Pangan Minuman Ringan Penggunaan Asam Benzoat Pada Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan

Menurut undang-undang No. 7 tahun 1996, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

2.2. Minuman Ringan

Menurut Widodo 2008, minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol dan lawan kata dari minuman keras. Minuman ini banyak disukai karena rasanya yang nikmat, siap saji dan sangat memenuhi selera bagi mereka yang sedang dahaga, terutama setelah berolahraga dan bekerja berat. Selain itu minuman ringan juga tersedia dalam berbagai rasa, umumnya buah- buahan. Adapun komposisi dari minuman ringan adalah : 1. Air : Sebagai komponen utama. 2. CO 2 : Berguna untuk memperbaiki rasa minuman. Menghasilkan rasa masam yang enak dan menggelitik dikerongkongan. 3. Pemanis : Umumnya pemanis sintetis seperti aspartam, sakarin atau siklamat. 4. Kafein: Kadarnya cukup tinggi, membantu seseorang tetap terjaga atau tidak mengantuk. Umumnya terdapat didalam minuman jenis cola dan coffe cream. 5. Zat pengawet : Umumnya minuman ringan diawetkan dengan sodium benzoat atau natrium benzoat, atau pengawet sintetis lainnya 6. Zat pewarna : Biasanya merupakan pewarna sintetis seperti karmoisin dan tartrazin. 7. Flavor buatan : Seperti rasa jeruk, strawberry, nanas dan sebagainya. Salah satu minuman ringan yang banyak beredar di Indonesia adalah limun. Menurut standar nasional Indonesia SNI No. 01-2972-1992, limun adalah minuman ringan yang mengandung gula, CO2 dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

2.3. Bahan Tambahan Makanan

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 722MenkesPerIX88, bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi termasuk organoleptik pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan langsung atau tidak langsung suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut : 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah Cahyadi, 2006.

2.3.1. Jenis Bahan Tambahan Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX88, golongan bahan tambahan makanan BTM yang diizinkan yaitu : 1. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi. 2. Antikempal, merupakan bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk. 3. Pengatur keasaman Asidulan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. 4. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. 5. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. 6. Pengemulsi, pemantap dan pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya sistem dispersi yang homogen pada makanan. 7. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. 8. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. 9. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan. 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. 11. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

2.4. Pengawet Pada Makanan

Bahan pengawet merupakan bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan Cahyadi, 2006 2.4.1.Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Menurut Cahyadi 2006, secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut : 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen. 2. Memperpanjang umur simpan pangan. 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan pangan. 2.4.2. Jenis Pengawet 2.4.2.1. Pengawet Organik Pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet dalam minuman ialah asam sorbat, paraben, asam benzoat dan asam asetat Winarno, 1992.

2.4.2.2. Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas, garam Natrium atau Kalium sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan pertumbuhan mikroba. Didalam daging nitrit akan membentuk nitrooksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobulin yang berwarna merah cerah Anonim, 1992.

2.4.3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

Larutan garam Natrium klorida dan gula yang digunakan sebagai pengawet seharusnya lebih pekat daripada sitoplasma dalam sel mikroorganisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi cahyadi, 2006. Kerja asam sebagai pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan PH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen, dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorganisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan yaitu derajat ionisasi asam dan konsentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu misalnya molaritas. Jadi, asam kuat lebih efektif dalam menurunkan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada konsentrasi yang sama Cahyadi, 2006.

2.4.4. Toksisitas Bahan Pengawet

Penggunaan bahan pengawet yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sulfit, nitrit dan benzoat. Perdebatan para ahli mengenai aman tidaknya bahan pengawet itu masih berlangsung. Sebagian orang beranggapan, belum ada bahan tambahan makanan BTM yang pernah menyebabkan reaksi serius bagi manusia dalam jumlah yang sering ditemukan pada makanan. Seperti asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Bukti- bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik menyebabkan cacat bawaan dan karsinogenik. Namun, bukti lain menunjukkan bahwa pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti memberikan dampak negatif pada penderita asma karena bahan pengawet ini bisa mempengaruhi mekanisme pernafasan paru-paru sehingga kerja paru-paru tidak normal Yuliarti, 2007.

2.5. Penggunaan Asam Benzoat Pada Makanan

Asam dan natrium benzoat digunakan untuk mencegah pembentukan jamur dan bakteri pada jus buah. Pengawet yang termasuk dalam golongan ini yaitu asam benzoat, natrium benzoat, kalium benzoat, dan kalsium benzoat, yang juga harus dihindari karena berpotensi menyebabkan intoleransi makanan. Propilparaben dan metilparaben yaitu dua zat yang masih terbilang golongan benzoat. Di Australia, kedua zat tersebut hanya diperkenankan sebagai pewarna makanan Arisman, 2002 Asam benzoat C 6 H 5 COOH, merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada makanan atau minuman. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Natrium benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi Winarno, 1992. Keasaman dari substrat asam benzoat mempengaruhi kefektifan dari zat pengawet kimia. Asam benzoat kurang efektif dalam suatu bahan pangan yang mempunyai pH 7,0 dibandingkan dengan bahan pangan yang asam yang mempunyai pH mendekati 3,0 Desrosier,1988. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi