Menyeleksi hasil persilangan

Menyeleksi hasil persilangan

Metode seleksi yang diperkenalkan pada petani terdiri dari empat macam, yakni: 1) Metode Seleksi Bulk, 2) Metode Seleksi Pedigree, 3) Metode Seleksi Semi-pedigree (Pedigree/Bulk), dan 4) Metode Seleksi Silang Balik (backcross selection) (lihat Smolders dan Caballeda (2006). Yang terakhir itu diklasifikasikan sebagai salah satu metode penyilangan dalam Panduan Lapangan yang disusun petani (Wartono, 2004). Smolders dan Caballeda (2006:101—102) membedakan ketiga metode seleksi yang pertama itu sebagai berikut:

In the bulk selection method, after making the initial cross, the segregating progenies are propagated till F4 or F6 without selection. Once a high degree of homozygocity is reached, individual selection with progeny testing is applied. Plant or pedigree selections are made in the F6.... Whereas in the pedigree selection method, the progeny (or offspring) of a single plant is tested,... Pedigree selection starts in F2, single-well performing plants are selected and separately harvested... However, various modifications can be made. In the modified pedigree/bulk selection technique bulk selection is applied from F2 until the F4 which is followed by pedigree selection....

Lihat Gambar 7.8 tentang Metode Bulk yang tertera dalam Panduan Lapangan SLPT (Wartono, 2004:24)

Gambar 7.8. Metode Bulk (Kasar) (Sumber: Wartono, 2004:24)

Seperti dijelaskan oleh Smolders dan Caballeda (2006), dalam Metode Bulk, pembuatan galur yang berbeda-beda baru dilakukan pada tahap F5. Sebelumnya benih diambil 10% dari tiap 1000 rumpun yang ditanam sejak bastar. Baru pada generasi F6 padi dipisah dalam galur-galur tersendiri berdasarkan hasil seleksi benih sesuai dengan minat dan bentuk benih idaman yang diinginkan petani. Penyeleksian dilakukan dengan cara mengambil rumpun yang berpenampilan sama, lalu dikumpulkan kembali pada galur yang sama hingga mencapai F8. Bila diterapkan Metode Pedigree, penyeleksian telah dilakukan pada F2. Lihat Gambar 7.9 tentang Metode Pedigree seperti tertera dalam Panduan Lapangan SLPT (Wartono, 2004: 25).

Gambar 7.9 Metode Pedigree (Silsilah) (Sumber: Wartono, 2004:25)

Dalam metode Pedigree, penyeleksian telah dilakukan semenjak F2 dengan cara mengambil satu rumpun. Dari satu rumpun itu hanya diambil satu malai. Setelah malai itu ditanam dan tumbuh segregasi, diambil tiga malai yang sesuai untuk ditanam pada generasi berikutnya, dan demikian seterusnya dengan tetap mengambil tiga malai sesuai dengan kriteria idaman. Galur yang tidak sesuai dengan kriteria idaman, dibuang (lihat Wartono, 2004:25). Bagi petani, bulir-bulir padi yang “dibuang” itu pun dijadikan santapan dengan nasi “50 rasa” seperti dikatakan War. Dalam praktik penyeleksian yang dilakukan petani, metode apakah Dalam metode Pedigree, penyeleksian telah dilakukan semenjak F2 dengan cara mengambil satu rumpun. Dari satu rumpun itu hanya diambil satu malai. Setelah malai itu ditanam dan tumbuh segregasi, diambil tiga malai yang sesuai untuk ditanam pada generasi berikutnya, dan demikian seterusnya dengan tetap mengambil tiga malai sesuai dengan kriteria idaman. Galur yang tidak sesuai dengan kriteria idaman, dibuang (lihat Wartono, 2004:25). Bagi petani, bulir-bulir padi yang “dibuang” itu pun dijadikan santapan dengan nasi “50 rasa” seperti dikatakan War. Dalam praktik penyeleksian yang dilakukan petani, metode apakah

Metode seleksi Kar: Kar mengaku bahwa metode seleksi yang digunakannya adalah metode Bulk untuk F1 hingga

F6. Setelah itu ia menggunakan metode Pedigree mulai F7 hingga F9. Dalam metode Pedigree ini diambilnya 3 malai per rumpun dari 3 rumpun padi. Akan tetapi, untuk salah satu persilangan yang dilakukannya, ia mulai melakukan penyeleksian dengan metode Pedigree langsung dari F1. Ia menyadari bahwa dengan metode Pedigree tanaman akan lebih cepat terlihat ”rata”, tidak seperti metode Bulk yang “...pating culcel,. Kalau enggak rata, kelihatan kurang bagus,” kisah Kar. Namun, ia mengetahui bahwa dengan tidak menggunakan metode Bulk, bermacam-macam gen yang terkandung dalam tanaman akan hilang secara otomatis. Dicontohkannya bahwa bila menggunakan metode Bulk, dari satu bulir saja bisa muncul 43 macam karakteristik benih. Untuk beberapa persilangan yang dilakukannya (tujuh persilangan), penyeleksian tetap dengan metode Bulk hingga F6 guna membuka peluang munculnya beragam sifat padi.

Metode seleksi Arifin: Metode Johar Berbeda dengan Kar, Arifin tidak menggunakan metode Bulk dengan menunda penyeleksian

hingga tanaman hasil persilangan mencapai F5. Cara itu dipandangnya memakan waktu terlalu lama. Oleh sebab itu, seleksi telah dilakukan Arifin sejak generasi F1 dengan cara menyeleksi tiga malai terbaik per rumpun dari sekitar 10% jumlah rumpun. Untuk itu, dipisahkannya galur-galur dengan karakteristik yang berbeda, misalnya terdapat empat galur dengan masing-masing karakteristiknya. Seleksi pada tahap F2 dilakukan dengan cara yang sama, yakni memilih tiga malai terbaik dari beberapa rumpun yang dinilai menampilkan karakteristik sesuai dengan benih idaman. Malai itu pun ditanam lagi. Bila muncul variasi, dilakukan seleksi lagi dengan cara mengambil per malai berdasarkan kriteria benih unggul yang menjadi idamannya. Yang tidak sesuai dengan kriteria idamannya, dibuang. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk lebih cepat memproduksi benih idaman. Ia beranggapan bahwa menunggu hingga memperoleh hasil yang “rata” sampai F10 itu terlalu lama. Diungkapkannya:

”...kita mulai berpikir. Kalau petani sampe F11 itu, berapa musim itu? F11 sampai F12 masih belum memperoleh varietas... Enggak sabar petani, jadi kita sambil jalan kita coba- coba sampe F5 aja. Sekarang udah sampe F3 aja udah ...agak rata. Cuma satu-dua yang pating merocol itu, tetap masih ada. Tapi, udah lumayan agak rata.”

Dengan metode seleksi yang dinamakannya ”Metode Johar” itu, hasil seleksinya dapat mencapai karakteristik yang rata (homogen) pada F5, tanpa harus menunggu hingga F10 atau F11. Dari F5 hingga F9, tidak dilakukannya seleksi dengan metode yang diajarkan, tetapi dengan cara seperti mbibiti yang dilakukan orang tua di jaman bengèn.

Dari satu jenis persilangan yang dilakukan Arifin, yakni Kebo dan Longong yang disebutnya: Bongong, berkembang kegiatan penyeleksian yang dilaksanakan di lahan masing- masing petani-pemulia yang berminat mengembangkan Bongong. Berarti, dari satu hasil persilangan, penanaman generasi berikutnya dilaksanakan di lahan yang lebih luas, di Dari satu jenis persilangan yang dilakukan Arifin, yakni Kebo dan Longong yang disebutnya: Bongong, berkembang kegiatan penyeleksian yang dilaksanakan di lahan masing- masing petani-pemulia yang berminat mengembangkan Bongong. Berarti, dari satu hasil persilangan, penanaman generasi berikutnya dilaksanakan di lahan yang lebih luas, di

Mirip dengan metode seleksi yang dilakukan Arifin itu adalah metode yang dikembangkan oleh Nur. Penyeleksian dilakukan semenjak F2 dengan memfokus pada malai yang memiliki ciri-ciri idaman. Nur juga melakukan hal itu, tetapi dengan tetap memperhatikan perbedaan. Misalnya, jika ada karakteristik berbeda yang muncul sebanyak tiga macam, diambil 3 malai, masing-masing satu untuk setiap karakteristik. Dari 3 malai itu akan diperoleh 3 galur. Dari masing-masing galur itu dipilih lagi yang bagus, yang ”rata”, demikian seterusnya. Dengan cara demikian, perolehan gabah dari tanaman yang “rata” itu lebih cepat daripada metode Bulk. Salah seorang peserta SL di Bangodua, Ras menyatakan bahwa pelajaran tentang metode seleksi itu tidak dipraktikkan, karena tidak ada kegiatan tindak lanjut, sehingga ia tidak memahaminya. Oleh karena itu, dengan keinginan cepat memperoleh hasil yang rata, diambilnya satu rumpun yang terbaik setelah bastar, lalu ditebarnya. Pada F2, diambilnya lagi satu rumpun terbaik, ditebarnya lagi, dan demikian seterusnya hingga F5. Pada F5, setelah nampak “rata”, Ras pun menanamnya secara lebih luas.

Metode Mitro: Metode Alternatif Berbeda dari Arifin, Mitro beranggapan bahwa cara penyeleksian yang dilakukan Arifin itu

akan menutup kemungkinan perolehan keragaman dan pilihan-pilihan lebih baik dari segregasi gen yang terjadi setelah penyilangan. Pada tahap awal, F1 dan F2, Mitro menerapkan metode Bulk. Baru pada tahap F3, ia beralih ke metode Pedigree. Setelah F3, ia tidak lagi mengambil malai per rumpun seperti pada metode Pedigree, tetapi per malai. Dipilihnya 2 malai: 1 malai untuk ditanam, dan 1 malai untuk disimpan. Secara tersurat ia menamai metodenya itu ”metode alternatif”. Sekalipun seleksinya diambil per-malai, ia tetap membuka kemungkinan munculnya macam-macam karakteristik agar dapat diperolehnya beragam tipe varietas padi. Keragaman itu akan menyajikan banyak alternatif bagi persilangan. Masing-masing malai itu ditanamnya di galur-galur berbeda. Untuk bahan perbandingan, benih dari F2 ditanamnya juga. Ia mengulangi hal itu hingga F4 di tahun 2006/07. Karena kurang luasnya lahan yang dimiliki, Mitro hanya menanam sekitar 100 rumpun per galur agar tetap dapat mengakomodasi banyaknya karakteristik padi hasil persilangan dan benih-benih persilangan yang dilakukannya.

Metode War War adalah tipe penyilang yang selalu melakukan refleksi atas praktik yang dilakukannya.

Seperti halnya proses belajar yang dialami dalam menyemai bastar atau gabah hasil seleksi, ia pun mengevaluasi metode seleksi yang diterapkannya. Untuk F1 hingga F4 digunakannya metode Bulk. Pada F5 ia mengetrapkan metode Pedigree dengan memilih rumpun yang bagus. Dipilihnya 4 rumpun yang ditanamnya dalam 4 galur. Dari keempat galur itu Seperti halnya proses belajar yang dialami dalam menyemai bastar atau gabah hasil seleksi, ia pun mengevaluasi metode seleksi yang diterapkannya. Untuk F1 hingga F4 digunakannya metode Bulk. Pada F5 ia mengetrapkan metode Pedigree dengan memilih rumpun yang bagus. Dipilihnya 4 rumpun yang ditanamnya dalam 4 galur. Dari keempat galur itu

F5. Metode Dar

Berbeda dari kasus-kasus di atas, Dar menyeleksi malai-malai yang ’bagus’ hingga F6. Dari sejumlah malai yang bagus itu, beberapa bulir yang terbaik ditanamnya dalam galur-galur terpisah. Akan tetapi, di samping itu, ia tetap menanam benih-benih yang tidak terpilih dengan metode Bulk hingga F6. Diungkapkan oleh Dar bahwa ide mengambil per-malai itu diperoleh melalui studi banding ke Filipina. Seperti halnya Mitro, 23 galur yang diperolehnya melalui metode seleksi itu tidak dapat ditampung dalam lahan studinya yang tidak mencapai 100 bata. Oleh karena itu, ia hanya menanam 100 rumpun per galur. Cara seleksi semacam itu ditujukan untuk memperoleh benih idaman, tanpa menghilangkan keragaman yang mungkin muncul melalui penanaman dengan metode Bulk untuk varietas yang tidak terpilih.

Sejumlah kasus di atas memperlihatkan adanya dua tujuan dan minat yang berbeda. Pertama, mereka yang ingin secara cepat memperoleh hasil tanpa harus berlama-lama menunda proses penyeleksian seperti dalam metode Bulk. Untuk memenuhi keinginan itu, dikembangkanlah metode seleksi yang menurutnya dapat memperpendek masa segregasi dan seleksi. Kedua, mereka yang berkeinginan untuk mempertahankan keragaman genetika sebagai cadangan, ataupun sumber pengetahuan dan kekayaan hayati. Menutup secara dini kemungkinan untuk memperoleh keragaman genetika dihindarinya. Terdapat pula petani yang mencoba mengakomodasi kedua kebutuhan itu seperti diperlihatkan oleh Dar. Namun, upaya mempertahankan keragaman genetika itu membawa risiko besarnya jumlah galur dalam luas lahan yang terbatas. Untuk itu strategi yang dilakukan adalah mengurangi jumlah rumpun dalam setiap galur, menunda penanaman sejumlah varian hasil persilangan, atau menitipkan benihnya di lahan penyilang yang lain untuk diseleksi. Hal terakhir dilakukan Dar yang menitipkan benih hasil seleksi F5 di Kecamatan Anjatan, dan War yang menitipkan benih hasil F12 di Kecamatan Sukra.

Selama melaksanakan seleksi dari musim ke musim itulah, pengetahuan mengenai beragam karakteristik padi, yang dikenali, yang semula tidak pernah diketahui, yang tidak diduga dan nampak ”aneh-aneh” itu pun semakin kaya. Pak Amad dari Jengkok misalnya mengamati munculnya daun padi warna belang putih hijau sehingga dinamainya varietas itu sebagai Gading Surya. Gading dari warna belang putih hijau itu, sedangkan Surya merupakan kependekan namanya sendiri. Mitro menunjukkan pada Ardhianto hasil persilangan yang Selama melaksanakan seleksi dari musim ke musim itulah, pengetahuan mengenai beragam karakteristik padi, yang dikenali, yang semula tidak pernah diketahui, yang tidak diduga dan nampak ”aneh-aneh” itu pun semakin kaya. Pak Amad dari Jengkok misalnya mengamati munculnya daun padi warna belang putih hijau sehingga dinamainya varietas itu sebagai Gading Surya. Gading dari warna belang putih hijau itu, sedangkan Surya merupakan kependekan namanya sendiri. Mitro menunjukkan pada Ardhianto hasil persilangan yang

Gambar 7.10 Gambar padi varietas lokal (Marong) (Foto oleh Ardhianto, 2007)

Pengulangan dari praktik-praktik yang didasari oleh skema-skema pengetahuan sebelumnya dalam menyeleksi, membuat skema-skema tersebut menguat dan diperkaya. Hal tersebut tercermin dalam pengamatan yang begitu detail dan peka dalam mengamati variasi morfologi dan karakteristik tanaman ketika melakukan kegiatan seleksi. Sebagaimana diuraikan dalam sub bab penyerbukan, praktik seleksi juga menunjukkan gejala kemunculan mètis dalam salah satu praktik pemuliaan tanaman. Kepekaan dan kecermatan mengamati dan mengategorikan berbagai perpecahan gen pada masing-masing tanaman menjadi salah satu contoh dari mètis yang muncul di kalangan pemulia-tanaman itu. Bervariasinya metode Pengulangan dari praktik-praktik yang didasari oleh skema-skema pengetahuan sebelumnya dalam menyeleksi, membuat skema-skema tersebut menguat dan diperkaya. Hal tersebut tercermin dalam pengamatan yang begitu detail dan peka dalam mengamati variasi morfologi dan karakteristik tanaman ketika melakukan kegiatan seleksi. Sebagaimana diuraikan dalam sub bab penyerbukan, praktik seleksi juga menunjukkan gejala kemunculan mètis dalam salah satu praktik pemuliaan tanaman. Kepekaan dan kecermatan mengamati dan mengategorikan berbagai perpecahan gen pada masing-masing tanaman menjadi salah satu contoh dari mètis yang muncul di kalangan pemulia-tanaman itu. Bervariasinya metode

Dokumen yang terkait

ANALISIS USAHA TANI TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KELAS Foundation Seed (FS) UNTUK MENGHASILKAN BENIH BERSERTIFIKAT (Studi Kasus di Balai Benih Induk BBI Palawija Kecamatan Singgosari Kabupaten Malang)

0 26 2

Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Pada Kelompok Tani Desa Jatiroto Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember (Studi Program Sekolah Lapangan Penyuluhan Tanaman Terpadu)

0 16 18

Evaluasi saluran distribusi pada Perusahaan Kembang Gula PT. Sin "A" di Kabupaten Pasuruan

0 6 95

HUBUNGAN ANTARA INOVASI PRODUK D AN M UTU PELAYANAN DENGAN TINGKAT KUNJUNGAN ( VISIT RATE ) (Studi pada Poli Akupuntur, Tumbuh Kembang, Fisioterapi, dan Pelayanan Pijat Bayi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jember Klinik tahun 2013)

0 20 20

Inovasi Benih Unggul Tebu Bebas dan Tahan Sugarcane Mosaic Virus melalui Penerapan Teknologi Pathogen-Derived Resistance

0 25 22

Karakterisasi Ekstrak ETANOL Tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia

0 5 114

Tumbuh kembang motorik kasar pada anak down syndrome usia golden aage dalam bentuk buku ilustrasi

3 34 33

Pengaruh Kepercayaan dan Kenyamanan Terhadap Keputusan Pembelian Ikan Hias Secara Online Di Facebook Sebagai Media Promosi (Studi pada konsumen Tan Aquarium Bandung)

11 67 75

Pengaruh Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Benih Clownfish Jenis Amphiprion percula Dalam Sistem Flow Through

5 28 50

Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kalium Nitrat (KNO3)Pada Kinerja Perkecambahan Benih dan Vigor Bibit Tanaman Srikaya (Annona squamosa Linn.)

6 55 43