Sejarah Pembentukan Densus 88 Anti Teror Polri

1. Sejarah Pembentukan Densus 88 Anti Teror Polri

Pemerintah Indonesia merespon perang global terhadap terorisme dengan menerbitkan Instruksi Presiden Inpres Nomor 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme yang kemudian dipertegas dengan diterbitkanya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-undang Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan membentuk pula Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme yang langsung berada di bawah koordinasi Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan. Desk tersebut memiliki legitimasi dengan adanya Surat Keputusan Skep Menko Polkam yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan Nomor Kep. 26MenkoPolkam112002. 119 Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme menegaskan bahwa kesatuan Anti Teror Polri yang lebih dikenal dengan Detasemen Resimen IV Gegana Brimob Polri bergabung dengan tiga organisasi anti terror angkatan yakni AD, AU, AL dan intelijen. Institiusi anti teror tersebut kemudian melebur menjadi Satuan Tugas Anti Terror di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Penggabungan Detasemen Gegana Brimob dengan AD, AU, AL, dan Intelijen tersebut tidak berjalan efektif, selain karena eskalasi ancaman terror sejak Bom Bali I 119 http:clubbing.kapanlagi.comthreads70150-Sejarah-Terbentuknya-Densus-88, diakses pada Tanggal 28 April 2013. Universitas Sumatera Utara dan konflik komunal yang memaksa masing-masing kesatuan anti terror akhirnya berjalan sendiri-sendiri. 120 Keberadaan Direktorat VI Anti Teror Polri bertumpu dan memiliki peran yang sama sebagaimana yang diemban oleh Satgas Bom Polri, di samping itu dinamika yang sangat cepat perihal ancaman dan teror, Mabes Polri akhirnya melakukan reorganisasi terhadap Direktorat VI Anti Teror dimana kemudian secara resmi pada masa Kapolri Jenderal Da’I Bachtiar dengan menerbitkan Skep Kapolri Nomor 30VI2003 tertanggal 20 Juni 2003 menandai terbentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri Densus 88 AT Polri. 121 Ada tiga alasan hingga akhirnya Polri diberikan kewenangan utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, yakni : 122 Pertama, pemberian kewenangan utama pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan strategi pemerintah untuk dapat berpartisipasi dalam perang global melawan terorisme yang salah satunya adalah mendorong penguatan kesatuan khusus anti terorisme yang handal dan profesional dengan dukungan peralatan yang canggih dan SDM yang berkualitas. Kedua, kejahatan terorisme merupakan tindak pidana yang bersifat khas, lintas negara borderless dan melibatkan banyak faktor yang berkembang di 120 Densus 88 Anti Teror Polri merupakan salah satu dari unit anti teror di Indonesia, di samping: a. Detasemen Gegana Brimob Polri; b. Detasemen Penanggulangan Teror Dengultor TNI AD atau Grup 5 Anti Teror; c. Detasemen 81 Kopasus TNI AD Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus juga memiliki kemampuan anti teror; d. Detasemen Jalamangkara Denjaka Korps Marinir TNI AL; dan e. Detasemen Bravo Denbravo TNI AU dan satuan anti-teror BIN. 121 Al-Arif Anton Ali Abbas., TNI-Polri Di Masa Perubahan Politik, Bandung: Program Magister Studi Pertahanan Institut Teknologi Bandung, 2008, hal. 34. 122 Galih Priatmodjo., Densus 88 The Undaercover Squad-Mengungkapkan Kesatuan Elit “Pasukan hanut” Anti Teror, Op. cit., hal. 39-40. Universitas Sumatera Utara masyarakat. Terkait dengan itu terorisme dalam konteks di Indonesia dianggap sebagai domain kriminal karena cita-cita separatism sebagaimana konteks terorisme di masa dulu tidak lagi menjadi yang utama, tetapi mengedepankan aksi terror yang mengganggu keamanan dan ketertiban serta mengancam keselamatan jiwa dari masyarakat. Karenanya terorisme dimasukkan ke dalam kewenangan Polri. Ketiga, untuk menghindari sikap resistensi masyarakat dan internasional perihal pemberantasan terorisme jika dilakukan oleh TNI dan intelijen. Sebagaimana diketahui sejak mantan Presiden Soeharto dan rejimnya tumbang, TNI dan BIN dituding sebagai institusi yang mem-back up kekuasaan Soeharto. Sehingga pilihan mengembangkan kesatuan anti terror yang professional akhirnya berada di institusi Polri dengan menitikberatkan pada penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Kepolisian. Densus 88 Anti Teror Polri dibentuk setelah bom Bali tahun 2002 dan mulai beroperasi pada tahun 2003. Densus 88 Anti Teror berada di bawah perintah Badan Reserse Kriminal Polri Bareskrim Polri dipimpin oleh Kabareskrim dengan pangkat Komisaris Jenderal Polisi berdasarkan Keputusan Kapolri No Pol: Kep22VI2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Bareskrim yang sebelumnya Bareskrim ini bernama Korps Reserse Polri pada Universitas Sumatera Utara pada tahun 1997. Korps Reserse Polri berganti nama menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Bareskrim Polri pada tanggal 30 Juni 2004. 123 Oleh karena alasan tersebut di atas, keberadaan Densus 88 AT Polri harus menjadi kesatuan professional yang mampu menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana ditegaskan pada awal pembentukan. Bila merujuk pada Skep Kapolri Nomor 30VI2003 tertanggal 30 Juni 2003 maka tugas dan fungsi Densus 88 AT Polri secara spesifik untuk menanggulangi dan memberantas meningkatnya kejahatan terorisme di Indonesia, khususnya aksi terror dengan modus peledakan bom. Densus 88 AT Polri adalah unit pelaksana peran Polri dalam penanggulangan dan pemberantasan terorisme sebagaimana tertuang dalam UUPTPT.

C. Kewenangan menurut Undang-Undang Terorisme

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme Datasemen Khusus 88 Anti Teror merupakan bagian dari kepolisian yang berwenang bertindak sebagai “penyelidik” maupun “penyidik” atas tindak pidana terorisme. Selebihnya, proses hukumnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri berdasarkan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Menentukan suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana terorisme adalah apabila dalam suatu perbuatan tersebut telah memenuhi suatu perbuatan 123 Densus 88 Anti Teror Polri diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004 yang pada awalnya beranggotakan 75 orang dan dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implementasi Konvensi Kejahatan Penerbangan Dalam Undang-undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia

6 101 97

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 5 16

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 6

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif HAM.

0 1 17

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

1 2 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 10

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003

0 1 25