Viskositas Stabilitas Disolusi TINJAUAN PUSTAKA

28 Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu berarti kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam medium pH 1,2 Bangun, dkk., 2005. Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di dalam medium pH 4,5 dan 6,8 cairan usus buatan. Terlihat bahwa waktu cangkang kapsul pecah dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 dimana dalam medium pH 4,5 dan 6,8 cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan terjadi pertukaran ion kalsium dari kalsium alginat kalsium guluronat dengan ion natrium yang terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium alginat natrium guluronat. Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat menyebabkan kapsul bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air, mengembang dan pecah Bangun, dkk. 2005. Kapsul lebih cepat pecah di medium pH 6,8 dari pada medium pH 4,5.

2.4 Viskositas

Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir. Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah viskositas air murni pada suhu 20 C. Viskositas air dianggap satu centipoise sebenarnya 1,008 centipoise. Suatu bahan cair yang 10 kali kental viscous dengan suhu yang sama viskositasnya sama dengan 10 centipoise. Singkatan centipoise cp dan jamaknya cps merupakan istilah yang lebih sesuai daripada Universitas Sumatera Utara 29 unit dasar, satu poise, sama dengan 100 centipoise Ansel, 2005. Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu Martin, 1993.

2.5 Studi Stabilitas

Waktu nyata dan studi dipercepat dilaksanakan pada bets primer atau bets yang ditetapkan sesuai protocol uji stabilitas untuk menetapkan atau memastikan masa uji ulang dari suatu zat aktif dengan masa simpan atau edar suatu produk.

2.5.1 Uji Dipercepat

Studi didesain untuk meningkatkan derajat degradasi kimiawi atau perubahan fisis dari zat aktif atau produk dengan menggunakan kondisi penyimpanan “berlebihan” sebagai bagian dari studi stabilitas formal. Data yang diperoleh dari studi ini, dapat digunakan untuk menilai efek kimiawi jangka panjang pada kondisi yang tidak dipercepat. Uji dipercepat dilakukan selama 3-6 bulan.

2.5.2 Pengujian Jangka Panjang atau Waktu Nyata.

Pengujian jangka panjang biasanya dilaksakan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan selama tahun ke 2 dan selanjutnya tiap tahun selama masa simpan atau edar pada paling sedikit 3 bets primer. Studi stabilitas lanjutan atau jangka panjang dilakukan selama 3,6,9,12,18,24,36 dan seterusnya akan dilaksanakan sesuai panduan uji stabilitas setempat dan ASEAN.

2.5.3 Pengujian Pasca Pemasaran

Studi stabilitas hendaknya dilakukan tiap tahun terhadap produk yang dipasarkan. Studi tersebut hendaknya dilaksanakan pada 1 bets dari tiap Universitas Sumatera Utara 30 produktahun dan meliputi paling sedikit selama 12 bulan untuk jangka waktu yang cukup mencakup masa simpanedar yang diusulkan Balai POM, 2009.

2.6 Pengujian Stabilitas

Parameter pengujian yang tidak boleh dikurangi adalah : 1. Pemerian 2. Identifikasi sesuai dengan monografinya 3. Uji disolusi 4. Kadar bahan aktif 5. Degradasi Sebagai contoh, untuk sediaan tablet parameter pemeriksaan selama proses yang dapat dikurangi antara lain keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan dan waktu hancur. Contoh lain adalah pengujian ukuran partikel, homogenitas, kadar air antara lain menggunakan near-infrared spectrometer NIR dan Raman spectroscopy,uji logam berat, vitamin dan mineral dengan atomic absorption spectroscopy AAS. Balai POM, 2009

2.6.1 Warna

Warna, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap kualitas produk. Stabilitas formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan fisik, warna, bau dan tekstur dari formulasi tersebut. Temperatur, pH, kekuatan ion, intensitas cahaya dapat mempengaruhi perubahan kestabilan pada obat Ansel, 2005.

2.6.2 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban Universitas Sumatera Utara 31 dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikatmelepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak Margareth, dkk., 2009. Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar air pada kapsul kurang dari 10, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18 kapsul melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul berkisar 15- 30 C dan 30-60 kelembaban relatif RH. Margareth, dkk., 2009. Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30 dan 50 selama 4 minggu Kontny, dkk., 1989.

2.6.3 Disolusi

Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi Ansel, 1989. Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik Shargel dan Andrew, 1988. Universitas Sumatera Utara 32 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu : a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi : i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi : i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi : i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan Universitas Sumatera Utara 33 kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat- obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi Gennaro, 2000. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut Martin,dkk., 1993. United States Pharmacopeia USP XXI memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a. Metode Keranjang Basket Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. Metode Dayung Paddle Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung Universitas Sumatera Utara 34 diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37 o C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP ”basket and rack” dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat Shargel dan Andrew, 1988.

2.7 Stabilitas Disolusi

Stabilitas disolusi dari suatu sediaan obat dapat didefinisikan sebagai pemeliharaan karakteristik disolusi dari sediaan dalam batas-batas tertentu dari waktu pembuatan sampai dalam tanggal kadaluarsa. Selama penyimpanan suatu produk obat dapat mengalami perubahan karakteristik-karakteristik fisiko-kimia yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas sediaan. Parameter-parameter fisiko-kimia penting yang menurunkan kualitas dari Universitas Sumatera Utara 35 sediaan dan peka terhadap perubahan selama penyimpanan adalah penampilan fisik, pengujian kimia, tingkat produk degradasi, kandungan uap air, waktu desintegrasi, laju disolusi, kekerasan dan friabilitas. Diharapkan bahwa apabila suatu produk disimpan pada kondisi yang ditentukan pada label, maka profil disolusi awal tidak berubah selama penyimpanan. Pentingnya stabilitas disolusi dalam pengembangan dan pemeliharaan kualitas produk adalah : 1. Stabilitas disolusi sebagai suatu alat kontrol kualitas. Pelepasan obat dari sediaan adalah suatu parameter utama dalam menilai kualitas. Oleh karena itu merupakan tanggung jawab etika dan hukum dari pabrik untuk menjamin bahwa produk memenuhi semua spesifikasi-spesifikasi kualitas selama penyimpanan sepanjang disimpan pada kondisi yang ditentukan pada kemasan. Kegagalan untuk memenuhi spesifikasi-spesifikasi disolusi selama penyimpanan merupakan satu alasan untuk menarik kembali produk. 2. Pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan Jika produk gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan selama masa penyimpanan maka produk ini menjadi tidak cocok untuk pemakaian dan pemasaran. 3. Pengaruh perubahan disolusi terhadap bioavailabilitas Profil disolusi dari sediaan padat oral dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang tersedia untuk absorbsi dan oleh karena itu dapat mempengaruhi kemanjuran terapi dari sediaan. Oleh karena itu diperlukan sekali bahwa karakteristik disolusi dari sediaan tetap tidak berubah selama penyimpanan. Universitas Sumatera Utara 36 Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas disolusi dari produk oral padat selama penyimpanan. 1. Faktor-faktor pembuatan Kondisi pembuatan seperti suhu pengeringan, kondisi penyalutan adalah penting dalam penetapan apakah produk bisa stabil selama penyimpanan dari sudut disolusi. Jika lapisan film penyalut tidak sepenuhnya menyalut sediaan obatnya, maka sifat permeabilitasnya dapat ditingkatkan selama penyimpanan dan laju disolusi akan lebih mudah untuk berubah tergantung pada kondisi lingkungan penyimpanannya. 2. Variabel Formulasi Hasil dari stabilitas disolusi dari produk oral selama penyimpanan berhubungan langsung terhadap komposisi kualitatif dan kuantitatif dari formulasi. Kelarutan, higroskopisitas dan sifat termal dari bahan aktif dan bahan tambahan termasuk bahan penyalut merupakan parameter kritis yang bermakna mempengaruhi hasil dari stabilitas disolusi. Misalnya selama penyimpanan, pada kelembapan tinggi, bahan aktif dapat larut dan mengkristal kembali dan pada prosesnya merubah sifat pelepasan tablet. Selain itu juga, bergantung pada kondisi penyimpanan, tablet dapat mengabsorbsi atau kehilangan kelembapan dan mengeras, demikian juga perubahan-perubahan sifat desintegrasi dari bentuk sediaan. 3. Kondisi penyimpanan Perubahan disolusi lebih sering terjadi jika sediaan disimpan dalam wadah terbuka dibanding bila dalam wadah tertutup, khususnya jika formulasi beberapa komponen sensitif terhadap kelembapan dan sediaan terpapar oleh kelembapan Universitas Sumatera Utara 37 yang tinggi. Jika produk disimpan dalam wadah terbuka pada temperatur tinggi ada kecenderungan kelembapan dari sampel hilang ke udara bebas, mengakibatkan perubahan disolusi Murthy and Sellassie, 1993. 4. Pengemasan Pengemasan berperan untuk melindungi pindahnya kelembapan dari lingkungan luar terhadap kandungan produk dan melindungi produk dari oksidasi dan cahaya. Hubungan antara kondisi penyimpanan dan variabel pengemasan pada stabilitas disolusi produk dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pengemasnya mengenai ketahanan terhadap kelembapan. Misalnya sediaan tablet salut enterik yang dibungkus dengan kertas kurang stabil dari sudut pandang sifat-sifat disolusi sedangkan yang disimpan dalam botol kaca tidak mempengaruhi laju disolusi walaupun terpapar suhu 40 o C, RH 75 atau 50 o C, RH 50 selama 40 hari. Dari penelitian lain juga disebutkan bahwa tablet yang disimpan di foil blister lebih terlindungi, dibandingkan sampel yang dikemas dalam polivinilkloridapolietilen menunjukkan perlambatan laju disolusi. Pada studi mengatakan bahwa ibuprofen dalam kapsul gelatin keras disimpan pada suhu dan kelembapan tinggi dengan atau tanpa cahaya. Ternyata laju disolusi mengalami perlambatan ketika terkena cahaya pada kondisi dipercepat Dey, 1993.

2.8 Pengukuran Hasil