Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. 1 Terorisme, bukan saja mengancam negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia bahkan juga terjadi di negera-negara yang sedang berkembang misalnya di Indonesia. Hal tersebut sama dengan yang disebutkan oleh Nasir Abas dalam bukunya berjudul “Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top”, yaitu “terorisme ternyata belum mati di Indonesia”. Mencermati penanganan kasus tindak pidana terorisme yang terjadi dewasa ini, dikaitkan menurut UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme, maka peran pihak kepolisian untuk mencegah dan memberantas sindikat terorisme yang sudah menyebar keseluruh penjuru dunia harus ditangani secara waspada dan serius. 2 Terorisme tradisional secara umum ditandai dengan adanya kelompok dengan personel dan komando yang jelas, organisasi sistem piramid-hirarkial, aktor terlibat secara penuh mulai perencanaan sampai ploting target, pemilihan target sangat selektif, operasi serangan dengan cara konservatif dan organisasi yang melaksanakan mengklaim atau mengakui perbuatannya. 3 1 http:id.wikipedia.orgwikiTerorisme. Terorisme model ini terjadi pada masa sebelum gencar-gencarnya operasi terorisme pasca 911, 2 Nasir Abas., Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2009, hal.13. 3 http:budhiachmadi.wordpress.com20121008terorisme-tradisional-baru-dan-hybrid, diakses pada tanggal 22 April 2003. Universitas Sumatera Utara dimana kita mengenal nama AL-Qaeda dan Jamaah Islamiyah JI. Ketika masa jayanya Osama Bin Laden, banyak organisasi teroris termasuk JI berupaya merangsek ke Afganistan untuk mendapat restu, berafiliasi atau mendapatkan dukungan dengan Al-Qaeda. Pada model ini, keuntungan yang didapat adalah kemudahan dalam menggalang dana dan kemudahan mengorganisir serangan berskala besar. 4 Sebagaimana peristiwa, Bom Bali I dan II, serta Bom J.W. Marriot I dan II, adalah produksi dari pola terorisme tradisional. Karena serangan direncanakan dengan pengorganisasian, pendanaan dan perencanaan yang baik maka hasil serangan pun sangat dahsyat. Namun demikian kekurangannya adalah ketika satu per satu sel-sel terorisme tertangkap atau terbongkar maka seluruh organisasi akan kolaps dan semua aktor lapangan hingga pimpinan global akan terendus. 5 Kelemahan pola modern sampai sejauh ini adalah organisasi teroris lebih sulit untuk melancarkan serangan-serangan dalam skala besar karena setiap kelompok memiliki anggota, jaringan dan dana yang minim. Sehingga secara umum terorisme modern menghasilkan kuantitatif serangan yang lebih intens, sporadik karena setiap kelompok bergerak terpisah dan target terpisah, namun daya rusak menjadi menurun. Dan betul adanya, jaringan Al Qaeda dan JI memang menderita karena tekanan aparat pasca 911. 6 Dalam pola modern, hubungan antar organisasi bisa terjadi bila memang situasinya memungkinkan, namun secara umum organisasi teroris telah berubah menjadi grup-grup kecil yang beroperasi secara parsial. Ketika pada masa jaya Al- 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Ibid. Universitas Sumatera Utara Qaeda, Osama Bin Laden menjadi centre of gravity tempat mohon restu dan dukungan dana, maka pada pola modern ia hanyalah simbol perjuangan dan ideologi. Hal ini bertambah nyata ketika Osama juga mulai menghilang di perbatasan Pakistan-Afganistan dan kehilangan kontak global. Para teroris senior di masing-masing wilayah termasuk Indonesia, yang dulunya betul-betul memegang kendali organisasi, berikutnya hanya menjadi motivator atau simbol perjuangan sebagaimana Osama Bin Laden. Pola terorisme modern memunculkan fenomena baru bernama phantom cell network jaringan sel hantu, leaderless resistance tanpa pemimpin dan lone wolver serigala tunggal. 7 Sedangkan “serigala tunggal” adalah aktor-aktor yang telah termotivasi dan sanggup merencanakan dan mengeksekusi aksi terorisme secara mandiri. Dalam hal ini, status si aktor atau organisasi tidak terlalu penting, yang terpenting Konsepsi jaringan sel hantu terorisme adalah hubungan antar grup dilaksanakan dengan jalan sangat rahasia, tidak ada ikatan kelompok, struktur yang tidak jelas, namun tujuan ideologinya sama. Konsepsi terorisme “tanpa pemimpin” bisa dikatakan sebagai teori motivasi, dimana sang pemimpin spiritual hanya memotivasi sosok-sosok yang dinilai sudah ikhlas untuk menjadi martir untuk menentukan dan menyerang targetnya sendiri. Sosok-sosok tersebut akan digarap dalam pola hubungan yang dikesankan begitu religius, lalu diperlancar untuk mendapatkan dukungan logistik untuk menjalankan aksi- aksinya. 7 Ibid. Universitas Sumatera Utara adalah terorisme terus berjalan, semakin banyak mendapatkan banyak kader dan serangan tetap berlangsung walaupun dalam skala kecil. 8 Setelah pola terorisme baru, berikutnya dikenal pola terorism hybrid. Sebagian ahli menjadikan pola terorisme hybrid sebagai bagian pola baru dan sebagian lain menempatkannya dalam trend yang terpisah. Dalam kamus Merriam-Wesbter, hybrid berarti “keturunan, varietas, spesies atau gere dari dua ragam budaya, asal atau komposit yang heterogen”. Terminologi terorism hybrid yang paling banyak disepakati adalah versi Boaz Ganor yaitu “organisasi teroris yang menjalankan aksinya melalui kontes politik dan kekerasan”. Tidak mengherankan bila menanggapi aksi-aksi para “serigala tunggal” belakangan ini, akan begitu mudah bagi sang aktor layar belakang untuk mengatakan tidak terlibat. 9 Pada konteks ini teroris akan menggunakan konsep operasional dalam multi-kharakter berupa instrumen organisasi politik yang sah, namun bisa memotivasi kekerasan lewat “phantom cell network”, berpura-pura membangun media pendidikan dan kesejahteraan, membeli simpati dan merekrut dengan paham appocalypstic cepat atau lambat kiamat pasti datang dan menyalurkan aspirasi perlawanan politik dan indoktrinasi lewat media. Model operasinya pun dinamakan dengan operasi hybrid, yang saya istilahkan sebagai pernikahan silang dari pola lama dan baru, untuk menghasilkan hasil yang paling optimal untuk mencapai tujuan. 10 Serangkaian tragedi bom yang terjadi pada masa lalu serta faktor yang mempengaruhi adanya sindikat teroris tersebut perlu diwaspadai dan dicari 8 Ibid. 9 Ibid. 10 Ibid. Universitas Sumatera Utara solusinya oleh Pemerintah dunia khususnya di Indonesia. Buktinya sindikat teroris tersebut mampu menggoncangkan Negara adidaya Amerika Serikat hingga menerobos gedung World Trade Center di Amerika Serikat yang dikenal dengan Tragedi World Trade Center 2001. Akibat tragedi tersebut telah mengguncangkan dunia yang luar biasa. Ribuan orang meninggal dunia, trauma, luka dan cacat seumur hidup dalam waktu seketika. Di Indonesia masuknya teroris mulai merujuk pada ancaman di tempat umum seperti hotel, mall-mall dan tempat keramaian maupun ancaman melewati media telekomunikasi yang membuat warga panik sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya, apakah negara Indonesia mampu mengatasinya dan masih aman? Fakta membuktikan bahwa terorisme “belum mati” di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, telah terjadi beberapa peristiwa teror bom seperti: di Mesjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999, Bom Malam Natal pada tanggal 24 Desember 2000, Bom di Bursa Efek Jakarta bulan September 2000, penyanderaan dan pendudukan Perusahaan Mobil Oil oleh Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 2000, peristiwa Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002 di Sari Club dan Peddy’s Club, Kuta Bali, peledakan bom di JW. Marriot pada tahun 2003, bom di depan Kantor Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, bom Bali II pada tahun 2005, dan sekelompok pelatihan teroris di Nangro Aceh Darussalam. Hingga kemudian Detasemen Khusus Densus 88 Anti Teror Polri Universitas Sumatera Utara menembak mati Noordin M. Top di Temanggung tanggal 8 Agusutus 2009. 11 Yang berlanjut pada peristiwa perampokan terhadap Bank CIMB Niaga di Medan Sumatera Utara pada tanggal 18 Agustus 2010, dimana pelaku perampokan bank tersebut terkait dengan jaringan organisasi terorisme dalam hal pendanaan operasional terorisme. 12 Berdasarkan rangkaian peristiwa pemboman dan aksi-aksi teroris yang terjadi di wilayah NKRI telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban dari suku, agama, ras kewarganegaraan. Semuanya itu menjadi sasaran, sebab pada umumnya teroris meledakkan bom tersebut tanpa memandang siapa yang menjadi korbannya di tempat-tempat keramaian bahkan bom juga diledakkan didalam Mesjid atau gereja ketika melaksanakan ibadah atau sholat seperti yang pernah terjadi pada jum’at di lingkungan Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat tanggal 15 April 2011. 13 Terorisme telah memiliki dimensi dan jaringan yang luas yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan yang melampaui batas-batas negara dan sudah dapat dikatakan sebagai kejahatan yang melibatkan dunia internasional. Saat ini terorisme tidak hanya menjadikan kehidupan politik untuk sasarannya sebagaimana awal kemunculanya, tetapi telah menambah dan menghancurkan berbagai aspek kehidupan manusia, seperti menurunnya kegiatan ekonomi dan 11 Noordin M. Top dikenal sebagai tokoh utama dalam terorisme berhasil ditembak mati pada tanggal 8 Agustus 2009 oleh Detasemen Khusus Densus 88 Anti Teror Polri. 12 Nasir Abas., Loc. cit. http:www.antaranews.comberita1284997005kapolri- perampokan-bank-cimb-niaga-terkait-terorisme, diakses tanggal 23 Januari 2013. Lihat juga, Antara News., Tanggal 20 September 2010, hal. 1. 13 http:metrotvnews.comreadnewsvideo20110415126356Bom-Bunuh-Diri-di- Masjid- Polresta-Cirebon-Puluhan-Terluka, diakses tanggal 24 Februari 2013. Universitas Sumatera Utara terganggunya kehidupan dan budaya masyarakat yang beradab sehingga digolongkan sebagai salah satu dari delapan trans national crime. 14 Terorisme adalah kejahatan terhadap umat manusia yang menjadi ancaman bagi seluruh bangsa dan serta musuh dari semua pemeluk agama dari dunia ini. Dewasa ini terorisme dalam perkembangannya telah membangun suatu organisasi dan memiliki jaringan global dimana kelompok-kelompok terorisme yang berperan dan menyebar di berbagai negara telah dikuasai oleh suatu jaringan terorisme internasional serta telah mempunyai cara dan sistem kerja hubungan mekanisme antara satu dengan yang lainnya baik dalam segi operasional infrastruktur maupun dalam infrastruktur pendukung. 15 Dalam pandangan hukum Indonesia, terorisme merupakan salah satu permasalahan dan ancaman yang utama dan nyata baik terhadap pelaksanaan amanat Konstitusi maupun terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, antara lain melindungi segenap tanah air Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan terorisme dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan dan kesejahteraan nasional yang akan berpengaruh terhadap keamanan dan stabilitas nasional. Terwujudnya stabilitas nasional adalah salah satu kunci terciptanya pemulihan ekonomi guna meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berkualitas bagi Bangsa Indonesia dan salah satu pendekatannya melalui hukum, khususnya melalui Kepolisian Republik Indonesia yang mempunyai peran sangat mencolok 14 Moch Faisal Salam 2005, Motivasi tindakan terorisme jakarta: Mandar Maju hal 1 15 http:koran-jakarta.comindex.phpdetailview0, diakses tanggal 24 Februari 2013. Universitas Sumatera Utara spektakuler dalam mengungkap, memberantas dan menangani tindak pidana terorisme. Beberapa negara tertentu seperti Amerika Serikat, Australia misalnya telah melakukan suatu perubahan kebijakan nasional. 16 Melalui strategi tersebut mereka membentuk sistem hukum yang baru yang dapat melindungi masyarakat dari jerat maupun ancaman terorisme. 17 Juga negara yang mencoba bangkit untuk membangun demokrasi dengan cepat melakukan langkah-langkah yang cenderung mengembalikan suatu represi lama, misalnya, dengan cepat menggunakan dan mempertahankan Internal security Act ISA Negara-negara tersebut menghidupkan organisasi maupun melakukan pengawasan politik terhadap mereka yang dianggap memiliki relasi dengan pelaku terorisme. 18 atas nama terorisme. Ketentuan hukum yang bersifat draconia, 19 Ketentuan yang sama juga lahir di berbagai negara dari Afrika sampai benua Amerika. Suasana baru politik global seolah-olah memberikan ijin pada rezim-rezim otoritarian guna mempertahankan kekuasaan dengan menawarkan kemampuan memerangi dengan apa yang biasa di sebut kelompok “teroris”. yang bertahun-tahun digunakan untuk mendominasi kekuatan oposisi, dengan sangat kuat dipertahankan sebagai bagian dari upaya untuk menanggulangi terorisme. 16 http:www.academia.edu735650Pengaruh_AIPAC_Terhadap_Kebijakan_Amerika_Se rikat, diakses pada tanggal 23 Maret 2013. 17 Ibid. 18 Munir, Menanti Kebijakan Anti Terorisme, Koalisi Untuk Keselamatan Sipil, Penerbit Iparsial Koalisi Untuk Keselamatan Sipil, Jakarta, 2003, hal. 3 19 Ibid. Universitas Sumatera Utara Akibat seringnya terjadi teror bom yang dilakukan oleh sindikat Terorisme di Indonesia seperti disebutkan diatas, telah mendorong pemerintah atas desakan berbagai pihak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perppu Nomor 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Bahkan pemerintah memberikan kewenangan yang sangat luas kepada Badan Intelijen Nasional BIN dan Data Semen Khusus 88 Densus 88 Anti Teror yang bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan berbagai langkah mendukung operasi menyikat habis kelompok yang diidentifikasi sebagai pelaku tindak pidana terorisme. Karena dampak terorisme mencakup berbagai aspek kehidupan, maka pemberantasan terorisme telah menjadi prioritas utama pemerintah dalam kebijakan politik dan keamanan secara global. Itu sebabnya kejahatan terorisme digolongkan kepada kejahatan luar buasa extra ordinary crime dan penangangannya pun harus dilakukan secara luar biasa pula. Oleh sebab, Pemerintah Indonesia bertekad melakukan perang melawan terorisme dan mengambil langkah-langkah kebijakan dalam pemberantasan yang serius dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2002, Perpu Nomor 2 Tahun 2002 dan Inpres Nomor 4 Tahun 2002. Landasan hukum tersebut di atas diikuti dengan penetapan Skep Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Menko Polkam Nomor Kep- 26MenkoPolkam112002 tentang Pembentukan Koordinasi Pemberantasan Terorisme. Hampir semua negara telah menaruh perhatian dan telah memberikan dukungan kongkrit dalam upaya pengungkapan para pelaku teror serta Universitas Sumatera Utara mengungkap jaringannya sampai keakar-akarnya hingga mengajukan para pelaku teror bom ke sidang pengadilan untuk dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu Nomor 1 Tahun 2002 menjadi undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, diperlukan karena tindak pidana terorisme merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa extra ordinary crime dan dibutuhkan pula penanganan yang luar biasa extra ordinary measures. 20 Kepolisian Republik Indonesia merupakan ujung tombak dalam memberantas pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia, menangkap pelaku, mencegah, melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahkan menembak mati para pelaku teror, membentuk Tim Khusus yaitu Densus 88 Antiteror yang berada pada garis terdepan memberantas terorisme tersebut. Dari fungsi dan wewenang Kepolisian tersebut dapat dipastikan, bahwa peranan Kepolisian untuk pemberantasan tindak pidana terorisme tersebut tidak terlepas dari tiga fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dimana Kepolisian harus melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan yang mengancam jiwa warga negara Indonesia. Disini Kepolisian melalui Densus 88 Antiteror harus berpedoman kepada undang-undang yang mendasari yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonsia selanjutnya disebut UU Kepolisian. 20 T. Nasrullah., ”Sepintas Tinjauan Yuridis Baik Aspek Hukum Materil Maupun Formil Terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme”. Universitas Sumatera Utara Oleh sebab itu peran kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana terorisme harus ditingkatkan dan berjiwa profesional, untuk memberantas tuntas teroris yang ada di Indonesia dengan menggenapi dan melaksanakan seluruh peraturan yang ada, mulai dari UU Kepolisian yang berkaitan dengan teroris dan UU terorisme yang berlaku di tanah air, sehingga peran kepolisian dapat dioptimalkan untuk memberantas teroris dan mewujudkan keamanan bagi Bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Implementasi Konvensi Kejahatan Penerbangan Dalam Undang-undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia

6 101 97

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 5 16

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 6

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif HAM.

0 1 17

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

1 2 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 10

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003

0 1 25