32
BAB IV FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT
A. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Tradisional
Theodore Brameld O‘neil, 1999: 6 menggolongkan filsafat pendidikan
Barat menjadi empat kategori: 1.
Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas sehingga kemudian muncullah Perenialisme.
Perenialisme sebagai gerakan dan aliran yang timbul di Amerika Serikat ingin mengembalikan pendidikan pada tradisi zaman lampau yang dipandang
sudah teruji oleh waktu dan terbukti baik hasilnya. 2.
Ungkapan yang lebih modern dari realisme dan idealisme tradisional sehingga muncul aliran Esensialisme yang semula berkembang di Amerika
Serikat. 3.
Filsafat pragmatisme yang memunculkan aliran pendidikan yang bernama: Progressivisme. Tokoh utama filsafat pragmatisme dalam pendidikan adalah
John Dewey. 4.
Titik pandang ―sosiologi pendidikan‖ yang dihubungkan dengan ide Karl Marx dan Karl Mannheim muncullah aliran Rekonstruksionisme.
Keempat aliran filsafat pendidikan tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:
1. Perenialisme
a. Landasan Ontologis Perenialisme
Ontologi perenialisme mengikuti paham Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk rasional
animal rationale.
Benda individual adalah benda sebagaimana nampak di hadapan manusia ditangkap oleh panca indera
sebagai substansi. Segala sesuatu benda dan manusia ada esensinya di samping ada aksidensi. Esensi benda-benda dan manusia lebih diutamakan
daripada aksidensinya. Segala sesuatu itu mempunyai unsur potensialitas yang dapat menjadi aktualitas melalui tindakan ―berada‖.. Manusia adalah
potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas Gutek, 1988: 271
33
b. Landasan Epistemologis Perenialisme
Segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan bersandar pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan
kesesuaian antara pikir dengan benda-benda. Kebenaran hakiki yang tertinggi dapat diperoleh dengan metode deduksi. Kebenaran hakiki itulah
yang tertuang di dalam kajian metafisika, sedangkan kebenaran realita khusus kongkrit diperoleh dengan metode induksi yang hasilnya berupa
sains ilmu alam dan ilmu empiris lainnya. c.
Landasan Aksiologis Penerialisme Nilai-nilai berdasarkan azas supranatural yang abadi dan universal.
Manusia sebagai subjek telah memiliki potensi untuk menjadi baik sesuai dengan kodratnya, tetapi ada kecendrungan dan dorongan untuk berbuat
tidak baik. Kebaikan tetinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah itu baru kehidupan berpikir rasional.
Tokoh-tokoh yang berpengaruh untuk aliran perenialisme adalah filsuf-filsuf Yunani Kuno seperti Plato, Aristoteles dan filsuf Abad
Pertengahan seperti Thomas Aquinas. Ilmu filsafat yang tertinggi adalah metafisika. Pengetahuan itu penting karena hasil dari pengolahan akal
manusia Gutek, 1988: 272. d.
Pandangan tentang peserta didik dan pendidik Peserta didik diharapkan mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya- karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar masa lampau seperti
Bahasa, Sastera, Sejarah, Filsafat, Politik, Ekonomi, Matematika, Ilmu Alam, dan ilmu-ilmu lainnya yang terbukti dalam sejarah telah memberi
kontribusi yang besar bagi umat manusia. Dengan mengetahui pikiran dan temuan para ahli tersebut, maka peserta didik akan mempunyai dua
keuntungan: Mengetahui kejadian masa lampau yang telah dipikirkan oleh
34
orang-orang besar dan memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya tokoh tersebut untuk diri sendiri dan bahan pertimbangan bagi kemajuan
zaman sekarang. Sasaran pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang
kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi yang tidak terikat ruang dan waktu. Tolok ukur nilai-nilai bersifat mutlak, sehingga aliran ini menentang
demokrasi yang murni. Masyarakat harus diperbaiki karena adanya degradasi moral dan
dehumanisasi. Maka, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik ke arah kematangan akalnya. Keberhasilan anak dalam
kematangan akal ini tergantung kepada guru pendidik dan pengajar. Guru atau pendidik adalah benar-benar sosok yang dapat diteladani dan
menguasai bidang ilmunya sehingga peserta didik akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas Gutek, 1988: 272.
Robert M. Hutchkins, salah seorang penganut paham perenialisme mengatakan bahwa pendidikan seharusnya ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan intelektualitas manusia. Pendidikan tinggi harus bersendikan filsafat metafisika. Filsafat pada dasarnya adalah cinta intelektual dari
Tuhan. Perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat
utilities,
yaitu hanya mengutamakan azas kegunaankemanfaatan. Manusia itu sama, maka
pendidikan dikembangkan sama bagi semua orang, yang disebutnya sebagai pendidikan umum
general education
Gutek, 1988: 273.
2. Essensialisme