Yang dimaksud dengan “aman” adalah situasi masyarakat dapat
menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman. Yang dimaksud dengan “nyaman” adalah keadaan masyarakat dapat
mengartikulasi nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai. Yang dimaksud dengan “produktif” adalah proses produksi dan distribusi
berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. Dengan demikian
di dalam mewujudkan penataan ruang yang dicita-citakan dalam pasal 3 tersebut maka dibutuhkan perencanaan tata ruang yang benar serta mewujudkan
kesejahteraan bagi masyarakat di Indonesia. John Friedmann 1987 melakukan pengelompokkan secara umum
terhadap berbagai praktek perencanaan yang kita kenal saat ini yaitu :
Planning Market Societies
1. National Security Planning
2. Economic Planning
Investment for economic growth, full employment anti-cyclical, monetary policy anti-inflation, progrowth ,trade policy tariffs,
incomes redistribution, employment education, job training, strategicresources energy, science policy RD, sectoral policies
agriculture, transportation, etc.
3. Social Planning
“Safety net” for the victims of market rationality unemployment insurance, workmen’s compensation, retraining, social welfare services
and transfer payments, meeting individual and collective needs health, education, housing, old age, day care.
4. Environmental Planning
Residual management and anti-pollution, public land management, water resources, resource conservation, wilderness preservation,
protection of rare species, protection of fragile and unique environments, energy alternative energy.
Universitas Sumatera Utara
5. City Planning
Land use zoning, public facility location, local transportation haighways, rapid transit, airports, ports, urban redevelopment, urban
design, conservation of the built environment, community development neighborhood planning.
6. Regional Development Planning
Natural resource development irrigation, hydro-energy, integrated river basin development, regional economic development inter-
regional inequalities, special problem areas, urban-rural imbalance, migration and settlement policy, location of industry growth centers,
regional transportation, comprehensive rural development.
Dari pengelompokkan tersebut, walaupun umum, kita dapat melihat bahwa ada perencanaan yang bersifat aspasial dan ada yang bersifat spasial.
Perencanaan yang bersifat aspasial antara lain perencanaan keamanan nasional National Security Planning, perencanaan ekonomi Economic Planning,
perencanaan sosial Social Planning dan perencanaan lingkungan Environmental Planning. Adapun perencanaan yang bersifat spasial adalah perencanaan kota
City Planning dan perencanaan wilayah regional development planning. Dalam konteks Indonesia, perencanaan spasial ini diadopsi ke dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah.
2
Didalam perencanaan tata ruang kota harus dilihat beberapa prasarana yang pola penggunaan tanahnya harus diperlakukan khusus. Contohnya: bandara.
Kehadiran sebuah pusat kegiatan seperti bandara memang menjadi faktor penarik bagi kegiatan lain untuk suatu wilayah. Bandara menyediakan akses yang menarik
bagi kegiatan lain seperti pemukiman atau usaha karena penyediaan infrastruktur seperti jalan. Selain itu suatu bandara memerlukan unit-unit pendukung kegiatan
seperti cargo, perhotelan, dll. Sehingga dengan demikian pola penggunaan tanah
2
Khairul Rizal, Mensinkronkan Perencanaan Pembangunan Dan Perencanaan Keruangan Di Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
disekitar bandara harus diatur dengan baik. Apabila tidak dilakukan dengan demikian akan mengakibatkan permasalahan yang berkepanjangan dalam hal
keselamatan penerbangan.
3
a. tersedianya fasilitas danatau peralatan penerbangan yang memenuhi
persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan yang disesuaikan dengan kelasnya;
Dalam UU No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam Pasal 25 ayat 2 mengenai Bandar Udara diatur mengenai penentuan lokasi, pembuatan rancang
bangun, perencanaan, dan pembangunan bandar udara termasuk kawasan di sekelilingnya yang mana diwajibkan untuk memperhatikan ketentuan keamanan
penerbangan, keselamatan penerbangan, dan kelestarian lingkungan kawasan bandar udara. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan pengaturan
dan perencanaan khusus untuk kawasan bandar udara demi terciptanya keamanan dan keselamatan penerbangan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan pada pasal 34 ayat 2 mengenai sertifikasi operasi bandar udara demikian isinya:
“Persyaratan untuk memperoleh sertifikasi operasi bandar udara, adalah sekurang-kurangnya :
b. memiliki prosedur pelayanan jasa bandar udara;
c. memiliki buku petunjuk pengoperasian, penanggulangan keadaan
gawat darurat, perawatan, program pengamanan bandar udara dan higiene dan sanitasi;
d. tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian,
perawatan dan pelayanan jasa bandar udara; e.
memiliki daerah lingkungan kerja bandar udara, peta kontur lingkungan bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi
udara;
f. memiliki kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar
udara yang meliputi : 1
kawasan pendekatan dan lepas landas; 2
kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; 3
kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; 4
kawasan di bawah permukaan horizontal luar;
3
Pentingnya Penataan Penggunaan TanahLanduse Wilayah Sekitar Bandara
Universitas Sumatera Utara
5 kawasan di bawah permukaan kerucut;
6 kawasan di bawah permukaan transisi;
7 kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi
penerbangan; g.
memiliki peta yang menunjukkan lokasikoordinat penghalang dan ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamtan penerbangan;
h. memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan
pemadaman kebakaran sesuai dengan kategorinya; i.
memiliki berita acara evaluasiuji coba yang menyatakan baik untuk dioperasikan; dan
j. struktur organisasi penyelenggaraan bandara udara.”
Dari Pasal tersebut di atas maka untuk menjaga keamanan dan keselamatan penerbangan dibutuhkan penentuan kawasan keselamatan operasi
penerbangan. Permasalahan muncul ketika hadirnya bangunan-bangunan tinggi yang
mengancam keselamatan penerbangan. Dimana ketinggian bangunan-bangunan tersebut melebihi batas ketentuan maksimum yang sudah ditentukan dalam
Kepmenhub No. 18 Tahun 1991 mengenai kawasan keselamatan operasional penerbangan. Dalam kepmenhub itu ditegaskan bahwa keselamatan penerbangan
di Bandara Polonia Medan masuk klasifikasi C, di mana ketinggian setiap bangunan yang boleh didirikan dari jarak runway atau landasan penerbangan
dalam radius 4 kilometer adalah 51 meter. Ketiga gedung tersebut adalah Hotel JW Marriot di Jalan Putri Hijau, Royal Crown Condominium di Jalan
Mangkubumi, serta Cambridge Condominium di Jalan Zainul Arifin. Bandara
polonia didarati pesawat-pesawat komersial yang umumnya berukuran besar. Oleh karena itu, wilayah udara yang ada tidak boleh terlalu sempit. Sebab jika terlalu
sempit, maka akan mengganggu manuver pesawat. Perlu kita lihat hal yang lain dimana apabila pihak investor memegang surat izin mendirikan bangunan maka
Universitas Sumatera Utara
berarti upaya koordinasi pemerintah kota dengan pihak bandara belum dilaksanakan dengan baik.
Selain itu tampaknya, KKOP itu kurang begitu dipahami Pemerintah Kota Medan. Mengingat sejauh ini, terdapat papan reklame dan tiang-tiang listrik
yang masuk dalam kawasan terlarang bandara. Di antaranya ada papan reklame yang berjarak sekitar 366 meter dari ambang landasan 05, dan dengan tinggi
sekitar 11,50 meter, dihitung dari elevasi ambang landasan. Sedangkan ketinggian tiang listrik sendiri mencapai 9 meter. Masalah ketinggian bangunan di dalam
kawasan keselamatan operasional penerbangan sampai sekarang ini belum terselesaikan. Ada bangunan tinggi dan beberapa papan reklame dan tiang-tiang
listrik yang masuk dalam kawasan terlarang bandara yang melanggar ketentuan batas ketinggian maksimum sebagaimana diatur di dalam KKOP.
Dibutuhkan upaya untuk mengkaji kembali pola penggunaan tanah yang terdapat disekitar bandara. Pengkajian kembali fungsi kawasan dalam kaitan
dengan keselamatan penerbangan dan masyarakat di sekitar bandara perlu dilakukan dalam mengantisipasi kejadian seperti jatuhnya pesawat mandala di
medan. Dimana terdapat lebih dari 150 korban bencana ini dan 38 orang diantaranya merupakan warga pemukiman padang bulan yang lokasinya sangat
dekat dengan bandara polonia, selain itu terdapat kerugian lain seperti 15 unit rumah dan toko serta 25 kenderaan rusak. Suatu upaya untuk mengkaji kembali
jenis serta pola penggunaan tanah yang terdapat di sekitar bandara tampaknya harus dilakukan. Pengkajian kembali fungsi kawasan dalam kaitan dengan
keselamatan pesawat dan masyarakat di sekitar bandara perlu dilakukan dalam mengantisipasi kejadian seperti jatuhnya pesawat mandala di medan. Pasal 20 PP
Universitas Sumatera Utara
No. 16 tahun 2004 menyebutkan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah disesuaikan melalui
penyelenggaraan penatagunaan tanah, terdapat beberapa klausal dalam UU mengenai penataan ruang yang bisa dijadikan acuan dalam usaha konsolidasi
penggunaan tanah di sekitar bandara. Usaha ini memerlukan dukungan kuat dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau terutama lembaga pemerintah yang
terkait dengan penggunaan tanah seperti BPN atau Bappeda.
4
• Kegiatan pendataan penggunaan tanah yang ada di sekitar bandara.
Usaha konsolidasi penggunaan tanah mencakup :
• Kegiatan penataan penggunaan tanah.
• Perencanaan penggunaan tanah di masa depan.
Usaha konsolidasi tentunya bukan usaha yang mudah dilakukan, diperlukan kerjasama antar lembaga pemerintah sendiri, masyarakat dan dunia
usaha terkait. Selain itu pada tahap penataan penggunaan tanah, jika memang diperlukan usaha relokasi, maka diperlukan biaya serta dukungan kebijakan yang
kuat.
5
B. Perumusan Masalah