Penangkapan Fungsi Kepolisian sebagai Penyelidikan

5. Menemukan dan mencari saksi yang dapat membantu penyidikan untuk membantu memecahkan persoalan yang dihadapi penyidik dalam membuat terang peristiwa tersebut. Tempat kejadian perkara adalah tempat dimana data dan fakta dapat ditemukan. Tempat kejadian perkara merupakan awal dari usaha untuk mengungkap suatu tindak pidana. A. Hamzah menyatakan : “penyidik waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian sedapat mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di tempat kejadian agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti- bukti yang lain seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut dan sebagainya tidak hapus atau hilang”. 87 Sidik jari merupakan bukti penting yang dapat menunjukan pelaku. Oleh karena itu pada umumnya tindakan pertama yang dilakukan di tempat kejadian perkara adalah pemeriksaan sidik jari. Ini dikarenakan tidak ada manusia yang mempunyai sidik jari yang identik sama. Dan pada umumnya para pelaku ditangkap karena sidik jari mereka yang tertangkap ditempat kejadian. 88

b. Penangkapan

Penangkapan adalah wewenang dari penyidik untuk kepentingan penyidikan. Penangkapan diperlukan agar pelaku tindak pidana tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti yang dapat memberatkan dirinya. Walaupun penangkapan adalah wewenang penyidik, bukan berarti penyidik dapat menangkap seseorang dengan sesuka hati. Pasal 17 KUHAP menetapkan syarat 87 Ibid., hal. 108 88 Ibid. Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut adalah adanya bukti permulaan yang cukup itulah seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana dapat ditangkap. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam hal penangkapan. 89 Penangkapan adalah upaya paksa yang langsung berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yaitu perampasan kebebasan. Oleh karena itulah KUHAP memberikan batasan yang jelas tentang syarat dapat dilakukannya penangkapan. Pada pasal 1 angka 20 menyatakan bahwa penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penunutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut undang-undang ini. Penyidik atau penyelidik yang ditugaskan oleh penyidik, haruslah membawa surat perintah penangkapan pada saat akan melakukan penangkapan. Hal ini diatur dalam pasal 18 ayat 1 KUHAP yang menyatakan, pelaksanaan tugas penangkapan dilaksanakan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Hal ini untuk menghindari kesalah 89 Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan: Usupress, 2009, hal. 19. Universitas Sumatera Utara pahaman antara keluarga dengan penyidik, sehingga jelas mengapa si tersangka ditangkap dan dimana dia akan dibawa. 90

c. Penahanan

Dokumen yang terkait

Implementasi Konvensi Kejahatan Penerbangan Dalam Undang-undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia

6 101 97

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 5 16

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

0 12 6

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif HAM.

0 1 17

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME.

1 2 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 10

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kewenangan Pihak Kepolisian Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003

0 1 25