Pengujian Stabilitas Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul Alginat

(1)

PENGUJIAN STABILITAS NATRIUM DIKLOFENAK

DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT

SKRIPSI

OLEH: SYLVIA HALIM

NIM 071501037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGUJIAN STABILITAS NATRIUM DIKLOFENAK

DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: SYLVIA HALIM

NIM 071501037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGUJIAN STABILITAS NATRIUM DIKLOFENAK

DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT

OLEH: SYLVIA HALIM

NIM 071501037

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Desember 2011 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

.

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 19520117198031002 NIP 195504241983031003

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt. NIP 195503121983032001

Medan, Desember 2011 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengujian Stabilitas Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul Alginat”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. dan Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt., selaku penguji yang telah memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

5. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Formulasi Sediaan Solid Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

6. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku penanggung jawab Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Sumatera Utara Medan dan Kak Mustika Furi dan Bang Abdi selaku Operator Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(5)

yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

7. Ayah Hadi dan Ibu Veronica yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi.

8. Saudara Handi Hendra serta seluruh teman-teman Farmasi USU stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, atas segala dorongan motivasi dan bantuannya kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2011 Penulis,

Sylvia Halim NIM 071501037


(6)

Pengujian Stabilitas Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul Alginat

ABSTRAK

Natrium diklofenak, suatu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), memiliki efek samping dapat mengiritasi lambung dan penggunaan cangkang kapsul alginat dalam pembuatan suatu sediaan kapsul natrium diklofenak dapat mengurangi efek samping dari natrium diklofenak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyimpanan dan penambahan bahan pemburam, titanium dioksida, pada cangkang kapsul terhadap stabilitas natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

Cangkang kapsul alginat dibuat dari natrium alginat 80-120cP dengan penambahan bahan pemburam titanium dioksida. Pengujiaan stabilitas fisik cangkang kapsul alginat meliputi pengamatan warna, uji waktu hancur, dan uji kerapuhan, sedangkan pengujian stabilitas fisik dan kimia cangkang kapsul alginat yang diisi natrium diklofenak meliputi pengamatan warna bahan obat, uji kerapuhan cangkang kapsul, penetapan kadar dan laju disolusi. Pengamatan warna dilakukan secara visual, uji waktu hancur menggunakan disintegration tester, kerapuhan kapsul diuji dengan capsule shell impact tester, kadar diukur secara spektrofotometri dan disolusi dilakukan dengan alat disolusi metode dayung dalam medium pH berganti. Penyimpanan dilakukan pada suhu 30°C dengan RH 70% dan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terlihat adanya perubahan warna obat dan cangkang kapsul tidak menunjukan adanya kerapuhan setelah penyimpanan cangkang kapsul alginat yang berisi natrium diklofenak pada suhu 30°C dengan RH 70% selama 3 bulan demikian juga pada suhu 40°C dengan RH 75%. Kadar natrium diklofenak setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C dengan RH 70% masih memenuhi persyaratan demikian pula pada penyimpanan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan. Penyimpanan pada suhu 30°C dengan RH 70% dan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan tidak berpengaruh terhadap laju disolusi. Penambahan pemburam titanium dioksida juga memperlambat laju disolusi dari natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat.

Kata kunci: Natrium diklofenak, alginat, stabilitas, waktu hancur, disolusi, titanium dioksida


(7)

Study of the Stability of Diclofenac Sodium in Alginate Capsule Shell

ABSTRACT

Diclofenac sodium, a Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID), had adverse effect that could irritate stomach and the use of alginate capsule shell in a dosage form of diclofenac sodium capsule could reduce this adverse effect of diclofenac sodium.

The aim of this study is to know the effect of the storage and addition of opaque agent, titanium dioxide, to the stability of diclofenac sodium in alginate capsule shell.

Alginate capsule shell was made from sodium alginate 80 – 120 cP with the addition of opaque agent, titanium dioxide. The stability test of alginate capsule shell included observation of color, disintegration time, and brittleness, while the physical and chemical stability test of diclofenac sodium in capsule shell including observation of drug’s color, capsule shell’s brittleness, assay and dissolution. Color observation was made visually, disintegration time test was disintegration tester, brittleness test was using capsule shell impact tester, assay done by spectrophotometry and dissolution test was done by paddle method dissolution tester in changing pH. The storage was at temperature of 30°C with RH 70% and 40°C with RH 75% for 3 months.

The results showed that there was no visible color change in the drug and no presence of the capsule shell brittleness after storage of alginate capsule shell containing diclofenac sodium at a temperature of 30°C with RH 70%for 3 months as well at 40°C with 75% RH. Diclofenac sodium content after storage for 3 months at 30°C with 70% RH still qualified as well as after the storage at temperature of 40°C with 75% RH for 3 months. The storage at 30°C with 70% RH and 40°C with 75% RH for 3 months had no effect on dissolution rate. The addition of opaque agent, titanium dioxide, also slowed dissolution rate of diclofenac sodium in the alginate capsule shell.

Keywords: Diclofenac sodium, alginate, stability, disintegration time, disolution, titanium dioxide


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... 1

HALAMAN PENGESAHAN ... 3

KATA PENGANTAR ... 4

ABSTRAK ... 6

ABSTRACT ... 7

DAFTAR ISI ... 8

DAFTAR TABEL ... 13

DAFTAR GAMBAR ... 14

DAFTAR LAMPIRAN ... 15

BAB I PENDAHULUAN ... 16

1.1 Latar Belakang ... 16

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 19

1.3 Perumusan Masalah ... 19

1.4 Hipotesis Penelitian ... 20

1.5 Tujuan Penelitian ... 20

1.6 Manfaat Penelitian ... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22

2.1 Natrium Diklofenak ... 22

2.1.1 Uraian Bahan ... 22

2.1.2 Farmakologi Natrium Diklofenak ... 23

2.2 Kapsul ... 23


(9)

2.4 Titanium Dioksida ... 25

2.5 Natrium Alginat ... 25

2.6 Viskositas ... 27

2.7 Stabilitas ... 27

2.8 Waktu Hancur ... 28

2.9 Kerapuhan ... 28

2.10 Disolusi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Alat-alat ... 33

3.2 Bahan-bahan ... 33

3.3 Prosedur Penelitian ... 34

3.3.1 Pembuatan Pereaksi ... 34

3.3.1.1 Larutan CaCl2 3.3.1.2 Larutan HCl 0,1 N ... 34

0,15 M ... 34

3.3.1.3 Larutan Na3PO4 3.3.1.4 Dapar fosfat pH 6,8 ... 34

0,2 M ... 34

3.3.1.5 Larutan NaOH 0,1 N ... 34

3.3.1.6 Larutan NaOH 5 N ... 34

3.3.2 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat ... 35

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Natrium Alginat ... 35

3.3.2.2 Pengukuran Viskositas Larutan Natrium Alginat ... 36

3.3.2.3 Pembuatan Badan Cangkang Kapsul Alginat .. 37

3.3.2.4 Pembuatan Tutup Cangkang Kapsul Alginat ... 37


(10)

3.3.3 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium

Diklofenak ... 38

3.3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium Diklofenak ... 38

3.3.3.2 Pembuatan Kurva Serapan Larutan Natrium Diklofenak dalam Medium Cairan Lambung Buatan (pH 1,2) ... 38

3.3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium Diklofenak dalam Medium Cairan Lambung Buatan (pH 1,2) ... 38

3.3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium Diklofenak dalam Medium Cairan Usus Buatan (pH 6,8) ... 39

3.3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium Diklofenak dalam Medium Cairan Usus Buatan (pH 6,8) ... 39

3.3.4 Pengisian Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat . 39 3.3.5 Penyimpanan ... 40

3.3.5.1 Penyimpanan pada Suhu 30°C; RH 70% ... 40

3.3.5.2 Penyimpanan pada Suhu 40°C; RH 75% ... 40

3.3.6 Pengujian ... 40

3.3.6.1 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul ... 40

3.3.6.1.1 Pengukuran Panjang dan Diameter Cangkang Kapsul ... 40

3.3.6.1.2 Penimbangan Berat Cangkang Kapsul ... 40

3.3.6.1.3 Pengukuran Ketebalan Cangkang Kapsul ... 41

3.3.6.1.4 Pengamatan Warna Cangkang Kapsul ... 41

3.3.6.1.5 Pengukuran Volume Cangkang Kapsul ... 41


(11)

3.3.6.2 Pengujian Pengamatan Warna ... 41

3.3.6.3 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 41

3.3.6.4 Uji Kerapuhan ... 42

3.3.6.4.1 Cangkang Kapsul Kosong ... 42

3.3.6.1.2 Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan) ... 42

3.3.6.5 Penentuan Kadar Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat ... 42

3.3.6.6 Uji Disolusi ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Viskositas Larutan Natrium Alginat ... 45

4.2 Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat ... 45

4.3 Sifat Fisik Cangkang Kapsul dan Bahan Obat ... 47

4.3.1 Sifat Fisik Cangkang Kapsul ... 47

4.3.2 Sifat Fisik Bahan Obat dalam Cangkang Kapsul Alginat ... 48

4.4 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 48

4.5 Penentuan Kadar Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat. 54 4.6 Uji Kerapuhan ... 55

4.6.1 Cangkang Kapsul Kosong ... 56

4.6.2 Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan Terhadap Tekanan) ... 57

4.7 Profil Disolusi Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat 80 – 120 cP ... 58

4.7.1 Pengaruh Penyimpanan ... 58

4.7.1.1 Laju Disolusi Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat Sebelum Penyimpanan dan Sesudah Penyimpanan 3 Bulan pada Suhu 30°C; RH 70% ... 59


(12)

4.7.1.2 Laju Disolusi Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat Sebelum Penyimpanan dan Sesudah Penyimpanan 3 Bulan pada Suhu

40°C; RH 75% ... 61

4.7.2 Pengaruh Penambahan TiO2 Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul terhadap Pelepasan Alginat ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang mengandung TiO2

4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang tidak

... 46

mengandung TiO2 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul menurut Pfizer Inc. Capsugel ... 46

Division ... 46

4.4 Ketebalan cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP... 47

4.5 Sifat fisik cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP ... 47

4.6 Persen pengembangan kapsul rata – rata dan waktu hancur rata – rata kapsul alginat 80 – 120 cP yang mengandung TiO2 4.7 Persen pengembangan kapsul rata – rata dan waktu hancur rata – ... 53

rata kapsul alginat 80 – 120 cP ... 54

4.8 Kadar Natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat ... 55

4.9 Tabel persen pelepasan natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat terhadap sediaan delayed release ... 63


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 19 4.1 Cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP sebelum dan sesudah

penyimpanan ... 47 4.2 Serbuk natrium diklofenak sebelum dan sesudah penyimpanan . 48 4.3 Uji waktu hancur kapsul mula – mula yang mengandung TiO2

4.4 Uji waktu hancur kapsul yang mengandung TiO

.. 49

2

penyimpanan selama 3 bulan suhu 30°C; RH 70% ... 51 setelah

4.5 Uji waktu hancur kapsul yang mengandung TiO2

penyimpanan selama 3 bulan suhu 40°C; RH 70% ... 52 setelah

4.6 Uji waktu hancur kapsul alginat yang tidak mengandung TiO2

4.7 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong mula - mula ... 56 .. 54

4.8 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% ... 56 4.9 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong penyimpanan pada suhu

40°C; RH 75% ... 57 4.10 Uji kerapuhan cangkang kapsul mula – mula berisi ... 57 4.11 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi penyimpanan pada suhu

30°C; RH 70% ... 58 4.12 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi penyimpanan pada suhu

40°C; RH 75% ... 58 4.13 Pelepasan Natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum

penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada

suhu 30°C; RH 70% ... 59 4.14 Pelepasan Natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum

penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada

suhu 40°C; RH 75% ... 61 4.15 Pengaruh penambahan TiO2

diklofenak dalam kapsul alginat dengan dan tanpa TiO2 ... 64 terhadap pelepasan Natrium


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Pengukuran Viskositas Larutan Alginat ... 72 2 Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP ... 74 3 Data uji waktu hancur kapsul alginat 80 – 120 cP ... 79 4 Uji Independent T-Test waktu hancur Natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP dengan dan tanpa TiO2

5 Uji Independent T-Test waktu hancur Natrium diklofenak dalam ... 82 cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP sebelum dan setelah

penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% ... 84 6 Uji Independent T-Test waktu hancur Natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP sebelum dan setelah

penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% ... 86 7 Hasil pengukuran kurva serapan Natrium diklofenak ... 88 8 Kurva Kalibrasi larutan Natrium diklofenak dalam medium pH 1,2 dan medium pH 6,8 ... 90 9 Contoh perhitungan penetapan kadar Natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat... 92 10 Data Hasil Penentuan Kadar Natrium Diklofenak dalam Kapsul

Alginat ... 94 11 % kumulatif disolusi Natrium diklofenak dalam cangkang

kapsul alginat 80 – 120 cP ... 96 12 Uji Independent T-Test Profil disolusi Natrium diklofenak dalam

cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP dengan dan tanpa TiO2

13 Uji Independent T-Test Profil disolusi Natrium diklofenak dalam

... 112 cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP sebelum dan sesudah

penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% ... 127 14 Uji Independent T-Test Profil disolusi Natrium diklofenak dalam

cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP sebelum dan sesudah

penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% ... 144 15 Daftar Nilai distribusi t ... 160 16 Gambar Alat ... 166


(16)

Pengujian Stabilitas Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul Alginat

ABSTRAK

Natrium diklofenak, suatu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), memiliki efek samping dapat mengiritasi lambung dan penggunaan cangkang kapsul alginat dalam pembuatan suatu sediaan kapsul natrium diklofenak dapat mengurangi efek samping dari natrium diklofenak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyimpanan dan penambahan bahan pemburam, titanium dioksida, pada cangkang kapsul terhadap stabilitas natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

Cangkang kapsul alginat dibuat dari natrium alginat 80-120cP dengan penambahan bahan pemburam titanium dioksida. Pengujiaan stabilitas fisik cangkang kapsul alginat meliputi pengamatan warna, uji waktu hancur, dan uji kerapuhan, sedangkan pengujian stabilitas fisik dan kimia cangkang kapsul alginat yang diisi natrium diklofenak meliputi pengamatan warna bahan obat, uji kerapuhan cangkang kapsul, penetapan kadar dan laju disolusi. Pengamatan warna dilakukan secara visual, uji waktu hancur menggunakan disintegration tester, kerapuhan kapsul diuji dengan capsule shell impact tester, kadar diukur secara spektrofotometri dan disolusi dilakukan dengan alat disolusi metode dayung dalam medium pH berganti. Penyimpanan dilakukan pada suhu 30°C dengan RH 70% dan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terlihat adanya perubahan warna obat dan cangkang kapsul tidak menunjukan adanya kerapuhan setelah penyimpanan cangkang kapsul alginat yang berisi natrium diklofenak pada suhu 30°C dengan RH 70% selama 3 bulan demikian juga pada suhu 40°C dengan RH 75%. Kadar natrium diklofenak setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C dengan RH 70% masih memenuhi persyaratan demikian pula pada penyimpanan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan. Penyimpanan pada suhu 30°C dengan RH 70% dan suhu 40°C dengan RH 75% selama 3 bulan tidak berpengaruh terhadap laju disolusi. Penambahan pemburam titanium dioksida juga memperlambat laju disolusi dari natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat.

Kata kunci: Natrium diklofenak, alginat, stabilitas, waktu hancur, disolusi, titanium dioksida


(17)

Study of the Stability of Diclofenac Sodium in Alginate Capsule Shell

ABSTRACT

Diclofenac sodium, a Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID), had adverse effect that could irritate stomach and the use of alginate capsule shell in a dosage form of diclofenac sodium capsule could reduce this adverse effect of diclofenac sodium.

The aim of this study is to know the effect of the storage and addition of opaque agent, titanium dioxide, to the stability of diclofenac sodium in alginate capsule shell.

Alginate capsule shell was made from sodium alginate 80 – 120 cP with the addition of opaque agent, titanium dioxide. The stability test of alginate capsule shell included observation of color, disintegration time, and brittleness, while the physical and chemical stability test of diclofenac sodium in capsule shell including observation of drug’s color, capsule shell’s brittleness, assay and dissolution. Color observation was made visually, disintegration time test was disintegration tester, brittleness test was using capsule shell impact tester, assay done by spectrophotometry and dissolution test was done by paddle method dissolution tester in changing pH. The storage was at temperature of 30°C with RH 70% and 40°C with RH 75% for 3 months.

The results showed that there was no visible color change in the drug and no presence of the capsule shell brittleness after storage of alginate capsule shell containing diclofenac sodium at a temperature of 30°C with RH 70%for 3 months as well at 40°C with 75% RH. Diclofenac sodium content after storage for 3 months at 30°C with 70% RH still qualified as well as after the storage at temperature of 40°C with 75% RH for 3 months. The storage at 30°C with 70% RH and 40°C with 75% RH for 3 months had no effect on dissolution rate. The addition of opaque agent, titanium dioxide, also slowed dissolution rate of diclofenac sodium in the alginate capsule shell.

Keywords: Diclofenac sodium, alginate, stability, disintegration time, disolution, titanium dioxide


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal pada sekitar 20% pasien (Goodman, 2011) yang berupa nyeri epigastrik, mual, muntah dan diare. Pada beberapa orang juga terjadi pengiritasian dinding lambung yang menyebabkan ulser peptik dan perdarahan pada saluran cerna (Sweetman, 2009).

Tablet dan kapsul adalah cara yang paling terkenal dalam pemberian suatu obat untuk penggunaan secara oral. Tablet dan kapsul nyaman untuk pasien dan biasanya gampang ditangani dan diidentifikasi (Winfield, 2009). Standar kapsul keras farmasi secara umum diproduksi dari gelatin namun, kesesuaian bahan lain, misalnya hidroksi metil selulosa dan pati, telah diselidiki sebagai pengganti yang cocok (Jones, 2007). Kapsul gelatin umumnya dirancang untuk larut dalam asam lambung, melepaskan obat, yang akan diserap melalui dinding lambung. Tetapi, ada beberapa zat aktif farmasi yang tidak cocok untuk pelepasan di lambung misalnya obat tertentu yang dapat mengiritasi mukosa lambung, tidak stabil atau reaktif pada pH asam lambung, dapat mempengaruhi metabolisme di lambung, atau target obat dapat berlanjut sepanjang saluran pencernaan (WIPO, 2008).

Beberapa formulasi telah dikembangkan untuk membuat sediaan untuk obat yang tidak cocok bagi pelepasan di lambung. Salah satunya dengan membuat


(19)

sediaan delayed release dengan salut enterik. Produk salut enterik dirancang untuk tetap utuh dalam lambung kemudian melepaskan zat aktif pada bagian atas usus halus (Meghal, et al., 2011). Sediaan obat berupa tablet natrium diklofenak telah dibuat dengan salut enterik menggunakan Eudragit L 30 D-55 dan menghasilkan tablet tidak larut dalam medium asam tetapi larut dalam medium basa dan memenuhi persyaratan delayed release (Padmadisastra, dkk, 2007). Penyalutan tablet dengan bahan penyalut enterik yang cocok yang dibutuhkan untuk menghancurkan dan melepaskan obat pada usus halus tergantung pada kekompakan dan jumlah dari zat tambahan.

Pada pembuatan kapsul gelatin yang disalut enterik, penyalutan kapsul gelatin keras dapat menyebabkan kerapuhan pada cangkang oleh karena gaya adhesi yang kurang dari penyalut pada cangkang kapsul gelatin. Kapsul yang terbuat dari HPMC dapat menjadi alternatif untuk mengurangi bahan tambahan pada pembuatan tablet dan tahap pengolahan yang banyak. Permukaan kapsul HPMC yang kasar dapat memudahkan gaya adhesi untuk penyalutan polimer enterik. Karena penyalutan kapsul HPMC tidak tergantung pada isi kapsul,

sehingga lebih menguntungkan untuk menyalut suatu kapsul daripada tablet. Selain itu, jumlah alat dan eksipien berikut juga langkah yang dibutuhkan pada saat memproduksi tablet dapat dikurangi pada bentuk sediaan kapsul (Meghal, et al., 2011).

Alginat merupakan polisakarida alami dari asam guluronat (G) dan manuronat (M), yang cukup berlimpah di alam dari alga coklat (Phaeophyceae). Alginat berasal dari alam sehingga aman untuk dikonsumsi. Cangkang kapsul alginat telah diuji tidak larut dalam medium lambung buatan (pH 1,2) dan larut


(20)

dalam medium usus buatan (pH 6,8) (Bangun, dkk., 2005) sehingga tidak diperlukan penyalutan dalam pembuatan sediaan delayed release dari cangkang kapsul alginat .

Ada dua tipe pemberi warna pada kapsul: pewarna yang larut air atau pigmen yang tidak larut. Ada dua jenis pigmen yang dapat digunakan yaitu besi oksida yang berwarna hitam, merah dan kuning dan juga titanium oksida, yang berwarna putih untuk membuat kapsul menjadi buram. Dalam 20 tahun terakhir penggunaan pewarna larut telah digantikan menjadi pigmen, karena pigmen tidak diserap pada saluran pencernaan (Jones, 2007). Penggunaan pigmen pada cangkang kapsul alginat diharapkan untuk memperbaiki sifat fisik dari cangkang kapsul alginat dimana pada pengujian stabilitas pada suhu 40°C dengan RH 75 setelah 3 bulan didapatkan perubahan warna cangkang kapsul tanpa pigmen yang transparan menjadi coklat (Ekasari, 2011).

Stabilitas merupakan suatu faktor yang penting dari mutu, keamanan dan khasiat dari suatu produk obat. Suatu produk obat, yang tidak cukup stabil, dapat menghasilkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, pemisahan fasa, dsb) demikian juga pada sifat kimia (membentukan zat dekomposisi yang membahayakan kesehatan). Kajian stabilitas terdiri dari serangkaian uji untuk mendapatkan jaminan stabilitas dari suatu produk obat, yaitu pertahanan dari spesifikasi produk obat yang dikemas dalam bahan pengemas tertentu dan disimpan dalam kondisi penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka waktu yang ditentukan (Anonima

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membuat cangkang kapsul dari natrium alginat 80 – 120 cP dengan bahan pemburam


(21)

berupa TiO2 dan diisi dengan obat natrium diklofenak. Kemudian melihat

pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas sediaan obat yang meliputi pengujian sifat- sifat fisik cangkang kapsul yaitu perubahan warna, waktu hancur, kerapuhan kapsul dan uji disolusi juga penetapan kadar natrium diklofenak.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan mempengaruhi sifat – sifat fisik cangkang kapsul 80 – 120 cP (kosong) yang meliputi perubahan warna, kerapuhan dan waktu hancur?


(22)

b. Apakah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan mempengaruhi sifat – sifat fisik dan kimia natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang meliputi perubahan warna, kerapuhan, laju disolusi dan kadar natrium diklofenak?

c. Apakah penambahan bahan pemburam titanium dioksida dapat mempengaruhi laju disolusi natrium diklofenak?

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan mempengaruhi sifat – sifat fisik cangkang kapsul 80 – 120 cP (kosong) yang meliputi perubahan warna, kerapuhan dan waktu hancur.

b. Penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan mempengaruhi sifat – sifat fisik dan kimia natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang meliputi perubahan warna, kerapuhan, laju disolusi dan kadar natrium diklofenak.

c. Penambahan bahan pemburam titanium dioksida dapat mempengaruhi laju disolusi natrium diklofenak.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan terhadap sifat – sifat fisik cangkang kapsul


(23)

80 – 120 cP (kosong) yang meliputi perubahan warna, kerapuhan dan waktu hancur.

b. Mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% setelah 3 bulan terhadap sifat – sifat fisik dan kimia natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang meliputi perubahan warna, kerapuhan, laju disolusi dan kadar natrium diklofenak.

c. Mengetahui pengaruh penambahan bahan pemburam titanium dioksida terhadap laju disolusi natrium diklofenak.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui stabilitas natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% serta pengaruh bahan pemburam terhadap pelepasan natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Natrium Diklofenak

2.1.1 Uraian Bahan

Rumus Bangun :

Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO

Nama Kimia : asam benzenasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amin]-, garam monosodium

2

Nama lain : Natrium [o-(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat Berat Molekul : 318,13

(USP XXXII, 2009).

Pemerian : serbuk kristal putih atau sedikit kuning, agak higroskopis

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam methanol, larut dalam etanol (96 persen), sedikit larut dalam aseton


(25)

pKa : 4,2 (Moffats, 2005).

2.1.2 Farmakologi Natrium Diklofenak

Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan anti radang. Natrium diklofenak berpotensi terhadap COX-2 lebih besar daripada indometasin, naproksen ataupun OAINS lainnya. Sebagai tambahan, diklofenak tampaknya dapat mengurangi konsentrasi intrasel dari AA bebas dalam leukosit, mungkin dengan mengubah pelepasan ataupun penyerapannya. Selektifitas dari diklofenak terhadap COX-2 menyerupai celecoxib. Namun, efek merugikan terhadap gastrointestinal serius tidak berbeda antara celecoxib dan diklofenak (Gillman, 2010).

2.2 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat dimana obat ditutup dalam suatu cangkang yang keras maupun lunak. Cangkang tersebut biasanya dibuat dari gelatin; tetapi; cangkang tersebut juga dapat dibuat dari pati ataupun zat lain yang cocok. Kapsul cangkang keras berukuran dari No. 5, yang paling kecil, hingga No. 000, yang paling besar, kecuali untuk ukuran penggunaan veteriner. Bagaimanapun, ukuran No. 00 merupakan ukuran terbesar yang secara umum dapat diterima oleh pasien (USP, 2009).

Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang


(26)

dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan di pasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet (Gennaro, 2000).

2.3 Pemberi Warna Kapsul

Pemberian warna dan tanda dapat secara mudah ditambahkan pada kapsul untuk melindungi kapsul dari cahaya dan kemudahan identifikasi (Winfield, et. al, 2009). Ada dua tipe pemberi warna yang dapat digunakan: pewarna larut air atau pigmen yang tidak larut. Untuk membuat pilhan warna, pewarna dan pigmen dicampur bersama sebagai larutan atau suspensi. Pewarna yang digunak umumnya dibuat secara sintetik dan dapat dikelompokan menjadi pewarna azo (yang mempunyai suatu gugus –N=N– ) dan pewarna non-azo, yang berasal dari bermacam – macam bahan kimia. Kebanyakan pewarna yang digunakan adalah eritrosin, indigo karmin dan kuning kuinolin. Ada dua jenis pigmen yang dapat digunakan: besi oksida dengan warna hitam, merah dan kuning, dan titanium dioksida, yang berwarna putih dan digunakan untuk memburamkan kapsul. Pewarna yang dapat digunakan untuk mewarnai obat – obatan diatur oleh undang – undang, yang berbeda – beda tiap negara walaupun didasari oleh pengujian toksikologi (Jones, 1993). Dalam 20 tahun terakhir ini telah dilakukan perpindahan dalam penggunaan pewarna menjadi pigmen,


(27)

umumnya besi oksida, karena tidak diabsorbsi oleh saluran pencernaan. (Jones, B.E, 2007).

2.4 Titanium Dioksida

Titanium dioksida secara luas digunakan dalam manisan, kosmetik dan makanan, dalam industry plastik, dan pada formulasi farmasetik topikal dan oral sebagai suatu pigmen pemutih. Titanium dioksida mempunyai indeks bias yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pigmen pemutik dan pengopak. Dalam formulasi farmasetik, titanium dioksida digunakan sebagai pigmen pemutih dalam supensi salut film, tablet salut gula dan kapsul gelatin. Titanium dioksida juga dapat dicampur dengan pigmen lainnya. Titanium dioksida juga digunakan dalam sediaan kulit dan kosmetik, contohnya sunscreen (Rowe, et al., 2009).

Titanium dioksida sangat stabil pada suhu yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kuatnya ikatan antara ion tetravalen titanium dan ion bivalen oksigen. Bagaimanapun, titanium dioksida dapat kehilangan oksigen dalam jumlah sedikit bila berinteraksi dengan energy radian. Oksigen ini dapat menyatu kembali sebagai suatu bagian dari reaksi fotokimia yang reversible. Kehilangan oksigen tersebut penting karena dapat menyebabkan perubahan yang jelas pada sifat optik dan elektrik dari pigmen (Rowe, et al., 2009).

2.5 Natrium Alginat

Alginat merupakan polisakarida alami dari asam guluronat (G) dan manuronat (M), yang cukup berlimpah di alam sebagai komponen berstruktur dalam alga coklat (Phaeophyceae) dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987) dan sebagai polisakarida dalam


(28)

bakteri tanah. Kandungan alga coklat pada umumnya mengandung mineral ataupun komponen anorganik dan organik, dimana komponen organik umumnya terdiri atas alginat, fucan dan karbohidrat lainnya. Proses isolasi alginat dari alga coklat cukup mudah, termasuk tahap praekstraksi dengan asam hidroklorida, diikuti oleh penyucian, penyaringan dan netralisasi dengan basa. Natrium alginat diendapkan dari larutan dengan alkohol (isopropanol atau etanol) dan biasanya diendapkan kembali (untuk mendapatkan kemurnian lebih tinggi) dengan cara yang sama. Bagaimanapun, skema proses pembuatan alginat ini cukup kompleks, yang terhitung sebanyak 15 langkah (Laurienzo, 2010).

Gambar 2. Struktur alginat

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-D-mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk., 1980).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan


(29)

penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).

2.6 Viskositas

Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir. Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah viskositas air murni pada suhu 20°C. Viskositas air dianggap satu centipoise (sebenarnya 1,008 centipoise). Suatu bahan cair yang 10 kali kental (viscous) dengan suhu yang sama viskositasnya sama dengan 10 centipoise. Singkatan centipoise cp (dan jamaknya cps) merupakan istilah yang lebih sesuai dari pada unit dasar satu poise sama dengan 100 centipoise (Ansel, 2005). Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu (Martin, 1993).

2.7 Stabilitas

Tujuan pengujian stabilitas adalah untuk menyediakan suatu bukti bagaimana kualitas dari suatu bahan aktif farmasi berbeda terhadap waktu pada pengaruh perbedaan dari faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya. Program stabilitas juga termasuk penelitian tentang factor yang berhubungan dengan produk yang mempengaruhi kualitasnya, sebagai contoh, interaksi dari bahan aktif farmasi dengan eksipien, sisten penutupan wadah dan bahan pengemas. Dalam dosis kombinasi interaksi antara dua atau lebih bahan aktif farmasi juga harus diperhatikan. (WHO, 2009). Perancangan studi stabilitas untuk


(30)

produk harus didasari oleh pengetahuan dari sifat dari zat obat dan bentuk sediaan (Anonima, 2005).

2.8 Waktu Hancur

Chiwele dkk. (2000) telah meneliti mengenai waktu hancur cangkang kapsul gelatin kosong dan kapsul HPMC (Hydroxypropyl Methylcellulose) setelah penyimpanan selama 24 jam pada kondisi tropis lembab (suhu 370

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Ogura (1998) bahwa cangkang kapsul HPMC yang telah diisi dengan spiramisin dan disimpan pada suhu 60

C, RH 75%) dan pada temperatur kamar. Dalam metode ini, mereka menggunakan bola besi sebagai bahan pengisi dalam kapsul. Pada penyimpanan kondisi tropis lembab, cangkang kapsul gelatin tidak mengalami perubahan waktu hancur dalam medium apapun, sedangkan waktu hancur kapsul HPMC tidak berubah hanya dalam medium cairan lambung buatan (Honkanen, 2004).

0C, RH 75% selama 10 hari tidak mengalami perubahan sifat waktu

hancur. Tetapi, mereka menggunakan prosedur standar uji waktu hancur dalam farmakope, yang tidak dapat menentukan waktu hancur cangkang kapsul dan bahan obat secara terpisah. Sedangkan dalam metode yang digunakan Chiwele dkk. (2000), bola besi yang digunakan tidak mempengaruhi waktu hancur (Honkanen, 2004).

2.9 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban


(31)

dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).

Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar 15-30°C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009).

2.10 Disolusi

Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:

i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.


(32)

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :

i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju

disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju


(33)

disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, dkk., 1993).

United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket)

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37o

b. Metode Dayung (Paddle)

C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat


(34)

mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP ”basket and rack” dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan Andrew, 1988).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Alat – alat

Alat disolusi metoda dayung (Yamato), spektrofotometer (UV-1800 Shimadzu Spectrophotometer), neraca analitik (Boeco), pH meter (Hanna), viskometer Thomas-Stomer (Haake), termometer, climatic chamber (Memmeth), alat uji waktu hancur (Copley), anak timbangan 50 g dan 2 kg, jangka sorong (Tricle), mikrometer (Delta), alat pencetak kapsul yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm serta berdiameter 6,0 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan 6,2 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, bola besi berbahan stainless steel bediameter 1,44 mm dan berat 9 mg (sebagai pengisi untuk uji waktu hancur), cincin disolusi, stopwatch, kamera digital, labu tentukur 1000 ml (Pyrex), labu tentukur 25 ml (Pyrex), beaker glass (Pyrex), pipet volume 5 ml (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), pipet tetes, bola karet, botol dan alat-alat laboratorium yang biasa digunakan.

3.2 Bahan – Bahan

Natrium alginat 80 – 120 cP adalah produk Wako Pure Chemical industries, Ltd Japan, natrium diklofenak (PT. Indo Farma), Asam klorida pekat (Merck), natrium fosfat dodekahidrat (Merck), natrium hidroksida (Merck), kalsium klorida dihidrat (Merck), titanium dioksida, natrium metabisulfit (Merck), laktosa dan akuades.


(36)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1Larutan CaCl2

Kalsium klorida dihidrat (CaCl

0,15 M

2·2H2O) sebanyak 22.05 g dilarutkan

dalam 1000 ml akuades bebas CO2

3.3.1.2Larutan HCl 0,1 N

(Ditjen POM, 1995).

Asam klorida pekat sebanyak 8,35 ml diencerkan dengan akuades hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.1.3Larutan Na3PO4

Dilarutkan 76 g natrium fosfat dodekahidrat (Na

0,2 M

3PO4.12H2

3.3.1.4Dapar fosfat pH 6,8

O) dalam akuades hingga diperoleh larutan sebanyak 1000 ml (USP, 2009).

Dicampur 250 ml larutan Na3PO4

3.3.1.5Larutan NaOH 0,1 N

0,2 M dengan 750 ml HCl 0,1 N, kemudian bila diperlukan, disesuaikan pH-nya dengan HCl 2 N atau NaOH 2 N sampai pH 6,8±0,5 (USP, 2009).

Natrium hidroksida sebanyak 4 g dilarutkan dalam akuades bebas CO2

3.3.1.6Larutan NaOH 5 N

hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

Natrium hidroksida (BM = 40) sebanyak 20 g dilarutkan dalam akuades bebas CO2 hingga 100 ml.


(37)

3.3.2 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat

3.3.2.1Pembuatan Larutan Natrium Alginat

Formula I:

Natrium alginat 80 – 120 cP 4,5 g

Nipagin 0,25 g

Gliserin 2 g

Natrium metabisulfit 0,1 g Titanium dioksida 0,4 g

Akuades ad 100 ml

Wadah dikalibrasi 100 ml. Sebanyak 0,25 g nipagin dilarutkan dalam 25 ml akuades sambil dipanaskan hingga larut (massa I). Sebanyak 2 g gliserin, 0,1 g natrium metabisulfit dan 0,4 g titanium dioksida dilarutkan dalam 25 ml akuades (massa II). Kemudian dicampur massa I dan massa II dan ditambahkan 25 ml akuades (massa III). Kemudian natrium alginat ditaburkan dengan massa III secara bergantian di mana dasar wadah dimasukkan massa III terlebih dahulu lalu ditaburkan natrium alginat hingga menutupi permukaan massa III. Perlakuan ini dilanjutkan bergantian hingga natrium alginat habis dan terakhir bagian atasnya diakhiri dengan massa III juga. Larutan didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, dicukupkan dengan akuades hingga batas garis kalibrasi dan diaduk perlahan (agar tidak terbentuk gelembung udara) hingga terbentuk larutan yang dapat dicetak.


(38)

Formula II:

Natrium alginat 80 – 120 cP 4,5 g

Nipagin 0,25 g

Gliserin 2 g

Natrium metabisulfit 0,1 g

Akuades ad 100 ml

Wadah dikalibrasi 100 ml. Sebanyak 0,25 g nipagin dilarutkan dalam 25 ml akuades sambil dipanaskan hingga larut (massa I). Sebanyak 2 g gliserin dan 0,1 g natrium metabisulfit dilarutkan dalam 25 ml akuades (massa II). Kemudian dicampur massa I dan massa II dan ditambahkan 25 ml akuades (massa III). Kemudian natrium alginat ditaburkan dengan massa III secara bergantian di mana dasar wadah dimasukkan massa III terlebih dahulu lalu ditaburkan natrium alginat hingga menutupi permukaan massa III. Perlakuan ini dilanjutkan bergantian hingga natrium alginat habis dan terakhir bagian atasnya diakhiri dengan massa III juga. Larutan didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, dicukupkan dengan akuades hingga batas garis kalibrasi dan diaduk perlahan (agar tidak terbentuk gelembung udara) hingga terbentuk larutan yang dapat dicetak.

3.3.2.2Pengukuran Viskositas Larutan Natrium Alginat

Viskometer Thomas-Stromer diletakkan di tepi meja yang datar sehingga alat penggerak dengan beban 100 g dapat jatuh tanpa gangguan. Kemudian dalam beaker glass diisi akuades sebanyak 200 ml dan diletakkan diatas meja pengukuran dan dinaikkan sampai rotor baling-baling terendam ditengah-tengah akuades dan mencapai tanda pada tangkai rotor. Selanjutnya rem dilepaskan dan diukur waktu yang diperlukan untuk mencapai 100 kali putaran dengan


(39)

menggunakan stopwatch. Dilakukan prosedur terhadap larutan natrium alginat dan dibandingkan waktunya sehingga didapatkan viskositas larutan natrium alginat.

3.3.2.3Pembuatan Badan Cangkang Kapsul Alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6,0 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 3 cm, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tersebut direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 75 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam akuades selama 24 jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.

3.3.2.4Pembuatan Tutup Cangkang Kapsul Alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6,2 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 2,5 cm, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tesebut direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 75 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam akuades selama 24 jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.

3.3.2.5Pengeringan Cangkang Kapsul Alginat

Pengeringan cangkang kapsul dilakukan dengan cara memasukkan cangkang kapsul alginat basah dalam lemari pengering selama 1 hari dimana cangkang kapsul alginat basah tetap berada pada alat pencetak kapsul yang sebelumnya telah dilapisi dengan plastik. Sesudah kering, kapsul ditarik dari alat


(40)

pencetak dan digabungkan badan dan tutup kapsul kemudian disimpan dalam botol plastik.

3.3.3 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak

3.3.3.1Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 50 mg, dilarutkan dengan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N dalam labu takar 100 ml, dikocok sampai larut, lalu ditambahkan akuades sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi yang diperoleh 500 ppm (mcg/ml) (USP, 2009).

3.3.3.2Pembuatan Kurva Serapan Larutan Natrium Diklofenak dalam

Medium Cairan Lambung Buatan (pH 1,2)

Larutan induk baku natrium diklofenak (2.3.3.1) dipipet 0,7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi natrium diklofenak adalah 14 mcg/ml. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV panjang gelombang 250-300 nm.

3.3.3.3Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium Diklofenak dalam

Medium Cairan Lambung Buatan (pH 1,2)

Larutan natrium diklofenak dibuat berbagai konsentrasi yaitu 1; 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14; 16 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku natrium diklofenak (2.3.3.1) masing – masing 0,05; 1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8 ml ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.


(41)

3.3.3.4Pembuatan Kurva Serapan Larutan Natrium Diklofenak dalam Medium Cairan Usus Buatan (pH 6,8)

Larutan induk baku natrium diklofenak (2.3.3.1) dipipet 0,7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium pH 6,8 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi natrium diklofenak adalah 14 mcg/ml. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 250-300 nm.

3.3.3.5Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium Diklofenak dalam

Medium Cairan Usus Buatan (pH 6,8)

Larutan induk baku natrium diklofenak (2.3.3.1) dibuat berbagai konsentrasi yaitu 2; 4; 6; 8; 10; 15; 20; 25; 30 mcg/ml dengan cara memipet Larutan Induk Baku masing – masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,75; 1,0; 1,25; 1,5 ml ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium pH 6,8 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.

3.3.4 Pengisian Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat

Sebanyak 25 mg serbuk natrium diklofenak ditimbang dengan tepat menggunakan neraca listrik, kemudian dicampur homogen dengan 35 mg laktosa, lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat melalui bagian ujung yang terbuka lalu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul dengan mendorong ke bagian badan cangkang kapsul yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu dengan baik. Kemudian diberi perekat larutan natrium alginat pada kapsul (Aruan, 2008).


(42)

3.3.5 Penyimpanan

3.3.5.1Penyimpanan pada Suhu 30°C; RH 70 %

Cangkang kapsul dan kapsul berisi natrium diklofenak disimpan dalam botol plastik di dalam climatic chamber pada suhu 30±2°C; RH 70±5%. Setelah 3 bulan, cangkang kapsul dikeluarkan dan dilakukan pengujian terhadap cangkang kapsul, meliputi pengamatan warna cangkang kapsul, uji waktu hancur, dan uji kerapuhan. Pengujian terhadap kapsul yang berisi natrium diklofenak meliputi pengamatan warna, uji kerapuhan dan uji disolusi.

3.3.5.2Penyimpanan pada Suhu 40°C; RH 75%

Cangkang kapsul dan kapsul berisi natrium diklofenak disimpan dalam botol plastik di dalam climatic chamber pada suhu 40°±2C; RH 75±5%. Setelah 3 bulan, cangkang kapsul dikeluarkan dan dilakukan pengujian terhadap cangkang kapsul, meliputi pengamatan warna cangkang kapsul, uji waktu hancur, dan uji kerapuhan. Pengujian terhadap kapsul yang berisi natrium diklofenak meliputi pengamatan warna, uji kerapuhan dan uji disolusi.

3.3.6 Pengujian

3.3.6.1Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul

3.3.6.1.1Pengukuran Panjang dan Diameter Cangkang Kapsul

Panjang dan diameter cangkang kapsul diukur menggunakan jangka sorong.

3.3.6.1.2Penimbangan Berat Cangkang Kapsul


(43)

3.3.6.1.3Pengukuran Ketebalan Cangkang Kapsul

Ketebalan cangkang kapsul diukur menggunakan mikrometer. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk masing-masing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di bagian perifer, kemudian di rata-ratakan.

3.3.6.1.4Pengamatan Warna Cangkang Kapsul

Warna cangkang kapsul diamati secara visual

3.3.6.1.5Pengukuran Volume Cangkang Kapsul

Pengukuran volume cangkang kapsul dilakukan menggunakan pipet volume 1 ml dimana badan kapsul diisi dengan akuades sampai penuh.

3.3.6.2Pengujian Pengamatan Warna Bahan Obat

Pengujian Pengamatan warna bahan obat dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat perubahan warna pada obat yang terjadi setelah penyimpanan selama 3 bulan.

3.3.6.3Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

Bola besi berdiameter 1,44 mm sebanyak 70 buah (berat 1 bola = 9 mg) dimasukkan ke dalam kapsul sehingga kapsul dapat tenggelam dalam medium. Cangkang kapsul dimasukkan dalam tiap tabung dari keranjang yang dapat dinaik-turunkan kemudian dijalankan alat dalam medium HCl 0,1 N bersuhu 37±2°C selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 6,8 bersuhu 37±2°C selama 1 jam. Uji ini dilakukan terhadap 6 kapsul. Kapsul memenuhi persyaratan apabila :

a) Dalam medium HCl 0,1 N tidak ada kapsul yang pecah. Bila 1 atau 2 kapsul pecah, diulangi pemeriksaan menggunakan 12 kapsul tambahan.


(44)

Persyaratan terpenuhi apabila tidak kurang dari 16 dari 18 kapsul yang diuji tidak pecah.

b) Dalam medium dapar fosfat pH 6,8, semua kapsul pecah.

Kapsul dikatakan pecah dan dicatat waktunya apabila bola besi keluar dari cangkang kapsul dan menyentuh dasar keranjang.

3.3.6.4Uji Kerapuhan

3.3.6.1.1Cangkang Kapsul Kosong

Cangkang kapsul kosong diletakkan dalam kotak akrilik, kemudian dijatuhkan beban seberat 50 g dari ketinggian 10 cm. Diamati kerapuhan cangkang kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul.

3.3.6.1.2Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan)

Cangkang kapsul yang berisi natrium diklofenak dan laktosa diletakkan dalam kotak akrilik, kemudian ditekan dengan anak timbangan seberat 2 kg. Diamati kerapuhan cangkang kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul.

3.3.6.5Penentuan Kadar Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat

Penentuan kadar natrium diklofenak dilakukan dengan mengeluarkan isi serbuk dalam kapsul sebanyak 10 kapsul kemudian digerus hingga homogen dan ditimbang keseluruhan serbuk. Kemudian ditimbang serbuk setara dengan 25 mg natrium diklofenak dan dilarutkan dalam labu tentukur dengan medium pH 6,8 hingga 100 ml. Larutan yang telah dibuat dipipet sebanyak 1,2 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml kemudian dilarutkan dengan medium pH 6,8 hingga garis tanda dan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 275,9 nm. Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali.


(45)

3.3.6.6Uji Disolusi

Medium disolusi natrium diklofenak dalam kapsul alginat, Medium pH berganti, yaitu :

1. Medium pH 1,2 selama 2 jam 2. Medium pH 6,8 selama 5 jam Kecepatan pengadukan : 50 rpm Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,5°C

Metoda : Dayung

Sampel : Natrium diklofenak dalam kapsul alginat Prosedur Uji Disolusi:

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium lambung pH 1,2 kemudian diatur suhu 37±0,5ºC dan kecepatan pengadukannya 50 rpm. Pada kapsul alginat yang ingin didisolusi diberikan pemberat berbentuk ring kemudian dimasukan ke dalam medium. Pada saat kapsul jatuh ke dasar wadah medium, baru tekan tombol putar bersamaan dengan menghidupkan stopwach. Disolusi medium lambung pH 1,2 dilakukan selama 2 jam, dan pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (DitJen POM, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda. Setelah itu medium diganti dengan medium pH 6,8 selama 5 jam dan pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan


(46)

medium pH 6,8 sampai garis tanda. Untuk menjaga volume medium disolusi tetap konstan maka jumlah larutan yang diambil diganti dengan jumlah yang sama dari larutan medium. Ukur konsentrasi obat dengan Spektofotometri UV dengan panjang gelombang maksimum pada masing-masing pH yaitu λ 275,4 nm untuk pH 1,2 dan λ 275,9 nm pH 6,8. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Viskositas Larutan Natrium Alginat

Viskositas larutan natrium alginat diukur dengan menggunakan viskometer Thomas-Stromer. Dari hasil pengukuran viskositas larutan alginat 80-120 cP yang mengandung titanium dioksida diperoleh viskositas sebesar 6151,65 cP dan viskositas larutan natrium alginat 80-120 cP yang tidak mengandung Titan dioksida diperoleh viskositas sebesar 2759,67 cP. Larutan alginat tersebut mempunyai sifat alir dan kekentalan yang sesuai untuk dapat dicetak menjadi cangkang kapsul. Viskositas dihitung berdasarkan kurva kalibrasi khas yang dapat menyajikan suatu konversi satuan kecepatan dan berat alat penggerak menjadi viskositas dalam sentipois.

4.2 Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat

Pengukuran panjang, diameter, berat dan pengamatan warna cangkang kapsul dilakukan terhadap badan cangkang kapsul, tutup cangkang kapsul dan cangkang kapsul keseluruhan. Pengukuran ketebalan dilakukan terhadap badan dan tutup cangkang kapsul. Sedangkan pengukuran volume hanya dilakukan terhadap badan cangkang kapsul, karena umumnya bahan obat hanya diisikan ke dalam badan cangkang kapsul sebelum ditutup dengan tutup kapsul. Air yang digunakan untuk mengukur volume cangkang kapsul diisi sampai meniskus atas, air menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan pembacaan volume cangkang kapsul.


(48)

Cangkang kapsul yang dibuat merupakan cangkang kapsul dengan ukuran 1. Hal ini bisa dilihat dari spesifikasi cangkang kapsul alginat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang mengandung TiO

No

2

Spesifikasi Tutup

cangkang

Badan cangkang

Cangkang kapsul keseluruhan

1 Panjang (mm) 10,00 15,97 19,20

2 Diameter (mm) 6,52 6,23 -

3 Berat (mg) 26,15 41,98 68,52

4 Warna Putih Putih Putih

5 Volume (ml) - 0,39 -

Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat 80 – 120 cP yang tidak

mengandung TiO

No

2

Spesifikasi Tutup

cangkang

Badan cangkang

Cangkang kapsul keseluruhan

1 Panjang (mm) 10,00 15,95 19,15

2 Diameter (mm) 6,93 6,65 -

3 Berat (mg) 25,17 38,87 64,33

4 Warna Putih transparan Putih transparan Putih transparan

5 Volume (ml) - 0,387 -

Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran 1 menurut Pfizer Inc. Capsugel Division

Ukuran kapsul

Tutup Kapsul Badan Kapsul Panjang

Cangkang Kapsul Keseluruhan (mm) Panjang (mm) Diameter (mm) Panjang (mm) Diameter (mm)

1 9,78 6,91 16,61 6,63 19,40


(49)

Tabel 4.4 Ketebalan cangkang kapsul alginat 80 - 120cP

No Kapsul alginat Tebal Cangkang Kapsul Rata-Rata (mm)

Dengan TiO2 Tanpa TiO2

1. Badan 0,108 0,099

2. Tutup 0,112 0,102

4.3 Sifat Fisik Cangkang Kapsul dan Bahan Obat

4.3.1 Sifat Fisik Cangkang Kapsul

Pada pengamatan ini, cangkang kapsul tidak menunjukkan perubahan warna baik sebelum dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70%. dan suhu 40°C; RH 75%. Pengamatan dilakukan secara visual

Tabel 4.5 Sifat Fisik Cangkang Kapsul Alginat 80 – 120 cP

No Perlakuan Warna

1 Mula – mula putih

2 Suhu 30°C; RH 70% putih

3 Suhu 40°C; RH 75% putih

(a) (b) (c)

Gambar 4.1 Cangkang kapsul alginat 80-120 cP sebelum dan sesudah

penyimpanan

Keterangan : (a) Sebelum penyimpanan kapsul alginat 80 – 120 cP yang mengandung TiO

(b) Setelah penyimpanan 3 bulan suhu 30°C; RH 70% kapsul alginat 80-120 cP yang mengandung TiO

2

(c) Setelah penyimpanan 3 bulan suhu 40°C; RH 75% kapsul alginat 80-120 cP yang mengandung TiO

2


(50)

4.3.2 Sifat Fisik Bahan Obat dalam Cangkang Kapsul Alginat

Pada pengamatan ini, bahan obat tidak menunjukkan perubahan warna baik sebelum dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75%. Pengamatan dilakukan secara visual

(a) (b) (c)

Gambar 4.2 Serbuk natrium diklofenak sebelum dan sesudah penyimpanan

Keterangan : (a) Mula – mula

(b) Setelah penyimpanan 3 bulan suhu 30°C; RH 70% (c) Setelah penyimpanan 3 bulan suhu 40°C; RH 75%

4.4 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

Pada pengujian waktu hancur cangkang kapsul diisi dengan bola besi sebagai bahan pengisi yang tetap tersuspensi dalam medium tetapi tidak terlarut, mengembang atau berubah keadaan fisiknya dalam kondisi apapun, sehingga tidak ada pengaruh dari bahan pengisi terhadap waktu hancur cangkang kapsul (Chiwele, 2000).

Pada perlakuan terhadap kapsul mula – mula yang mengandung TiO2

selama 2 jam dalam medium HCl 0,1 N, dan dari hasil percobaan uji waktu hancur ternyata cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 tidak pecah

selama 2 jam dalam medium HCl 0,1 N. Hal ini menunjukkan bahwa kapsul alginat yang mengandung TiO2 relatif tahan terhadap pH lambung.


(51)

Dalam medium pH 1,2 terjadi pengembangan diameter, selain itu cangkang kapsul juga menjadi sedikit lebih lunak. Hal ini karena sebagian kalsium pada cangkang kapsul lepas ke dalam medium HCl 0,1 N (Bangun, dkk., 2005). Setelah dalam HCl 0,1 N selama 2 jam, pengujian waktu hancur cangkang kapsul dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 6,8. Cangkang kapsul kalsium alginat pecah dalam medium ini, dengan terlebih dahulu terjadi pengembangan diameter cangkang kapsul sebelum akhirnya cangkang kapsul pecah. Dari hasil pengujian, waktu hancur rata-rata kapsul alginat adalah 12,12 menit (dengan cakram) dan 14,70 menit (tanpa cakram). Waktu hancur yang didapatkan lebih kecil daripada 1 jam sehingga kapsul alginat yang mengandung TiO2 ini

memenuhi persyaratan British Pharmacopoeia (2009) untuk sediaan pelepasan tertunda.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.3 Uji waktu hancur kapsul mula – mula yang mengandung TiO

Keterangan : (a) Bola besi (Ø 1,44 mm) dan cangkang kapsul kosong

2

(b) Cangkang kapsul mula-mula (berisi bola besi) (c) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N (d) Cangkang kapsul yang pecah dalam dapar fosfat pH 6,8


(52)

Setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 tetap mengembang dan tidak pecah dalam

medium HCl 0,1N, tetapi pecah dalam medium dapar fosfat pH 6,8 (tidak jauh berbeda dengan keadaaan mula-mula). Pengembangan diameter cangkang kapsul dengan % pengembangan rata-rata 2,927% (dengan cakram) dan 3,396% (tanpa cakram) dan rata-rata waktu hancur dalam medium dapar fosfat pH 6,8 adalah 9,66 menit (dengan cakram) dan 14,69 menit (tanpa cakram) . Waktu hancur lebih kecil daripada 1 jam menunjukkan bahwa kapsul alginat yang mengandung TiO2

Setelah dilakukan uji statistik terhadap waktu hancur kapsul menggunakan cakram pada cangkang kapsul setelah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan cangkang kapsul awal dengan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh t

setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% masih memenuhi persyaratan untuk kapsul yang tahan terhadap pH lambung (British Pharmacopoeia, 2009).

hitung = 2,034 dan ttabel = ±2,776 dengan

signifikansi = 0,750 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan waktu hancur dengan cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2

Selanjutnya hasil uji statistik tehadap waktu hancur kapsul tanpa cakram pada cangkang kapsul setelah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan cangkang kapsul awal dengan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh t

setelah disimpan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70%.

hitung = 0,008 dan ttabel = ±2,776 dengan


(53)

tanpa cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 setelah

disimpan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70%.

(a)

(b) (c)

Gambar 4.4 Uji waktu hancur kapsul yang mengandung TiO2

Keterangan : (a) Cangkang kapsul setelah penyimpanan (berisi bola besi)

setelah penyimpanan selama 3 bulan suhu 30°C; RH 70%

(b) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N (c) Cangkang kapsul yang pecah dalam dapar fosfat pH 6,8

Setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75% cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 tetap mengembang dan tidak pecah dalam

medium HCl 0,1N, tetapi pecah dalam medium dapar fosfat pH 6,8 (tidak jauh berbeda dengan keadaaan mula-mula). Pengembangan diameter cangkang kapsul dengan % pengembangan rata-rata 2,430% (dengan cakram) dan 2,913% (tanpa cakram) dan rata-rata waktu hancur dalam medium dapar fosfat pH 6,8 adalah 8,66 menit (dengan cakram) dan 14,48 menit (tanpa cakram) . Waktu hancur lebih kecil daripada 1 jam menunjukkan bahwa kapsul alginat yang mengandung TiO2

setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75% masih memenuhi persyaratan untuk kapsul yang tahan terhadap pH lambung (British Pharmacopoeia, 2009).


(54)

Setelah dilakukan uji statistik terhadap waktu hancur kapsul menggunakan cakram pada cangkang kapsul setelah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% dengan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh thitung = 3,373 dan ttabel = ±2,776 dengan signifikansi = 0,106

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu hancur dengan cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2

Selanjutnya hasil uji statistik tehadap waktu hancur kapsul tanpa cakram pada cangkang kapsul setelah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% dan cangkang kapsul awal menggunakan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh t

setelah disimpan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75%.

hitung = 0,207 dan ttabel = ±2,776 dengan

signifikansi = 0,057 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan waktu hancur tanpa cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 setelah

disimpan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75%.

(a)

(b) (c)

Gambar 4.5 Uji waktu hancur kapsul yang mengandung TiO2 setelah


(55)

Keterangan : (a) Cangkang kapsul setelah penyimpanan (berisi bola besi) (b) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N

(c) Cangkang kapsul yang pecah dalam dapar fosfat pH 6,8

Tabel 4.6 Persen pengembangan kapsul rata – rata dan waktu hancur rata – rata kapsul alginat 80 – 120 cP yang mengandung TiO

No

2

Perlakuan

Persen pengembangan Waktu Hancur

Dengan cakram Tanpa cakram Dengan cakram Tanpa cakram

1 Mula – mula 3,439 % 4,027 % 12,12 menit 14,70 menit 2 30°C; RH 70% 2,927 % 3,396 % 9,66 menit 14,69 menit 3 40°C; RH 75% 2,430 % 2,913 % 8,86 menit 14,48 menit Pada cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung TiO2, cangkang

kapsul tetap mengembang dan tidak pecah dalam medium HCl 0,1N, tetapi pecah dalam medium dapar fosfat pH 6,8 (tidak jauh berbeda dengan cangkang kapsul yang mengandung TiO2). Pengembangan diameter cangkang kapsul dengan %

pengembangan rata-rata 1,449% (dengan cakram) dan 2,473% (tanpa cakram) dan rata-rata waktu hancur dalam medium dapar fosfat pH 6,8 adalah 8,63 menit (dengan cakram) dan 11,06 menit (tanpa cakram) . Waktu hancur lebih kecil daripada 1 jam menunjukkan bahwa kapsul alginat yang tidak mengandung TiO2

Setelah dilakukan uji statistik terhadap waktu hancur kapsul menggunakan cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO

memenuhi persyaratan untuk sediaan pelepasan tertunda.

2 dan yang tanpa

TiO2 dengan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α =

0,05) diperoleh thitung = 2,146 dan ttabel = ±2,776 dengan signifikansi = 0,593

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu hancur dengan cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 dan tanpa TiO2

Selanjutnya hasil uji statistik tehadap waktu hancur kapsul tanpa cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO

.


(56)

menggunakan metode independent t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh thitung = 2,154 dan ttabel = ±2,776 dengan signifikansi = 0,656

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu hancur tanpa cakram pada cangkang kapsul alginat yang mengandung TiO2 dan tanpa TiO2.

(a) (b)

(c)

Gambar 4.6 Uji Waktu Hancur kapsul mula – mula yang tidak mengandung

TiO

Keterangan : (a) Cangkang kapsul setelah penyimpanan (berisi bola besi)

2

(b) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N (c) Cangkang kapsul yang pecah dalam dapar fosfat pH 6,8

Tabel 4.7 Persen pengembangan kapsul rata – rata dan waktu hancur rata – rata kapsul alginat 80 – 120 cP

No Perlakuan

Persen pengembangan Waktu Hancur

Dengan cakram

Tanpa cakram

Dengan cakram

Tanpa cakram

1 Dengan TiO2 3,439 % 4,027 % 12,12 menit 14,70 menit 2 Tanpa TiO2 1,449 % 2,473 % 8,63 menit 11,06 menit

4.5 Penentuan Kadar Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat

Pada penentuan kadar natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat dikeluarkan isi serbuk dalam 10 buah kapsul dan ditimbang keseluruhan serbuk


(57)

lalu ditimbang serbuk setara dengan 25 mg natrium diklofenak kemudian dilarutkan dalam medium pH 6,8 dan diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang geleombang 275,9 nm.

Kadar natrium diklofenak dalam kapsul alginat mula-mula sebelum penyimpanan, dan setelah 3 bulan pada penyimpanan suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75%, dapat kita lihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.8 Kadar natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat

No Kadar Mula – mula

Setelah penyimpanan 3 bulan Suhu 30°C/

RH 70%

Suhu 40°C/ RH 75%

1 Kadar I 99,232 % 99,167 % 98,559 %

2 Kadar II 99,536 % 99,353 % 98,694 % 3 Kadar III 99,660 % 99,152 % 98,796 % Kadar rata-rata 99,276 % 99,224 % 98,683 % Jumlah natrium diklofenak 24,819 mg 24,806 mg 24,671 mg

Menurut USP XXXII (2009), Tablet delayed-release natrium diklofenak mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah natrium diklofenak yang tertera dalam etiket. Dari tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa kadar natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat mula – mula dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% maupun pada suhu 40°C; RH 75% masih memenuhi persyaratan USP (USP, 2009).

4.6 Uji Kerapuhan

Untuk uji kerapuhan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu cangkang kapsul kosong dan cangkang kapsul yang berisi bahan obat dimana masing-masing kelompok terdiri dari 6 cangkang kapsul. Cangkang kapsul disimpan pada suhu 30°C; RH 70% dan suhu 40°C; RH 75% selama 3 bulan juga diuji kerapuhannya.


(58)

4.6.1 Cangkang Kapsul Kosong

Untuk uji kerapuhan ini, pada cangkang kapsul kosong dijatuhkan beban 50 g dari ketinggian 10 cm dimana beban 50 g ini diibaratkan sebagai tekanan yang terjadi saat membuka kemasan kapsul. Kapsul dikatakan rapuh apabila setelah dijatuhkan beban, cangkang kapsul retak atau pecah (Nagata, S., 2002). Kapsul akan rapuh jika kadar uap air yang dikandungnya sedikit. Sebaliknya jika kadar uap airnya terlalu banyak, kapsul cenderung akan melunak.

Dari 6 cangkang kapsul kosong yang diuji, tidak terdapat kapsul yang rapuh. Terlihat pada gambar berikut ini:

(a) (b)

Gambar 4.7 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong mula – mula

Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan (b) Sesudah uji kerapuhan

(a) (b)

Gambar 4.8 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong setelah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70%

Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan (b) Sesudah uji kerapuhan


(59)

(a) (b)

Gambar 4.9 Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong setelah penyimpanan

pada suhu 40°C; RH 75%. Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan

(b) Sesudah uji kerapuhan

4.6.2 Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan Terhadap Tekanan)

Pada pengujian ini, cangkang kapsul yang telah diisi dengan natrium diklofenak dan laktosa ditekan dengan beban 2 kg. Beban 2 kg diibaratkan sebagai tekanan yang mungkin terjadi selama proses pengisian sampai dengan pengemasan kapsul. Dalam sekali produksi, dapat dihasilkan beribu-ribu kapsul dimana kapsul yang telah diisi dapat tertekan oleh kapsul lainnya sebelum pengemasan. Akibatnya jika kapsul rapuh, maka isi kapsul dapat keluar (Nagata, S., 2002).

Dari 6 cangkang kapsul yang diuji, tidak terdapat cangkang kapsul yang menunjukkan kerapuhan yang berarti. Terlihat pada gambar berikut :

(a) (b)

Gambar 4.10 Uji kerapuhan cangkang kapsul mula – mula berisi

Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan (b) Sesudah uji kerapuhan


(60)

(a) (b)

Gambar 4.11 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi setelah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70%

Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan (b) Sesudah uji kerapuhan

(a) (b)

Gambar 4.12 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi setelah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75%

Keterangan: (a) Sebelum uji kerapuhan (b) Sesudah uji kerapuhan

4.7 Profil Disolusi Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat 80 – 120 cP

4.7.1 Pengaruh Penyimpanan

Profil disolusi Natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum dan setelah penyimpanan suhu kamar dan suhu 40°C; RH 75% setelah3 bulan dilakukan dengan medium pH berganti yaitu medium lambung buatan (pH 1,2) selama 2 jam (120 menit) kemudian diganti dengan medium usus buatan (pH 6,8) selama 5 jam (420 menit).


(61)

4.7.1.1Laju Disolusi Natrium diklofenak dalam Kapsul Alginat Sebelum Penyimpanan dan Setelah Penyimpanan 3 Bulan pada Suhu 30°C; RH 70%

Gambar 4.13 Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum

penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70%.

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum penyimpanan dalam medium lambung buatan (pH 1,2) pada menit ke-5 sebanyak 0,084% sampai menit ke-120 sebanyak 9,790%. Setelahnya dilakukan penggantian medium usus buatan (pH 6,8) terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 10,283% dan pada menit ke-135 cangkang kapsul mulai pecah dan pada menit ke -165 (45 menit dalam medium pH 6,8) terlepas sebanyak 37,179%. Kemudian secara perlahan konsentrasi obat yang terlepas meningkat sampai mencapai puncak tertinggi saat obat dan cangkang kapsul habis pada menit ke-420 sebanyak 105,565%.

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% dalam medium lambung buatan (pH 1,2) terjadi pelepasan natrium diklofenak dari kapsul alginat yaitu dari menit ke-5 sebanyak


(62)

0,411% sampai menit ke-120 sebanyak 9,979%. Setelahnya dilakukan penggantian medium usus buatan (pH 6,8) dimana terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 11,406% dan pada menit ke-135 cangkang kapsul mulai pecah dan pada menit ke -165 (45 menit dalam medium pH 6,8) terlepas sebanyak 61,428%. Kemudian secara perlahan konsentrasi obat terlepas meningkat sampai mencapai puncak tertinggi saat obat dan cangkang kapsul habis pada menit ke-420 sebanyak 103,534%.

Dari hasil disolusi didapatkan bahwa dalam medium lambung (pH 1,2) baik sebelum maupun sesudah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% kapsul alginat tidak pecah yang disebabkan karena terjadinya pelepasan kalsium sehingga terbentuknya gel pada kapsul alginat yang akan membentuk asam alginat yang bersifat hidrofobik (Bangun, dkk, 2005) sehingga dapat diketahui bahwa kapsul alginat dapat digunakan untuk pembuatan sediaan delayed release. Namun, setelah pelepasan selama 45 menit dalam medium pH 6,8 didapatkan bahwa baik kapsul alginat sebelum penyimpanan maupun setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30°C; RH 70% masih belum memenuhi persyaratan USP XXXII (2009) dengan persyaratan pelepasan tidak kurang dari 75%.

Pengujian statistik dilakukan dengan metode Independent T-Test terhadap % pelepasan natrium diklofenak versus waktu dari kapsul alginat sebelum dan setelah penyimpanan 3 bulan pada 30°C; RH 70% dalam medium pH berganti dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dimana dari menit ke - 5 hingga menit ke 420 Thitung < Ttabel sehingga tidak terdapat adanya perbedaan

profil disolusi natrium diklofenak sebelum dan sesudah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% dan dapat disimpulkan tidak terdapat adanya pengaruh


(63)

penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

4.7.1.2Laju Disolusi Natrium diklofenak dalam Kapsul Alginat Sebelum

Penyimpanan dan Setelah Penyimpanan 3 Bulan pada Suhu 40°C; RH 75%

Gambar 4.14 Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum

penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75%.

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat sebelum penyimpanan dalam medium lambung buatan (pH 1,2) pada menit ke-5 sebanyak 0,084% sampai menit ke-120 sebanyak 9,790%. Setelahnya dilakukan penggantian medium usus buatan (pH 6,8) terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 10,283% dan pada menit ke-135 cangkang kapsul mulai pecah dan pada menit ke -165 (45 menit dalam medium pH 6,8) terlepas sebanyak 37,179%. Kemudian secara perlahan konsentrasi obat yang terlepas meningkat sampai mencapai puncak tertinggi saat obat dan cangkang kapsul habis pada menit ke-420 sebanyak 105,565%.


(64)

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75% dalam medium lambung buatan (pH 1,2) terjadi pelepasan natrium diklofenak dari kapsul alginat yaitu dari menit ke-5 sebanyak 0,085% sampai menit ke-120 sebanyak 8,995%. Setelahnya dilakukan penggantian medium usus buatan (pH 6,8) dimana terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 9,062% dan pada menit ke-135 cangkang kapsul mulai pecah dan pada menit ke -165 (45 menit dalam medium pH 6,8) terlepas sebanyak 55,98%. Kemudian secara perlahan konsentrasi obat terlepas meningkat sampai mencapai puncak tertinggi saat obat dan cangkang kapsul habis pada menit ke-420 sebanyak 103,642%.

Dari hasil disolusi didapatkan bahwa dalam medium lambung (pH 1,2) baik sebelum maupun sesudah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% kapsul alginat tidak pecah yang disebabkan karena terjadinya pelepasan kalsium sehingga terbentuknya gel pada kapsul alginat yang akan membentuk asam alginat yang bersifat hidrofobik (Bangun, dkk, 2005) sehingga dapat diketahui bahwa kapsul alginat dapat digunakan untuk pembuatan sediaan delayed release. Namun, setelah pelepasan selama 45 menit dalam medium pH 6,8 didapatkan bahwa baik kapsul alginat sebelum penyimpanan maupun setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 40°C; RH 75% masih belum memenuhi persyaratan USP XXXII (2009) dengan persyaratan pelepasan tidak kurang dari 75%.

Pengujian statistik dilakukan dengan metode Independent T-Test terhadap % pelepasan natrium diklofenak versus waktu dari kapsul alginat sebelum dan setelah penyimpanan 3 bulan pada 30°C; RH 70% dalam medium pH berganti dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dimana dari menit ke - 5


(65)

hingga menit ke 420 Thitung < Ttabel sehingga tidak terdapat adanya perbedaan

profil disolusi natrium diklofenak sebelum dan sesudah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% dan dapat disimpulkan tidak terdapat adanya pengaruh penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

Tabel 4.9 Tabel persen pelepasan natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat terhadap sediaan delayed release

NO Waktu

Jumlah yang terlepas Persyaratan

Delayed Relase menurut USP XXXII Mula-mula Suhu 30°C/ RH 70% Suhu 40°C/ RH 75% 1 2 jam (dalam medium pH 1,2)

9,790 % 9,979 % 8,995 %

Rata – rata tidak lebih dari 10 % dan

tidak ada satupun yang melebihi 25 %

2 45 menit (dalam medium dapar posfat pH 6,8)

37,179 % 61,428 % 55,98 % Tidak kurang dari 75 %

Dari tabel terlihat bahwa jumlah natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat sebelum penyimpanan yang terlepas setelah 2 jam (dalam medium pH 1,2) adalah 9,790% dan pelepasan setelah 45 menit (dalam medium pH 6,8) adalah 37,179%.

Jumlah natrium diklofenak yang terlepas dari cangkang kapsul alginat setelah penyimpanan pada suhu 30°C; RH 70% selama 3 bulan setelah 2 jam (dalam medium pH 1,2) adalah 9,979% dan setelah 45 menit (dalam medium pH 6,8) adalah 61,428%. Hal ini memperlihatkan bahwa sediaan natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat tidak memenuhi persyaratan pelepasan sediaan


(66)

delayed release dimana % pelepasan setelah 45 menit (dalam medium pH 6,8) jam seharusnya tidak kurang dari 75 %.

Jumlah natrium diklofenak yang terlepas dari cangkang kapsul alginat setelah penyimpanan pada suhu 40°C; RH 75% selama 3 bulan setelah 2 jam (dalam medium pH 1,2) adalah 8,995% dan setelah 45 menit (dalam medium pH 6,8) adalah 55,98%.

Hal ini memperlihatkan bahwa sediaan natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat yang dibuat masih belum memenuhi persyaratan pelepasan sediaan delayed release dimana % pelepasan setelah 45 menit (dalam medium pH 6,8) jam seharusnya tidak kurang dari 75 %.

4.7.2 Pengaruh Penambahan TiO2 terhadap pelepasan Natrium Diklofenak

dalam Cangkang Kapsul Alginat

Gambar 4.15 Pengaruh penambahan TiO2 terhadap pelepasan natrium

diklofenak dalam kapsul alginat mula – mula dengan dan tanpa TiO2

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat yang mengandung TiO

.


(1)

Lampiran 16. Gambar Alat A. Alat Pencetak Kapsul


(2)

Lampiran 16. (lanjutan) C. Alat-alat untuk Disolusi

a) Indikator pH meter b) pH meter

c) Termometer d) Alat disolusi


(3)

Lampiran 16. (lanjutan) D. Alat Uji Kerapuhan a. Cangkang Kapsul Kosong

Gambar alat uji kerapuhan untuk cangkang kapsul kosong, yang terdiri dari : a. Kotak akrilik dengan ukuran 9 x 9 x 13 cm

b. Pipa plastik dengan diameter 3 cm dan tinggi 10 cm

c. Anak timbangan 50 g dengan diameter 1,8 cm dan tinggi 2,8 cm b. Cangkang Kapsul Berisi

Gambar alat uji kerapuhan untuk cangkang kapsul berisi, yang terdiri dari : a. Kotak akrilik dengan ukuran 9 x 9 x 13 cm


(4)

Lampiran 16. (lanjutan)

E. Alat Uji Viskositas (Viskometer Thomas Stromer)

F. Alat Uji Spesifikasi Kapsul a. Jangka sorong


(5)

Lampiran 16. (lanjutan) b. Mikrometer

G. Alat Uji Waktu Hancur


(6)

Lampiran 16. (lanjutan) H. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu 1800 beserta komputer sebagai alat pendukung.