawah yaitu pemilih yang memiliki penghasilan di bawah Rp2.500.000;- setiap bulannya. Kemudian pada klasifikasi keempat ini pemilih dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan tamat SMP-SMA dan sedang/tamat Perguruan Tinggi.


(47)

commit to user

Melalui klasifikasi di atas peneliti berharap hasil yang dicapai dapat maksimal. Karena melalui pengklasifikasian tersebut kita dapat mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam mengikuti pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surakarta tahun 2009 sebelum mengambil keputusan kepada siapa pemilih akan memberikan suaranya. Hal ini semakin menarik ketika melalui pengklasifikasian tersebut peneliti dapat mengetahui motivasi-motivasi yang ada dalam diri pemilih. Kemudian dengan mengetahui motivasi pemilih tersebut, maka dapat diketahui pula orientasi yang dimiliki setiap pemilih yaitu orientasi policy-problem-solving dan orientasi ideologi.. Dengan demikian pemilih dapat dikelompokkan kedalam dua tipe pemilih, yaitu tipe pemilih rasional dan tipe tradisional. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir yang telah peneliti uraikan di atas dapat digambarkan seperti di bawah ini.


(48)

commit to user

Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir

Pemilihan Umum

Presiden & Wakil Presiden

Anggota DPR

Anggota DPRD

Motivasi Pemilih

Usia Jenis

Kelamin

Status Ekonomi

Pengambilan Keputusan

Anggota DPD

Tingkat Pendidikan

Policy- Problem-Solving


(49)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih tempat penelitian di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Peneliti memilih lokasi penelitian di tempat tersebut, dengan beberapa pertimbangan antara lain:

a. Peneliti tertarik terhadap motivasi pemilih di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. b. Pada lokasi penelitian tersebut terdapat data atau informasi yang

diperlukan dalam penelitian yang peneliti lakukan.

c. Lokasi penelitian tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga akan memudahkan peneliti dalam melakukan observasi maupun penelitian.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian sampai dengan penyusunan laporan penelitian adalah 20 bulan yang dimulai pada bulan Juni 2009 sampai dengan Februari 2011. Berikut ini gambar alokasi waktu kegiatan penelitian yang peneliti lakukan:

Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 J u n J u l A g t S e p O k t N o v D e s J a n F e b M a r A p r M e i J u n J u l A g t S e p O k t N o v D e s Jan

1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan Proposal 3. Ijin Penelitian 4. Pengumpulan Data 5. Analisis Data 6. Penyusunan Laporan


(1)

mengutamakan realita yang ada serta program-program kerja yang ditawarkan oleh para peserta pemilihan anggota DPRD, sehingga motivasi yang mereka

miliki cenderung berorientasi pada policy-problem-solving. Sedangkan

informan perempuan termasuk tipe tradisional karena sebagian besar masih mengutamakan persamaan ideologi dengan peserta pemilihan umum DPRD Kota Surakarta, maka jelaslah bahwa pemilih tipe ini memiliki motivasi yang cenderung berorientasi ideologi yaitu dimana pemilih tidak terlalu memperhatikan visi dan misi maupun kebijakan apa yang telah dan akan diambil oleh peserta pemilihan umum tersebut. Selain itu kelompok kedua ini juga masih memegang teguh satu keyakinan, bahwa tempat perempuan adalah di belakang laki-laki, sehingga tidak pantas bila mencalonkan diri pada pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta meski dihadapan hukum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

3. Pada klasifikasi status ekonomi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas dan kelompok status ekonomi menengah ke bawah. Motivasi yang dimiliki oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar mengarah pada tipe pemilih rasional karena mereka lebih berpikir rasional yaitu sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta lalu, mereka melihat dan memperhatikan visi dan misi serta prestasi apa yang telah dicapai oleh sebagian besar peserta pemilihan umum tersebut. Pemilih kelompok ini juga mempunyai harapan bahwa melalui pemilihan umum ini keadaan kota Surakarta menjadi lebih baik dan maju. Oleh karena itu tipe pemilih ini juga memiliki oreintasi policy-problem-solving yaitu bahwa mereka tidak terlalu mementingkan hubungan kekerabatan ataupun persamaan ideologi dengan peserta pemilih namun mereka lebih mementingkan apa yang telah dicapai dan apa yang akan berusaha dicapai apabila terpilih menjadi anggota DPRD Kota Surakarta. Sebaliknya pada pemilih kelompok kedua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah lebih cenderung


(2)

kekerabatan, persamaan ideologis dan persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum tertentu. Meskipun ada pula pemilih dari status ekonomi menengah ke atas yang juga mempunyai pendapat yang sama dengan pemilih tipe ini. Dengan orientasi ini maka pemilih dengan status ekonomi ke bawah termasuk tipe pemilih tradisional karena masih mementingkan ikatan emosional dengan peserta pemilihan umum daripada rasionalitasnya.

4. Pada klasifikasi yang terakhir yaitu klasifikasi tingkat pendidikan dapat dketahui bahwa pemilih dengan tingkat pendidikan rendah sebagian besar motivasinya cenderung memiliki orientasi ideologi dengan peserta pemilihan umum. Mereka lebih memperhatikan sosok peserta pemilihan umum berdasarkan cara pandang masing-masing pemilih tanpa mengedepankan rasionalitas mereka. Mereka beranggapan bahwa, asalkan peserta pemilih memiliki nilai dan keyakinan yang sama dengan diri pemilih maka mereka pasti memilihnya. Sehingga berdasarkan kriteria-kriteria di atas maka pemilih ini termasuk tipe pemilih tradisional. Sebaliknya untuk pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi termasuk tipe pemilih rasional yang mana motivasinya berorientasi pada policy-problem-solving karena tipe pemilih ini lebih mengutamakan logikanya dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum, meski tidak semua yang berpendapat sama. Dengan demikian hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.

B. Implikasi

Dilihat dari hasil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta di Kecamatan Jebres, maka implikasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:


(3)

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat bermacam-macam motivasi dalam diri pemilih di masing-masing klasifikasi yang menyebabkan terbaginya pemilih menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan pemilih tradisional (emosional) yang mana masing-masing tipe berorientasi pada policy-problem-solving dan ideologi.

a. Pada klasifikasi pertama yaitu berdasarkan usia, diketahui bahwa pemilih pemula dan pemilih produktif pada penelitian ini lebih kritis dan motivasi yang dimilikinya pun berbeda jika dibandingkan dengan pemilih usia lanjut. Hal ini menyebabkan pemilih pemula dan pemilih usia produktif termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi

policy-problem-solving. Sebaliknya pemilih usia lanjut termasuk

dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.

b. Pada klasifikasi kedua yaitu berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa motivasi antara pemilih perempuan berbeda dengan motivasi pemilih laki-laki. Dimana motivasi pemilih perempuan masih dilatarbelakangi oleh adanya sistem kekerabatan dan budaya lokal yang menilai bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin. Hal inilah yang menyebabkan pemilih perempuan termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi. Sebaliknya pemilih laki-laki termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi

policy-problem-solving.

c. Pada klasifikasi ketiga yaitu berdasarkan status ekonomi, dimana pemilih digolongkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok menengah ke atas dan kelompok menengah kebawah. Pada klasifikasi ini, pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Hal ini disebabkan karena pemilih pada kelompok ini lebih memperhatikan visi misi serta program kerja yang ditawarkan peserta pemilihan umum daripada hubungan kekerabatan ataupun hubungan emosional dengan peserta pemilihan umum. Sebaliknya bagi pemilih dengan status ekonmi


(4)

orientasi ideologi. Hal ini disebabkan selain karena lebih memperhatikan hubungan kekerabatan, mereka juga lebih tertarik pada imbalan yang akan diterimanya jika memilih salah satu peserta pemilihan umum.

d. Pada klasifikasi terakhir ini yaitu berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh data bahwa tingkat pendidikan seorang pemilih tidak dapat menjamin pemilih tersebut memiliki motivasi yang bisa membuatnya termasuk dalam tipe pemilih rasional ataupun tradisional dengan orientasi policy-problem-solving atau ideologi. Meskipun sebagian besar pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi pada penelitian ini memang termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi

policy-problem-solving. Sedangkan pemilih yang memiliki tingkat pendidikan

lebih rendah sebagian besar termasuk dalam tipe tradisional dengan orientasi ideologi Sehingga berdasarkan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pemilih belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.

Sehingga dengan adanya penelitian ini menunjukkan bahwa pengenalan tentang pemilihan umum memang sangat dibutuhkan, terlebih pengenalan mengenai masing-masing peserta pemilihan umum yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di Surakarta. Karena hal tersebut mempengaruhi motivasi pemilih dalam memberikan suaranya pada pemilihan umum ini. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan yang baru demi kemajuan bersama.


(5)

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian tersebut di atas, maka berikut ini disampaikan saran-saran. Saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi usia

Dengan perkembangan jaman sekarang ini, maka sebaiknya setiap pemilih dapat berpikir lebih kritis. Terkhusus bagi pemilih dengan usia lanjut, hendaknya jangan hanya terpaku pada kebiasaan lama yang hanya berpikir bahwa apabila anggota kerabat menjadi wakil rakyat maka akan menjadi keuntungan pula bagi kerabatnya yang lain. Tapi hendaknya setiap pemilih lebih bisa mengikuti perkembangan jaman sekarang. Sehingga pemilih tradisional sedikit demi sedikit dapat berkurang, meski tidak akan mungkin hilang dalam pelaksanaan pemilihan umum.

b. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis kelamin

Dengan diketahuinya motivasi pemilih dengan berdasarkan jenis kelamin ini, terkhusus bagi pemilih dengan jenis kelamin perempuan yang masih dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin maka sebaiknya pemilih ini bisa lebih melihat ke dunia luar bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan sudah tidak bisa dibedakan. Karena tidak sedikit kaum perempuan yang bisa menyamai kedudukan kaum laki-laki karena kemampuan yang dimilikinya. Meski secara kodrat kaum laki-laki memang lebih tinggi daripada kaum perempuan. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kaum perempuan tidak pantas menjadi pemimpin. Oleh karena itu bagi pemilih perempuan jangan membatasi diri dengan beranggapan bahwa kaum perempuan hanya mempunyai tempat di belakang kaum laki-laki. Tapi tanamkan pikiran bahwa kaum perempuan pun dapat juga melakukan apa yang dilakukan oleh kaum lak-laki, terkhusus dalam hal ini adalah dalam memilih dalam pemilihan umum. Dengan demikian budaya lokal yang sering mengikuti pemikiran kaum perempuan ini dapat berkurang.


(6)

c. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi

Dalam klasifikasi ini pemilih dibagi menjadi dua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas dan pemilih dengan status menengah ke bawah. Dengan pengelompokan pemilih ini maka jelaslah bahwa terdapat perbedaan motivasi. Terkhusus bagi pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah hendaknya lebih memperhatikan kenyataan yang ada. Maksudnya pemilih ini jangan hanya meperhatikan kepentingan sendiri. Karena pemilih ini termasuk kelompok pemilih tradisional maka pemilih ini seharusnya mau berusaha berubah. Karena pemilih tradisional dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum lebih cenderung memilih karena hubungan kekerabatan dan imbalan yang diberikan kepadanya. Padahal hal tersebut sangat merugikan negara. Karena pemerintah mengadakan pemilihan umum ini bertujuan untuk mewujudkan demokrasi. Oleh karena itu hendaknya setiap pemilih dalam pemilihan umum ini lebih mengutamakan kepentingan demi kemajuan bersama dan bukan kepentingan sendiri.

d. Bagi Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dalam klasifikasi ini pemilih terbagi menjadi beberapa tingkat pendidikan. Karena pada klasifikasi ini yang termasuk pemilih tradisional adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah maka hendaknya pemilih ini bisa lebih aktif dalam mencari informasi mengenai pemilihan umum. Sehingga dalam menentukan pilihannya setiap pemilih mampu menentukannya sesuai hati nurani dengan memperhatikan bagaimana wakil rakyat yang akan dipilihnya. Hal ini tidak hanya ditujukan untuk pemilih dengan tingkat pendidikan rendah saja yang masih beranggapan bahwa sistem kekerabatan itu penting namun juga untuk pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi yang mempunyai anggapan yang sama. Dengan demikian tujuan pemerintah mewujudkan demokrasi bersama rakyat dapat tercapai sepenuhnya.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

0 3 76

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Implementasi Hak Anak Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (Studi Kasus Kota Layak Anak di Surakarta Tahun 2014).

0 3 16

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Implementasi Hak Anak Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (Studi Kasus Kota Layak Anak di Surakarta Tahun 2014).

0 4 9

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TERHADAP ANCAMAN Kesiapsiagaan Masyarakat Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta Terhadap Ancaman Benana Banjir.

0 2 14

KESIAPSIAGAAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Dan Tingkat Pendidikan Bencana Banjir Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 2 17

KESIAPSIAGAAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Dan Tingkat Pendidikan Bencana Banjir Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 2 10

REKRUTMEN ANGGOTA PARTAI POLITIK PDIP DAN PKS DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA TAHUN 2012 Rekrutmen Anggota Partai Politik PDIP Dan PKS Di Kecamatan Jebres Surakarta Tahun 2012.

0 1 16

REKRUTMEN ANGGOTA PARTAI POLITIK PDIP DAN PKS DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA TAHUN 2012 Rekrutmen Anggota Partai Politik PDIP Dan PKS Di Kecamatan Jebres Surakarta Tahun 2012.

0 1 13

Implementasi Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 0 13

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM KOTA LAYAK ANAK DI KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA.

0 0 1