B . Tema dan Amanat

B . Tema dan Amanat

Tema dalam novel Blakanis dibedakan menjadi dua, yaitu tema bawahan dan tema sentral.

(1) Tema Bawahan

Tema bawahan merupakan makna sampingan atau makna tambahan yang mendukung makna pokok dalam sebuah cerita. Tema bawahan dianalisis berdasarkan masalah-masalah yang muncul dalam suatu peristiwa. Tema bawahan dalam novel Blakanis sebagai berikut.

commit to user

Tema saling membantu ditunjukkan oleh Ai dan Emak yang datang ke Kampung Blakan dan kemudian membantu banyak hal bagi pemukim Blakan atau di luar permukiman Blakan. Ai banyak membantu dengan memfasilitasi sarana bidang kesehatan, sedangkan Emak banyak membantu mengatur pertemuan di Kampung Blakan dan membantu warga pemukim belajar menulis dan membaca. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Tak ada yang menyangkal bahwa Ai adalah istri Linggar Jimaro, dan Jimaro adalah nama yang demikian dikenal. Namun tak ada yang menduga bahwa apa yang dilakukan Ai menggerakkan banyak hal. Tadinya beberapa perusahaan farmasi, perusahaan obat-obatan, mengirimkan bantuan sehingga nyaris bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat Karawang dan sekitarnya. Peralatan sumbangan juga terus mengalir, sehingga berdiri tenda kedua, kemudian tenda ketiga. Tak ada yang menyangkal bahwa itu semua dilakukan Ai semudah menjetikkan dua jari putihnya (Arswendo Atmowiloto, 2008: 46).

Suster Emak tertarik dengan Ki Blaka dan banyak membantu. Membereskan rumah Ki Blaka, menyediakan minuman, membuat catatan, dan kemudian ikut dalam obrolan, pun kalau diadakan malam hari (Arswendo Atmowiloto, 2008: 16).

Kutipan di atas menunjukkan tentang sikap saling membantu dan saling melayani terhadap sesama tanpa mengenal pamrih. Hal tersebut dilakukan dan diwujudkan oleh tindakan Ai dan Emak.

(b) Usaha pembunuhan guna mengakhiri penderitaan dan kesengsaraan.

Tema lain yang diangkat dalam novel Blakanis ini adalah tentang usaha pembunuhan. Usaha pembunuhan tersebut dilakukan oleh Mareto, salah satu pengikut Ki Blaka. Sejak awal Mareto berniat ingin membunuh

commit to user

Blaka. Ia merasakannya sebagai tugas dan sekaligus ingin mengakiri penderitaan Ki Blaka. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Aku merasakannya sebagai tugas. Agak sulit menjelaskan ini. Emak juga tak menanggapi,

maksudku. Bu Memun ─masakannya paling enak di seluruh dunia, padahal memasak untuk ratusan orang setiap hari ─mala menyalahkanku (Arswendo Atmowiloto, 2008: 33).

Aku mendewakan Ki Blaka lebih daripada semua yang pernah kukenal. Dan aku tak mau membuatnya sengsara. Itulah tugasku. Membunuhnya. Membebaskannya

disepelekan (Arswendo Atmowiloto, 2008: 76).

Mareto pun tak mengerti kenapa ia harus membunuh Ki Blaka, bahkan ketika ditanyai oleh Bu Memun tentang siapa yang membayarnya. Berikut kutipan yang menggambarkan keadaan tersebut.

“Siapa yang membayarmu?” Kukatakan aku tak tahu pasti siapa yang membayarku.

Juga tak tahu berapa aku dibayar untuk melakukannya (Arswendo Atmowiloto, 2008: 33).

Ketika media mulai memberitakan masa lalu Ki Blaka yang suram dan juga dirasakan ada upaya sistematis untuk menutup Kampung Blakan, Mareto menegaskan kembali kepada Emak untuk mengakhiri hidup Ki Blaka, setidaknya melepaskan dari penderitaan, sebelum Ki Blaka benar- benar hancur dan tak berarti apa-apa. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.

commit to user

Blaka.

Ini harus dilakukan sebelum nama Ki Blaka benar-benar hancur. Sebelum akhirnya dilupakan dan tak berarti apa-apa. Emak tak segera menangkap maksudku. Sehingga aku mengulangi lagi, menjelaskan agak rinci. Bahwa satu- satunya jalan menyelamatkan Ki Blaka adalah dengan membunuhnya (Arswendo Atmowiloto, 2008: 72).

Kutipan di atas menggambarkan usaha pembunuhan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengakhiri penderitaan dan tidak ingin melihat kesengsaraan orang lain.

(c) Keputusasaan hidup yang berujung dengan mengahkiri hidup (bunuh diri). Tema keputusaasan juga diangkat dalam novel Blakanis ini. Peristiwa ini terjadi ketika Mareto bermaksud bunuh diri untuk melepaskan diri dari penderitaannya. Sebelumnya Mareto dibekuk dan dibawa ke suatu tempat untuk dihabisi nyawanya. Setelah sempat ditembak oleh orang-orang, esok harinya Mareto ditolong oleh orang dan dibawa ke rumah sakit. Mareto juga dibantu Sopi. Peristiwa berlanjut ketika Mareto tak sanggup lagi menahan anggapan orang bahwa dia sedang sakit jiwa dan tidak bisa dipercaya cerita-ceritanya tentang Ki Blaka. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Aku masih bertahan, meskipun terganggu sakit pada bekas luka-lukaku. Rasanya sangat ngilu, apalagi waktu hujan. Rasa dingin menusuk dalam, tajam, menghunjam. Pada musim panas juga menimbulkan rasa gerah, ingin digaruk, ingin mengamuk. Kepada Sopi kukatakan, sesakit apa pun aku bisa tahan.

“Adalah benar ketika membunuh seseorang berarti melenyapkan penderitaan. Buktinya aku yang tak seketika mati malah merasakan sakit.”

“Kamu kuat menahannya, Mar.” Kuulangi lagi aku kuat.

commit to user

kepadaku. Aku sama sekali tidak percaya kalau bercerita tentang Ki Blaka. Mereka menganggapku tak bisa dipercaya, karena jiwaku sakit. Karena kewarasanku terganggu.”

Ini lebih menyakitkan. Aku mengalami semua, tapi tidak dipercaya. Jalan kematian akhirnya kupilih untukku. Untuk pembebasan sempurna. Aku memakai cara yang murah, mudah, dengan

menglungkan tali ke leher, berayun di pohon (Arswendo Atmowiloto, 2008: 91-92).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Mareto mengalami kekecewaan dan keputusasaan. Dia merasa tidak dipercaya dan tidak waras lagi ketika bercerita tentang Ki Blaka. Itulah yang membuat dia lebih merasakan sakit daripada sakit luka bekas tembakan. Keputusasaan itu ditunjukkan dengan memilih jalan bunuh diri sebagai pelenyap penderitaannya.

(d) Sebuah perjuangan untuk tindakan jujur atau blaka. Perjuangan blaka yang dilakukan oleh Ki Blaka juga mendapat ancaman serius bagi pihak-pihak yang secara tidak langsung merasa dirugikan dalam menjalankan sikap blaka. Namun Ki Blaka merasa harus melalui semua itu walaupun ia harus dilenyapkan suatu saat. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

“Karena selama ini yang ditulis ‘dari kaus sampai saus’, ‘dari mobil sampai oil’ terhenti perdagangannya. Dan kabarnya Amerika, atau negara-negara Eropa, atau mana lagi, mereka betul-betul melihat bahaya besar ini.

“Saya tak tahu apakah negara tetangga atau negara lain di Afrika dan Amerika Latin mengikuti langkah-langkah ini. “Bukan, bukan saya tak ingin mengetahui. Melainkan kejujuran tetap punya nilai berarti, meskipun hanya dilakukan oleh satu orang, atau banyak orang.” “Ancaman keselamatan saya? Serius.

commit to user

besar, ketidakjujuran yang mengakar dan besar, dan telah terbukti mampu menjungkirbalikkan kebenaran, dan kedaulatan negara sekalipun.... Dan mendapatkan kebenaran dari yang dilakukan.

“Apa susahnya melenyapkan seorang seperti saya? “Mareto, yang berdiam di sini, yang sering mengawal

saya, juga punya keinginan membunuh saya... mungkin semua itu harus saya lalui.” (Arswendo Atmowiloto, 2008: 265-266).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Ki Blaka siap menerima konsekuensi apapun atas sikap blaka-nya. Sekalipun ia harus dibunuh.

(2) Tema Sentral

Tema sentral sangat dekat hubungannya dengan konflik sentral sebuah cerita. Konflik sentral dalam novel Blakanis adalah sebuah proses kejujuran yang dilakukan Ki Blaka dalam segala bentuk kehidupan. Ki Blaka sebagai pelopor kejujuran ini harus menghadapi segala konsekuensi dari sikap jujur yang dilakukannya. Berbagai tuduhan ditujukan padanya dan pada akhirnya Ki Blaka pun harus dilenyapkan.

Berdasarkan uraian konflik sentral tersebut, dapat disimpulkan bahwa tema sentral dalam novel Blakanis adalah sebuah perjuangan dari sebuah sikap kejujuran yang sangat sederhana mempunyai konsekuensi yang besar.

Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui ceritanya. Amanat juga merupakan pemecahan dari tema. Hubungan antara tema dan amanat dapat dirumuskan sebagai berikut: jika tema merupakan pertanyaan, maka amanat merupakan perumusan jawabannya.

commit to user

pembaca dalam menafsirkan isi karya sastra. Juga dikarenakan pandangan yang tidak sama dalam menghadapi permasalahan yang dihadirkan oleh pengarang lewat karyanya tersebut, sehingga antara pembaca yang satu dengan pembaca yang lain akan mempunyai interpretasi yang berbeda-beda.

Amanat yang ingin disampaikan pengarang dalam novel Blakanis adalah segala bentuk tindakan sebaiknya dilandasi dengan sikap jujur atau blaka . Pengarang juga ingin menyampaikan bahwa sikap blaka membawa konsekuensi yaitu ketenangan batin dan jiwa.

C. Sarana Sastra

1. Judul

Kata Blakanis dalam novel ini mengacu pada orang-orang atau tokoh yang ada dalam novel ini. Kata Blakanis diambil dari kata blaka. Blaka berasal dari bahasa Jawa yang artinya sikap apa adanya atau jujur, sedangkan Blakanis adalah orang-orang yang disebut “pengikut” atau lebih tepatnya partisipan dalam mengikuti anjuran Ki Blaka tentang kejujuran.

Kata Blakanis sebagai judul novel menceritakan kehidupan para pengikut atau partisipan di Kampung Blakan dalam melakukan kejujuran. Judul “Blakanis” merupakan tema sekaligus makna dari novel Blakanis sendiri.

commit to user

Sudut pandang adalah dasar bagi pembaca untuk melihat berbagai peristiwa yang digambarkan oleh pengarang. Pengarang membantu menghayati dan memahami pengalaman-pengalaman tokoh dalam karya sastra. Dalam novel Blakanis pengarang menghadirkan cerita melalui sudut pandang orang pertama-sampingan dan sudut pandang orang ketiga- tak terbatas.

(a) Sudut pandang orang pertama-sampingan Sudut pandang orang pertama-sampingan cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). Namun sudut pandang orang pertama-sampingan dari novel Blakanis mengacu pada beberapa karakter bawahan. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Tugasku adalah membunuhnya. Itu bisa kulakukan kapan saja. Sekarang ini, atau

menghabiskan sebatan rokok lebih dulu, atau malam nanti. Korban mudah dicapai, tak akan menduga, juga kecil kemungkinan mengadakan perlawanan, dan mayatnya

akan

ditemukan

beberapa saat kemudian ─tergantung di mana aku menghabisinya (Arswendo Atmowiloto, 2008: 5).

Kutipan di atas menjelaskan keinginan dalam hati Mareto untuk membunuh Ki Blaka yang dianggapnya sebagai sebuah tugas.

Selain Mareto, juga dihadirkan tindakan yang dilakukan oleh Suster Emak. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Saya datang lagi beberapa kali, bertemu, kini makin banyak yang diajak bicara jujur, dan membawakan selimut dari rumah sakit. Selimut bekas, tapi masih bisa dipakai, bersih. Tadinya saya takut Ki Blaka tersinggung, tapi tidurnya di kasur telanjang yang ia beli

commit to user

sebagai baju, sekaligus juga kain sarung, kadang sebagai selimut waktu tidur atau terjaga (Arswendo Atmowiloto, 2008: 97).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa tindakan seorang Suster Emak yang mempunyai keinginan membantu dengan tulus dan sekalipun sumbangan itu sangat sederhana.

“Saya berani mengatakan bahwa saya sebenarnya sangat ingiiiin sekali memiliki anak dari Ki Blaka. Tak pernah saya membayangkan begitu dengan lelaki lain. Juga tak pernah saya berani mengatakan dengan jujur (Arswendo Atmowiloto, 2008: 235).

Kutipan di atas menjelaskan kejujuran Ai kepada Ki Blaka dan Linggar suaminya atas keinginan Ai menginginkan anak dari Ki Blaka. Pada sudut pandang orang pertama-sampingan, pengarang dapat menggambarkan karakter utama secara langsung sekaligus mengomentari perilakunya. Keutamaan sudut pandang orang pertama- sampingan pengarang dapat menciptakan berbagai ketegangan dan kejutan dengan cara menyembunyikan pemikiran si tokoh utama (Stanton, 2007: 58).

(b) Sudut pandang orang ketiga-tak terbatas Sudut pandang orang ketiga-tak terbatas mengacu pada orang ketiga dan menceritakan apa yang didengar, dilihat, dan diperkirakan oleh beberapa tokoh. Sudut pandang orang ketiga tak terbatas memungkinkan pembaca tahu hal-hal yang dipikirkan/dilakukan oleh tokoh, seperti tampak pada kutipan berikut.

commit to user

kaki telanjang, menginjaki sebagian rumput yang basah. Ki Blaka diikuti beberapa orang, beberapa di antaranya memakai jubah, ada juga yang berkacamata. Mereka mengikuti Ki Blaka yang terus berjalan, seeskali bertumpu pada tongkatnya kala jalanan menurun.

Mereka banyak bertanya. Jawab Ki Blaka. “Janganlah kalian menggoda saya

untuk merumuskan apa yang saya lakukan, karena saya memang tidak mampu, dan yang saya lakukan ini tidak memerlukan rumusan, batasan, atau tata krama apa yang boleh atau tidak boleh (Arswendo Atmowiloto, 2008: 250).

Kutipan dia atas menunjukkan tentang pandangan Ki Blaka tentang sederhanya sikap blaka yang ia lakukan. Selain pikiran tokoh Ki Blaka, juga dihadirkan pikiran atau tindakan tokoh yang lain. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut. Masih dalam keadaan berdiri, dengan berkeringat,

Jamil Akamid menguraikan bahwa ia tak bermaksud menyalahkan siapa-siapa, atau melampiaskan dendam. Ia mengatakan apa adanya, apa yang diketahui, apa yang dilakukan mengenai lalu lintas keuangan dari tangannya, dengan menyebut nama-nama-nama-nama. Sama sekali bukan karena dendam atau marah. Ia tetap menghormati rekan-rekannya, juga sesama menteri, ia tetap mencintai istri dan anak-anaknya, ia tetap merasa dekat dengan para sahabat. Hanya ia harus mengatkan apa adanya. Kalau mereka nanti dibuktikan bersalah atau tidak bersalah, bukan menjadi tanggung jawabnya (Arswendo Atmowiloto, 2008: 238).

Kutipan di atas menjelaskan pandangan keberanian dan sekalius kejujuran atas nama pribadinya dan kesediaannya dalam mempertanggungjawabkan kesalahannya.

Berikut ini juga dihadirkan pikiran atau tindakan yang dilakukan oleh Suster Emak. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

commit to user

ketiga. Tubuhnya lemas, mengigaukan doa. Itu yang dilakukan sejak Ki Blaka diangkut. Tak bisa menjawab pertanyaan, tak bicara selain doa. Tubuhnya masih dalam keadaan tepekur dan kaku ketika diangkat (Arswendo Atmowiloto, 2008: 274).

Kutipan di atas menjelaskan tindakan Emak setelah penangkapan Ki Blaka. Tindakan Emak hanyalah berdoa dan terus berdoa untuk keselamatan Ki Blaka.

Ai masih berada di tenda putih sampai helikopter berangkat, dan kemudian diselamatkan Sopi. Mobil dan pengawal yang disiapkan untuk Ki Blaka digunakan untuk menyelamatkan Ai. Di dalam mobil yang menyelamatkan, Ai sempat pingsan dua kali. Pingsan pertama, terbangun dari rintihan, memaksa turun. Yang kedua, tak sadarkan diri sampai di tempat penyelamatan (Arswendo Atmowiloto, 2008: 274).

Kutipan di atas menjelaskan keadaan yang Ai sangat syok dengan kejadian yang dialaminya. Ia melihat sendiri penangkapan Ki Blaka, dan Ai tidak kuasa untuk menahan dan mencegah penangkapan itu.

3. Gaya dan Tone

a. Gaya

Pengarang menyampaikan cerita dalam Blakanis dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Bentuk penyajian novel yang sederhana dan lugas sangat berhubungan dengan kesederhanaan dan kejujuran yang ditonjolkan dalam cerita ini. Dalam novel Blakanis ini pengarang menggunakan beberapa istilah asing seperti baby sitter, fast food , talk show, come back, fight, mark up, handphone, stand, ranking,

commit to user

beragamnya tokoh yang dihadirkan serta sebagai pendukung situasi yang disajikan oleh pengarang.

Selain istilah asing, pengarang juga mempergunakan istilah Jawa dalam berbagi ragam pembicaraan. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Sampai di dekatnya, Ki Blaka mengambil posisi duduk bersila. Eyang Brondol mengelus pipi Ki Blaka. Suaranya lirih.

“Wis... apik kabeh.” Semuanya baik-baik (Arswendo Atmowiloto, 2008:

149).

Kami tak ada yang mengetahui siapa yang dimaksudkan Eyang. Karena Eyang juga tak menyebutkan nama. Yang terdengar adalah anak gula klapa , yang artinya anak merah-putih. Siapa yang menduga bahwa yang dimaksudkan adalah Ki Blaka? (Arswendo Atmowiloto, 2008: 150).

Saya tahu itu orangnya. Saya lega lila ngadep Pangeran, sekarang... (Arswendo Atmowiloto, 2008: 151).

Rasa nasionalisme pengarang juga ditunjukkan dengan menggunakan beberapa istilah judul lagu-lagu nasional Indonesia. Penggunaan istilah judul lagu-lagu nasional Indonesia untuk menambah kesempurnaan dari kejujuran yang disajikan oleh pengarang. Yaitu kejujuran yang berlandaskan rasa nasionalisme atau cinta tanah air. Hal tersebut tampak dalamkutipan berikut.

Kepada pengacaranya, “Belalah saya dengan sepenuh kekuatan, seluruh ilmu yang kalian miliki, tapi jangan mendustakan kenyataan yang saya jalani.”

commit to user

Akamid menyanyikan lagu Maju Tak Gentar, juga lagu yang liriknya hanya satu kata: blaka (Arswendo Atmowiloto, 2008: 243).

Selain judul lagu Maju Tak Gentar, pengarang juga menggunakan beberapa istilah judul lagu-lagu nasionalisme, seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri , Berkibarlah Benderaku, dan Rayuan Pulau Kelapa.

Pengarang juga menggunakan gaya bahasa untuk menambah estetika bahasanya. Namun dalam novel Blakanis hanya ditemukan beberapa gaya bahasa yang digunakan, karena sebagian besar bahasa yang digunakan sederhana dan polos.

Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang antara lain adalah simile. Simile merupakan gaya bahasa yang mempersamakan sesuatu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding. Gaya bahasa simile yang digunakan pengarang dalam Blakanis terlihat dalam kutipan-kutipan berikut.

Penampilan Jamil Akamid benar-benar bagai mengobarkan perang, bagai membakar sampah yang terus merambat ke mana-mana (Arswendo Atmowiloto, 2008: 243).

Semua terjadi begitu cepat, begitu mendadak, begitu serentak.

Ibarat kata tanpa didahului guntur atau awan, tahu- tahu hujan turun dengan deras. Aku seperti terseret arus besar air itu ketika semua ini terjadi (Arswendo Atmowiloto, 2008: 81).

Gaya bahasa yang digunakan pengarang selanjutnya adalah hiperbola. Hiperbola adalah gaya bahasa yang dibesar-besarkan atau berlebihan, dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu. Gaya bahasa

commit to user

Emak kembali menengadah. Wajahnya menghadap ke langit.

Lehernya terkesan kurus, tinggal tulang dan kulit. (Arswendo Atmowiloto, 2008: 282).

Kutipan tersebut mendapat efek lebih dari kata tinggal tulang dan kulit diartikan sebagai fisik tubuh yang sangat kurus.

Gaya bahasa hiperbola yang lain juga terdapat dalam novel ini. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Tubuhnya terbakar di udara, meledak, jatuh, dan

terbakar hangus sampai habis (Arswendo Atmowiloto, 2008: 275).

Gaya bahasa tersebut menunjukkan bahwa kematian Ki Blaka dengan heli terasa sangat mencengangkan dan mengerikan, karena tidak menyisakan sebuah jasad pun.

Terdapat pula gaya bahasa personifikasi dalam novel Blakanis. Gaya bahasa ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berfikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini membuat lukisan hidup di samping memberikan bayangan angan yang konkret. Pemakaian personifikasi dalam novel Blakanis tampak dalam kutipan berikut.

Seakan meloncatkan pikiran ke anak-anak, Ki Blaka berkata,

“Kalau anak-anak sejak kecil diajari jujur pasti akan lebih tertanam (Arswendo Atmowiloto, 2008: 249).

“Saya menjadi sedih, merasa gagal, ketika niat baik, penghiburan diri dengan blaka menjadi malapetaka.

commit to user

Atmowiloto, 2008: 249).

b. Tone

Novel Blakanis mengisahkan tentang kehidupan seorang Ki Blaka yang polos, jujur, dan sederhana. Pengarang ingin memperlihatkan atau menyampaikan fakta-fakta cerita melalui sudut pandangnya. Pengarang mengharapkan agar pembaca dapat ikut mengalami pengalaman tokoh sehingga mendapatkan makna dari pengalaman itu.

Tone yang muncul dalam novel Blakanis adalah ironi. Tone ironi yang dimaksud adalah ketika tindakan kejujuran yang sangat sederhana untuk dilakukan masing-masing pribadi dan oleh niatan pribadi harus berhadapan dengan konsekuensi-konsekuensi yang disalah artikan oleh pihak-pihak tertentu. Hal tersebut terjadi ketika Ki Blaka malas mengantre di retoran cepat saji. Ia malas mengantre karena ramainya antrean, meski ia diberikan tawaran oleh beberapa orang untuk diantrekan. Namun Ki Blaka menolaknya, karena hal tersebut bertolak belakang dengan sikap blaka dan adil yang ia anut. Hingga semua orang jadi mengikuti sikap Ki Blaka dan tidak mengikuti anteran lagi yang berakibat tutupnya resto cepat saji. Kemudian Ki Blaka dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas semua kekacauan yang terjadi.

D. Hubungan Antarunsur

1. Hubungan Alur dengan Karakter

Alur berperan penting bagi perkembangan watak karakter, begitu juga sebaliknya, karakter menjadi kekuatan yang menggerakkan alur cerita.

commit to user

Blaka datang datang ke permukiman penduduk dan mulai bermukim dengan penduduk yang sebelumnya sudah bermukim. Ki Blaka mulai berkomunikasi dan selalu terbuka serta menganjurkan untuk bersikap blaka kepada para pemukim. Hal itu ia mulai dari dirinya sendiri. Pembicaraan mulai berkembang dan pengikutnya menjadi semakin banyak. Bahkan ada yang datang dari luar permukiman. Kedatangan Suster Emak banyak membantu Ki Blaka begitu pula dengan kegiatan dan pertemuan di Kampung Blakan. Kedatangan Ai juga bermanfaat bagi kampung Blakan yang semula minim fasilitas menjadi tersedia dan gratis bagi warga yang membutuhkannya. Sedangkan kedatangan dan keikutsertaan Mareto di pertemuan adalah bertujuan untuk membunuh Ki Blaka nanti ketika tiba saat yang tepat.

Contoh lain yang menunjukkan hubungan alur dengan karakter adalah saat peristiwa kedatangan Jamil Akamid seorang mantan pejabat tinggi yang berniat meminta kesembuhan penyakitnya kepada Ki Blaka. Namun Ki Blaka menganjurkan kepada Jamil Akamid untuk berkata jujur dan bersikap blaka. Semua hal dikatakan, termasuk kecurangan yang pernah Jamil Akamid lakukan semasa menjabat dan siapa yang terlibat juga ia sebutkan sehingga muncul ketegangan dari pihak yang merasa terkait. Sikap blaka yang dilakukan Ki Blaka juga berdampak tidak langsung pada tutupnya sejumlah restoran siap saji, hanya karena Ki Blaka yang malas mengantre. Hal tersebut juga terjadi pada barang-barang impor yang dikembalikan lagi kepada negara pengekspor. Itu terjadi hanya karena sebuah kesederhanaan dan sikap blaka yang ingin dilakukan Ki Blaka diikuti oleh para pengikutnya. Pada akhirnya ada kabar penangkapan dan pelenyapan terhadap Ki Blaka. Akhirnya Ki Blaka

commit to user

membawanya meledak di udara. Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa alur dan latar mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Hubungan itu membuat cerita menjadi lebih hidup. Alur tidak akan berkembang tanpa peristiwa-peristiwa yang diperankan oleh tokoh. Tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh dalam peristiwa menyebabkan berkembangnya alur cerita. Sikap blaka Ki Blaka menimbulkan ketidaknyamanan beberapa pihak. Hal inilah yang menyebakan Ki Blaka berusaha dilenyapkan. Peristiwa ini menyebabkan alur dalam novel Blakanis berkembang.

2. Hubungan Latar dengan Alur

Perkembangan alur dalam novel Blakanis dipengaruhi oleh latar yang dibangun pengarang. Peristiwa tinggalnya Jamil Akamid selama 35 hari dari Jumat Pon sampai Jumat Pon berikutnya di Kampung Blakan yang kemudian dikonvensikan oleh para blakanis sebagai selapan, menunjukkan latar sosial budaya yang bertolak dari budaya Jawa tentang penghitungan hari.

Peristiwa ketika Suster Emak berdoa mengaku dosa karena secara tidak sengaja ia memberikan ide untuk mengelabui para pedagang agar bersedia pergi. Ide itu adalah menghadirkan Ki Blaka palsu, yaitu petugas keamanan yang didandani layaknya Ki Blaka agar para pedagang bersedia pergi. Peristiwa Emak mengaku dosa menunjukkan latar sosial agama. Karena pada saat itu Emak melapalkan sepatah kalimat doa agama Katolik.

commit to user

latar. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas memperjelas latar sosial dalam novel Blakanis.

3. Hubungan Karakter dengan Latar

Hubungan antara karakter dan latar adalah karakter menggambarkan latar tempat dan latar sosial. Hubungan latar tempat dan karakter terlihat pada kegiatan Suster Emak setiap menjelang tidur, bangun pagi, sebelum makan, dan kegiatan apapun yang ia lakukan selalu diawali dengan doa. Emak adalah seorang biarawati dan berdoa adalah wujud tarekat yang diyakini oleh Emak.

Hubungan latar tempat dan karakter juga terlihat ketika Ai melakukan mandi di sungai. Ketika mandi tersebut Ai tidak memperdulikan tingkat status sosialnya. Walaupun ia seorang mantan model dan istri dari seorang pengusaha terkenal Linggar Jimaro. Ia tidak merasa rendah dengan apa yang dilakukannya. Justru tindakan yang dilakukannya diikuti dan menjadi tradisi di Kampung Blakan.

4. Hubungan antara Tema dengan Alur, Karakter, dan Latar

Tema terbentuk melalui konflik antarkarakter yang ada dalam Blakanis . Konflik-konflik tersebut mampu membangun suatu alur cerita dan didukung dengan latar cerita. Tanpa adanya hal-hal tersebut maka tema sebuah karya sastra tidak akan mampu terbentuk. Jadi, hubungan alur, karakter, dan latar adalah mendukung terbentuknya tema.

commit to user

karakter-karakter yang ada dalam Blakanis, masalah dan konflik berkembang. Perkembangan masalah dan konflik yang dialami karakter-karakter tersebut menyebabkan tema dalam Blakanis terbangun.

Sementara hubungannya dengan latar, peran karakter dalam membangun latar terutama tampak pada tindakan-tindakan yang dilakukan karakter. Dengan kata lain, karakter dan latar kehadirannya saling menyatu. Hal ini karena ruang, waktu, dan keberadaan sosial karakter berada sangat berpengaruh terhadap karakter dan tindakan-tindakannya.

Dalam hubungannya dengan alur, karakter sangat mendukung perkembangan alur. Karakter-karakter dalam Blakanis menimbulkan konflik- konflik yang membangun alur sehingga alur berkembang. Alur dalam novel Blakanis menggambarkan berbagai peristiwa dan konflik yang melibatkan para karakter yang membangun cerita sehingga mampu membangun tema. Tanpa adanya peristiwa dan konflik maka tema tidak akan tercipta dengan baik.

commit to user