Penahanan Fungsi Kepolisian sebagai Penyelidikan

pahaman antara keluarga dengan penyidik, sehingga jelas mengapa si tersangka ditangkap dan dimana dia akan dibawa. 90

c. Penahanan

Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi penahanan adalah suati kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, penahanan merupakan suatu bentuk upaya untuk mengungkapkan suatu tindak pidana dan dalam hal ini penyidik haruslah bener-bener berhati-hati untuk menahan seseorang. 91 Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan. Dalam KUHAP diatur tentang ganti rugi dalam pasal 95 disampind dapat dilakukannya praperadilan. 92 Tujuan dilakukannya penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP, yaitu : a. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada tingkat kebutuhan upaya penyidik untuk menyelesaikan penyidikan sampai tuntas dan sempurna. Ketika penyidikan selesai maka penahanan tidak lagi diperlukan 90 Ibid. 91 Ibid. 92 M. Yahya Harahap 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 164. Universitas Sumatera Utara b. Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujuan untuk kepentingan penuntutan c. Penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sah nya dilakukan penahanan ditentukan dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP yaitu, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan ataupun percobaan maupun pemberi bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal yang diatur dalam butir a dan b. Perlunya dilakukan penahanan diatur dalam pasal 21 ayat 1 yaitu, perintah penahanan taua penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. 93 Untuk menghindari terjadinya salah tangkap atau salah penahanan, maka dalam surat perintah penahanan harus berisi hal-hal sebagai berikut : 94 a. Identitas tersangkaterdakwa, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal b. Menyebut alas an penahanan. Umpamanya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan siding pengadilan c. Uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang di dakwakan. Maksudnya agar yang bersangkutan tahu mempersiapkan diri melakukan pembelaan dan juga untuk kepastian hukum 93 Ibid. 94 Ibid. Universitas Sumatera Utara d. Menyebutkan dengan jelas ditempat mana ia ditahan, untuk member kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.

d. Penggeledahan

Dokumen yang terkait

Implementasi Konvensi Kejahatan Penerbangan Dalam Undang-undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia

6 101 97

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 5 16

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 6

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif HAM.

0 1 17

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

1 2 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 10

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003

0 1 25