Kajian Teori

A. Kajian Teori

1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen berbasis sekolah (school/madrasah based management) adalah sebuah strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif, efisien, dan produktif. 26 Menurut Office of Educational Research and Improvement

(OERI) da ri the US Department of Education pengertian m anajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:

A strategy to improve education by transferring significant decision-making authority from state and district offices to individual school, provide principals, teachers, students, parents greater control over the education process by giving them responsibility for decision about the

budget, personnel, and the curriculum 27 .

Jadi, m anajemen be rbasis sekolah merupakan b entuk ot onomi pendidikan yang memberikan otonomi lu as kepada sekolah dengan tujuan untuk pe ningkatan mutu pada b eberapa bidang di sekolah seperti penganggaran, sumber daya manusia, serta kurikulum pembelajaran. 28

Lebih lanjut, kajian tentang penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) d idasarkan pa da ko nsep yang telah d ibuat s ebelumnya. S etidaknya ada e mpat ko nsep yang menjadi landasan t eori pe mbentukan MBS.

26 Imam Machali dan Ara Hidayat, The Handbook of Education Management (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2016), hlm. 57

27 Prim M asrokan M utohar, Manajemen Mutu Sekolah (Yogyakarta: A r-Ruzz M edia, 2014), hlm. 126

28 Ara H idayat da n I mam M achali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Priinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hlm. 55

40

Pertama , The New Progressive Era atau era progresif baru yang lahir pada tahun 1960-an yang dikemukakan oleh Neale dkk. yang berpendapat bahwa pengembangan tiap-tiap sumber daya baik subjek maupun objek pendidikan merupakan ha l yang s angat mendasar dalam melakukan sebuah perubahan menuju arah ke majuan. Kedua, School Effective Studies atau s tudi-studi keefektifan s ekolah ya ng l ahir pada tahun 197 0-an yang di gagas ol eh Edmunds dkk. yang menekankan pada etos kerja sekolah. Ketiga, National Report atau laporan nasional pa da tahun 1980 -an yang digagas o leh Bell, Wood, da n S izer de ngan menekankan pa da pe mberdayaan sekolah yang meliputi pe mberdayaan pe ndidikan bagi a nak-anak berisiko ( Nation of Risk ), s eperti ge landangan, pe ngemis, an ak-anak da ri ke luarga kur ang mampu, a nak-anak korban PHK, dan lain-lain. Keempat, Public School By Choice atau sekolah negeri de ngan p ilihan yang d ikemukakan o leh para pakar dari Universitas Minnesota dan Lowa. 29

Dari ke empat ko nsep yang melatarbelakangi pe mbentukan manajemen berbasis sekolah, penulis mengambil konsep kedua yang paling berkaitan de ngan t opik penelitian ini yaitu l ahirnya m anajemen b erbasis sekolah awalnya berasal dari teori gerakan sekolah efektif (Effective School Movement ) yang d ikemukakan oleh Ronald Edmunds dalam penelitiannya pada tahun 1970-an sampai pada tahun 1980-an. Edmunds mendefinisikan sekolah e fektif a dalah s ekolah yang s kor pr estasi pe lajar ( keberhasilan siswa) tidak terlalu bervariasi da ri s egi s tatus s osioekonomi. Lebih lanjut,

29 S. S hoimatul U la, Buku Pintar Teori-Teori Manajemen Pendidikan Efektif, (Yogyakarta: Berlian, 2013), hlm. 58

Edmunds berpendapat s eharusnya sekolah yang t elah menerapkan manajemen b erbasis sekolah tentu da pat di masukkan ke da lam k ategori sekolah yang memiliki karakteristik efektif. 30 Dalam penelitian Reynold dan

Sullivan dijelaskan bahwa salah satu yang menentukan tingginya efektivitas sekolah ialah de ngan melibatkan s iswa u ntuk s aling be kerja s ama b aik secara aka demik maupun s ecara s osial. 31 Pada hakikatnya da lam t eori

sekolah e fektif ini intinya sekolah lebih memfokuskan d iri p ada perbaikan proses pe ndidikan untuk m emenuhi ke butuhan mutu sekolah atau un tuk

mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. 32 Jadi, sekolah efektif dapat disimpulkan sebagai sekolah yang memiliki hasil guna

melalui input, proses, dan output yang baik. 33 Konsep da sar MBS di I ndonesia memiliki b eberapa ma kna.

Pertama , da lam U ndang-Undang N omor 20 T ahun 2003 t entang S istem Pendidikan Nasional pasal 51 ayat (1) yang menjelaskan bahwa manajemen berbasis s ekolah merupakan bentuk otonomi manajemen p endidikan p ada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola ke giatan pe ndidikan. Kedua, m enurut Nanang Fattah s ebagai pa kar pe ndidikan t erkemuka d i I ndonesia mengemukakan ba hwa manajemen berbasis sekolah merupakan pengalihan

30 Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model, dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm.17

31 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan (Jakarta: R ineka Cipta, 2008), h lm. 180-181

32 Muhammad Fathurrohman da n S ulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam Peningkatan Lembaga Pendidikan Islam secara Holistik; Praktik dan

Teori (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 26-27 33 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan. . ., hlm. 182

dalam pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah. Ketiga , D epdiknas menjelaskan manajemen be rbasis sekolah merupakan suatu pengelolaan s ekolah y ang b ertumpu pada ke butuhan, vi si, ha rapan, dan ke wajiban masyarakat un tuk m emperoleh p endidikan da n pe ngajaran yang pelaksanaannya d iserahkan ke pada sekolah. Keempat, C andoli da lam Ibtisam Abu Duhou berpendapat bahwa manajemen berbasis sekolah adalah suatu cara untuk memaksa sekolah itu s endiri mengambil tanggung jawab atas a pa y ang t erjadi pa da a nak menurut j urisdiksinya da n mengikuti sekolahnya. 34

Landasan a wal pe nerapan manajemen berbasis sekolah ditandai dengan d iberlakukannya UU RI No. 22 T ahun 1 999 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya m embahas m engenai ke wenangan bagi pemerintah daerah u ntuk dapat melaksanakan o tonomi s ecara mandiri, UU R I N o. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, PP RI No. 25 Tahun 2000 t entang pe limpahan ke wenangan pe merintah da n provinsi s ebagai d aerah ot onom, s erta U U N o. 20 T ahun 2003 t entang sistem pendidikan n asional y ang salah s atunya m enyatakan b ahwa pengelolaan satuan pe ndidikan dilaksanakan berdasarkan standar pe layanan

minimal dan berprinsip manajemen berbasis sekolah. 35 Dari peraturan inilah kemudian d itetapkan pa radigma baru dalam pe ngelolaan manajemen di

sekolah yakni manajemen be rbasis sekolah (MBS). Manajemen b erbasis sekolah (MBS) in i awalnya mu ncul karena s elama in i s istem pendidikan

34 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . ., hlm. 11-12 35 Jamal Ma ’mur As mani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah (Yogyakarta: Di va P ress,

2012), hlm. 47-48 2012), hlm. 47-48

Adapun da lam ko nteks pe nerapannya d i I ndonesia, pe merintah mengembangkan manajemen be rbasis sekolah (MBS) in i me njadi manajemen pe ngembangan mutu b erbasis sekolah (MPMBS) ya ng fokus utamanya m emperbaiki dan m eningkatkan m utu pendidikan y ang diiringi

dengan pe ningkatan mutu ke lembagaan sekolah itu sendiri. 37 Peningkatan mutu a tau kua litas pe ndidikan d i sekolah ditentukan o leh s eluruh w arga

sekolah serta dukun gan o leh stakeholders. 38 Implikasi d engan d iterapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini yaitu tercapainya output

lulusan yang andal da n berkualitas, pe ningkatan da lam s egi s umber da ya sekolah baik s umber da ya manusia maupun s umber da ya ad ministrasi da n optimalisasi layanan pendidikan serta peningkatan mutu pembelajaran.

Departemen P endidikan N asional secara t erpisah mengembangkan konsep m anajemen b erbasis sekolah yang didasarkan pa da ha sil k ajian ketetapan desentralisasi pendidikan yang telah diamanatkan oleh pemerintah terhitung sejak 1 Januari 2001 dijelaskan bahwa model pengelolaan sekolah yang berpatokan pada m anajemen be rbasis sekolah berlandaskan pa da analisis k ebutuhan, visi, harapan, da n k ewajiban masyarakat un tuk

36 Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 10-11

37 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan. . ., hlm. 27-28

38 S. Shoimatul Ula, Buku Pintar Teori-Teori Manajemen. . ., hlm. 89-90 38 S. Shoimatul Ula, Buku Pintar Teori-Teori Manajemen. . ., hlm. 89-90

paradigma tentang manajemen berbasis sekolah berdiri dengan berlandaskan pada desentralisasi pendidikan dan tujuan/kinerja sekolah sebagaimana yang diungkapkan E dward B. F iska da n d iadopsi o leh N anang Fattah s ebagai

berikut 40 :

Gambar 2.0

Paradigma Konsep Manajemen Berbasis Sekolah

- Kurikulum

- PBM - Sumber

Daya

Efisiensi

Efisiensi Keuangan Pemerata

an Finansial

an Aspek

MBS/M

Adminis Tujuan

Stakeholders - Komitmen

- Bangun Modul

- Analisis SWOT -Profesionalisasi

Implementasi ma najemen b erbasis sekolah ini merupakan upa ya nyata yang sejalan dengan tujuan otonomi daerah dalam bidang pendidikan yaitu:

39 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . ., hlm. 12

40 Nanang Fattah, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: CV Andira, 2000), hlm. 16-

1) Meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih dekat, cepat, mudah, murah, da n sesuai k ebutuhan masyarakat de ngan menekankan pa da prinsip de mokratis da n berkeadilan, t idak d iskriminatif de ngan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa de ngan memerhatikan po tensi da n keanekaragaman da erah, s istemik de ngan s istem t erbuka da n multimakna;

2) Pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat;

3) Memberikan keteladanan dan membangun kemauan;

4) Mengembangkan kreativitas peserta didik;

5) Mengembangkan b udaya m embaca, m enulis, berhitung, dan memberdayakan seluruh ko mponen masyarakat ( peran s erta masyarakat);

6) Pemerataan dan keadilan;

7) Meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan;

8) Akuntabilitas publik;

9) Transparansi;

10) Memperkuat i ntegritas b angsa (memelihara h ubungan s erasi a ntara pusat da n daerah serta an tardaerah dalam r angka ke utuhan N egara Kesatuan Republik Indonesia);

11) Meningkatkan daya saing di era global 41

Dari pe njabaran tujuan d i atas melahirkan s uatu s istem pe ndidikan yang dapat berjalan optimal dengan pelibatan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pe ndidikan yang berprinsip pa da efektivitas, e fisiensi, da n produktivitas dengan manajemen berbasis sekolah sebagai titik sentralnya.

Dalam m enerapkan m anajemen b erbasis sekolah perlu memerhatikan ko mponen-komponen y ang m enjadi s asaran penerapan. Setidaknya t erdapat e mpat ko mponen da lam manajemen berbasis sekolah yaitu manajemen, pr oses b elajar mengajar, s umber da ya manusia, da n sumber daya administrasi. 42 Adapun dalam model implementasi manajemen

berbasis sekolah, kementerian agama membaginya menjadi tujuh ko mponen

41 Husaini Usman, Manajemen Teori. . . hlm. 496 42 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . ., hlm. 22 41 Husaini Usman, Manajemen Teori. . . hlm. 496 42 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . ., hlm. 22

Adapun t ujuan d iterapkannya manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan efisiensi, mutu, da n p emerataan p endidikan. S ecara k husus, peningkatan mutu d i s ini salah s atunya ialah d engan fleksibilitas

pengelolaan sekolah dan p embelajaran. 44 Ketika m anajemen b erbasis sekolah sudah d iterapkan de ngan baik, h al ini t entu a kan memberikan

manfaat bagi pihak sekolah salah satunya pada peningkatan profesionalisme kepala sekolah serta pa ra gur u da lam mengembangkan kur ikulum de mi tercapainya t ujuan pe ndidikan d an pe ningkatan mutu kh ususnya da lam masalah pembelajaran. Dengan demikian, kebijakan penerapan manajemen berbasis sekolah dapat d irespon o leh p ihak sekolah dengan m elakukan otonomi t erutama u ntuk memenuhi k ebutuhan s iswa s ebagai stakeholder primer dengan c ara pe ngembangan kur ikulum dan pe mbelajaran beserta

sistem e valuasinya yang sifatnya fleksibel. 45 Dan hal ini t entu akan berdampak ke pada s emakin meningkatnya mutu pe mbelajaran menjadi

semakin efektif, efisien, dan produktif. Dalam pr insip penerapan m anajemen b erbasis sekolah, s etidaknya terdapat empat prinsip yaitu otonomi, fleksibilitas, partisipasi, dan inisiatif. Otonomi d iartikan s ebagai ke mandirian da lam mengatur da n mengurus dirinya s endiri. Fleksibilitas d imaknai sebagai k eluwesan yang d iberikan kepada sekolah untuk m engelola, m emanfaatkan, dan m emberdayakan

43 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 19-23 44 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 7 45 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 9 43 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 19-23 44 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 7 45 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 9

Oleh karena itu, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau singkatnya m anajemen be rbasis sekolah merupakan a lternatif baru dalam pengelolaan pe ndidikan yang lebih menekankan ke pada ke mandirian da n kreativitas sekolah. P ada a khirnya t idak lain k onsep ini berfokus pa da perbaikan pr oses pe ndidikan. 47 Salah s atu implikasi dari penerapan

manajemen be rbasis sekolah ialah be rkembangnya kur ikulum da n pembelajaran sebagai s alah s atu aspek pe ndidikan da lam manajemen berbasis sekolah itu sendiri. 48

2. Formulasi Balanced Scorecard (BSC)

Adapun kajian t eori yang d igunakan sebagai pendekatan da lam pengukuran efektivitas d alam penerapan m anajemen be rbasis sekolah terhadap mutu pembelajaran didasarkan p ada s ebuah t eori yang mulanya berkembang dalam m anajemen strategi y akni b erupa balanced scorecard yang pe rtama ka li d ikemukakan o leh Robert S . Kaplan d an D avid N orton yang menjelaskan ba hwa ba nyaknya pe rusahaan yang telah mempunyai sistem pengukuran kinerja yang menyertakan berbagai ukuran finansial dan

46 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan. . ., hlm. 55-56 47 Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: Refika Aditama, 2014), hlm.

80 48 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 25 80 48 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Manajemen. . ., hlm. 25

mengarah pada perbaikan berbagai m acam permasalahan y ang meliputi pengukuran o rganisasi, ke suksesan u nit bisnis a tau d ivisi-divisinya, keseimbangan jangka pa njang da n pe laksanaan jangka pe ndek, keseimbangan pe rbedaan da lam pe ngukuran ke suksesan, ke uangan, pelanggan, pr oses internal, s erta s istem sumber da ya manusia da n

pengembangannya. 50 Lebih lanjut K aplan d an N orton menjelaskan secara intensif mengenai penjabaran balanced scorecard. Dalam hal ini pe nerapan

balanced scorecard dilakukan d engan d ilandasi dengan e mpat pe rspektif yakni pe langgan, pr oses bi snis internal, pe mbelajaran da n pe rtumbuhan, serta keuangan. Sama halnya dengan balanced scorecard, apabila perspektif dalam pe laksanaan balanced scorecard dikaitkan de ngan lembaga pendidikan maka d alam pe nerapan t eori balanced scorecard pada manajemen berbasis sekolah juga dapat diadopsi secara kontekstual. Karena masing-masing mempunyai tujuan yang sama yakni perbaikan mutu/kualitas secara berkelanjutan, namun dalam penerapannya mempunyai koridor yang berbeda ya itu balanced scorecard diterapkan d i perusahaan s edangkan Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan di lembaga pendidikan.

Balanced scorecard merupakan s alah s atu bentuk a tau a lat yang digunakan u ntuk mengukur k inerja serta s ebagai s alah s atu c ara u ntuk menyusun strategi dalam mencapai tujuan o rganisasi. P engertian balanced

49 Robert S. Kaplan dan David Norton,1996. Balanced ScoreCard, Terjemahan, Peter R. Yosi Pasla, (Jakarta: Erlangga, 2000), hlm.7-9

50 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . . hlm. 40

scorecard secara l ebih m endalam l ebih da ri s ekedar alat pengukur kinerja dan penyusunan strategi. M enurut M ulyadi (2001) mengatakan bahwa definisi balanced scorecard adalah sebuah alat manajemen zaman sekarang yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipat gandakan kinerja keuangan. Sedangkan menurut Kaplan dan Norton (1996) mengatakan bahwa definisi balanced scorecard adalah suatu kerangka kerja baru yang mengintergrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Balanced scorecard mencakup berbagai a ktivitas d alam penciptaan ni lai yang d ihasilkan o leh pa rtisi perusahaan y ang memiliki kemampuan motivasi tinggi. Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu melalui perspektif finansial. 51

Balanced scorecard dapat dinyatakan sebagai suatu alat yang efektif untuk mengevaluasi suatu organisasi dalam pencapaian kinerjanya. Kinerja ini d ikenali s ebagai hubungan a ntara ha sil d an berbagai faktor ya ng mempengaruhi ha sil s trategis i tu. Kemampuan dari balanced scorecard tersebut da pat di terapkan d i o rganisasi bisnis dan d iadopsi o leh s uatu institusi pendidikan.

Menurut D adang D ally penerapan t eori balanced scorecard dalam manajemen b erbasis sekolah adalah be rupa pe ngukuran k inerja sekolah yang terdiri da ri du a ba gian yakni aspek t ujuan strategis da n pe ngukuran

strategis. 52 Dalam aspek pengukuran strategis melibatkan semua komponen

51 Dewi Aulia, Andri Ikhwana, “Perencanaan Strategi Pengembangan Usaha Kain Tenun Sutra dengan Pendekatan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus di Pabrik Sutra Tiga Putra)”,

Jurnal Kalibrasi Vol. 10 No. 01 (2012): hlm.12

52 Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . . hlm. 92

pelaku pe ndidikan ba ik p ihak internal maupun pi hak e ksternal sekolah. Sedangkan da lam a spek t ujuan s trategis melibatkan e mpat as pek seperti yang telah diterapkan dalam teori balanced scorecard itu sendiri. Jadi dalam perspektif balanced scorecard sebagai p endekatan da lam pe nerapa manajemen berbasis sekolah yaitu dilakukan dengan menyatukan komponen pelaku p endidikan de ngan em pat a spek dalam balanced scorecard itu sendiri. Pertama, pe rspektif ke uangan menekankan pa da pe ningkatan pemerataan layanan pe ndidikan de ngan pembiayaan pe ndidikan secara optimal. Kedua, pe rspektif pe langgan menekankan pa da pe ningkatan pemberian layanan pendidikan ya ng berkualitas oleh sekolah kepada siswa. Perspektif customers dalam bisnis d iganti de ngan student dan diinterprestasikan secara akademik. Setiap lembaga pendidikan mempunyai misi dan visi yang kemudian diterjemahkan dalam tujuan organisasi. Dalam konteks tujuan i ni, l embaga pendidikan ha rus m emutuskan apa y ang akan diperbandingkan da n a pa yang menjadi t olok ukur nya. Dalam ko nteks balanced scorecard akan memberikan elemen dasar strategi me lalui s uatu rangkaian indikator kinerja untuk menjamin bahwa tindakan sesuai dengan tujuan strategi.

Ketiga , pe rspektif pr oses internal m enekankan pa da peningkatan daya t ampung da n kualitas sarana/prasarana s ekolah u ntuk memenuhi kebutuhan siswa s ecara maksimal. Keempat, pe rspektif pe mbelajaran da n pertumbuhan menekankan pa da kemampuan da n ko mpetensi gur u un tuk mengembangkan t ujuan pembelajaran melalui p roses pe mbelajaran yang Ketiga , pe rspektif pr oses internal m enekankan pa da peningkatan daya t ampung da n kualitas sarana/prasarana s ekolah u ntuk memenuhi kebutuhan siswa s ecara maksimal. Keempat, pe rspektif pe mbelajaran da n pertumbuhan menekankan pa da kemampuan da n ko mpetensi gur u un tuk mengembangkan t ujuan pembelajaran melalui p roses pe mbelajaran yang

Dalam model penerapan manajemen berbasis sekolah dengan pendekatan balanced scorecard dimaksudkan sebagai upa ya lebih memberdayakan pr oses implementasi manajemen b erbasis sekolah. Integrasi ke dua ko nsep t ersebut da lam up aya pe mberdayaan d ilaksanakan dari berbagai t eori yang mendukung pe nulisan ini, d ijelaskan ba hwa manajemen strategis yang mencakup pengamatan lingkungan e ksternal maupun internal, pe rumusan s trategi, mengimplementasikan s trategi, evaluasi da n pe ngendalian, d igunakan u ntuk mengantisipasi t erjadinya perubahan baik internal maupun eksternal, sehingga hal tersebut berpeluang untuk melakukan pemberdayaan implementasi manajemen berbasis sekolah. Sedangkan pe ndekatan balanced scorecard dengan e mpat pe rspektifnya yang mencakup pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, keuangan, dan proses internal da pat d igunakan da lam sistem pe ngendalian s trategis, sehingga t erjadi bagian yang t ak t erpisahkan da ri siklus manajemen

strategis. 53

53 Sebagaimana dikutip dari Dadang Dally, Balanced ScoreCard. . ., hlm.88-89.

Jadi, dalam pendekatan teori balanced scorecard dalam manajemen strategis sebagai pendekatan dalam penerapan manajemen be rbasis sekolah secara bertahap da n ko ntinu yang menggarap t iga bi dang. Pertama, perencanan s trategis yang meliputi pe rumusan vi si da n misi s ekolah, analisis lingkungan strategis sekolah, penyusunan rencana strategis sekolah, pelaksanaan r encana ke rja s ekolah, pe ngukuran kinerja s ekolah. Kedua, kemandirian yang meliputi sikap pr ofesionalisme, pe mbagian t ugas kewenangan, dan transparansi dan akuntabilitas sekolah. Ketiga, partisipasi masyarakat/stakeholders pendidikan. Dari ketiga bi dang i ni s ebagai f okus utamanya tentu sebagai upaya dalam peningkatan mutu kelembagaan.

Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif sebagaimana d ipaparkan o leh Barbara G unawan a dalah 54 : Pertama,

perspektif ke uangan pe njelasannya ya itu terwujudnya t anggung jawab ekonomi melalui pe nerapan pe ngetahuan manajemen d alam pe ngolahan bisnis da n pe ningkatan pr oduktivitas yang d ikuasai p ersonil. I mplementasi dalam lembaga pe ndidikan da pat d iukur melalui efektivitas da n ef isiensi pendapatan j angka panjang d an pe ndapatan jangka pe ndek. Kedua, dilihat dari perspektif customer atau pelanggan dapat mewujudkan tanggung jawab sosial sehingga pe rusahaan d ikenal s ecara luas sebagai pe rusahaan yang akrab de ngan lingkungan. U ntuk m encapai visi, bagaimana s eharusnya melihat pe langgan. M enterjemahkan visi ini a dalah sangat pe nting, stakeholders bagi lembaga pe ndidikan yang meliputi kepala sekolah, gur u,

54 Suripto, “ Penerapan Balanced Scorecard pada L embaga P endidikan (P engukuran Kinerja A dministrator Kampus) “ , Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3,

No.6 , (2009): hlm. 603-604 No.6 , (2009): hlm. 603-604

Dari t ujuan da n s asaran yang hendak d icapai s etiap pe rspektif balanced scorecard semuanya berfokus pa da c ara da lam meningkatkan mutu. A dapun pada lembaga pe ndidikan sendiri s alah satu indikator peningkatan mutunya adalah dalam proses pendidikan yang tercermin pada proses pe mbelajaran y ang sangat erat hubungannya dengan mutu i tu

sendiri. 55 Dalam konteks i ni, m utu m engacu pa da m asukan, proses, keluaran, da n da mpaknya. Adapun mutu pr oses pe mbelajaran da pat

dimaknai sebagai ke mampuan sumber daya sekolah dalam mentransformasikan be rbagai j enis m asukan ya kni s umber daya m anusia, material/sarana d an pr asarana, t arget/tujuan, s erta ki nerja s truktural. 56

Sasarannya dari transformasi ini tidak lain untuk meningkatkan kemampuan dan kua litas s iswa yang da pat di lihat da ri s isi manajemen ke las yang diterapkan oleh guru.

3. Mutu Pembelajaran

Mutu atau kua litas memiliki p engertian yang luas berdasarkan da ri berbagai s udut pa ndangnya d an t idak ada yang diterima s ecara u niversal.

55 Sri M inarti, Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan secara Mandiri (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 336-337

56 Sudarwan Danim, Otonomi Manajemen Sekolah (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 145

Dilihat da ri e lemennya t erdapat b eberapa kesamaannya. Pertama, kualitas/mutu meliputi us aha u ntuk memenuhi a tau melebihi ha rapan pelanggan. Kedua, kua litas/mutu mencakup pr oduk, jasa, manusia, pr oses, dan l ingkungan. Ketiga, kua litas/mutu merupakan ko ndisi yang s elalu berubah. Menurut Soewarso Hardjosudarmo d ikutip o leh Arif berpendapat mutu merupakan penilaian subjektif oleh pe langgan. 57 Menurut Pleffer dan

Coote sebagaiman dikutip Aan Komariah, me njelaskan bahwa istilah mutu secara e sensial mengarah ke pada ukur an pe nilaian atau pe nghargaan yang

diberikan atau dikenakan kepada barang dan/atau kinerjanya. 58 Adapun pengertian pembelajaran juga mengandung beberapa makna.

Menurut D egeng, pe mbelajaran adalah upa ya u ntuk membelajarkan murid. 59 Pengertian y ang l ain, pembelajaran m erupakan proses i nteraksi

antara pendidik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah y ang l ebih b aik. 60 Pembelajaran t idak da pat d ilepaskan dari

pengalaman belajar da lam r angka un tuk meningkatkan kua litas siswa sehingga mampu menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat. Pembelajaran juga merupakan salah satu unsur penentu mutu lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang baik cenderung

menghasilkan lulusan yang baik pula, begitu juga sebaliknya. 61

57 Cucu Suhana, Konsep Strategi. . ., hlm. 75-76 58 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan. . .,

hlm. 42 59 Veithzal Rivai Zainal dan Fauzi Bahar, Islamic Education Management dari Teori ke

Praktik (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 194 60 E. Mul yasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2002),

hlm. 100 61 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan. . .,

hlm. 10

Penerapan m anajemen be rbasis sekolah salah s atu t ujuannya ialah untuk pe ningkatan mutu pe mbelajaran de ngan melibatkan t iga ko mponen yaitu manajemen sekolah, pe ran s erta m asyarakat, da n pe ningkatan mutu proses pe mbelajaran s esuai de ngan jenjang pendidikan. 62 Adapun da lam

pendekatan m anajemen be rbasis sekolah, pr oses pe mbelajaran t idak menempatkan s iswa s ebagai i ndividu y ang pasif y aitu h anya be rperan menerima bahan a jaran yang d iberikan gur u, akan tetapi d iharapkan siswa dapat menempatkan d iri juga s ebagai s ubjek pe ndidikan yang a ktif. T idak lain hal ini ditujukan untuk mencapai pembelajaran yang bermakna dari segi

proses dan hasil serta dengan melihat konteks sebagai faktor pendukung. 63 Jadi, mutu pe mbelajaran merupakan s alah s atu i ndikator

keberhasilan dalam pe nerapan manajemen berbasis sekolah yang dalam penerapannya melibatkan pe ran siswa s ecara ak tif d isamping peran gur u untuk mencapai t ujuan pe ndidikan yang tercermin dalam pr oses pembelajaran yang bermakna.

4. Budaya Madrasah

Budaya atau kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh s uatu kelompok masyarakat, y ang mencakup cara b erfikir, perilaku,

sikap, ni lai yang t ercermin baik da lam w ujud fisik maupun a bstrak. 64 Menurut C lifford G eertz s ebagaimana d ikutip Zamroni menjelaskan bahwa

62 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan. . ., hlm. 7

63 Cucu Suhana, Konsep Strategi. . ., hlm. 86 64 Sitti N adirah, “P eranan Kultur S ekolah d alam M eningkatkan E tos Kerja P ersonalia MTs D arul Iman K ecamatan P alu B arat K ota P alu”, Jurnal Istiqra Vol. 1 No. 2 (Palu: STAIN Datokarama, 2013), hlm. 195 63 Cucu Suhana, Konsep Strategi. . ., hlm. 86 64 Sitti N adirah, “P eranan Kultur S ekolah d alam M eningkatkan E tos Kerja P ersonalia MTs D arul Iman K ecamatan P alu B arat K ota P alu”, Jurnal Istiqra Vol. 1 No. 2 (Palu: STAIN Datokarama, 2013), hlm. 195

yang d ibentuk da lam pe rjalanan pa njang sekolah/madrasah. Dan dalam pengertian yang lain budaya sekolah/madrasah juga dapat dipahami sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup u ntuk melakukan pe nyesuaian de ngan lingkungan d an sekaligus cara

untuk memandang persoalan dan memecahkannya. 65 Berdasarkan wujudnya, b udaya m adrasah dapat d ibedakan menjadi

dua macam y aitu budaya yang t ampak secara vi sual atau disebut de ngan budaya fisik ( material culture) da n budaya a ktivitas atau disebut de ngan

budaya pe rilaku ( behavioral culture). 66 Hasil dari b udaya f isik dan b udaya perilaku a kan memunculkan a rtifak. A rtifak da pat di pahami sebagai

perwujudan ku ltur/budaya yang da pat di amati a tau w ujud yang muncul d i permukaan da pat berupa ko ndisi fisik da n pe rilaku s ebagaimana d ijelaskan sebelumnya. A rtifak yang be rupa ko ndisi fisik meliputi h asil da ri budaya fisik yang dapat diamati secara visual, jelas, dan nyata seperti pergedungan, ruangan, ha laman, taman, interior dan lain sebagainya. Adapun artifak yang berupa perilaku m eliputi h asil da ri b udaya perilaku y ang tercermin dalam aktivitas/kegiatan s eperti ke giatan intrakurikuler, ke giatan eks trakurikuler,

interaksi antar warga madrasah, dan kegiatan-kegiatan pembinaan siswa. 67

65 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: B IGRAF Pub lishing, 2000), hlm. 149

66 Subiyantoro, “ Pengembangan M odel P endidikan N ilai Humanis-Religius B erbasis Kultur Madrasah”, Jurnal Cakrawala Pendidikan Vol. XXXII No. 3 (Yogyakarta: U NY, 2013) ,

hlm. 329 67 Subiyantoro, “Peran Kultur Madrasah dalam Pembentukan Konsep Diri Religius Siswa