Metode Analisis Data

F. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode ditribusional dan metode padan, kedua metode ini digunalan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data.

1. Metode Distribusional

Metode distribusional adalah metode analisis data yang penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode ini digunakan untuk menganalisis bentuk dari istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), yaitu teknik yang digunakan untuk membagi satuan yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Teknik ini digunakan untuk membagi unsur langsung bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH, apakah berbentuk monomorfemis, polimorfemis, atau frasa.

Bentuk monomorfemis

[k OcOr ]

8) menyan

[ m| ~ nan ]

9) mihun

[mihun]

10) pohung

[ pohUG ]

11) salak

[sa la? ]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk monomorfemis karena merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi. Bentuk polimorfemis

1. bekakak wong

[ b| kaka? wOG ]

2. enten-enten

[ | ntEn - | ntEn ]

3. dhakoan

[ Dakowan ]

4. gedhang raja

[g | DaG rOjO ]

5. hawuk-hawuk

[hawUk-hawUk]

6. jangan menir

[ jaGan m| nIr ]

7. jongkong inthil

[ jOGkOG inT Il ]

8. kolak kencana

[kola ? k| ncOnO ]

9. pecel pitik

[ p| c| l pitI? ]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk polimorfemis karena merupakan proses morfologis yang berupa rangkaian morfem. Bentuk frasa

1. dhele ireng

[ D| le ir| G ]

2. gula Jawa

[gul O jOwO ]

3. jajanan pasar

[ jajanan pasar ]

4. jenang abang putih

[ j| naG abaG putIh ]

5. jenang blawoh

[ j| naG blawOh ]

6. jenang elang

[ j| naG | laG ]

7. jenang grendul

[ j| naG gr| ndUl ]

8. jenang katul

[ j| naG katUl ]

9. jenang pati

[ j| naG pati ]

10. jenang sengkala

[ j| naG s| GkOlO ]

11. jenang sungsum

[ j| naG suGsUm ]

12. kembang kinang

[ k| mbaG kinaG ]

13. ketan biru

[ k| tan biru ]

14. ketan warni-warni

[ k| tan warni warni ]

15. krupuk abang

[ krupU? abaG ]

16. lele urip

[ lele urIp ]

17. pitik urip

[pi tI? urIp ]

18. sambel goreng

[ samb| l gorEG ]

19. sega golong

[s | g O gOlOG ]

20. sega jagung

[s | g O jagUG ]

21. sega wuduk ingkung

[s | gO wudU? iGkUG ]

22. tempe kripik

[tempe kripI? ]

23. tumpeng janganan

[ tump| G jaGanan ]

24. tumpeng megana

[ tump| G m| gOnO ]

25. tumpeng ropoh

Kata-kata tersebut merupakan bentuk frasa karena tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

2. Metode Padan

Metode padan adalah metode analisis data yang penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Berdasarkan alat penentunya metode padan dibedakan menjadi lima subjenis, yaitu:

a. Referensial yaitu metode yang alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referent bahasa. Ditunjukan dengan berupa gambar yang dimaksud.

b. Fonetis artikulatoris dengan alat penentu organ pembentuk bahasa atau organ bicara. Ditunjukkan dengan transkripsi fonetis dari kata yang dimaksud.

c. Translasional alat penentunya bahasa lain atau langue lain. Ditunjukan dengan glos atau arti dari kata yang dimaksud.

d. Ortografis yaitu metode dengan alat penentunya perekam dan pengawet bahasa yaitu tulisan. Ditunjukkan dengan tulisan dari kata yang dimaksud.

e. Pragmatis yaitu metode yang alat penentunya saling menjadi mitra bicara yaitu informan dalam penerapannya tidak disertakan. Metode padan tersebut digunakan untuk menganalisis makna. Dalam

penelitian ini analisis data bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa penelitian ini analisis data bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa

Adapun penerapan kedua metode tersebut sebagai berikut:

1) Gedhang Raja

[g | DaG rOjO ] berkategori nomina

gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum ’. Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum. Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja ditumpangi kinang atau suruh ayu. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’ Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH yang telah meninggal dunia, bentuk gedhang raja yang rapi beruntun juga memiliki makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup rukun dan runtut seperti pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa selalu bahagia seperti raja, dan sifat raja yang baik adalah berwibawa, arif, bijaksana, adil dan bisa menjadi tauladan rakyatnya. Gedhang raja merupakan rajanya pisang karena mempunyai rasa yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain. Gedhang raja sebagai rajanya pisang sering dianalogikan dengan raja manusia, gedhang raja melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi, kewibawaan, keluhuran, dan kemuliaan.

Jumlah gedhang raja adalah setangkep ini sebagai lambang bahwa sebagai manusia kita harus klop antara pekerjaan dengan penyuwunan.

2) ketan warni-warni [ k| tan warni warni ] berkategori nomina ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni ‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning,

hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah bermacam- macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih. Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, hijau, kuning, dan putih. Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan empat sifat dasar manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan mutmainah. Merah melambangkan amarah yang berarti kemarahan, hijau melambangkan aluamah yang berarti malas, kuning melambangkan sufiah yang berarti asmara, dan putih melambangkan mutmainah yang melambangkan kesucian.

G. Metode Penyajian Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992 :62).

Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap

BAB IV ANALISIS DATA

Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka analisis data akan dideskripsikan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Berdsarkan hasil analisis data ditemukan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH berupa monomorfemis dan polimorfemis.

1. Monomorfemis Monomorfemis merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi, yang merupakan kata dasar. Adapun istilah yang termasuk monomorfemis sebagi berikut:

(1) apem [ap |m ] berkategori nomina

Apem merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula yang dibentuk bulat agak pipih

(2) areng [ ar| G ] berkategori nomina

Areng merupakan hasil dari kayu yang dibakar yang digunakan untuk perapian di tungku.

(3) enthik [ | nTI ? ] berkategori nomina

Enthik merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

(4) gecok [ g| cO? ] berkategori nomina

Gecok merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari ulam mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai, kunir, dan juga santan yang dicampur menjadi satu.

(5) jeruk

[ j| rU? ] berkategori nomina

Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai rasa manis yang daging buahnya biasanya berwarna oranye dan banyak mengandung vitamin C.

(6) kates [ka tEs ] berkategori nomina

Kates merupakan salah satu jenis buah-buahan yang rasanya manis kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang termasuk pala gumantung.

(7) kocor [k OcOr ] berkategori nomina

Kocor merupakan srabi yang diberi juruh yang terbuat dari santan dan gula jawa

(8) menyan [ m| ~ nan ] berkategori nomina

Menyan merupakan dupa yang dibuat dari tumbuhan, cara penggunaannya dengan dibakar.

(9) mihun [mihun] berkategori nomina Mihun merupakan jenis makanan mie yang lembut ( 10 ) pohung [ pohUG ] berkategori nomina

Pohung merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

( 11 ) salak

[sa la? ] berkategori nomina

Salak merupakan salah satu jenis buah-buahan yang daging buahnya berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit asam agak sepet yang kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak tajam.

( 12 ) srabi

[srabi] berkategori nomina

Srabi merupkan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang dibentuk bulat agak pipih

( 13 ) tela

[te lO ] berkategori nomina

Tela merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem ( 14 ) uwi

[uwi] berkategori nomina

Uwi merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem ( 15 ) wajik

[ wajI? ] berkategori nomina

Wajik merupakan jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras ketan yang direbus kemudian dicampur dengan gula jawa dan kelapa

2. Polimorfemis Bentuk polimorfemis meliputi (1) afiksasi, (2) pengulangan atau reduplikasi, dan (3) kata majemuk. Adapun kata-kata yang termasuk dalam polimorfemisadalah sebagai berikut:

2.1 Afiksasi ( 16 ) dhakoan [ Dakowan ] berkategori nomina Dhakoan merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari dhele

yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya.

( 17 ) enten-enten [ | ntEn - | ntEn ] berkategori nomina Enten-enten merupakan jenis makanan yang terbuat dari kelapa parut

dan gula jawa Enten-enten merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar ‘enten’

( 18 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk] berkategori nomina Hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang diparut yang diberi garam Hawuk-hawuk merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar ‘hawuk’

2.3 Kata Majemuk ( 19 ) bekakak wong

[ b| kaka? wOG ] berkategori nomina bekakak ‘bekakak’ + wong ‘orang’ → bekakak wong ‘sesaji yang

berbentuk sepasang manusia’ ( 20 ) gedhang raja

[g | DaG rOjO ] berkategori nomina gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa

manis, dan baunya harum’ ( 21 ) jangan menir

[ jaGan m| nIr ] berkategori nomina jangan ‘sayur’ + menir ‘menir’ → jangan menir ‘jenis sesaji yang dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus’

( 22 ) jongkong inthil [j OGkOG inT Il ] berkategori nomina ( 22 ) jongkong inthil [j OGkOG inT Il ] berkategori nomina

parutan kelapa dan garam’ ( 23 ) kolak kencana

[kola ? k| ncOnO ] berkategori nomina kolak ‘kolak’ + kencana ‘emas’ → kolak kencana ‘merupakan makanan yang terbuat dari santan yang dicampur gula jawa dan diberi pisang’

( 24 ) pecel pitik [ p| c| l pitI? ] berkategori nomina pecel ‘pecel’ + pitik ‘ayam’ → pecel pitik ‘sesaji yang terdiri dari kecambah yang masih mentah diberi daun sledri dan di atasnya diberi bumbu yang dibuat dari cabai merah dihaluskan’

3. Frasa ( 25 ) dhele ireng

[ D| le ir| G ] berkategori nomina dhele ‘kedelai’ + ireng ‘hitam’ → dele ireng ‘jenis kedelai yang kulit buahnya bewarna hitam’ ( 26 ) gula Jawa

[gul O jOwO ] berkategori nomina gula ‘gula’ + Jawa ‘Jawa’ → gula Jawa ‘jenis gula yang dibuat dari aren’ ( 27 ) jajanan pasar

[jajanan pasar] berkategori nomina Jajanan pasar merupakan makanan kecil yang biasa dibeli di pasar jajan ‘membeli’ + sufiks –an + pasar → jajanan pasar ’makanan kecil yang biasa dibeli di pasar’

( 28 ) jenang abang putih [ j| naG abaG putIh ] berkategori nomina ( 28 ) jenang abang putih [ j| naG abaG putIh ] berkategori nomina

[ j| naG blawOh ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + blawoh ‘blawah’ → jenang blawoh ‘bubur yang terbuat dari tepung beras yang dimasak menggunakan santan dan diberi garam secukupnya, kemudian di atasnya diberi gula jawa’

( 30 ) jenang elang [ j| naG | laG ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + elang ‘elang’ → jenang elang ‘bubur yang terbuat dari tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi garam secukupnya’

( 31 ) jenang grendul [ j| naG gr| ndUl ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + grendul ‘’ → jenang grendul ‘bubur yang terbuat

dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya’ ( 32 ) jenang katul

[ j| naG katUl ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + katul ‘katul’ → jenang katul ‘bubur yang terbuat dari katul yang dimasak diberi garam secukupnya’

( 33 ) jenang pathi [ j| naG paT i ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + pathi ‘pati’ → jenang pati ‘bubur yang terbuat dari tepung pati yang dimasak yang diberi garam secukupnya’

( 34 ) jenang sengkala [ j| naG s| GkOlO ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + sengkala ‘sengkala’ → jenang sengkala ‘bubur yang berwarna putih terbuat dari tepung beras dicampur santan yang sebagian diberi warna hijau, merah, kuning dan hitam’

( 35 ) jenang sungsum [ j| naG suGsUm ] berkategori nomina jenang ‘bubur’ + sungsum ‘sungsum’ → jenang sungsum ‘bubur yang

berwarna putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan’ ( 36 ) kembang kinang

[ k| mbaG kinaG ] berkategori nomina kembang ‘bunga’ + kinang ‘kinang’ →kembang kinang ‘bunga

mawar, melati, dan kenanga yang dijadikan satu dengan daun sirih yang digulung yang terdiri dari kapur, gambir, dan tembakau’

( 37 ) ketan biru [ k| tan biru ] berkategori nomina ketan ‘ketan’ + biru ‘biru’ → ketan biru ‘ketan yang berwarna biru’ ( 38 ) ketan warni-warni

[ k| tan warni warni ] berkategori nomina ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni

‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning, hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah

bermacam-macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih. Warni-warni merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar warni ‘warna’

( 39 ) krupuk abang [ krupU? abaG ] berkategori nomina krupuk ‘kerupuk’ + abang ‘merah’ → krupuk abang ‘salah satu jenis kerupuk yang berwarna merah’

( 40 ) lele urip [ lele urIp ] berkategori nomina lele ‘lele’ + urip ‘hidup’ → lele urip ‘merupakan jenis ikan yang masih dalam keadaan hidup’

( 41 ) pitik urip [pi tI? urIp ] berkategori nomina pitik ‘ayam’ + urip ‘hidup’ → pitik urip ‘ayam yang masih hidup’ ( 42 ) sambel goreng

[ samb| l gorEG ] berkategori nomina sambel ‘sambel’ + goreng ‘goreng’ → sambel goreng ‘merupakan salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi

bumbu cabai merah dan bumbu dapur ’ ( 43 ) sega golong

[s | g O gOlOG ] berkategori nomina sega ‘nasi’ + golong ‘golong’ → sega golong ‘nasi putih yang

dibentuk bulat menggunakan tangan ’ ( 44 ) sego jagung

[s | gO jagUG ] berkategori nomina sego ‘nasi’ + jagung ‘jagung’ → sego jagung ‘jagung yang ditumbuk kemudian dikukus’ ( 45 ) sega wuduk ingkung

[ s| gO wudU? iGkUG ] berkategori nomina sega wuduk ‘nasi gurih’ + ingkung ‘ingkung’ → sega wudug ingkung

‘nasi gurih yang diletakkan di atas tebok dan diberi ayam utuh’ ( 46 ) tempe kripik

[tempe kripI? ] berkategori nomina tempe ‘tempe’ + kripik ‘keripik’ → tempe kripik ‘jenis keripik yang dibuat dari tempe’

( 47 ) tumpeng janganan [ tump| G jaGanan ] berkategori nomina Tumpeng ‘tumpeng’ + jangan ‘sayur’ + sufiks –an → tumpeng

janganan ‘nasi putih yang berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi janganan ‘nasi putih yang berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi

[ tump| G m| gOnO ] berkategori nomina tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + megana ‘megana’ →

tumpeng megana ‘nasi putih berbentuk kerucut yang diberi sayuran pada bagian tengahnya’ ( 49 ) tumpeng ropoh [ tump| G rOpOh ] berkategori nomina

tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + ropoh ‘ropoh’ → tumpeng ropoh ‘nasi putih yang berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar delapan uter ‘daun pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari empat uter janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur satu dan empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung, gedhang, jongkong, dan apem ’

B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

(1) apem [ap |m ]

Makna leksikal dari apem adalah arané panganan sing digawé saka glepung beras dicampur santen, gula, ragi, wujudé saèmper srabi ‘nama makanan yang dibuat dari tepung beras dicampur santan, gula, ragi, bentuknya seperti srabi ’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 25).

(2) areng [ ar| G ]

Makna leksikal dari areng adalah obong-obongan kayu sing nganti dadi ireng (adaté kanggo gegenèn ing anglo) ‘bakar-bakaran kayu sampai menjadi hitam’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :27). Dalam proses

pembakaran areng membutuhkan waktu beberapa minggu dan pembakaran areng membutuhkan waktu beberapa minggu dan

(3) bekakak wong [ b| kaka? wOG ]

Bekakak adalah kéwan, wong, lsp sing dianggo sajèn ‘hewan, manusia, dan sebagainya yang dipakai untuk sesaji’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :56). Makna leksikal dari bekakak wong adalah sesaji yang berbentuk sepasang manusia. Bekakak wong terbuat dari tepung terigu dan air yang dicampur menjadi sebuah adonan kemudian dibentuk menjadi sepasang manusia yaitu pria dan wanita. Sedangkan untuk pewarnaan bagian tubuh menggunakan teres yang dicampurkan pada sebagian adonan tepung terigu (Nanik, Maret 2010).

(4) dhakoan [ Dakowan ]

Makna leksikal dari dhakoan adalah sesaji yang terbuat dari dhele yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya. Dhakoan dalam sesaji wilujengan nagari KSH diletakkan di atas sega jagung (Nanik, Maret 2010).

(5) dhele ireng

[ D| le ir| G ]

Menurut Kamus Basa Jawa, dhele adalah kedelai (2001 :151). Makna leksikal dari dhele ireng adalah jenis kedelai yang kulit buahnya bewarna hitam. Dhele ireng dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini cara memasaknya hanya digarang di wajan/penggorengan yang terbuat dari tanah liat (Nanik, Maret 2010).

(6) enten-enten

[ | ntEn - | ntEn ]

Makna leksikal dari enten-enten adalah aranè panganan sing digawé saka klapa lan gula ‘nama makanan yang dibuat dari kelapa dan gula’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 192). Gula yang digunakan untuk

membuat enten-enten adalah gula Jawa.

(7) enthik [ | nTI ? ]

Enthik adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang Enthik adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang

Makna leksikal dari enthik adalah salah satu jenis pala kependhem yang kulitnya berwarna coklat keabu-abuan, yang daging buahnya berwarna putih. Yang mempunyai kandungan karbohidrat sebagai pengganti energi. Enthik dalam sesaji wilujengan nagari Keraton Suakarta Hadiningrat ini cara memasaknya hanya dengan direbus.

(8) gecok [ g| cO? ]

Makna leksikal dari gecok adalah salah satu jenis sesaji yang terbuat dari ulam mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai, kunir, dan juga santan, yang dicampur menjadi satu. Gecok ini cara membuatnya tidak perlu dimasak dengan api, hanya dengan dicampur saja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa gecok adalah Makna leksikal dari gecok adalah salah satu jenis sesaji yang terbuat dari ulam mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai, kunir, dan juga santan, yang dicampur menjadi satu. Gecok ini cara membuatnya tidak perlu dimasak dengan api, hanya dengan dicampur saja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa gecok adalah

(9) gedhang raja

[g | DaG rOjO ]

Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’ (Nanik, Maret 2010). Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja ditumpangi kembang kinang. Dalam Kamus Jawa-Indonesia Populer, gedhang ayu adalah pisang yang masih utuh untuk kenduri (2004 :123).

( 10 ) gula Jawa

[ gulO jOwO ]

Makna leksikal dari gula Jawa adalah gula sing digawé kilanging legèn ‘gula yang dibuat dari legen’ (Kamus Unggah-ungguh Basa Jawa, 2001: 153). Dalam Kamus Basa Jawa, gula Jawa adalah gula sing digawé kilanging krambil ‘gula yang dibuat dari kelapa’ (2001 :296). Dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini disisir halus (Nanik, Maret 2010).

( 11 ) hawuk-hawuk

[hawUk-hawUk]

Makna leksikal dari hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang diparut kemudian diberi garam secukupnya (Nanik, Maret 2010).

Parut adalah alat untuk mengukur kelapa, keju, wortel dsb dibuat dari papan, logam, dsb berpaku kawat banyak (KBBI :832).

( 12 ) jajanan pasar

[jajanan pasar]

Makna leksikal dari jajanan pasar adalah pepanganan tukon pasar ‘makanan yang dibeli dari pasar’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 292). ( 13 ) jangan menir

[ jaGan m| nIr ]

Jangan adalah lelawuhan ngganggo ampas lan duduh ‘lauk yang ada sayuran dan kuah’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :296). Makna leksikal jangan menir adalah sayur yang dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus tidak menggunakan bumbu. Jangan menir Jangan adalah lelawuhan ngganggo ampas lan duduh ‘lauk yang ada sayuran dan kuah’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :296). Makna leksikal jangan menir adalah sayur yang dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus tidak menggunakan bumbu. Jangan menir

( 14 ) jenang abang putih

[ j| naG abaG putIh ]

Makna leksikal dari jenang abang putih adalah bubur yang terbuat dari beras dicampur santan dan garam secukupnya, kemudian diberi warna merah dan putih. Jenang abang putih dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 15 ) jenang blawoh [ j| naG blawOh ]

Makna leksikal dari jenang blawoh adalah bubur yang terbuat dari tepung beras yang dicampur santan dan diberi garam secukupnya, Makna leksikal dari jenang blawoh adalah bubur yang terbuat dari tepung beras yang dicampur santan dan diberi garam secukupnya,

( 16 ) jenang elang

[ j| naG | laG ]

Makna leksikal dari jenang elang adalah bubur yang terbuat dari tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi garam secukupnya. Jenang elang dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 17 ) jenang grendul [ j| naG gr| ndUl ]

Makna leksikal dari jenang grendul adalah bubur yang terbuat dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya. Jenang Makna leksikal dari jenang grendul adalah bubur yang terbuat dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya. Jenang

( 18 ) jenang katul

[ j| naG katUl ]

Makna leksikal dari jenang katul adalah bubur yang terbuat dari katul dan diberi garam secukupnya. Jenang katul dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ kemudian diberi parutan kelapa dan taburan gula Jawa di atasnya (Nanik, Maret 2010).

( 19 ) jenang pathi

[ j| naG paT i ]

Makna leksikal dari jenang pati adalah bubur yang terbuat dari tepung pati yang dimasak dan diberi garam secukupnya. Jenang pathi Makna leksikal dari jenang pati adalah bubur yang terbuat dari tepung pati yang dimasak dan diberi garam secukupnya. Jenang pathi

( 20 ) jenang sengkala

[ j| naG s| GkOlO ]

Makna leksikal dari jenang sengkala adalah bubur yang berwarna dasar putih terbuat dari tepung beras dicampur santan dan garam secukupnya, yang di atasnya diberi taburan warna hijau, merah, kuning dan hitam berbentuk garis-garis. Untuk pewarnaan hijau, merah, dan kuning menggunakan teres sedangkan untuk warna hitam menggunakan areng yang dihaluskan. Jenang sengkala dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 21 ) jenang sungsum

[ j| naG suGsUm ]

Makna leksikal dari jenang sungsum adalah bubur yang berwarna putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan. Jenang sungsum dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada

takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010). ( 22 ) jeruk

[ j| rU? ]

Makna leksikal dari jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai rasa manis yang daging buahnya biasanya berwarna oranye dan banyak mengandung vitamin C. Dalam Kamus Basa Jawa jeruk adalah arane tetuwuhan sing wohé bunder dumadi saka ijira, jinise warna-warna, kayata keprok, siyem, bali, pecel, gulung, lsp (2001 :313).

( 23 ) jongkong intil

[j OGkOG inT Il ]

Dalam Kamus Basa Jawa, jongkong adalah arané panganan saka téla kaspa diparut utawa glepung beras diwungkusi, diwènèhi gula tengahé ‘nama makanan dari ketela kaspa diparut atau tepung beras yang dibungkus, diberi gula pada tengahnya’ (2001 :321). Makna

leksikal dari jongkong inthil adalah makanan yang dibuat dari singkong diparut dicampur parutan kelapa kemudian diisi gula Jawa dan nasi yang dimasak dengan garam dan parutan kelapa. Jongkong adalah makanan yang terbuat dari singkong yang diparut dicampur dengan parutan kelapa, dan gula Jawa. Adonan dibentuk bulat dan di tengahnya diberi gula Jawa, setelah itu dibungkus daun pisang yang bentuk atasnya mengerucut kemudian dikukus. Intil adalah makanan yang terbuat dari nasi yang dicampur dengan parutan kelapa dan garam secukupnya kemudian dikukus (Nanik, Maret 2010).

( 24 ) kates

[ka tEs ]

Makna leksikal dari kates merupakan salah satu jenis buah-buahan yang rasanya manis kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang termasuk pala gumantung. Dalam Kamus Basa Jawa, katès adalah téla gantung (2001 :345).

( 25 ) kembang kinang

[ k| mbaG kinaG ]

Dalam Kamus Basa Jawa, kembang adalah bunga (2001 :201), kinang adalah campuran gambir, sirih (2001 :218). Makna leksikal dari kembang kinang adalah bunga mawar, melati, dan kenanga yang dijadikan satu dengan daun sirih yang digulung yang terdiri dari kapur, gambir, dan tembakau (Nanik, Maret 2010).

( 26 ) ketan biru

[ k| tan biru ]

Makna leksikal dari ketan biru adalah makanan yang terbuat dari olahan beras ketan yang berwarna biru. Untuk pewarnaan biru menggunakan teres (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, ketan adalah araning beras/sega sing pliket banget (sok digawé jadah, lemper, wajik, lsp ) ‘nama beras/nasi yang sangat lengket biasa untuk membuat jadah, lemper, wajik dan sebagainya’ (2001 :381). Biru adalah warna kaya déné warnané langit ‘warna seperti warnanya langit’ (2001 :65).

( 27) ketan warni-warni

[ k| tan warni warni ]

Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang

beda-beda warnané ‘lain-lain warnanya’ (2001 :842). ( 28 ) kocor

[k OcOr ]

Makna leksikal dari kocor adalah srabi yang diberi juruh yang terbuat dari santan dan gula Jawa. Srabi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula Jawa, yang diaduk menjadi satu adonan kemudian digoreng tanpa menggunakan minyak dibentuk bulat agak pipih. Kocor dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang terbuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta kocor adalah apem kang dicelup ing juruh ‘apem yang dimasukan dalam juruh’ (1939: 247).

( 29 ) kolak kencana

[kola ? k| ncOnO ]

Makna leksikal dari kolak kencana adalah makanan yang terbuat dari santan yang dicampur gula Jawa dan diberi pisang. Kolak kencana dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini menggunakan jenis pisang raja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, kolak adalah saèmper kluwa sing digawé saka gedhang, téla pendhem lsp (2001 :406).

( 30 ) krupuk abang

[ krupU? abaG ]

Makna leksikal dari krupuk abang adalah salah satu jenis kerupuk yang berwarna merah (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, krupuk adalah arané lawuh (panganan) goréngan sing digawé

glepung dicampur urang lsp ‘nama makanan atau gorengan yang dibuat dari tepung dicampur udang dan se bagainya’ (2001 :426).

( 31 ) lele urip

[ lele urIp ]

Makna leksikal dari lele urip adalah merupakan binatang bertulang belakang yang hidup di air, yang umumnya bernafas dengan insang. Lele urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah dua ekor atau sepasang yang diletakkan di dalam kendil ‘alat yang digunakan untuk menanak nasi yang terbuat dari tanah liat’ (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa lele adalah araning iwak kali sing ora duwé

sisik tur mawa patil ‘nama ikan yang berasal dari sungai yang tidak

mempunyai sisik tetapi mempunyai patil’ (2001: 455)

( 32 ) menyan [ m| ~ nan ]

Makna leksikal dari menyan adalah kemenyan ‘dupa dari tumbuhan styrax benzoin yang harum baunya ketika dibakar’ (KBBI, :539).

Selama upacara wilujengan nagari KSH berlangsung areng dan menyan dibakar sehingga berasap dan berbau harum (Nanik, Maret 2010)

( 33 ) mihun

[mihun]

Menurut Kamus Basa Jawa, mihun yaiku arane olah-olahan sing digawe aska gandum wujude saemper cacing ‘mihun adalah nama makanan yang dibuat dari gandum yang bentuknya seperti cacing’ (2001: 40). Makna leksikal dari mihun adalah jenis makanan mie yang lembut. Ada beberapa jenis mie, mie yang berukuran paling kecil disebut dengan mihun. Cara membuat mihun dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini dengan ditumis menggunakan bumbu dapur dan diberi kecap sehingga berwarna coklat kemudian diletakkan pada takir

‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 34 ) pecel pitik

[ p| c| l pitI? ]

Makna leksikal dari pecel pitik adalah sesaji yang terdiri dari kecambah diberi daun sledri dan di atasnya diberi bumbu yang dibuat dari cabai merah dihaluskan kemudian diletakkan dalam takir ‘mangkok yang dibuat dadi daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 35 ) pitik urip

[pi tI? urIp ]

Makna leksikal dari pitik urip adalah ayam yang masih hidup. Pitik urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah pitik Jawa ‘ayam Jawa’(Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta pitik adalah bangsana kéwan kang mawa soewiwi ‘jenisnya hewan yang mempunyai sayap’ (1939: 494).

( 36 ) pohung [ pohUG ]

Pohung adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala kemengser dan pala gumantung . Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari pohung adalah salah satu jenis pala kependhem yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang daging buahnya berwarna putih. Biasanya pada jaman dahulu digunakan sebagai pengganti nasi karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Pohung dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini cara memasaknya hanya dengan direbus (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa, pohung adalah ketela/ ubi (2004 :473).

( 37 ) salak

[sa la? ]

Makna leksikal dari salak adalah salah satu jenis buah-buahan yang daging buahnya berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit asam agak sepet yang kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak tajam. Dalam Kamus Basa Jawa, salak adalah arané wit sing klebu jinise palem, wohé ndaging putih, wijiné atos soklat semu ireng, kulité

soklat nyisik rada landhep ‘nama pohon yang termasuk jenis palem, buahnya tebal putih, bijinya keras berwarna coklat agak hitam,

kulitnya berwarna coklat bersisik agak tajam’(2001 :686).

( 38 ) sambel goreng

[ samb| l gorEG ]

Makna leksikal dari sambel goreng adalah merupakan salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng Makna leksikal dari sambel goreng adalah merupakan salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng

‘jenis lauk yang dibuat dari cabai, garam, bawang dan sebagainya kemudian dihaluskan menjadi satu’(2001 :692).

( 39 ) sega golong

[s | g O gOlOG ]

Dalam kamus Basa Jawa sega golong adalah sega diglindhingi (padha bal kasti) kanggo slametan (2001: 707). Makna leksikal dari sego golong adalah nasi putih yang dibentuk bulat menggunakan tangan (Nanik, Maret 2010).

( 40 ) sego jagung

[s | gO jagUG ]

Dalam Kamus Basa Jawa sega jagung adalah jagung sing diliwet utawa diedang ‘jagung yang dimasak/dikukus’ (2001: 707). Makna leksikal dari sega jagung adalah jagung yang ditumbuk kemudian dikukus (Nanik, Maret 2010).

( 41 ) sega wuduk ingkung

[ s| gO wudU? iGkUG ]

Makna leksikal dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah sesaji yang terdiri dari nasi gurih dan ingkung. Dalam Kamus Basa Jawa, sega wudug adalah sega sing dibumboni uyah, salam, santen (rasane wis gureh) ‘nasi yang diberi bumbu garam, daun salam, santan (rasanya gurih) (2001 :707). Sega wuduk Makna leksikal dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah sesaji yang terdiri dari nasi gurih dan ingkung. Dalam Kamus Basa Jawa, sega wudug adalah sega sing dibumboni uyah, salam, santen (rasane wis gureh) ‘nasi yang diberi bumbu garam, daun salam, santan (rasanya gurih) (2001 :707). Sega wuduk

( 42 ) srabi

[srabi]

Dalam Kamus Basa Jawa srabi adalah (1) bangsané apem nanging ora nganggo ragi ‘sejenis apem tetapi tidak pakai ragi’, (2) apem gurih ‘apem gurih’ (2001: 736). Makna leksikal dari srabi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang diaduk menjadi satu adonan kemudian diolah di nanangan dibentuk bulat agak pipih. Nanangan adalah wajan/penggorengan dari tanah liat yang digunakan untuk menggoreng tanpa menggunakan minyak (Nanik, Maret 2010).

( 43 ) tela

[te lO ]

Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem . Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis pala kependhem yang terdiri dari tiga jenis tela yang dilihat dari daging buahnya yaitu tela ungu , tela putih, dan tela kuning, kulit buahnya berwarna coklat rasanya manis. Tela mempunyai kandungan karbohidrat sebagai pengganti energi dan kaya akan serat. Dalam Jawa-Indonesia Populer, tela adalah ketela, pohung (2004 :554).

Tela dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini tidak ditentukan jenis dari warna daging dan kulit buahnya. Cara memasaknya hanya dengan direbus (Nanik, Maret 2010).

( 44 ) tempe kripik

[tempe kripI? ]

Makna leksikal tempe kripik adalah jenis keripik yang dibuat dari tempe. Cara membuatnya tempe dipotong tipis-tipis dimasukkan pada adonan tepung kemudian digoreng sampai kering (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tempe adalah arané lawuh sing

digawé saka dhele dirageni lsp ‘nama lauk yang dibuat dari kedelai yg diberi ragi dan sebagainya’ (2001 :769), kripik adalah keripik (Kamus

Jawa-Indonesia Populer, 2004 :235). ( 45 ) tumpeng janganan

[ tump| G jaGanan ]

Makna leksikal dari tumpeng janganan adalah nasi putih yang berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi janganan ‘sayuran’ dan di

Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), janganan adalah (1) gegodhongan sing kena dijangan ‘dedaunan yang bisa di sayur’ (2) gudhangan ‘sayuran’(2001 :296)

( 46 ) tumpeng megana

[ tump| G m| gOnO ]

Makna leksikal dari tumpeng megana adalah nasi putih berbentuk kerucut yang diberi sayuran pada bagian tengahnya (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng megana adalah sega sing

digawé tumpeng gedhe (jinisé sega gurih) ‘nasi yang dibentuk tumpeng besar’ (2001 :772).

( 47 ) tumpeng ropoh [ tump| G rOpOh ]

Makna leksikal dari tumpeng ropoh adalah nasi putih yang berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar delapan uter ‘daun pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari empat uter

janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur satu dan empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung, gedhang, jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi satu dalam tebok ‘tampah kecil yang terbut dari anyaman bambu’ (Nanik, Maret 2010).

Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), ropoh adalah pager mawa erèn, rerèncèkan, lsp (2001 :676).

( 48 ) uwi

[uwi]

Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem . Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis pala kependhem yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang daging buahnya berwarna ungu rasanya gurih agak manis. Yang mempunyai kandungan karbohidrat sebagai pengganti energi. Uwi dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini cara memasaknya hanya dengan direbus (Nanik, Maret 2010). Dalam Basa Jawa, tela adalah araning pala kependhem mrambat, godhongé amba kaya jantung/jari, oyodé dadi

isi (uwi) ‘jenise pala kependem yang merambat, daunya lebar seperti jantung atau jari, akarnya menjadi uwi’(2001 :832).

( 49 ) wajik

[ wajI? ]

Dalam Kamus Basa Jawa wajik adalah arané panganan sing digawé saka ketan lan gula Jawa ‘nama makanan yang dibuat dari ketan dan gula Jawa’(2001: 837). Makna leksikal dari wajik adalah jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras ketan yang kemudian dicampur dengan gula jawa dan santan yang diolah hingga menyatu dan mengental menjadi satu (Nanik, Maret 2010).

C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Dalam makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH ini tidak semua memiliki makna kultural, adapun makna kulturalnya sebagai berikut.

(1) apem [ap |m ] Makna kultural apem adalah mohon ampunan. Dengan diadakan

wilujengan nagari KSH ini dengan maksud keraton memohonkan ampun atas masyarakatnya kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan YME (Gusti Puger, April 2011).

(2) areng [ ar| G ] Areng ini digunakan untuk bahan bakar. Dalam upacara wilujengan

nagari KSH areng dinyalakan kemudian ditaburi menyan sehingga membuat suasana menjadi wangi, wangi ini menciptakan suasana yang lebih khusuk atau sakral. Makna kultural dari areng adalah diharapkan agar kepareng ‘dikabulkan’ permohonannya, permohonan nagari KSH areng dinyalakan kemudian ditaburi menyan sehingga membuat suasana menjadi wangi, wangi ini menciptakan suasana yang lebih khusuk atau sakral. Makna kultural dari areng adalah diharapkan agar kepareng ‘dikabulkan’ permohonannya, permohonan

(3) bekakak wong [ b| kaka? wOG ]

Makna kultural dari bekakak wong adalah melambangkan lingga dan yoni. Manusia diciptakan Tuhan YME dengan dua jenis yaitu pria dan wanita, dengan diciptakan pria dan wanita ini untuk melahirkan keturunan-keturunan yang akan mewarisi sifat dan kebudayaan mereka dan juga meneruskan kehidupan yang telah ada.

Lingga dan yoni diabadikan pada Candi Cetha dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu. Sesaji bekakak wong ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu yang dipercaya untuk menjaga KSH dari penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung , dhakoan, dan bekakak wong (Winarnokusumo, April 2011).

(4) dhakoan [ Dakowan ]

Sesaji dhakoan ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu yang dipercaya untuk menjaga KSH dari penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong (Winarnokusumo, April 2011).

(5) dhele ireng

[ D| le ir| G ]

Makna kultural dari dhele ireng adalah melambangkan kesempurnaan dan kelanggengan. Warna ireng ‘hitam’ ini merupakan Makna kultural dari dhele ireng adalah melambangkan kesempurnaan dan kelanggengan. Warna ireng ‘hitam’ ini merupakan

(6) enten-enten

[ | ntEn - | ntEn ]

Enten-enten merupakan sesaji dari kelapa yang diparut diberi gula Jawa. Setiap satu parutan kelapa ini diibaratkan satu abdi dalem. KSH bisa seperti sekarang ini tidak lepas karena jasa para abdi dalem. Makna kultural dari enten-enten adalah melambangkan kekuatan para abdi dalem KSH yang telah mengabdikan diri kepada KSH (Winarnokusumo, April 2011).

(7) enthik [ | nTI ? ] Makna kultural dari enthik adalah simbol perputaran kehidupan. Manusia hidup di dunia ini diibaratkan cakra manggilingan ’selalu berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti enthik pala kependhem

kadang di tengah seperti pala kemengser, di atas seperti pala gumantung (Gusti Puger, April 2011).

(8) gecok [ g| cO? ] Gecok merupakan sesaji yang tidak bisa langsung dimakan karena sesaji ini tidak diolah, gecok berasal dari bahan –bahan yang mentah ini melambangkan belum sah atau belum hak karena masih mentah.

Makna kultural dari gecok adalah bahwa semua yang belum hak kita Makna kultural dari gecok adalah bahwa semua yang belum hak kita

( 9 ) gedhang raja

[g | DaG rOjO ]

Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH yang telah meninggal dunia, yaitu: Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II. Bentuk gedhang raja yang rapi beruntun juga memiliki makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup rukun, runtut seperti pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa selalu bahagia seperti raja, bisa bersifat seperti raja yang berwibawa, arif, bijaksana, adil, dan bisa menjadi tauladan (Winarnokusumo, April 2011).

Gedhang raja merupakan rajanya pisang karena mempunyai rasa yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain. Gedhang raja melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi, kewibawaan, keluhuran, dan kemuliaan tetapi aja krumaja ‘jangan meninggikan diri’. Jumlah gedhang raja dalam wilujengan nagari KSH adalah setangkep ini sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus saling memahami dan menghormati (Gusti Puger, April 2011).

( 10 ) gula Jawa

[ gulO jOwO ]

Makna kultural gula Jawa adalah melambangkan kekuatan. Gula Jawa itu rasanya manis bila dimakan menjadi energi untuk tubuh, dengan memakan gula Jawa ini para abdi dalem yang bekerja mempunyai kekuatan atau tenaga (Winarnokusumo, April 2011).

( 11 ) hawuk-hawuk

[hawU k -hawU k ]

Makna kultural dari hawuk-hawuk adalah melambangkan pengapdian. Hawuk-hawuk kelapa yang dikupas kulitnya kemudian diparut dan dibei garam sedikit, hawuk-hawuk itu putih besih ini diibaratkan ketulusan para abdi dalem KSH yang mengabdikan diri pada KSH, tidak mencampurkan urusan pribadi dan pakarti sepenuhnya mengabdikan diri pada KSH (Gusti Puger, April 2011).

( 12 ) jajanan pasar

[jajanan pasar]

Makna kultural dari jajanan pasar adalah simbol rasa syukur kepada Tuhan YME atas keanekaragaman hidup manusia. Jajanan pasar ini merupakan keanekaragaman hasil bumi, bermacam-macam yang dijual dipasar ini mengibaratkan keanekaragaman hidup di dunia. Oleh karena itu kita harus bersyukur atas segala karunia Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 13 ) jangan menir [ jaGan m| nIr ] Sesaji jangan menir ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu

Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji

( 14 ) jenang abang putih

[ j| naG abaG putIh ]

Makna kultural dari jenang abang putih adalah melambangkan bapa-biyung . Warna abang ‘merah’ ini melambangkan biyung ‘ibu’ sedangkan putih ini melambangkan bapa ‘bapak’ (Winarnokusumo, April 2011).

( 15 ) jenang blawoh

[ j| naG blawOh ]

Makna kultural dari jenang blawoh adalah melambangkan masyarakat Jawa harus bisa menampung bebagai macam persoalan yang dihadapi. Dengan banyak masalah yang dihadapi kita harus berusaha sekuat tenaga seperti gula Jawa dalam jenang blawoh, tidak cepat putus asa dan menyerahkan pada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 16 ) jenang elang

[ j| naG | laG ]

Jenang elang dibuat dari tepung ketan dan air kelapa, air kelapa ini melambangkan kesucian. Masyarakat KSH selalu berfikir bahwa air kelapa adalah air suci. Jenang elang mempunyai makna kultural bahwa di dunia ini tidak ada yang suci kecuali Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 17 ) jenang grendul

[ j| naG gr| ndUl ]

Jenang itu sangat lembut, halus, dan lumer ini diibaratkan seperti kehidupan yang berjalan mulus tanpa cobaan, sedangkan grendul itu diibaratkan grenjelan atau cobaan dalam kehidupan. Antara jenang dengan grendul itu telah menyatu bahwa dalam kehidupan itu sangat rentang sekali dengan masalah atau cobaan-cobaan hidup.

Makna kultural dari jenang grendul adalah bahwa dalam menjalani kehidupan itu tidak mulus saja tetapi dalam kehidupan juga ada masalah atau cobaan-cobaan yang akan dihadapi, ini diharapkan agar keluarga Keraton bisa selalu menyatu dalam mengatasi dan menyelesaikan segala masalah apapun yang ada di dalam Keraton agar KSH selalu rukun dan damai (Winarnokusumo, April 2011).

( 18 ) jenang katul

[ j| naG katUl ]

Makna kultural dari jenang katul adalah bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME yang hidup bermasyarakat harus memiliki sifat bijaksana. Sesuai yang dilambangkan jenang katul yang lunak dan tidak keras. Sehingga kita sebagai makhluk sosial harus selalu lunak (bijaksana) dalam menyikapi segala hal yang terjadi disekitar kita (Gusti Puger, April 2011).

( 19 ) jenang pathi

[ j| naG paT i ]

Makna kultural dari jenang pathi dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah simbol dari inti permasalahan. Masyarakat Jawa diharapkan untuk bisa mengambil inti dari permasalah yang ada tidak cepat putus asa dalam menjalani kehidupan (Gusti Puger, April 2011).

Makna kultural jenang sengkala adalah permohonan agar disingkirkan dari halangan dan tidak banyak gangguan. KSH mengakui adanya umat lain disamping manusia yang bisa diajak untuk kerja sama bisa saling membantu tidak mengganggu, agar masyarakat Jawa dan KSH selalu temtram dan damai (Winarnokusumo, April 2011).

( 21 ) jenang sungsum [ j| naG suGsUm ] Makna kultural dari jenang sungsum adalah tamba kesel ‘obat capek’. Adat kebiasaan KSH setelah bekerja keras adalah memakan

jenang sungsum . Dengan memakan jenang sungsum diharapkan agar tulang sungsum dari para abdi dalem KSH kembali kuat. Pada upacara wilujengan nagari KSH ini membutukan tenaga yang cukup besar sehingga selesai upacara, jenang sungsum dibagikan untuk para abdi dalem agar kekuatanya kembali pulih (Winarnokusumo, April 2011).

( 22 ) jeruk

[ j| rU? ] Makna kultural dari jeruk adalah melambangkan bahwa di dunia

ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk, salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 23 ) jongkong inthil

[ jOGkOG inT Il ]

Jongkong memiliki rasa manis sedangkan inthil tidak manis. Makna kultural dari jongkong inthil adalah melambangkan bahwa kehidupan di dunia ini tidak hanya manis saja (bahagia) tetapi juga ada tidak bahagia yang diibaratkan jongkong inthil yang keduanya saling

kehidupan manusia (Winarnokusumo, April 2011).

( 24 ) kates

[ka tEs ] Makna kultural dari kates adalah melambangkan bahwa di dunia ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan

hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk, salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 25 ) kembang kinang [ k| mbaG kinaG ] Kembang ini melambangkan ketulusan pikiran yang suci seperti

indahnya warna yang dipancarkan dari kembang. Kinang ini melambangkan kesatuan dari beberapa unsur yang memberi banyak manfaat, rasa pahit-getir diharapkan supaya orang peduli turut memperhatikan orang yang menderita. Makna kultural dari kembang kinang adalah ketulusan yang suci untuk peduli dan menolong orang lain (Winarnokusumo, April 2011).

( 26 ) ketan biru

[ k| tan biru ]

Makna kultural dari ketan biru adalah ini melambangkan penghormatan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Ketan biru ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Kanjeng Ratu Kidul yang bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan, yang dipercaya untuk menjaga KSH dari arah selatan. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji sega wuduk ingkung, dan ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).

( 27 ) ketan warni-warni

[ k| tan warni warni ]

Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan empat sifat dasar pada manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan mutmainah . Merah melambangkan amarah yang berarti kemarahan, hijau melambangkan aluamah yang berarti malas, kuning melambangkan sufiah yang berarti asmara, dan putih melambangkan mutmainah yang melambangkan kesucian (Winarnokusumo, April 2011).

( 28 ) kocor

[k OcOr ] Kocor adalah srabi yang diberi juruh, jumlah srabi yang dua

tangkep ‘menyatu menjadi rapat’ ini melambangkan kita harus klop antara pekerjaan dengan permohonan/penyuwunan. Dengan rasa juruh yang manis ini diibaratkan tenaga yang dimiliki digunakan untuk bekerja. Makna kultural dari kocor adalah pemohonan agar permohonan/penyuwunan kita yang diimbangi dengan usaha bekerja dapat terkabulkan seperti yang kita inginkan (Winarnokusumo, April

( 29 ) kolak kencana

[kola ? k| ncOnO ]

Makna kultural dari kolak kencana adalah bahwa yang dianugrahkan Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan bisa bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk diterima dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).

( 30 ) krupuk abang

krupU? abaG [ ]

Makna kultural dari krupuk abang adalah melambangkan dalam menjalani kehidupan masyarakat Jawa diharapkan jangan mudah putus asa seperti krupuk yang renyah dan semangat seperti warna merah dalam krupuk (Winarnokusumo, April 2011).

( 31 ) lele urip [ lele urIp ] Lele urip ini melambangkan urip-uripan, makhluk hidup itu ada di

dua tempat yaitu di darat dan di laut. Lele urip ini sebagai lambang urip-uripan yang hidup di air. Yang digunakan dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini adalah lele karena lele merupakan ikan yang bisa tahan hidup di dalam air yang dalam kedaan apapun, berjumlah dua ini melambangkan bahwa manusia ini diciptakan berpasang-pasangan. Lele urip ini diletakkan di dalam kendil (Gusti Puger, April 2011).

Lele urip ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Batari Kalayuwati di Sentra Ganda Mayit di hutan Krendawahana, yang dipercaya untuk menjaga KSH dari arah utara. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Batari Kalayuwati adalah sesaji gecok dan

( 32 ) menyan

m| ~ [ nan ]

Makna kultural dari menyan adalah (1) melambangkan wewangian untuk menghormati arwah leluhur yang berjasa dalam berdirinya KSH dan arwah leluhur yang menjaga KSH dari empat penjuru. (2) sebagai perantara yang menghubugkan antara pemuja dan yang dipuja, juga pembasmi roh jahat dan sebagai saksi upacara (Gusti Puger, April 2011).

( 33 ) mihun

[mihun]

Makna kultural dari mihun adalah bahwa yang dianugrahkan Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan bisa bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk diterima dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).

( 34 ) pecel pitik [ p| c| l pitI? ] Sesaji pecel pitik ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang

dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji sega golong , pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April 2011).

( 35 ) pitik urip [pi tI? urIp ] Makna kultural dari pitik urip adalah melambangkan pasaban.

Pasaban yang dimaksud adalah mengerti akan waktu, bangun pagi untuk mencari makan. Dengan disimbolkan pitik urip ini diharapkan Pasaban yang dimaksud adalah mengerti akan waktu, bangun pagi untuk mencari makan. Dengan disimbolkan pitik urip ini diharapkan

( 36 ) pohung [ pohUG ] Makna kultural dari pohung adalah salah (1) melambangkan

kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang seperti cakra manggilingan ’selalu berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti pohung pala kependhem kadang di

tengah seperti pala kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti Puger, April 2011).

( 37 ) salak

[sa la? ] Makna kultural dari salak adalah melambangkan bahwa di dunia

ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang asam dan kadang sepet. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah- buahan (jeruk, salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 38 ) sambel goreng

[ samb| l gorEG ]

Sambel goreng pada sesaji wilujengan nagari Keraton Surakarta Hadiningrat ini adalah sambel goreng ati. Ati disambel goreng menjadi enak, pedas, manis dan gurih. Sambel goreng ini mengibaratkat bahwa dalam menjalani kehidupan ini tidak selalu enak Sambel goreng pada sesaji wilujengan nagari Keraton Surakarta Hadiningrat ini adalah sambel goreng ati. Ati disambel goreng menjadi enak, pedas, manis dan gurih. Sambel goreng ini mengibaratkat bahwa dalam menjalani kehidupan ini tidak selalu enak

( 39 ) sega golong

[s | g O gOlOG ]

Sega golong adalah sega yang dibentuk bulat, bulat ini melambangkan bersatu. Makna kultural dari sega golong adalah bahwa keraton sudah sepakat dan bersatu mempunyai tekat yang bulat

seperti ‘golong’ untuk pindah dari Kartasura ke Surakarta. Sega golong dalam sesaji wilujengan nagari ini berjumlah 17, jumlah 17 ini

melambangkan tanggal berdirinya KSH yang diambil dari kepindahan Keraton Kartasura ke Surakarta.

Sesaji sega golong ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji sega golong , pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April 2011).

( 40 ) sego jagung

[s | gO jagUG ]

Sesaji sega jagung ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu yang dipercayai menjaga keraton dari penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong (Winarnokusumo, April 2011).

Makna kultural dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah bahwa kita harus menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan YME karena di hadapan Tuhan kita tidak berdaya. Sega wuduk ini melambangkan kesucian, ingkung adalah ini melambangkan bahwa manusia di hadapan Tuhan YME tidak berdaya, supaya mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan tidak sombong (Gusti Puger, April 2011).

Sega wuduk ingkung ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencana Sari, bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara Kidul adalah sebutan para pengawal) yang dipercaya untuk menjaga KSH dari penjuru selatan. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji sega wuduk ingkung dan ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).

( 42 ) srabi

[srabi] srabi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang diaduk menjadi satu adonan kemudian digoreng tanpa menggunakan minyak dan dibentuk bulat agak pipih (Nanik, Maret 2010).

( 43 ) tela

[te lO ] Makna kultural dari tela adalah salah (1) melambangkan kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang seperti cakra manggilingan ’selalu berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti tela pala kependhem kadang di tengah [te lO ] Makna kultural dari tela adalah salah (1) melambangkan kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang seperti cakra manggilingan ’selalu berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti tela pala kependhem kadang di tengah

( 44 ) tempe kripik

[tempe kripI? ]

Makna kultural dari tempe kripik adalah melambangkan ketegaran. Seberat apapun cobaan hidup diharapkan masyarakat Keraton bisa tegar dan semangat seperti kemripike ‘renyahnya’ tempe (Gusti Puger, April 2011).

( 45 ) tumpeng janganan

[ tump| G jaGanan ]

Makna kultural dari tumpeng janganan adalah melambangkan keslamatan dan kesuburan. Tumpeng janganan diletakkan di atas tebok , tebok ini diibaratkan sebagai dunia atau alam manusia, tumpeng itu putih mengibaratkan hati terbuka, tulus, dan suci. Tumpeng mengerucut ke atas ini mengibaratkan bahwa kita menyembah hanya pada Tuhan YME dengan meluhurkan nama Tuhan YME kemudian baru memohon satu permohonan yang diujudkan janganan. Janganan ini maknanya keselamatan dan kesuburan. Permohonan agar dengan harapan pindah ke Surakarta ini selamat sejahtera sampai turun temurun (Winarnokusumo, April 2011).

( 46 ) tumpeng megana [ tump| G m| gOnO ] Tumpeng itu bentuk kerucut, ini melambangkan bahwa sebagai

manusia hendaklah kita selalu berdoa memohon kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan kita. Tumpeng megana di tengah-tengahnya terdapat sayur-sayuran. Sayuran melambangkan kekayaan alam atau manusia hendaklah kita selalu berdoa memohon kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan kita. Tumpeng megana di tengah-tengahnya terdapat sayur-sayuran. Sayuran melambangkan kekayaan alam atau

Makna kultural dari tumpeng megana adalah bahwa kita sebagai manusia hendaknya selalu berusaha dan tawakal untuk mendapatkan rejeki dari Tuhan YME dan kita selalu memohon kepada Sang Pencipta agar apa yang kita inginkan dapat tercapai (Winarnokusumo, April 2011).

( 47 ) tumpeng ropoh

[ tump| G rOpOh ]

Tumpeng ropoh ini terdiri dari nasi tumpeng, janganan, telur, tela, pohung, gedhang, jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi satu dalam tebok ‘tampah kecil yang dibuat dari anyaman bambu’. Tumpeng ropoh ini melambangkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan YME baik dalam bentuk apapun dan juga untuk

ngawekani ‘mengusahakan’ makhluk yang tidak terlihat. Karena masyarakat Jawa itu percaya bahwa kita hidup tidak sendrian baik yang terlihat ataupun yang tidak terlihat hidup saling berdampingan (Winarnokusumo, April 2011).

( 48 ) uwi

[uwi] Makna kultural dari uwi adalah (1) melambangkan kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang seperti cakra manggilingan ’selalu berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti uwi pala kependhem kadang di tengah seperti pala kemengser , kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti Puger, April 2011).

( 49 ) wajik

[ wajI? ] Makna kultural dari wajik dalam sesaji wilujengan nagari KSH

adalah sebagai perlambang keterikatan Keraton dengan masyarakat setempat. Keraton merupakan pusat dari kebudayaan kota Sala maka masyarakat mempunyai keterikatan dengan KSH (Winarnokusumo, April 2011).

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, istilah-istilah tersebut dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis yang berjumlah 15

buah yaitu: apem [ap |m ], areng [ ar| G ], enthik [ | nTI ? ], gecok [ g| cO? ], jeruk [ j| rU? ], kates [ka tEs ], kocor [k OcOr ], menyan [ m| ~ nan ] , mihun [mihun], pohung [ pohUG ], salak [sa la? ], srabi [srabi], tela [te lO ], uwi [uwi], wajik [ wajI? ]. Bentuk polomorfemis berjumlah 9 buah yaitu: bekakak wong [ b| kaka? wOG ], enten-enten [ | ntEn - | ntEn ], dhakoan [ Dakowan ], gedhang raja [g | DaG rOjO ], hawuk-hawuk [hawUk- hawUk], jangan menir [ jaGan m| nIr ], jongkong inthil [ jOGkOG inT Il ], kolak kencana [kola ? k| ncOnO ], pecel pitik [ p| c| l pitI? ], sedangkan bentuk frasa berjumlah 25 buah yaitu: dhele ireng [ D| le ir| G ], gula Jawa [gul O jOwO ], jajanan pasar [ jajanan pasar ], jenang abang putih [ j| naG abaG putIh ], jenang blawoh [ j| naG blawOh ], jenang elang [ j| naG | laG ], jenang grendul [ j| naG gr| ndUl ], jenang katul [ j| naG

katUl ], jenang pati [ j| naG pati ], jenang sengkala [ j| naG s| GkOlO ], katUl ], jenang pati [ j| naG pati ], jenang sengkala [ j| naG s| GkOlO ],

sambel goreng [ samb| l gorEG ], sega golong [s | g O gOlOG ], sega jagung [s | g O jagUG ], tempe kripik [tempe kripI? ], tumpeng janganan [ tump| G

jaGanan ], tumpeng megana [ tump| G m| gOnO ], tumpeng ropoh [ tump| G rOpOh ], sega wuduk ingkung [s | gO wudU? iGkUG ].

2. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH.mengandung makna leksikal. Penentu makna leksikal tersebut berdasarkan pada istilah- istilah sesaji wilujengan nagari KSH yang dipakai oleh masyarakat KSH.

3. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH mengandung makna kultural. Makna kultural pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH ini ditentukan oleh budaya masyarakat KSH.

B. Saran

Penelitian ini hanya mengkaji bentuk, makna leksikal, dan makna kultural istilh-istilah sesaji wilujengan nagari KSH saja, sehingga masih membutuhkan penelitian lebih lanjut dengan kajian yg berbeda oleh peneliti selanjutnya.

Bagi pihak KSH hendaknya memperhatikan pembuat sesaji-sesaji (Nyai Gondorasan) upacara adat KSH yang sudah semakin tua dan hingga saat ini mereka belum tahu siapa yang akan meneruskan atau menggantikan untuk membuat sesaji-sesaji tersebut. Alangkah baiknya bila hal tersebut diperhatikan sedini mungkin dan ditindaklanjuti agar kedepanya dapat memudahkan masyarakat umum untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang sesaji yang ada di KSH.