Pasar Klewer

1. Pasar Klewer

Pasar Klewer merupakan salah satu dari 38 pasar tradisional yang tersebar di wilayah Kota Surakarta. Secara administrasi Pasar Klewer masuk dalam wilayah Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon dan berada pada wilayah IV (empat) dibawah Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta. Selain Pasar Klewer, beberapa pasar yang masuk dalam wilayah IV adalah Pasar Gading, Pasar Hardjodaksimo, Pasar Ayam, Pasar Besi Semanggi dan Pasar Kliwon. Sedangkan berdasarkan penetapan kelas pasar oleh Pemerintah Kota Surakarta, Pasar Klewer dan Pasar Singosari termasuk dalam golongan pasar kelas IA. Pembagian pasar menjadi kelas

I, II, dan III ini berdasarkan pada luas pasarnya.

Pasar Klewer dibangun sejak tahun 1970 dan mempati tanah seluas 12.950 m 2 . Pasar ini berbatasan langsung dengan beberapa situs penting bersejarah di kota Surakarta, seperti: Gladak, Sitinggil Keraton, Alun-Alun Utara Keraton Surakarta, Masjid Agung Surakarta, Kauman dan bangunan sepanjang Coyudan (Setjoyudan). Pasar Klewer dikenal sebagai pasar

batik terbesar dan terlengkap di Indonesia sehingga menjadi tempat

commit to user

Semarang, dan kota-kota lain di pulau Jawa. Pasar ini tidak hanya menjadi kegiatan usaha masyarakat Kota Surakarta, tetapi telah menjadi pusat kegiatan usaha berskala nasional. Bahkan keberadaannya cukup terkenal sampai ke mancanegara sehingga tidak salah jika Pasar Klewer mendapat julukan sebagai Pasar Proyek Tekstil Nasional.

Gambar 4.1 Gapura Masuk Pasar Klewer

Awal perkembangan sejarah Pasar Klewer dimulai ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dahulu kawasan ini merupakan tempat pemberhentian kereta api yang juga digunakan sebagai tempat jualan para pedagang pribumi. Karena dijadikan sebagai tempat jualan itulah kemudian terkenal dengan sebutan Pasar Slompretan. Kata slompretan diambil dari suara kereta api ketika akan berangkat yang mirip dengan tiupan terompet (slompret). Pasar Slompretan ini merupakan tempat para

commit to user

ditaruh pada pundaknya sehingga tampak berkeleweran jika dilihat dari kejauhan. Dari barang dagangan (kain batik) yang berkeleweran inilah kemudian pasar ini terkenal dengan nama Pasar Klewer hingga sekarang.

Gambar 4.2 Pasar Klewer

Perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1957-1958, pasar Klewer diperluas ke barat dengan memindahkan pasar sepeda ke Alun-alun Selatan dan pasar burung dipindah ke Widuran. Pemindahan ini dilakukan karena lokasi ini akan digunakan untuk perluasan pasar Klewer yang digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969, kondisi pasar Klewer kembali tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan, dan perkembangan kemajuan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan renovasi pasar dengan pelaksana PT. Sahid yang bermitra dengan Bank Bumi Daya hingga mencapai bentuk seperti yang sekarang

commit to user

tanggal 7 Juni 1971.

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keberadaan Pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil dan pusat grosir batik di Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan orang dari berbagai penjuru daerah, baik dari Jawa, Sumatera, Lombok maupun Kalimantan berdatangan ke Solo tepatnya Pasar Klewer untuk kulakan. Melihat perkembangan Pasar Klewer yang sangat pesat dan tingginya minat pedagang untuk berdagang di Pasar Klewer menyebabkan Pemerintah Kota Surakarta memeperluas bangunan pasar. Pada tahun 1985, Walikota Surakarta yang pada saat itu dijabat oleh R. Hartomo membangun pasar Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar Klewer lama. Peresmian Pasar Klewer dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M Ismail pada 17 Desember 1986.

Gambar 4.3 Suasana di dalam Pasar Klewer

commit to user

berbagai macam motif dan jenis batik, diantaranya batik tulis motif Solo, batik cap (print), dan motif-motif batik lainnya. Ada juga berbagai jenis batik Surakarta, seperti batik asli Surakarta, batik antik kraton Surakarta, batik pantai kraton Surakarta, daster batik Surakarta, batik saerah Surakarta, batik putri Solo, batik "kelelawar" Surakarta, dan lain-lain. Selain itu, batik yang ada di Pasar Klewer juga berasal dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Pekalongan, Banyumas, Madura, Betawi, dan berbagai jenis batik dari kota-kota lainnya. Di pasar ini juga menyediakan kain batik untuk baju, sprei, sarung bantal, dan segala aksesoris-aksesoris lain yang berbau batik.

Secara umum, Pasar Klewer terbagi menjadi dua lokasi dan terbagi ke dalam 3 space (ruang). Pasar yang berada di sebelah barat gapura adalah pasar lama yang lebih dulu ada dan terdiri dari dua lantai, yaitu lantai atas dan lantai bawah. Sedang satu space lagi terdapat di sebelah timur gapura, lokasi ini merupakan lokasi perluasan setelah perkembangannya di era tahun 1985-an. Lokasi perluasan ini digunakan sebagai space untuk kios renteng yang menempel pada dinding keraton. Berikut merupakan tabel persebaran kios di Pasar Klewer Surakarta:

commit to user

Pesebaran Kios di Pasar Klewer

Lokasi

Jumlah

Pasar Barat Bawah

841

Pasar Barat Atas

675

Pasar Timur

508

Kios Renteng

136

Jumlah Keseluruhan

2160 (Sumber: HPPK, data tahun 2004 dalam LV Ratna Devi S, 2008:46)

Data realitas jumlah kios yang ada di Pasar Klewer tidak mencerminkan jumlah pedagangnya. Hal ini dikarenakan terjadi perbedaan jumlah dalam penguasaan lahan atau kepemilikan hak penempatan kios sesuai dengan penerbitan Surat Hak Penempatan (SHP) yang diterbitkan oleh DPP sebagai legalitas formal pemegang hak kios. Mengacu dari SHP yang diterbitkan oleh DPP Kota Surakarta, setiap pemilik hak bisa mendapatkan satu atau lebih Surat Hak Penempatan (SHP) sesuai dengan mekanisme administrasi pemerintah atau DPP. Hal inilah yang menyebabkan jumlah pedagang tidak sesuai dengan jumlah kios yang ada di Pasar Klewer. Selain itu, di dalam Pasar Klewer ini terdapat dua jenis pedagang, yaitu:

a. Pedagang kios adalah pedagang yang menggunakan dasaran (lahan berjualan) pada ruang-ruang yang telah ditentukan sebagai batas penempatan serta pedagang yang memiliki surat kepemilikan Surat Hak Penempatan (SHP) dari Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta.

commit to user

menempati ruang-ruang kosong di dalam maupun di luar pasar dalam radius maksimal 50 m dari pasar, baik yang berada di lorong-lorong gang pasar ataupun menempel pada pemilik los/kios. Keberadaan mereka ini tidak memiliki SHP sebagaimana pedagang kios namun mereka memiliki Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP) sebagai legalitas. Meskipun DPP mengakui legalitas pedagang oprokan melalui KTPP yang mereka miliki akan tetapi mereka tidak memiliki legalitas penggunaan lahan (SHP). Jumlah pedagang oprokan di Pasar Klewer berkisar 600 pedagang dengan komoditas barang dagangan seperti dalam table berikut :

Tabel 4.2

Jenis Dagangan Pedagang Oprokan di Pasar Klewer

Jenis Dagangan

Makanan/Minuman

600 (Sumber: Data Sekunder Kantor Lurah Pasar Klewer dalam LV Ratna Devi S, 2008:48)

Sedangkan terdapat beberapa pedangang kios yang terkonsentrasi berdasarkan etnis tertentu, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

commit to user

Konsentrasi Kios Pedagang Tekstil Berdasarkan Etnis

Etnis

Kosentrasi Kios

Jawa

Blok B, Blok C, Blok CC, Blok DD

Tionghoa

Blok AA, Blok GG, Blok HH, Blok EE

Arab

Blok A, Blok C

(Sumber: SHP pedagang Pasar Klewer dalam LV Ratna Devi S, 2008:43) Pedagang Jawa di Pasar Klewer lebih banyak mengelompok di

lantai dasar dan lantai atas bagian tengah. Pengelompokkan di lantai dasar ini diakibatkan karena kebanyakan pedagang Jawa merupakan pedagang dari pasar lama dan kebanyakan dari mereka berdagang kain batik. Sedangkan pengelompokkan di lantai atas diakibatkan karena pedagang Jawa ini merupakan pedagang baru dan mereka kebanyakan menjual pakaian jadi (palen). Pedagang Tionghoa di Pasar Klewer mengelompok di lantai atas karena mereka pedagang baru dan memilih blok yang berhadapan dengan jalan raya maupun blok pertama bila naik dari arah timur. Sedangkan untuk penyimpanan barang dagangan dari pedagang Tionghoa ini, mereka memiliki kios di tepi timur maupun barat. Pedagang yang beretnis Arab tidak begitu banyak mengelompok dan mereka memilih untuk menyebar. Tetapi untuk Blok A lantai dasar, kita dapat menemukan pedagang Arab yang mengelompok dengan jumlah kelompok yang cukup besar (LV Ratna Devi S, 2008: 44).

commit to user

Pasar yang terletak di jalan Dr. Rajiman, Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta ini memiliki paguyuban yang disebut dengan HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer). Himpunan ini sudah ada sejak 20 Mei 1969 dan pada awal didirikannya himpunan ini, nama awalnya adalah Persatuan Pedagang Pasar Klewer. HPPK mempunyai beberapa tujuan, yaitu: untuk ikut berperan serta dalam pembangunan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pedagang Pasar Klewer; dan untuk mengangkat aspirasi pedagang Pasar Klewer dalam meningkatkan kesejahteraan pedagang Pasar Klewer. Himpunan ini juga memiliki fungsi sebagai sarana komunikasi antar pedagang di Pasar Klewer dan sarana untuk meningkatkan hubungan sosial antar pedagang dengan seluruh elemen yang ada dalam masyarakat.

Anggota Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) adalah semua pedagang di Pasar Klewer yang telah mempunyai Surat Hak Penempatan (SHP) ataupun pedagang yang mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP). Sedangkan pengurus paguyuban ini dipilih langsung oleh pedagang. Berikut merupakan susunan organisasi dari Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) periode tahun 2011 s.d 2015 seperti yang tertera pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPPK, yaitu:

Ketua

: Ir. H. Rochman Arief

Wakil Ketua

: Ir. H. Herry Edy S.

commit to user

Anggota

1. Ir. H. Kusbani

8. Titik Salman, S. Sos

2. H. Agus Sapardi, S.H

9. Hj. Sunarno

3. H. Sugiarto

10. Hj. Surati Sugiarto

4. H. Suparno Hasan

11. Hj. Muflikatin

5. Eko Ady Suwondo, S.H

12. Hj. Tutik Gunaryo

6. H. Drs. Torry Setiono

13. Hj. Nadi Siswanto

7. Dra. H. Durotun

14. H. Muchsan T A

B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Dalam Bab IV ini akan disajikan hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari wawancara beberapa informan yang terkait dengan konflik yang terjad antara PKL bermobil dengan pedagang kawasan Pasar Klewer Surakarta. Penyajian hasil analisis data ini sebagai bentuk tahapan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, yaitu mengetahui penerapan resolusi konflik-community governance dalam penyelesaian konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam penerapan resolusi konflik berbasis community governance di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta.

commit to user

Klewer Kota Surakarta

Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah terjadi sejak tahun 2003. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini adalah PKL bermobil yang umumnya berasal dari luar kota Surakarta, seperti Jepara, Kudus dan Pekalongan dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar Cinderamata. Konflik ini pun juga telah merembet ke himpunan masing-masing pedagang, seperti HPPK yang merupakan Himpunan Pedagang Pasar Klewer dan Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer (HPTPPK). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak Mudo selaku perwakilan dari UPTD Perparkiran Kota Surakarta:

“sebenarnya konflik yang terjadi disana itu, kalo menurut kami ya antara PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan, Jepara maupun

Kudus dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar Cinderamata. Kalo sepengetahuan kami dulu, pedagang pasar Klewer itukan ada himpunannya itu, Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) ya. Kalo di pasar Cinderamata dulu ada yang namanya Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer (HPTPPK). Akhirnya ya, sebenarnya kalo konflik yang terjadi antara PKL bermobil dan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar Cinderamata itu karena persaingan usaha trus merembet ke himpunan.” (wawancara 13 Agustus 2012)

Konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer ini telah terjadi selama kurang lebih 9 tahun. Konflik ini diakibatkan karena PKL bermobil yang pada mulanya merupakan distributor barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata ikut melayani pembeli secara langsung. PKL bermobil ini tadinya menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata untuk parkir mobil saja.

commit to user

mereka menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata sebagai tempat untuk melakukan transaksi jula-beli di atas mobil. Hal inilah yang menyebabkan pedagang yang ada di pasar terutama pedagang pasar Cinderamata merasa dirugikan, pasalnya transaksi jual-beli yang dilakukan oleh PKL bermobil tersebut telah memotong jalur distribusi. Jalur distribusi yang seharusnya masuk ke pasar Klewer dan pasar Cinderamata terlebih dahulu baru ke tangan konsumen tetapi karena distributor juga ikut melayani pembeli, barang dari distributor bisa langsung ke konsumen. Adanya pemotongan jalur distribusi ini menyebabkan harga barang yang ditawarkan pun relatif lebih murah, inilah yang menyebabkan banyak bakul yang beralih membeli barang langsung kepada distributornya. Hal ini sependapat dengan pendapat dari Bapak Ahmad Fathoni selaku Sekretaris Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer (HPTPPK) yang mengatakan bahwa:

“pedagang yang ada di kios ini merasa dipotong atau dirugikan atas aksi jual-beli di mobil itu. Jadi, aksi jual-beli di mobil itu, transaksi jual-beli itu memotong distribusi. Yang seharusnya mereka mengirim barang dari Pekalongan dan Jepara itu masuk ke pasar dan ke toko-toko kemudian dia melakukan jual-beli di mobilnya dia itu. Ini yang menyebabkan pedagang yang di toko itu dirugikan, seperti itu. Awalnya ya mereka itu menjadi distributor, mereka mengirimkan barang menggunakan alat transportasi mobil itu dikirim ke pasar Klewer & pasar Cinderamata. Kemudian mereka melihat...jadi gini, ini kan di pasar Cinderamata ini kan bentuk parkir atau parkirnya kan memang luas kan. Kebetulan mereka yang datang dari Pekalongan ke sini itu menggunakan lahan parkir di area pasar Cinderamata untuk tempat parkir mereka. Jadi, otomatis karena mereka parkir di lahan parkir pasar Cinderamata ini mereka melihat transaksi atau melihat bakul-bakul yang

commit to user

langsung menawarkan langsung ke bakul-bakul itu. Selanjutnya, mereka kemudian ya itu yang seharusnya mereka mengirim barang ke toko tapi ini mereka transaksi langsung dengan bakul, itu alasan pertama. Yang kedua, dari pihak bakulnya sendiri, mereka juga proaktif kesana. Oh ternyata, barang yang dikirim ke toko itu berasal dari mobil itu, gitu dan kemudian mereka transaksi di sana. Dan disana ternyata memang lebih murah. Nah, ketika mereka sudah merasakan lebih murah, mereka kontinyu ke situ. Dan ini berjalan sudah bertahun-tahun. ” (wawancara 1 Agustus 2012)

Gambar 4.4

Transaksi yang dilakukan oleh PKL bermobil

Selain itu, konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan pasar Klewer juga diakibatkan karena PKL bermobil telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang ada di Kota Surakarta. Pelanggaran-pelanggaran tersebut diantaranya adalah pelanggaran terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 2009, pelanggaran terhadap Perda No. 7 Tahun 2004, pelanggaran terhadap Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 dan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun 2010. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

commit to user

memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan teknis di sini maksudnya adalah rancangan teknis kendaraan harus sesuai dengan peruntukannya (pasal 48). Hal ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh PKL bermobil karena banyak diantara PKL bermobil yang menggunakan mobil mini bus yang seharusnya digunakan untuk mengangkut orang tetapi digunakan untuk mengangkut barang dan digunakan untuk melakukan transaksi perdagangan.

Sedangkan menurut Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, tempat khusus parkir adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah, baik yang dikelola sendiri atau di kerjasamakan pihak ketiga yang meliputi pelataran, lingkungan, taman atau gedung parkir yang disediakan untuk fasilitas tempat khusus parkir kendaraan (pasal 1). Berdasarkan Perda tersebut, PKL bermobil yang ada di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta tidak diizinkan untuk melakukan aktivitas jual-beli di mobil pada area parkir. Hal ini dikarenakan tempat khusus parkir hanya boleh digunakan untuk parkir. Selain itu, PKL bermobil juga melanggar Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Di dalam Perda tersebut disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi PKL (pasal 5). Selain

commit to user

orang yang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang ditetapkan dan dikuasai oleh Pemerintah wajib memliki Ijin Penempatan yg dikeluarkan oleh Walikota. PKL bermobil jelas telah melakukan pelanggaran terhadap Perda ini karena PKL bermobil melakukan transaksi jual-beli di lahan parkir dan lahan parkir merupakan fasilitas umum. PKL bermobil juga tidak memiliki Ijin Penempatan dari Walikota Surakarta. Dalam Perda ini juga telah disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (pasal 16 Perda No. 3 Tahun 2008).

PKL bermobil juga dianggap melakukan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional. Menurut pasal 1 Perda No. 1 Tahun 2010, pedagang pasar adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan dengan menjual dan/atau membeli barang dan/atau jasa yang menggunakan pasar sebagai tempat kegiatannya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh PKL bermobil. Dalam melakukan transaksi jual-beli, PKL bermobil tidak menggunakan kios maupun toko yang berada di dalam pasar tetapi PKL bermobil berdagang dengan menggunakan mobil dan dilakukan di area parkir. Bapak Ahmad Fathoni juga mempunyai pendapat yang sama:

“Mereka kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar kan Perda No 1 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar

tradisional. Yang kedua, Perda tentang UPTD Perparkiran, tentang

commit to user

kan menggunakan minibus, angkutan orang digunakan untuk angkutan barang, itu kan melanggar aturan lalu lintas. Jadi pelanggaran mereka itu banyak, bahkan yang keempat mereka melanggar aturan tentang cagar budaya. Alun-alun utara Kota Surakarta itu kan termasuk cagar budaya, digunakan untuk parkir. Apakah itu dibolehkan? Itu pelanggarannya sudah banyak, tetapi tidak ada upaya yang keras terhadap pelanggaran-pelanggaran itu dari Pemerintah Kota atau dari pemangku undang-undang dan perda itu. ” (wawancara 1 Agustus 2012)

Dari pihak Pemerintah Kota Surakarta sendiri, peraturan-peraturan yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan penertiban PKL bermobil adalah Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 Perda No. 1 Tahun 2010. Upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta rutin dilaksanakan setiap Senin dan Kamis. Upaya penertiban ini dilakukan agar para PKL tidak lagi melakukan transaksi jual-beli dengan menggunakan mobil di area pasar Klewer. Penertiban ini dilakukan untuk melindungi keberadaan pedagang maupun pasar tradisional dan untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban di kawasan pasar Klewer. Upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta ini melalui beberapa tahap, yaitu pertama adalah dengan melakukan sosialisasi terkait peraturan-peraturan yang berlaku di Kota Surakarta. Setelah Pemkot Surakarta melakukan sosialisasi, upaya selanjutnya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah pengawasan. Pemkot Surakarta akan melakukan pengawasan terhadap aktivitas dari PKL bermobil dan apabila PKL bermobil masih bertahan di kawasan pasar Klewer dan masih melakukan transaksi jual-beli maka Pemkot Suarakarta akan mengambil tindakan. Tindakan yang akan diambil Pemkot ini sesuai

commit to user

Bapak Subagyo selaku Kepala Dinas DPP Kota Surakarta bahwa:

“Pemkot Surakarta kan punya Perda, Perda Pasar, Perda PKL, Perda Perparkiran. Perda-perda ini yang membingkai Pemerintah untuk mengingatkan mereka, karena PKL kan dilarang berjualan di fasilitas umum. Tempat parkir hanya dikhususkan untuk parkir dan pasar adalah tempat untuk berjualan (tempat bertemunya pembeli dan penjual). Inilah yang kita sosialisasikan kepada mereka. Selain sosialisasi, kami juga melakukan edaran. Langkah pertama adalah sosialisasi kemudian kita memberikan surat edaran (peringatan) dan yang terakhir adalah kita melakukan pengawasan dan penindakan. Dalam melakukan penertiban ini, mereka kita jerat dengan Perda No. 1 tahun 2010 dengan ancaman hukuman yaitu denda setinggi-tingginya 50 juta atau kurungan 3 bulan. ” (wawancara 7 Agustus 2012)

Meskipun Pemerintah Kota Surakarta sudah melakukan penertiban secara rutin kepada PKL bermobil namun upaya yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta ini tidak begitu membuahkan hasil. Pasalnya PKL bermobil hanya pindah lokasi dalam melakukan aktivitasnya. PKL yang tadinya melakukan transaksi di lahan parkir pasar Cinderamata, sekarang telah pindah ke Alun-alun Utara Keraton Kota Surakarta. Pindahnya lokasi yang digunakan oleh PKL bermobil ini tidak terlepas dari penertiban yang rutin digelar oleh Satpol PP dan satpam pasar. Hal ini sependapat dengan pernyataan dari perwakilan Batik Najwa yang merupakan salah satu PKL bermobil asal Pekalongan:

“kalo di kawasan parkir pasar Cinderamata kan dilarang sama Satpol PP, security mbak. Tapi kalo di Alun-alun Utara sini kan

penertibane ndak begitu ketat. Kalo di sana kan ketat.” (wawancara

17 September 2012)

commit to user

merupakan salah satu upaya Pemkot Surakarta dalam hal ini adalah DPP Kota Surakarta untuk membuat jera PKL bermobil. Dalam melakukan penertiban ini, Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi untuk menghindari konflik yang lebih destruktif. Proses non-yustisi yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta ini memiliki beberapa tahapan, yaitu: tahap pertama adalah dengan melakukan pendekatan normatif yakni Pemkot Surakarta memberikan aturan-aturan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh PKL bermobil, seperti Undang-undang No. 22 Tahun 2009, Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 dan Perda No. 1 Tahun 2010. Tahap kedua adalah pendekatan sosiologis, dimana Pemkot Surakarta memberikan sosialisasi kepada PKL bermobil terkait aturan-aturan yang telah dibuat dan peraturan-peraturan yang berlaku di Kota Surakarta. Dan yang ketiga adalah pendekatan yudikatif, di sini Pemkot Surakarta akan memberikan peringatan, teguran bahkan bisa berujung pada penyitaan dan penerapan denda maupun kurungan terhadap PKL yang tetap melakukan pelanggaran. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak Subagyo selaku Kepala DPP Kota Surakarta:

“Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi artinya dengan pendekatan-pendekatan, aturan (pendekatan normatif), pendekatan

sosiologis dan pendekatan yudikatif. Jadi ada tahapannya, tahap pertama kita melakukan pendekatan normatif, memberikan aturan seperti Perda kemudian kita melakukan pendekatan sosiologis, kita melakukan komunikasi sosialisasi kemudian ketiga kita melakukan pendekatan yudikatif. Sebenarnya pemerintah sudah bisa kalau

commit to user

kemudian ditangkap. Apakah cara seperti ini bisa efektif tatkala hanyan menangkap orang dan memperkarakan di pengadilan? Tidakkah orang itu tatkala diperlakukan seperti itu, tidak ada rasa dendam, rasa jengkel? Apakah mereka menyadari menerima kondisi itu? Iyakan? Iya gak? Baru begini saja sudah dibawa ke pengadilan, wis dijatuhi hukuman percobaan kurungan 2 bulan misalkan. ” (wawancara 7 Agustus 2012)

Gambar 4.5

PKL bermobil yang sedang mewarkan barang dagangannya

Upaya lain yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta untuk mengatasi PKL bermobil yang kini berada di Alun-alun Utara adalah dengan memberikan surat edaran kepada PKL bermobil yang masih melakukan transaksi jual-beli. Surat edaran yang berisi larangan bagi PKL bermobil tersebut telah diberikan Pemkot Surakarta pada tanggal 6 Agustus 2012 kemarin. Surat edaran tersebut berisi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PKL bermobil dan sanksi yang akan diterima apabila PKL tetap bandel. Surat larangan yang diterbitkan oleh Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Surakarta ini bertujuan untuk membatasi kegiatan PKL

commit to user

hanya sebagai pemasok barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ibu Sularti selaku Sekertaris dari Satpol PP Kota Suarakarta:

“ya kemarin, kami sudah turun ke lapangan..hari ini di koran Solopos juga sudah ada. Jadi Satpol PP akan bertindak tegas kalo

masih ada pedagang bermobil yang nekat karena sudah diberi surat peringatan. Surat peringatan juga sudah diberikan per orang.”

(wawancara 7 Agustus 2012) Hal yang sama juga dipaparkan oleh Eko Nugroho yang merupakan

Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta yang menyatakan bahwa DPP Kota Surakarta akan bertindak tegas terhadap keberadaan pedagang kaki lima (PKL) bermobil di Pasar Klewer dan Alun-alun Utara Keraton Kasunanan serta di tikungan jalan di depan pasar Cinderamata. Lebih lanjut, Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta menjelaskan bahwa:

“Kemarin kita bersama Dishubkominfo, UPTD Parkir dan Satpol PP sudah melakukan sosialisasi dan teguran langsung kepada para pedagang bermobil tersebut. Mulai Kamis tanggal 9 Agustus, Satpol PP akan melakukan penindakan. Yang berwenang melakukan penindakan adalah Satpol PP karena itu memang wewenang mereka. Yang pasti pedagang bermobil tidak boleh berada di situ. Kalau hanya parkir silahkan, tetapi jika bertransaksi maka itu tidak boleh .” (timlo.net, 8 Agustus 2012)

Surat edaran yang diberikan kepada PKL bermobil ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dalam hal ini adalah DPP Kota Surakarta yang bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surakarta, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Perhubungan Kota

commit to user

oleh Kepala DPP Kota Surakarta: “Jadi gini mbak, yang memberikan surat edaran ini adalah

Pemerintah Kota Surakarta. Jadi Dinas Pasar, Satpol PP, kemudian Dinas Perhubungan, UPTD Perparkiran kemudian kita dibantu Polisi, itu semua atas nama Pemerintah Kota. Kemudian tatkala Satpol PP kemarin ke lapangan itu tidak Satpol PP tapi timnya Pemerintah Kota. Jadi, kemarin itu ada Satpol PP, ada DPP juga...lha edaran itu adalah edaran yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada pedagang karena kamu berjualan di atas mobil, karena melanggar Perda-perda dan Undang-undang yang ada tadi. (wawancara 7 Agustus 2012)”

Gambar 4.6

Kepala Satpol PP ketika melakukan penertiban PKL bermobil di

areal parkir sekitar Pasar Klewer

Surat edaran yang diberikan Pemkot Surakarta merupakan larangan bagi PKL bermobil untuk berdagang di area parkir Alun-alun Kota Surakarta, area pasar Cinderamata dan area pasar Klewer Surakarta. Berdasarkan surat edaran tersebut, apabila masih ada PKL yang melanggar maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-.

commit to user

melaksankan surat edaran tersebut, terdapat beberapa tahapan yang memang harus dilakukan oleh Pemkot Surakarta. Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta menurut Bapak Subagyo adalah:

“jadi begini, kita ada tahapannya...tahapan sosialisasi, dengan memberikan edaran itu kemudian tahapan sosialisasi dengan

menegur/teguran kemudian juga ada tahapan peringatan. Dan waktunya ada, kita berikan waktu satu minggu untuk sosialisasi, satu minggu untuk peringatan. Setelah peringatan, nanti muncul surat peringatan1, 2, 3 nanti kita tindak. Terkait dengan teguran yang diberikan, kita memberikan teguran tertulis. Kalau ini untuk pertama itu kita memberikan teguran lisan sambil melakukan sosialisasi. Lha nanti ketika sudah, kita kan sudah ada waktunya,..sosialisasi 1 minggu, peringatan 1 minggu 1, 2, 3 lalu nanti kita tangkep. (wawancara 7 Agustus 2012)”

Dalam melakukan penertiban ini, Satpol PP akan bertindak tegas dengan melakukan penyitaan terhadap barang dagangan milik PKL bermobil apabila PKL bermobil tidak menggubris surat edaran yang telah diberikan oleh Pemkot Surakarta. Lebih lanjut, Bapak Sutardjo selaku Kepala Satpol PP Kota Surakarta menjelaskan mekanisme penyitaan yang akan dilakukan oleh Satpol PP:

“Kalau surat peringatan sudah diberikan hingga tiga kali dan masih tidak juga dibubris, tak ada pilihan lain selain semua dagangan disita. Pedagang bermobil boleh saja ada di area pasar klewer tetapi hanya untuk bongkar muat barang, yang dilarang adalah apabila pedagang bermobil melakukan transaksi dagang di areal parkir .” (krjogja.com, 6 Agustus 2012)

Upaya penertiban dan pemberian surat larangan kepada PKL bermobil belum mampu menyelesaikan permasalahan PKL bermobil ini. Bahkan HPPK dan HPTPPK menganggap bahwa Pemkot Surakarta

commit to user

upaya yang dilakukan Pemkot Surakarta tidak dilakukan dengan tegas dan tidak dilakukan dengan pemberian sanksi yang tegas pula. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak Kusbani selaku Humas dari Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK):

“Lha ini kembali lagi saya tegaskan supaya ada ketegasan dari pemerintah. Tidak tegasnya pemerintah itu seperti penegakan aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada perda, sudah ada sanksi yang mengatur, itukan tinggal dilaksankan saja. Sekarang saya ambil contoh, umpamanya taman parkir, ketegasan UPTD Perparkirannya apa? UPTD Perarkiran bagaimana menertibkan mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya harus di luar taman parkir. Alun-alun itukan juga taman parkir, sebagai lahan parkir. Kenapa nyatanya sampai sekarang kalo itu bukan taman parkir kok digunakan untuk parkir. Berarti kan itu taman parkir juga. ” (wawancara 2 Agustus 2012)

Selain karena kurang tegasnya Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan penertiban dan pemberian sanksi kepada PKL bermobil,

kendala yang lain adalah karena PKL bermobil selalu “kucing-kucingan” dengan Satpol PP maupun satpam pasar yang sedang melakukan penertiban. PKL bermobil akan menutup dagangannya ketika Satpol PP atau satpam pasar sedang melakukan penertiban rutin atau mereka akan berdalih bahwa mereka akan mengirimkan ke dalam pasar. Tetapi ketika Satpol PP atau satpam pasar sudah tidak ada, mereka akan kembali membuka dagangannya kembali. Selain itu, pedagang pasar baik tiu pedagang pasar Klewr maupun pedagang pasar Cinderamata lebih mengandalkan Pemerintah Kota Surakarta dalam menyelesaikan konflik yang mereka hadapi. Mereka beranggapan bahwa Pemkot Surakarta yang

commit to user

Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK: “mereka itu modelnya kucing-kucingan mbak. Jadi mereka datang

ke area parkir, kalo ada satpam yang keliling, mereka tutup semua dan kalo satpamnya kembali ke pos, mereka buka semua. Trus sekarang mereka juga menggunkan teknologi informasi kayak hp, tidak perlu buka, mereka tinggal telpon-telponan dengan bakul, kemudian pindah barang aja dari mobil ke mobil. Penyelesaian konflik yang paling efektif antara PKL bermobil dengan pedagang toko itu ya melalui pemerintah, Pemerintah Kota dalam hal ini DPP. Pemerintah kan sudah punya Perda, sudah ada sanksi yang mengatur juga, ya Pemerintah harus bisa tegas dalam menertibkan PKL ini.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer antara PKL bermobil dengan pedagang pasar juga sulit diselesaikan karena PKL-PKL yang ada di kawasan pasar Klewer selalu ganti-ganti. Ketika sudah dilakukan penertiban terhadap PKL bermobil dan mereka sudah tidak melakukan transaksi di atas mobil tetapi PKL-PKL baru banyak yang datang dan melakukan transaksi jual-beli. Hal inilah yang menyebabkan penertiban PKL terasa kurang efektif, hal ini sependapat dengan Bapak Subagyo:

“ya kalau saya, kendalanya ya itu, terkait pedagangnya yang ganti- ganti itu. Hal semacam ini kan susah untuk menanganinya. Selain itu, ya dari PKLnya sendiri, sifat pedagang kan mana yang cepat dia yang dapat. Jadi, yang pertama terkait dengan pedagang yang gonta-ganti dan kedua terkait dengan perilaku masyarakat kita yang suka melanggar aturan daripada mentaatinya, ya kan? ??” (wawancara 7 Agustus 2012)

Jadi dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer merupakan konflik horisontal yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar

commit to user

merupakan distributor barang di pasar Klewer dan pasar Cinderamata ikut melayani pembeli secara langsung. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta belum mampu untuk menyelesaikan konflik yang sudah terjadi sejak tahun 2003 ini. Untuk itulah, penulis mencoba melakukan analisis penyelesaian konflik dengan menggunakan pendekatan community governance . Pendekatan ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.