Daya Saing Penelitian dan Pengembangan

3.4 Daya Saing Penelitian dan Pengembangan

Gambar 3 - 5 Diagram Daya Saing Penelitian dan Pengembangan

SUMBER DAYA KREATIF

KELEMBAGAAN SUMBER DAYA

INFRASTRUKTUR INDUSTRI DAN TEKNOLOGI

PEMASARAN PEMBIAYAAN

Mengacu pada Gambar 3.5, dapat terlihat bahwa sumber daya kreatif memiliki nilai indeks tertinggi dibanding komponen lainnya. Walaupun jumlah peneliti sebagai sumber daya kreatif masih terbatas, Indonesia sudah mulai memiliki potensi dalam hal ini. Mulai munculnya para peneliti yang hasil karyanya diapresiasi di mancanegara menunjukkan bahwa sebenarnya hasil karya sumber daya kreatif dalam negeri tentu masih bisa bersaing dengan karya kreatif lainnya.

Meskipun memiliki kekuatan pada sumber daya kreatif (peneliti atau perekayasa), minimnya pembiayaan serta peran kelembagaan (kebijakan) dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan terkait dengan bidang dalam industri kreatif menjadi persoalan. Minimnya pembiayaan terlihat dari persentase biaya yang dialokasikan negara terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan. Adanya pengurangan jumlah biaya yang dialokasikan pemerintah tentu akan membuat para peneliti atau perekayasa mencari alternatif pembiayaan agar kegiatan penelitian dan pengembangannya selesai pada waktunya. Sisi pembiayaan pun masih lemah karena masih adanya paradigma bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan dianggap sebagai suatu pengeluaran bukan bentuk investasi. Hal ini yang menyebabkan antusiasme terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan relatif kurang.

Komponen lainnya yang cukup mencolok adalah kelembagaan. Yang dimaksud dengan kelembagaan adalah peran serta regulasi dari pemerintah. Berdasarkan hasil diskusi grup dan wawancara

BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 61 BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 61

Selain komponen kelembagaan, infrastruktur dan teknologi juga memiliki nilai yang relatif rendah. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan semasa diskusi grup bahwa jika dibandingan dengan negara lain, ketersediaan infrastruktur yang sesuai masih sangat kurang. Maka, dapat dinyatakan bahwa secara garis besar Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan lagi subsektor penelitian dan pengembangannya, namun hal ini tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan harus ada kerjasama dan kolaborasi antara pelaku industri, akademisi, komunitas, dan pemerintah agar penelitian yang dilakukan dapat tepat guna.

Berbicara mengenai daya saing lebih jauh, komposisi penelitian dan pengembangan di Indonesia 80% di antaranya dilakukan oleh pemerintah. 16 Di sisi lain, berdasarkan survei yang dilakukan Pappitek LIPI, dominasi pemerintah mencapai angka 42,8% terhadap total kegiatan penelitian dan pengembangan. Hal ini tentu patut diperhatikan karena menunjukkan dominasi yang begitu tinggi dari lembaga penelitian milik pemerintah, sedangkan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak lain (universitas dan bisnis) relatif masih rendah.

Amerika Serikat sebagai negara yang termasuk kedalam top spenders untuk penelitian dan pengembangan memiliki proporsi penelitian oleh lembaga pemerintah sebanyak 10% saja, dimana 70% dilakukan oleh peneliti swasta, 13% oleh akademisi, dan sisanya oleh lembaga

penelitian nonproit. 17 Malaysia sekalipun memiliki kontribusi sektor swasta terhadap penelitian dan pengembangan sebesar 84,9%. 18 Jauhnya perbedaan antara Indonesia dan Amerika Serikat serta Malaysia juga menunjukkan perbedaan concern dari sektor bisnis akan pentingnya penelitian dan pengembangan. Tidak mengherankan jika di dalam Laporan Pengembangan Industri Kreatif tahun 2008 dinyatakan bahwa terdapat kekurangan komitmen dalam menjalankan penelitian dan pengembangan dari sektor bisnis. Hal ini juga sejalan dengan survei yang menyatakan bahwa 85,41% inovasi yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur lebih banyak dilakukan pada tahap pemasaran, bukan tahap produksi, sehingga dapat diartikan bahwa inovasi terhadap

produk masih dinilai kurang. 19

Komersialisai penelitian dan pengembangan masih sangat kurang. Pada tahun 2013 terdeteksi bahwa hanya 8% dari inovasi yang terpilih dalam buku serial 100 penemuan baru yang dikeluarkan

oleh Kementerian Riset dan Teknologi. 20 Hal ini juga dinyatakan oleh Gusti Muhammad Hatta (Menteri Riset dan Teknologi) bahwa sangat sedikit hasil riset dan pengembangan yang diproduksi secara massal disebabkan oleh kurang applicable nya hasil riset untuk pengguna industri, masyarakat, dan pemerintah.

Haid Abbas sebagai koordinator FKK (Forum Komunikasi Kelitbangan) menyatakan bahwa Indonesia memiliki posisi yang rendah terkait dengan hak paten. Berdasarkan data bank dunia,

(16) Laporan Rencana Pengembangan Industri Kreatif, 2008 (17) NSF (National Science Foundation), 2010 (18) State Development R&D in ASEAN, de la Pena (19) Survey Inovasi Sektor Industri Manufaktur, PAPITEK LIPI, 2011 (20) Business Inovation Centre dalam Antara News, 2013

62 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penelitian Dan Pengembangan Nasional 2015-2019

Indonesia menempati urutan ke-92 pada tahun 2007 dan urutan 98 pada tahun 2008. Urutan ini lebih rendah daripada Srilanka dan Singapura. 21 Hal ini menggambarkan daya saing Indonesia dalam bidang penelitian dan pengembangan terutama IPTEK dibanding dengan negara lainnya. Di Indonesia jumlah paten yang berasal dari luar negeri jauh lebih banyak dengan jumlah paten

yang berasal dari dalam negeri. 22

Berbeda dengan Amerika Serikat sebagai negara nomor 1 Top Spenders pada bidang penelitian dan pengembangan, pemerintah Amerika Serikat sangat mendorong perlindungan kekayaan

intelektual sehingga tingkat pengajuan serta lisensi paten memuncak dari tahun 1980-an. 23 Pemerintah Amerika Serikat melakukan suatu kebijakan untuk membatasi diseminasi hasil penelitian untuk membuat para peneliti mematenkan hasil penelitiannya. Pemerintah Amerika Serikat pun turut memperjuangkan lisensi paten secara internasional atas karya dalam negerinya. Pada tahun 2008, Amerika Serikat memiliki pencapaian hak paten sebanyak 400 ribu per tahun

dan menjadi peringkat kedua penghasil paten tertinggi setelah Jepang. 24 Selain tingkat dominasi pemerintah yang tinggi serta kurang gencarnya kegiatan komersialisasi,

jumlah sumber daya periset juga perlu diperhatikan. Hasil penemuan riset dan pengembangan Amerika Serikat dalam bidang teknologi menjadi lebih tinggi dibanding Jepang karena Amerika

Serikat memiliki jumlah PhD lebih banyak. 25 Hal ini menunjukkan bahwa, tingginya jumlah ahli yang merupakan keluaran dari perguruan tinggi tentu akan meningkatkan jumlah penelitian dan pengembangan yang dijalankan. Sementara itu, Indonesia sendiri masih memiliki jumlah peneliti yang relatif rendah, begitu juga dengan jumlah peneliti PhD. Menurut Iskandar Siregar, profesor dari Institut Pertanian Bogor, minimnya jumlah PhD di Indonesia juga disebabkan oleh banyak faktor, pertama adalah faktor pribadi bahwa para peneliti merasa tidak ingin untuk meneruskan jenjang pendidikannya ke tingkat doktoral, kedua adalah kurangnya jaringan untuk merambah universitas luar negeri untuk melanjutkan studi, dan ketiga adalah kurangnya insentif bagi para peneliti. 26

Berbicara mengenai insentif sebagai salah satu bentuk apresiasi bagi peneliti, walau masih dinilai kurang, Indonesia sudah mulai beranjak pada kemajuan. Hingga saat ini terdapat berbagai macam bentuk apresiasi penelitian dari mulai penghargaan, dana insentif peneliti, hingga hibah dana penelitian. Pemerintah pun sudah mulai menekankan pentingnya apresiasi hasil karya sebagai sarana untuk memotivasi para peneliti untuk berinovasi kembali. Indonesia memiliki beberapa penghargaan penelitian seperti Innovating Region Award, kemudian LIPI Science Based Award, serta penghargaan lainnya yang diberikan oleh pelaku bisnis.

Di Amerika Serikat terdapat beberapa penghargaan tertinggi untuk para peneliti yang dinilai langsung oleh tim yang ditunjuk oleh presiden, sehingga tim yang menilai betul-betul terintegrasi. Misalnya, National Medal of Science yang diberikan khusus pada peneliti individu yang menghasilkan kontribusi luar biasa bagi pengetahuan. Kemudian ada juga Alan T. Waterman Award yang khusus memberikan penghargaan bagi para peneliti muda. he Presidential Early

(21) Laporan Pers FKK, www.pu.go.id/ (22) Indikator IPTEK Indonesia tahun 2011 (23) Mowery, 1998 (24) Komunikasi Publik Pekerjaan Umum, Bank Dunia, 2008 (25) Sadao & Walsh, 2009 (26) www.kompas.com

BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 63

Career Award for Scientists and Engineers (PECASE), merupakan penghargaan untuk menghargai para ilmuwan dan insinyur yang memulai karier mandirinya dengan luar biasa. Hal inilah yang cukup berbeda dengan Indonesia. Hingga saat ini penyelenggaraan penghargaan pun kurang dipublikasikan sehingga informasi mengenai apresiasi kurang menyebar. Begitu juga dengan penyelenggaranya, Amerika Serikat memiliki beberapa jenis penghargaan presidensial yang sangat bergengsi, sedangkan Indonesia belum memiliki hal ini karena beberapa penyelenggaraan penghargaan kurang terintegrasi.

Dikemukakan oleh Kepala LIPI, Lukman Hakim bahwa jumlah peneliti di Indonesia masih tidak seimbang dengan jumlah penduduknya. Pada tahun 2013, dengan jumlah peneliti sebanyak 18.000 orang baik yang terdaftar di LIPI dan perguruan tinggi, Indonesia masih membutuhkan sekitar 200.000 peneliti untuk mengimbangi jumlah penduduknya. Bulgaria memiliki perbandingan 36 peneliti setiap 10.000 penduduk, Malaysia sekitar 18 peneliti per 10.000 penduduk, sementara negara-negara maju sekitar 80 peneliti per 10.000 peduduk. Hal ini tentu berbeda jauh dengan

Indonesia yang pada tahun 2009 masih memiliki rasio 4,7 peneliti per 10.000 penduduk. 27 Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa walaupun sudah memiliki beberapa potensi

untuk berkembang, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan daya saing subsektor penelitian dan pengembangannya baik dari sisi penciptaan kreasi, proses menjalankan penelitian dan pengembangan, komersialisasi, serta hal pendukung lainnya. Selain dinilai masih kurang produktif, hasil penelitian dan pengembangan di Indonesia dinilai masih sulit untuk diaplikasikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya komunikasi dan kerjasama antara peneliti dan calon pengguna penelitian. Di sisi lain, jumlah peneliti masih relatif kurang. Selain disebabkan oleh ketertarikan anak bangsa yang masih kurang terhadap penelitian dan pengembangan, kurangnya apresiasi dalam profesi ini juga menjadi penyebab kurang diminatinya profesi sebagai seorang peneliti. Sisi komersialisasi hasil penelitian pun masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara maju, bahkan negara ASEAN lainnya. Kurangnya jumlah paten menjadi salah satu akar mengapa tingkat komersialisasi dari hasil penelitian dan pengembangan masih sangat kurang.

3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Bagian ini akan menjelaskan potensi dan permasalah penelitian dan pengembangan sebagai subsektor industri kreatif di Indonesia. Penjelasan atas potensi dan permasalahan akan dianalisa melalui tujuh isu strategis yang dialami oleh ekonomi kreatif, mulai dari sumber daya kreatif, sumber daya pendukung, industri, pembiayaan, pemasaran, infrastruktur dan teknologi serta kelembagaan. Terdapat beberapa potensi dan permasalahan yang sangat penting dan perlu diselesaikan secara segera, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya sinergi antara lembaga pendidikan dan sektor industri untuk mengakomodasi kebutuhan tenaga peneliti dan perekayasa;

2. Banyaknya tenaga peneliti yang hasil karyanya terlebih dahulu diapresiasi oleh pihak luar;

3. Kurangnya pusat informasi sumber daya alam dan budaya yang dimiliki tiap daerah; Masih ditemukan ketidakselarasan antara kegiatan penelitian dan pengembangan dengan kebutuhan pasar;

(27) Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK), www.pu.go.id

64 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penelitian Dan Pengembangan Nasional 2015-2019

4. Masih muncul preferensi pasar dalam negeri terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak asing;

5. Kurangnya kolaborasi antara pihak intelektual (akademisi), bisnis, pemerintah, dan komunitas dalam menyinergikan arah kegiatan penelitian dan pengembangan;

6. Terbatasnya akses terhadap hasil penelitian terdahulu. Selain permasalahan tersebut, terdapat juga potensi dan permasalahan lain yang kemudian

disusun dalam tabel berikut : Tabel 3-2 Potensi dan Permasalahan Penelitian dan Pengembangan Indonesia

NO POTENSI PERMASALAHAN (Peluang dan Kekuatan)

(Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman) 1 SUMBER DAYA KREATIF

1 Kuantitas lembaga pendidikan di 1 Belum meratanya sebaran lembaga pendidikan di Indonesia (formal dan non formal)

Indonesia baik secara kuantitas maupun kualitas yang meningkat.

2 Subsektor penelitian dan 2 Kurikulum pendidikan yang masih berfokus pengembangan melingkupi

pada keterampilan kerja, bukan keterampilan berbagai bidang keilmuan, hingga

melakukan riset dan pengembangan. saat ini terdapat berbagai macam beasiswa yang dicanangkan baik oleh pemerintah, swasta maupun organisasi internasional yang dapat diakses oleh para orang kreatif

3 Jumlah penduduk yang mengenyam 3 Pola pendidikan yang masih berfokus pada pendidikan tinggi meningkat

keterampilan kerja, bukan keterampilan melakukan riset dan pengembangan.

4 Meningkatnya daya saing para 4 Kurangnya sinergi antara lembaga pendidikan pakar peneliti maupun perekayasa

dan sektor industri menyebabkan penelitian dan baik secara nasional maupun

pengembangan yang dihasilkan tidak sepenuhnya internasional

sesuai dengan kebutuhan pasar. Mayoritas penelitian dan pengembangan yang dilakukan bersifat basic research sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh dunia usaha.

5 Mulai munculnya para peneliti dan 5 Banyaknya tenaga peneliti yang terlebih dahulu perekayasa mandiri

diapresiasi oleh pihak asing. Kualitas peneliti Indonesia yang memiliki daya saing terkadang tidak diikuti dengan insentif yang sesuai.

2 SUMBER DAYA PENDUKUNG

1 Indonesia memiliki 1 Kurangnya perlindungan terhadap sumber keanekaragaman hayati dan budaya

daya alam & budaya yang dimiliki (kurangnya yang dapat dijadikan potensi untuk

pusat informasi) tiap daerah, seringkali terjadi diteliti dan dikembangkan

ketidaktahuan masyarakat akan kekayaan hayati & budaya yang dimiliki daerahnya. Hal ini menyebabkan sering terjadinya apresiasi terlebih dahulu dari pihak asing atas kekayaan yang dimiliki

BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 65

2 Kegiatan penelitian dan 2 Kurangnya publikasi karya-karya penelitian, buku, pengembangan yang terkait dengan

dan majalah seni pertunjukan pemanfaatan SDA serta topik ramah lingkungan sudah mulai banyak bermunculan dimana kebanyakan terkait dengan bidang ilmu sains, teknologi dan rekayasa

3 INDUSTRI

1 Indonesia mulai memiliki banyak 1 Paradigma Kegiatan Penelitian dan bibit bibi peneliti mandiri lainnya

Pengembangan di Indonesia yang masih yang tidak tergabung dengan

dipandang sebagai pengeluaran bukan investasi. lembaga penelitian pemerintah

(dimana walaupun sudah mulai muncul kesadaran (terlihat dari antusiasme pendidikan

akan pentingnya R&D namun masih ada tinggi akan program technopreneur

paradigma pemikiran seperti itu) dan kompetisi inovasi yang banyak diikuti)

2 Mulai munculnya kesadaran dari 2 Belum banyak usaha kreatif di Indonesia pihak swasta untuk mengadakan

yang menjadikan kegiatan penelitian dan kompetisi mengenai inovasi yang

pengembangan sebagai bisnis utamanya. memiliki tindak lanjut.

3 Seringkali terjadi ketidakselarasan antara kegiatan penelitian & pengembangan dengan kebutuhan pasar

3 Mulai berkembangnya institusi 4 Jumlah usaha kreatif bidang Teknik Iluminasi kolaborator yang melakukan

sangat minim

link and match, advokasi kepada kebijakan dan implementasi hasil Penelitian & Pengembangan menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual

4 Dengan munculnya berbagai macam karya kreatif hasil penelitian dan pngembangan muncul juga brand produk baru yang unik

5 Beberapa hasil penelitian dan pengembangan tidak hanya berfokus pada bidang keilmuan sains dan teknologi saja, saat ini mulai bermunculan karya yang menggabungkan seni dan teknologi, hingga ilmu sosial dan teknologi

6 Terdapat berbagai macam karya kreatif hasil penelitian dan pengembangan yang diapresiasi secara global (partisipasi aktif para peneliti dalam konferensi, produk yang dapat dikonsumsi pasar luar negeri)

66 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penelitian Dan Pengembangan Nasional 2015-2019

4 PEMBIAYAAN

1 Mulai berkembangnya kesempatan 1 Alokasi anggaran pemerintah Indonesia untuk dana kegiatan penelitian dan

kegiatan Penelitian dan Pengembangan paling pengembangan yang dapat

kecil proporsinya dibandingkan Negara G20 dimanfaatkan

lainnya 2 Alternatif pembiayaan selain dari biaya

pemerintah yang bemunculan seringkali tersebar informasinya hanya pada komunitas itu itu saja walaupun sebenarnya aksesnya tidak terlalu sulit

5 PEMASARAN

1 Walaupun memang belum banyak, 1 Proses penjualan karya ke luar negeri diurus tetapi sudah ada beberapa karya

secara mandiri oleh orang kreatif (peneliti) kreatif hasil penelitian dan

tersebut serta tidak tercatat secara baik. pengembangan yang dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh konsumen luar negeri baik industri maupun perorangan

2 Adanya media internet 2 Hasil inovasi produk dalam negeri yang seringkali mempermudah penyebaran

kalah dengan produk impor yang lebih murah informasi, adanya channel distribusi produk seperti jasa pengiriman baik

3 Hasil penelitian & pengembangan yang seringkali dalam negeri maupun luar negeri

berujung pada tahap pengarsipan saja juga mempermudah distribusi

produk kreatif

6 INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI

1 Perkembangan teknologi khususnya 1 Kecepatan jaringan internet yang masih lambat internet yang bisa menjadi wadah

dibanding negara lain di Asia untuk mengembangkan kegiatan penelitian & pengembangan.

2 Kecanggihan teknologi informasi 2 Fasilitas teknologi sebagai infrastruktur memperbesar peluang berjejaring

penelitian yang masih tertinggal dengan Negara & promosi melalui dunia maya

lain

(online). 3 Aksesibilitas terhadap hasil penelitian terdahulu

yang masih sulit

7 KELEMBAGAAN

1 Adanya kebijakan mengenai 1 Ketentuan akan repository yang masih belum kewajiban repository karya

dipahami oleh para peneliti di berbagai lembaga kreatif bidang penelitian dan

penelitian

pengembangan. 2 Adanya kebijakan mengenai

2 Apresiasi bagi profesi peneliti serta kegiatan komersialisasi karya kreatif

penelitian & pengembangan yang masih kurang penelitian dan pengembangan.

(finansial maupun non- finansial) 3 Adanya kebijakan mengenai insentif

3 Kebijakan arah pembangunan yang belum pajak untuk kegiatan penelitian dan

terfokus (hal ini membingungkan para investor pengembangan.

untuk menfokuskan diri investasi pada kegiatan penelitian apa)

3 Adanya kebijakan mengenai insentif 3 Kebijakan arah pembangunan yang belum pajak untuk kegiatan penelitian dan

terfokus (hal ini membingungkan para investor pengembangan.

untuk menfokuskan diri investasi pada kegiatan penelitian apa)

BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 67

4 Mulai muncul lembaga 4 Regulasi & sistem riset pemerintah yang intermediator yang mewadahi para

seringkali menghambat kegiatan penelitian dan technopreneur (BIC, INOTEK, dll)

pengembangan di Indonesia untuk berkembang 5 Mulai muncul sentra kreatif atau

5 Kebijakan komersialisasi karya kreatif yang masih ruang kreatif untuk kegiatan

belum dapat diimplementasikan dengan baik penelitian dan pengembangan (BDV,

(pertentangan antara kebijakan komersialisasi LabFab, dll) yang difasilitasi swasta

dengan kebijakan kementerian keuangan sehingga maupun pemerintah

kebijakan htersebut belum banyak memberikan nilai tambah bagi orang kreatif)

6 Mulai banyak peneliti Indonesia 6 Insentif pajak bagi kegiatan penelitian dan yang karyanya telah diapresiasi

pengembangan yang kurang berfungsi (tidak secara internasional

implementable).

7 Mulai muncul ajang penghargaan 7 Fasilitas laboratorium teknologi yang biasanya yang diselenggarakan oleh pihak

dimiliki oleh pemerintah, dan akses yang kurang swasta untuk orang orang yang

mudah

memberikan efek pada lingkungan sekitar diantaranya peneliti (Bakrie Award, Habibie Award, dll)

8 Kegiatan dalam subsektor 8 Sistem HKI di Indonesia yang kurang penelitian dan pengembangan

mendukung komersialisasi hasil penelitian dan banyak mencoba menggunakan

pengembangan

kekayaan budaya dan hayati lokan (Batik Fractal - batik, Growbox -

9 Kurangnya kolaborasi antara pihak intelektual usahanya yang membudidayakan

(akademisi), bisnis, pemerintah dan komunitas jamur dan mencoba membuat

dalam mengembangkan kegiatan penelitian dan gabus ramah lingkungan)

pengembangan 10 Penyebaran lembaga intermediator i kebanyakan

bersifat swasta dan dikota besar 11 Kegiatan penelitian dan pengembangan masih

belum banyak tersekpos. 12 Partisipasi aktif (dalam seminar maupun

konferensi internasional) masih dilakukan secara individual oleh orang kreatif (belum terorganisir dengan baik)

13 Apresiasi bagi profesi peneliti serta kegiatan penelitian & pengembangan yang masih kurang (finansial maupun non- finansial)

14 Masih ada cara berpikir atau paradigma bahwa hasil penelitian yang dilakukan atau ditemukan oleh pihak asing lebih baik

68 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penelitian Dan Pengembangan Nasional 2015-2019

15 Mematenkan hasil karya masih dianggap sebagai suatu pilihan belum kewajiban karena prosesnya yang rumit dan efeknya yang masih dirasa belum signifikan.

16 Kurangnya perlindungan terhadap sumber daya budaya (kurangnya pusat informasi) yang dimiliki tiap daerah, seringkali terjadi ketidaktahuan masyarakat akan kekayaan hayati yang dimiliki daerahnya. Hal ini menyebabkan sering terjadinya apresiasi terlebih dahulu dari pihak asing atas kekayaan yang dimiliki

BAB 3: Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan di Indonesia 69

70 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penelitian Dan Pengembangan Nasional 2015-2019

BAB 4

Rencana Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Industri Kreatif Indonesia

BAB 4: Rencana Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Industri Kreatif Indonesia 71

Dunia penelitian dan pengembangan yang bersifat mendatangkan nilai ekonomi atau menjadi suatu lini bisnis utama perusahaan memang mulai berkembang saat ini. Hal ini ditandai dengan munculnya para peneliti mandiri swasta yang tidak lagi bernaung dibawah lembaga penelitian pemerintah baik berdiri secara perorangan maupun dalam bentuk perusahaan. Walaupun kebanyakan muncul di bidang keilmuan sosial, disisi lain terdapat juga sebagian kecil yang fokus terhadap penelitian di bidang sains, teknologi dan rekayasa. Namun walaupun begitu, di bagian rencana pengembangan ini akan lebih difokuskan kepada rencana pengembangan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan terkait bidang-bidang industri kreatif di Indonesia dimana kegiatan penelitian dan pengembangan juga idealnya dijadikan arus utama untuk mengembangkan industri kreatif.