Menyilangkan benih: mengebiri dan menyerbukkan bakal benih

Menyilangkan benih: mengebiri dan menyerbukkan bakal benih

Dalam skema pemuliaan tanaman padi yang melakukan self-pollinating, kegiatan pengebirian—termasuk pemilihan dan penyiapan pejantan—serta penyerbukan merupakan Dalam skema pemuliaan tanaman padi yang melakukan self-pollinating, kegiatan pengebirian—termasuk pemilihan dan penyiapan pejantan—serta penyerbukan merupakan

Waktu pengebirian Pengebirian bunga padi (penghilangan serbuk sari) dan penyiapan induk jantan mengawali

serangkaian kegiatan penyilangan yang dilaksanakan sebelum penyerbukan dilakukan. Pengebirian dapat dilakukan tanpa aturan waktu yang ketat. Namun, untuk pengambilan induk jantan terdapat keharusan dalam mempertimbangkan waktu, yakni sebelum matahari terbit agar bunga jantan belum melakukan penyerbukan. Diperlukan pula penjemuran dari sekitar pukul 8.00 hingga saat “siap kawin” (lihat Wartono, 2004:18). Oleh karena itu, kegiatan pengambilan benih jantan pun tidak dapat dilakukan petani-pemulia sembarang waktu. Dalam penetapan saat pengebirianlah, dijumpai variasi sejalan dengan pilihan masing- masing penyilang.

Iwan dari Kroya memilih waktu pengebirian pagi hari, dari pukul 6—7 pagi, disusul dengan penyerbukan pada hari itu juga. Alasan yang dikemukakannya ialah tingkat keberhasilan penyerbukan. Tingkat keberhasilan penyerbukan akan lebih tinggi pada gabah yang baru mengalami pengebirian, atau dalam bahasa Iwan: saat gabah yang dikebiri masih muda. Mitro memilih waktu pengebirian mulai tengah hari sebelumnya hingga tengah malam, atau bahkan hingga pagi hari keesokannya. Penyerbukan yang dilakukan pada malam hari dibantu oleh penggunaan lampu. Jumlah persilangan yang akan dilakukan Mitro jauh lebih banyak daripada Iwan hingga tidak mungkin pengebirian itu dilaksanakan pada pagi hari sebelum penyerbukan (lihat jumlah persilangan Mitro dalam Bab....).Jangka waktu penyerbukan dilakukan hingga tiga hari setelah dikebiri, sekalipun ia tahu bahwa : “Yang bagusnya itu satu hari langsung dikebiri.”

Besarnya jumlah persilangan yang dilakukan Mitro menuntutnya mengalokasikan waktu pengebirian yang lebih lama. Sekalipun alokasi waktu pengebirian itu ditetapkannya sendiri sesuai dengan kebutuhan, dipertimbangkannya pula saat penyerbukan dan jarak waktu antara pengebirian dan penyerbukan. Hal itu terkait dengan unsur pengetahuan yang lain, yakni masa pembungaan yang berlangsung selama tiga hari. Dalam penjelasan di Panduan Lapangan, pengambilan jantan disarankan untuk malai yang baru keluar sepertiga bagian. Apabila bagian atas sudah hilang serbuknya, masih bisa digunakan bagian tengah dan bagian bawah malai (Wartono, 2004:18).

Cara penyerbukan Dalam SLPT, para petani dilatih untuk meletakkan tangkai malai induk jantan dalam segelas

air sebelum penyerbukan dilakukan. Apabila cuaca mendung digunakan air hangat. Apabila cuaca panas menggunakan air dingin biasa. Penggunaan air itu dimaksudkan agar pembukaan sekam dapat berlangsung lebih cepat (lihat Wartono, 2004:18). Rumpun padi yang dipilih sebagai bakal betina diletakkan dalam pot. Dalam praktiknya, terdapat sejumlah variasi yang dilakukan beberapa petani-pemulia. Pertama, penyerbukan antara dua rumpun (jantan dan betina) yang diletakkan dalam dua pot yang berbeda (lihat Film Bisa Dèwèk, 2007 seperti yang dilakukan Arifin). Kedua, membawa rumpun bakal benih jantan ke lahan tempat ditanamnya varietas yang dipilih sebagai bakal benih betina. Ketiga, mengikuti petunjuk pemandu dengan meletakkan tangkai malai pejantan dalam gelas berisi air dengan memperhatikan pencahayaan yang memadai.

Kar dari Juntinyuat, Sum dari Sukadana, dan Iwan memilih melakukan penyerbukan langsung di lahan dengan alasan keberhasilan perolehan bastar yang lebih tinggi alih-alih di luar lahan. Kar menambahkan alasannya bahwa jumlah serbuk jantan di lahan sawah lebih banyak alih-alih dibawa ke rumah. Idin dari Bangodua juga membawa sang induk betina yang telah dikebiri ke lahan tempat ditanamnya rerumpunan padi yang dijadikan bakal tetua jantan. Pada saat penyerbukan, ia menggoyang-goyangkan tangkai-tangkai padi di sekeliling rumpun induk betina itu agar sebanyak mungkin serbuk sari dari tetua jantan masuk ke gabah yang telah dikebiri itu. Walau terdapat pilihan untuk melakukan penyerbukan di lahan, keputusan Kar pun tergantung pada situasi yang dihadapi, misalnya kondisi cuaca. Dalam kondisi cuaca mendung, ia memutuskan untuk melakukan penyerbukan di rumah, tidak di lahan. Dalam persepsinya, cuaca yang mendung tidak menunjang keluarnya serbuk sari pejantan. Oleh karena itu, ia membawa kedua rumpun tanaman sebagai bakal betina dan jantan itu ke rumah. Sebagai pengganti energi surya, digunakannya energi dari cahaya lampu untuk mendorong keluarnya serbuk pejantan. Mitro juga menggunakan cahaya lampu untuk mendorong keluarnya serbuk pejantan. Nur dari Kecamatan Lelea mengisahkan adanya petani yang melakukan di rumah, dengan menggunakan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah melalui lubang di genteng. Hal itu dilakukan karena: ”...kurang percaya 100% dengan penyerbukan di luar.”

Kasus Kar menunjukkan bahwa variasi pengambilan keputusan dapat dijumpai pada individu yang sama dalam situasi yang berbeda. Keputusan Kar dan Mitro menggunakan energi listrik menunjukkan analogi yang dilakukan mereka terhadap gagasan menggunakan air guna mempercepat pembukaan sekam sebagaimana dipelajari dalam SLPT. Namun, apa yang dilakukan Kar dalam cuaca mendung juga memperlihatkan asosiasinya dengan pengalaman bercocok tanam berdasarkan pengamatan atas pengaruh cuaca pada keluarnya serbuk sari. Juga adanya kekhawatiran atas kegagalan penyerbukan bila dilakukan di alam terbuka seperti dituturkan Nur.

Dalam pelatihan, aktivitas penyerbukan dilakukan dengan menepuk-nepuk malai pejantan di atas malai bakal benih betina agar serbuk sari masuk dalam sekam bakal betina yang terbuka seperti yang dilakukan Arifin (lihat Film Bisa Dèwèk, 2007, dalam buku ini). Berdasarkan keinginan agar penyerbukan berjalan lebih efektif, Dar menggunakan corong terbuat dari kertas dalam memasukkan serbuk sari ke dalam sekam bakal betina yang telah dikebiri. Hal itu juga dilakukan Nur: ”Jadi gennya supaya lebih afdol-lah.” Dengan tujuan untuk menghindari kegagalan dan agar penyerbukan dapat terus berlangsung, Min dari Sukadana mengikat tangkai benih jantan dan benih betina dengan tali rafia, sehingga kedua Dalam pelatihan, aktivitas penyerbukan dilakukan dengan menepuk-nepuk malai pejantan di atas malai bakal benih betina agar serbuk sari masuk dalam sekam bakal betina yang terbuka seperti yang dilakukan Arifin (lihat Film Bisa Dèwèk, 2007, dalam buku ini). Berdasarkan keinginan agar penyerbukan berjalan lebih efektif, Dar menggunakan corong terbuat dari kertas dalam memasukkan serbuk sari ke dalam sekam bakal betina yang telah dikebiri. Hal itu juga dilakukan Nur: ”Jadi gennya supaya lebih afdol-lah.” Dengan tujuan untuk menghindari kegagalan dan agar penyerbukan dapat terus berlangsung, Min dari Sukadana mengikat tangkai benih jantan dan benih betina dengan tali rafia, sehingga kedua

Jika kita cermati beberapa praktik di atas, hal-hal yang muncul dalam variasi-variasi tersebut mencirikan aspek dari mètis yang muncul dalam situasi-situasi konkrit. Mètis merupakan bentuk pengetahuan yang muncul dalam latar belakang situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu. Variasi cara penyerbukan menegaskan bahwa petani mempraktikkan pengetahuan hasil respon mereka terhadap situasi konkrit di sekelilingnya dan motivasi tujuan praktis mereka.

Metode Persilangan Dalam SLPT diperkenalkan empat macam metode persilangan, yakni 1) silang tunggal antara

dua varietas yang berbeda; 2) silang ganda: persilangan empat varietas yang berbeda dilanjutkan dengan persilangan antara F1 dari dua pasang persilangan; 3) silang puncak: persilangan tiga varietas yang berbeda dengan penyilangan puncaknya terlebih dulu (persilangan pertama). Bastar dari persilangan pertama itu disilangkan lagi dengan varietas lain; dan 4) silang balik (back cross) dengan melakukan persilangan 1—3 kali guna memperoleh F1 yang diinginkan. Dalam praktiknya, yang lazim dilakukan petani adalah metode silang tunggal antara dua varietas yang berbeda. Tidak besar jajaran keragaman dalam hal ini. Namun, kami temukan pula persilangan dengan menerapkan metode ketiga dan keempat, yakni silang puncak dan silang balik, yang dilakukan War.

War menunjukkan contoh silang puncak yang dilakukannya, yakni pertama antara Sri Putih dan Rangsel. Hasilnya, pada tahap F2 dengan segregasi yang diberinya kode F2B, disilangkannya lagi dengan IR64 yang lebih pendek umurnya. War menjelaskan bahwa: “Pas dilihat itu kurang sesuai dengan keinginan kita, jadi dikawinkan lagi dengan IR64. Itu bukan ditentukan orang lain.” Contoh lain dari silang puncak adalah persilangan pertama antara Gundil Beras Putih dengan Sri Putih. Hasilnya pada F2B dikawinkannya dengan Longong. Dalam kasus silang balik, pertama kali War menyilangkan Rangsel dan Gundil Beras Merah . Ketika mencapai F2B, ia memutuskan untuk menyilangkan hasil seleksi itu dengan Gundil Beras Merah, benih tetua jantan pada persilangan awal.

Silang ganda belum dilakukannya. Dalam hal memutuskan untuk menyilangkan lagi hasil persilangan pertama dengan benih tetua yang lain atau yang sama dengan induk, War mengandalkan pada intuisinya seperti yang diungkapkannya: “Pas dilihat kurang sesuai dengan keinginan kita...” Mengandalkan pada pengamatan atau visualisasi, mengacunya pada perasaan dan minat serta gagasan tentang benih idaman yang diinginkannya, itulah yang dilakukan War saat mengambil keputusan. War menegaskan bahwa di situlah letak ”seni”nya. “Tidak bisa sama dengan orang lain, karena itu tiap orang berbeda,” ujar War. Pilihan setiap individu dalam menerapkan metode persilangan untuk menyilangkan benih Silang ganda belum dilakukannya. Dalam hal memutuskan untuk menyilangkan lagi hasil persilangan pertama dengan benih tetua yang lain atau yang sama dengan induk, War mengandalkan pada intuisinya seperti yang diungkapkannya: “Pas dilihat kurang sesuai dengan keinginan kita...” Mengandalkan pada pengamatan atau visualisasi, mengacunya pada perasaan dan minat serta gagasan tentang benih idaman yang diinginkannya, itulah yang dilakukan War saat mengambil keputusan. War menegaskan bahwa di situlah letak ”seni”nya. “Tidak bisa sama dengan orang lain, karena itu tiap orang berbeda,” ujar War. Pilihan setiap individu dalam menerapkan metode persilangan untuk menyilangkan benih

Dokumen yang terkait

ANALISIS USAHA TANI TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KELAS Foundation Seed (FS) UNTUK MENGHASILKAN BENIH BERSERTIFIKAT (Studi Kasus di Balai Benih Induk BBI Palawija Kecamatan Singgosari Kabupaten Malang)

0 26 2

Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Pada Kelompok Tani Desa Jatiroto Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember (Studi Program Sekolah Lapangan Penyuluhan Tanaman Terpadu)

0 16 18

Evaluasi saluran distribusi pada Perusahaan Kembang Gula PT. Sin "A" di Kabupaten Pasuruan

0 6 95

HUBUNGAN ANTARA INOVASI PRODUK D AN M UTU PELAYANAN DENGAN TINGKAT KUNJUNGAN ( VISIT RATE ) (Studi pada Poli Akupuntur, Tumbuh Kembang, Fisioterapi, dan Pelayanan Pijat Bayi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jember Klinik tahun 2013)

0 20 20

Inovasi Benih Unggul Tebu Bebas dan Tahan Sugarcane Mosaic Virus melalui Penerapan Teknologi Pathogen-Derived Resistance

0 25 22

Karakterisasi Ekstrak ETANOL Tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia

0 5 114

Tumbuh kembang motorik kasar pada anak down syndrome usia golden aage dalam bentuk buku ilustrasi

3 34 33

Pengaruh Kepercayaan dan Kenyamanan Terhadap Keputusan Pembelian Ikan Hias Secara Online Di Facebook Sebagai Media Promosi (Studi pada konsumen Tan Aquarium Bandung)

11 67 75

Pengaruh Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Benih Clownfish Jenis Amphiprion percula Dalam Sistem Flow Through

5 28 50

Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kalium Nitrat (KNO3)Pada Kinerja Perkecambahan Benih dan Vigor Bibit Tanaman Srikaya (Annona squamosa Linn.)

6 55 43