Feasibility study of Gracilaria culture and performance evaluation of group “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” in Serang regency

(1)

FREDDIE KOESPRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir yang berjudul:

KAJIAN KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA GRACILARIA DAN

EVALUASI KINERJA KELOMPOK “BUDIDAYA RUMPUT LAUT

SERANG UTARA” DI KABUPATEN SERANG

adalah merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan dari komisi pembimbing. Tugas akhir ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dan data yang digunakan berasal atau dikutip dari karya penulis lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 28 Oktober 2011

Freddie Koesprianto F352080095


(3)

FREDDIE KOESPRIANTO, Feasibility study of Gracilaria culture and performance evaluation of group “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” in Serang regency. Supervised by H. Musa Hubeis as Chairman and Hartrisari Hardjomidjojo as Member.

The utilization of marine and fishery potential has the economic prospect for Indonesia. Indonesia waters blessed with abundant and diverse of marine living resources. One of those marine resources is seaweeds. From the various type of seaweed that existed in Indonesia waters, Gracilaria is one of the seaweed with high economical values in Indonesia, especially for the manufacture of agar (jelly). Seaweed is one of commodity that cultivated in the sea and ponds, and become one of international commodities in trading. Serang district is one of the regions where the Gracilaria utilization is not yet optimized. Data in 2010 shows, Serang revenues of approximately 19.25 billion rupiah with the total land used about 500 hectares from 5,000 hectares of total land. 4,500 hectares that remained unutilized with potential revenue of Rp. 101.25 billion, or in other words the lost amount of potential revenue in Serang district is up to 5-fold or 80% of the total potential revenue.

This study aims to determine if seaweed species of Gracilaria worth to cultivate and to measure the work performance carried out by the group in their seaweed business development. This study is a study conducted in Serang district which has a potential development of Gracilaria species. In this study, the research used quantitative approach. Data is collected using primary and secondary data. The sampling technique used was purposive method. The sample in this study were all members of the group "Budidaya Rumput Laut Serang Utara" and the customer of business group "Budidaya Rumput Laut Serang Utara". The feasibility study of seaweed cultivation using secondary data sources, while the assessment of the work performance group "Budidaya Rumput Laut Serang Utara" uses primary data with BSC method which based on survey results, as well as secondary data for the assessment of multiple perspectives.

The results shows, based on the analysis of the feasibility of seaweed cultivation of Gracilaria, the market and marketing aspects, technical aspects, financial aspects, political and socio-economic aspects, environmental aspects, aspects of human resources and legal aspects gives positive results. While the results of work performance of each BSC perspective shows: (1) The perspective of membership (83.42%), (2) Perspective of Learning and empowerment (71.83%), (3) Internal business process perspective (55.8%), (4) Financial Perspective (39.23%). After multiplication by each of the perspective, the achievement of the overall performance is KBRLSU 63.72%, or still below 80%.

Keywords: feasibility study, Gracilaria culture, performance evaluation


(4)

FREDDIE KOESPRIANTO, Kajian Kelayakan Usaha Budidaya Gracilaria dan Evaluasi Kinerja Kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” di Kabupaten Serang. Dibimbing oleh H. Musa Hubeis sebagai Ketua dan Hartrisari Hardjomidjojo sebagai Anggota.

Pemanfaatan potensi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki prospek ekonomi bagi bangsa indonesia. Perairan laut Indonesia memiliki potensi biota laut yang melimpah dan beraneka ragam. Salah satu sumberdaya hayati yang mempunyai potensi besar adalah rumput laut. Dari berbagai jenis rumput laut yang hidup di Indonesia, rumput laut Gracilaria merupakan jenis rumput laut bernilai ekonomis penting di Indonesia. Jenis ini merupakan bahan dasar pembuatan agar. Dari sisi pasar Indonesia menduduki posisi utama produsen Gracilaria saat ini selain Filipina. Rumput laut adalah salah satu komoditas yang di budidayakan di laut dan tambak, serta menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional. Di Indonesia komoditas ini diunggulkan, karena nilai ekonomis dan prospeknya yang cerah, serta permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat.

Kabupaten Serang sebagai salah satu wilayah penghasil rumput laut Gracilaria memiliki potensi lahan yang sebagian besar belum termanfaatkan. Data tahun 2010 Kabupaten Serang berhasil memperoleh pendapatan Rp.19,25 milyar dengan total lahan yang baru dimanfaatkan sekitar 500 hektar dari 5.000 hektar total lahan, sehingga masih tersisa 4.500 hektar yang belum termanfaatkan dengan potensi pendapatan Rp. 101,25 milyar, atau jumlah potensi pendapatan yang hilang pada tahun 2010 di Kabupaten Serang hingga mencapai 5 kali lipat atau 80% dari total potensi pendapatan. Untuk itu diperlukan pengembangan usaha budidaya rumput laut Gracilaria guna peningkatan produksi budidaya Gracilaria di masa depan.

Kajian ini bertujuan untuk menganalisa apakah rumput laut jenis Gracilaria layak diusahakan dari aspek pasar dan pemasaran, teknik, finansial, politik dan sosial ekonomi, lingkungan, SDM dan legalitas. Tujuan lainnya adalah unutk mengevaluasi tingkat kinerja usaha budidaya Gracilaria yang dilakukan oleh kelompok dalam pengembangan usahanya. Kajian ini merupakan sebuah studi di Kabupaten Serang yang memiliki salah satu potensi pengembangan rumput laut Gracilaria.

Dalam studi ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah teknik purposif, dimana seluruh anggota kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” dan pelanggan usaha kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” menjadi contoh pengamatan. Kajian kelayakan usaha budidaya rumput laut menggunakan sumber data sekunder, sedangkan penilaian kinerja kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” menggunakan data primer dengan metode Balance Scorecard (BSC) berdasarkan hasil Survei dan data sekunder untuk penilaian beberapa perspektif.

Berdasarkan analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut Gracilaria, terlihat bahwa aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik, aspek finansial, aspek politik dan sosial ekonomi, aspek lingkungan, aspek sumberdaya manusia (SDM) dan aspek legalitas memperlihatkan hasil positif. Kemudian hasil pengukuran kinerja


(5)

mencapai 71,83%. Setelah dikalikan dengan masing-masing bobot masing-masing perspektif, maka capaian kinerja keseluruhan KBRLSU 63,72%, atau masih di bawah 80%.


(6)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

FREDDIE KOESPRIANTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk melakukan tugas penyelesaian pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(8)

Nama Mahasiswa : Freddie Koesprianto Nomor Pokok : F352080095

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir.H. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 28 Oktober 2011 Tanggal lulus:


(9)

(10)

akhir yang berjudul Kajian Kelayakan Usaha Budidaya Gracilaria dan Evaluasi Kinerja Kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” di Kabupaten Serang berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak mungkin tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini.

- Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan tugas akhir ini.

- Prof.Dr.Ir. H.Aman Wirakartakusumah, M.Sc yang telah memberikan pengarah-an dpengarah-an bimbingpengarah-an selama penulis melakukpengarah-an kajipengarah-an dpengarah-an penulispengarah-an tugas akhir ini.

- Prof.Dr.Ir. W.H. Limbong, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti guna kesempurnaan tugas akhir ini.

- Orang tua, anak–anak tercinta, kakak dan adik serta teman–teman Angkatan XI, Program Studi Indutri Kecil Menengah, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

- Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas kerjasama dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia perumputlautan pada umumnya dan budidaya Gracilaria pada khususnya. Saran dan kritik atas kajian ini sangat diharapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, Oktober 2011 Penulis ix


(11)

Penulis lahir di Jakarta tanggal 7 Januari 1972, anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Soeharjanto dan Ibu Dianawati (almh).

Tahun 1995 lulus sebagai Sarjana Komputer dari Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Gunadarma Jurusan Manajemen Informatika dan pada tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1996 bekerja di Bumiputera. Tahun 1996 sampai dengan tahun 1997 bekerja di PT. Johnson & Johnson Indonesia. Tahun 1998 – 2001, Penulis bekerja di Biro Perlengkapan dan diperbantukan pada Media Center – Departemen Penerangan RI. Selanjutnya pada tahun 2001 – 2005 bekerja di Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran – Departemen Kelautan dan Perikanan. Kemudian sejak 2005 – sekarang bekerja di Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.


(12)

ABSTRACT ……… iii

RINGKASAN ……….……… iv

PRAKATA ……….……….……… ix

RIWAYAT HIDUP ………..…. x

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….…. xiv

I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………...…... 1

B. Perumusan Masalah …..………..….……. 4

C. Tujuan ………... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Serang …..……….. 5

B. Budidaya Gracilaria ………... 8

C. Kelayakan Usaha …….………... 12

D. Evaluasi Kinerja ………... 13

III. METODE KAJIAN A. Pendekatan Kajian ……….……… 19

B. Lokasi dan Waktu ….………..………..…... 19

B. Pengumpulan Data ….………..………..…... 19

C. Pengolahan dan Analisis Data ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kelayakan Usaha Rumput Laut Gracilaria di Kabupaten Serang .. 23

B. Evaluasi Kinerja Kelompok Budidaya Rumput Laut Serang Utara. 35

1. Gambaran Umum………... 35

2. Struktur Organisasi ……….…... 36

3. Pengukuran Kinerja ……….……... 37

4. Peta Strategi ……….……….. 39

5. Pengembangan Alat Ukur Kinerja ……… 6. Penetapan Kinerja dengan BSC ... C. Implikasi Manajerial ... 42

53

54

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ……….…… 56

B. SARAN ………...…….. 56

DAFTAR PUSTAKA ……… 57

LAMPIRAN ……….. 58 xi


(13)

No. Halaman 1. Data Kecamatan, Luas dan Jumlah Keluarga di Kabupaten Serang

Tahun 2010 ………...…... 7

2. Kriteria Pengukuran Target Kinerja KBRLSU ... 3. Kriteria Pengukuran Kinerja KBRLSU ... 4. Perbandingan usaha KBRLSU tahun 2006 – 2008 ………. 21 22 38 5. Ringkasan kinerja keuangan KBRLSU dari tahun 2006 – 2008 ... 38

6. Tingkat kepuasan pelanggan …... 43

7. Tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan KBRLSU ... 45

8. Capaian dan target dalam perspektif keanggotaan ... 46

9. Analisis perkembangan ukuran perspektif keuangan ... 46

10. Capaian dan target ukuran perspektif keuangan ... 11. Capaian perkembangan ukuran perspektif proses bisnis internal ... 46 47 12. Capaian dan target ukuran perspektif bisnis internal ... 48

13. Tingkat kompetensi karyawan ... 49

14. Tingkat kepuasan karyawan ... 50

15. Nilai dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi ... 52

16. Nilai ukuran perspektif pembelajaran ... 53

17. Nilai kinerja masing–masing perspektif KBRLSU ... 54


(14)

No. Halaman

1. Peta Provinsi Banten ………... 6

2. Kerangka kerja BSC ………... 14

3. Rumput Laut Gracilaria ………... 24

4. Peta strategik peningkatan kinerja KBRLSU ……….. 39


(15)

No. Halaman

1. Kuesioner persepsi kepuasan pelanggan ……….. 59

2. Kuesioner kepuasan anggota ………..………... 60

3. Kuesioner tingkat kompetensi karyawan ……….. 61

4. Kuesioner tingkat kepuasan karyawan ... 62

5. Kuesioner tingkat kepuasan nilai dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi ………... 63 6. Penentuan nilai pembobotan masing–masing perspektif ………….. 64

7. Perhitungan capaian kinerja KBRLSU dengan BSC... 66


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim terluas di dunia dengan jumlah pulaunya sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 81.000 Km, dimana dua pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut yang kaya akan sumber daya alam (SDA) (Ditjen Perikanan Budidaya, 2009). Selama ini pembangunan nasional lebih terfokus pada wilayah daratan. Hal ini menjadi sangat ironis, karena daerah yang luasnya sekitar duapertiga dari luas wilayah negara justru terabaikan. Pemanfaatan potensi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki prospek ekonomi bagi bangsa Indonesia. Perairan laut Indonesia memiliki potensi biota laut yang melimpah dan beraneka ragam. Salah satu sumber daya hayati yang mempunyai potensi besar adalah ganggang laut atau lebih dikenal dengan sebutan rumput laut.

Rumput laut telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak berabad abad yang lalu, baik dimakan langsung sebagai sayuran atau lalapan maupun dijadikan obat tradisional seperti untuk sakit perut, penyembuh luka luar maupun pengobatan dalam. Rumput laut yang sudah komersil dan diusahakan dalam skala industri adalah dari kelas Rhodophyceae (ganggang merah) dan Phaeophyceae (ganggang coklat). Ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid dari rumput laut sudah banyak digunakan di berbagai industri, ekstrak tersebut adalah karaginan, agar dan alginat. Hidrokoloid tersebut banyak dibutuhkan mengingat fungsinya yang cukup luas, yaitu bahan penstabil, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk film dan lain–lain.

Karaginan adalah senyawa polisakarida yang berupa hidrokoloid diekstraks dari rumput laut carrageenophyte seperti jenis Eucheuma, Chondrus, Gigartina dan Hypnea. Dari jenis tersebut yang tumbuh di perairan Indonesia adalah Eucheuma dan Hypnea dan yang sudah berhasil dibudidayakan secara masal adalah Eucheuma. Sedangkan Hypnea masih dipanen di alam (wild stock) dan


(17)

pemanfaatannya tidak banyak bahkan hanya digunakan sebagai pencampur dalam produksi agar yang menggunakan Gelidium dan Gracilaria. Eucheuma yang sudah dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum atau Eucheuma denticulatum. Karaginan berfungsi sebagai bahan pengental, penstabil, pembentuk gel, pengemulsi dan lain–lain.

Alginat adalah hidrokoloid yang diekstraks dari rumput laut alginophyte yaitu jenis Laminaria, Lessonia, Ascophyllum, Sargassum, and Turbinaria. Dari jenis tersebut hanya Sargassum dan Turbinaria yang tumbuh baik di perairan Indonesia, sayangnya rendemen alginatnya kecil dan sulit dibudidayakan. Oleh karena itu, industri alginat di Indonesia tidak berkembang. Alginat ini menjadi sangat penting karena penggunaannya yang cukup luas antara lain sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent dan bahan pengemulsi. Memperhatikan fungsi tersebut, alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri seperti farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan minuman (30%), kertas (6%) dan industri lainnya.

Dari ratusan jenis rumput laut dengan jumlah yang melimpah tersebut hanya beberapa jenis saja yang sudah diperdagangkan secara komersial dan mendunia, yaitu Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum, Gracilaria, dan Gelidium. Komoditas tersebut telah memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir dan terhadap perekonomian daerah. Pengembangan rumput laut secara masal merupakan upaya dalam memperkuat program pemerintah dalam mewujudkan peningkatan kesempatan kerja (pro job/job opportunities), penumbuhkan kembangkan perekonomian daerah (pro growth/economic growth) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pro poor/community welfare).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki visi Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar tahun 2014. Dalam pencapaian visi tersebut ditetapkan beberapa komoditas prioritas pengembangan sebagai target peningkatan produksi. Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam prioritas pengembangan. Rumput laut adalah salah satu komoditas yang di budidayakan di laut dan tambak, serta menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional. Di Indonesia komoditas ini diunggulkan, karena nilai ekonomis dan


(18)

prospeknya yang cerah, serta permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat.

Agribisnis rumput laut, terutama pada sektor budidaya sangat menyentuh dalam pemberdayaan masyarakat pesisir yang pada umumnya miskin. Upaya ini dapat meningkatkan pendapatan nelayan yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah. Teknologi budidaya rumput laut sangat mudah dilakukan, panen lebih cepat daripada tanaman pertanian lainnya, karena dipanen pada usia 45 hari, risikonya rendah dan tidak memerlukan investasi tinggi dibandingkan budidaya perikanan lainnya dan yang penting peluang pasarnya cukup besar.

Pengembangan budidaya rumput laut membuat masyarakat pesisir menjadi pelaku utama dalam memproduksi rumput laut sebagai pembudidaya. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini cukup besar untuk 1 Ha budidaya Eucheuma di laut menyerap tenaga kerja tetap 15–20 orang serta keperluan tenaga pada saat penanaman dan panen 20 orang per periode tanam (1,5 bulan). Dalam satu tahun (7 kali panen) menyerap tenaga kerja sekitar 150–160 orang per hektar tanaman. Untuk budidaya Gracilaria di tambak menyerap tenaga kerja 50 orang per ha per tahun. Di sektor tataniaga akan muncul pedagang lokal, pedagang antar kota dan eksportir yang juga menjadi peluang dalam penyerapan tenaga kerja. Di hilirnya, sektor industri menyerap cukup banyak tenaga kerja. Satu industri mampu menyerap 100 – 500 tenaga kerja (Tim BPPT dan DKP Banyuwangi, 2009).

Adanya usaha budidaya rumput laut dapat memacu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan menumbuhkan perekonomian desa. Hasil ekspor, baik bahan baku masih berbentuk rumput laut kering maupun yang sudah diolah (seperti agar, karaginan dan alginat) menjadi penyumbang devisa bagi negara. Sebagai ilustrasi Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah yang ditargetkan produksi Gracilaria mencapai 5.000 ton sampai dengan tahun 2014. Berdasarkan data dari pemerintah Kabupaten Serang menunjukkan pada tahun 2010 masyarakat pembudidaya Gracilaria berhasil memperoleh pendapatan sebesar kurang lebih Rp.19,25 milyar dengan total lahan yang baru dimanfaatkan sekitar 500 hektar dari 5.000 hektar total lahan, sehingga masih tersisa 4.500 hektar yang belum termanfaatkan. Jika asumsi berdasarkan data pemerintah Kabupaten Serang harga rumput laut kering ditingkat petani sebesar Rp. 5.500/kg,


(19)

maka potensi pendapatan terhadap lahan yang belum dimanfaatkan mencapai Rp.101,25 milyar, sehingga jumlah potensi pendapatan yang hilang pada tahun 2010 di Kabupaten Serang akibat belum maksimalnya pemanfaatan lahan 4.500 hektar hingga mencapai 5 kali lipat atau 80% dari total potensi pendapatan. Berhasil tidaknya usaha budidaya rumput laut tergantung dari kondisi pasar dan penanganan budidaya, serta pasca panen oleh pembudidaya rumput laut. Perbaikan mutu dimulai sejak pemilihan lokasi yang tepat, pemilihan bibit yang baik, cara penanganan budidaya sampai cara penanganan pasca panennya.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin mengkaji kelayakan usaha budidaya dan kinarja pembudidaya rumput laut Gracilaria dalam rangka memaksimalkan potensi lahan yang belum termanfaatkan melalui kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” yang merupakan salah satu kelompok pembudidaya rumput laut Gracilaria di Kabupaten Serang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah usaha budidaya Gracilaria layak bagi masyarakat ?

2. Bagaimana evaluasi kinerja usaha budidaya gracilaria yang dilakukan oleh kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” ?

C. Tujuan

Tujuan kajian ini adalah :

1. Mengkaji kelayakan usaha budidaya Gracilaria.

2. Mengkaji evaluasi kinerja usaha budidaya gracilaria yang dilakukan oleh kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara”


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Kabupaten Serang

Karakteristik Geografis Kabupaten Serang 1. Batas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Serang adalah 1.467,35 km². Secara geografis terletak pada posisi koordinat antara 105º7'–105º22' Bujur Timur dan 5º50'–6º21' Lintang Selatan. Sebelah utara : berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Sebelah barat : berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda, Sebelah tomur : berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

2. Kondisi Fisik dan Potensi a Keadaan Topografi

Secara umum wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut (dpl) dan tersebar pada semua wilayah. Kemiringan tanah atau lereng selain mempengaruhi bentuk wilayah juga mempengaruhi tingginya perkembangan erosi. Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 – 1.778 m di atas permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan. Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Dibagian selatan sampai ke barat, Kabupaten Serang berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gurung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara kedua bentuk wilayah tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang merupakan daerah subur karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh tanah endapan Alluvial dan batu vulkanis kuarter. Potensi


(21)

tersebut ditambah banyak terdapat pula sungai–sungai besar dan penting, yaitu Sungai Ciujung, Cidurian, Cibanten, Cipaseuran, Cipasang dan Anyar yang mendukung kesuburan daerah-daerah pertanian di Kabupaten Serang.

b Keadaan Hidrologi

Berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), Kabupaten Serang dilewati oleh dua DAS, yaitu :

1) DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang;

2) DAS Teluklada, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon;

Berdasarkan geografis dan topografi wilayah Kabupaten Serang, Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melewati Kabupaten Serang berasal dari Wilayah Kabupaten Pandeglang yang memiliki topografi lebih tinggi karena ada beberapa wilayah pegunungan, (gambar 1).

c Keadaan Klimatologi

Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim hujan antara November–April dan musim kemarau antara Mei– Oktober. Curah hujan rataan 3,92 mm/hari. Suhu udara rataan berkisar antara 25,8º Celsius – 27,6º Celsius. Suhu udara minimum 20,90º Celsius dan maksimum 33,8º Celsius. Tekanan udara dan


(22)

kelembaban nisbi rataan 81,00 mb/bulan. Kecepatan arah angin rataan 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat.

d Keadaan Demografi

1) Struktur Wilayah Administrasi Pemerintahan

Kabupaten Serang terdiri atas 28 Kecamatan, yaitu Anyar, Kecamatan bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Mancak, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja dan Waringin Kurung, yang dibagi lagi atas sejumlah desa. Rencananya Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Ciruas. Pada tanggal 17 Juli 2007 Kabupaten Serang dimekarkan menjadi Kota Serang dan Kabupaten Serang (Tabel 1).

No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Keluarga (orang) 1 KRAMATWATU 48.59 22,450 2 WARINGINKURUNG 51.29 10,117 3 BOJONEGARA 30.3 11,481 4 PULO AMPEL 32.56 9,964

5 CIRUAS 40.61 22,323

6 KRAGILAN 51.56 21,383

7 PONTANG 64.85 15,019

8 TIRTAYASA 64.46 11,296

9 TANARA 49.3 10,333

10 CIKANDE 50.53 25,564

11 KIBIN 33.51 12,824

12 CARENANG 36.4 12,280

13 BINUANG 26.17 8,191

14 PETIR 46.94 15,459

15 TUNJUNGTEJA 39.52 12,179

16 BAROS 44.07 13,743

17 CIKEUSAL 88.25 18,748 18 PAMARAYAN 41.92 15,251

19 KOPO 44.69 12,873

20 JAWILAN 38.95 13,551

21 CIOMAS 48.53 11,199

22 PABUARAN 79.14 10,427 Sumber : Pemerintah Kab. Serang (2010)

Tabel 1. Data Kecamatan, Luas dan Jumlah Keluarga Di Kabupaten Serang Tahun 2010


(23)

Lanjutan Tabel 1. Data Kecamatan, Luas dan Jumlah Keluarga Di Kabupaten Serang Tahun 2010

No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Keluarga (orang) 23 PADARINCANG 99.12 16,747

24 ANYAR 56.81 14,162

25 CINANGKA 111.47 15,473

26 MANCAK 74.03 11,059

27 GUNUNGSARI 48.6 4,990

28 BANDUNG 25.18 8,684

JUMLAH 1467.35 387,770

Sumber : wikipwdia, 2010

2) Struktur Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Kabupaten Serang 1.571.174 (2010), sebagian besar tinggal di bagian utara. Bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat di daerah selatan, serta Bahasa Jawa Banten, atau dikenal dengan Bahasa Jawa Serang yang kebanyakan digunakan di daerah pantai utara. Penduduk Kota Serang berdasarkan dari Statistik Serang 2003 berjumlah 347.042 jiwa. Luas wilayah 2.492 Ha, maka kepadatan penduduknya 112 jiwa/ Ha. Dari data kependudukan di atas, maka Kota Serang dapat digolongkan dalam kelas kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas kota, Kota Sedang adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 – 500.000 jiwa.

3) Mata Pencaharian

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Serang diketahui bahwa penduduk yang berprofesi sebagai petani/nelayan berjumlah 4.162 orang (0,26%), sedangkan penduduk yang berprofesi sebagai buruh petani/nelayan berjumlah 1.395 orang (0,09%).

B. Budidaya Gracilaria (Anggadireja et al, 2009).

1. Pemilihan Lokasi Budidaya Gracilaria di Tambak Persyaratan Budidaya Gracilaria


(24)

a. Dasar tambak pasir berlumpur atau lumpur berpasir.

b. Dekat sumber air tawar atau mudah memperoleh air tawar untuk menurunkan silinitas air.

c. Pergantian air tambak mudah dilakukan (dekat dengan pantai). d. Perbedaan pasang surut yang cukup sehingga memudahkan

pergantian air tambak.

e. Salinitas air tambak 14–33 ppt. f. Suhu air 20–280C.

g. pH air 6–9.

h. Kedalaman air tambak minimal 50 cm. 2. Konstruksi Tambak

a. Bentuk tambak yang ideal.

1) Luas petakan berkisar 0,5–1 Ha dan berbentuk persegi panjang. 2) Dasar tambak tanah berlumpur dan sedikit berpasir.

3) Ada dua (2) buah pintu air (pintu pemasukan dan pintu pembuangan).

4) Kedalaman air antara 50–60 cm. b. Pematang

Pematang utama berguna untuk menahan air, serta melindungi unit tambak dari bahaya banjir, erosi dan air pasang. Pematang utama harus benar–benar kuat. Dasar pematang harus bersih dari tumbuhan–tumbuhan besar, termasuk akar–akarnya, agar tidak mudah bocor.

c. Pintu air

Pintu air berfungsi dalam menentukan keberhasilan pengaturan air. Dalam komplek pertambakan biasanya ada dua (2) macam pintu air, yaitu pintu air utama dan petakan.

d. Saluran air

Saluran air berfungsi untuk memasukkan air setiap saat secara mudah, baik untuk mengalirkan air dari laut ataupun air tawar dari sungai/irigasi.


(25)

3. Pengelolaan Air

Pengelolaan air tambak diutamakan dengan menggunakan sistem gravitasi atau pasang surut air laut. Mutu air baik, kuantitas cukup dan tidak tercemar dengan persyaratan :

a. Suhu air : 20 280C.

b. Salinitas optimum : 15 32 ppt. c. pH : 6,8 8,2.

d. Oksigen terlarut : 3 8 ppm (part per milimeter).

e. Tranparansi : air tidak terlalu keruh dan dapat menerima sinar matahari.

f. Polusi : jauh dari sumber limbah industri dan limbah air atau tanah. 4. Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan dilakukan sebelum bibit rumput laut ditanam. Tambak dibersihkan dari hama rumput laut, yaitu ikan mujair. Persiapan tambak meliputi :

a. Dasar tambak dijemur sampai kering yang ditandai dengan kondisi tanah yang belah–belah.

b. Saluran air yang ditumbuhi lumut atau ditutupi tanah dasar tambak dibersihkan untuk menjaga sirkulasi air agar tetap lancar.

c. Tambak yang telah kering kemudian diisi air lagi sampai kedalaman 10 cm.

d. Pemberantasan ikan–ikan liar dengan saponin.

e. Tambak dikeringkan kembali kemudian diisi air kembali sampai kedalaman 50–100 cm.

f. Bibit ditebar merata ke dasar tambak. 5. Penanganan Bibit

Bibit yang akan digunakan harus bibit pilihan yang telah teruji (berkualitas). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transportasi bibit agar tidak terjadi kematian selama dalam perjalanan :

a. Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab selama dalam perjalanan.


(26)

b. Tidak terkena air tawar atau hujan.

c. Tidak terkena minyak atau kotoran–kotoran lain.

d. Jauh dari sumber panas seperti mesin kendaraan dan lainnya. Cara pengepakan bibit :

a. Memasukkan bibit ke dalam kantong plastik berukuran 50 cm x 80 cm dengan cara menyusun bibit rumput laut ke dalam kantong. Susunan bibit tidak boleh dipadatkan, dilipat–lipat agar bibit tidak rusak.

b. Bibit ditumpuk 3–4 lapis dan tiap lapis diselingi dengan kapas atau bahan lain yang sejenis yang dapat menyimpan air, sehingga di dalam kantong senantiasa dalam keadaan lembab.

c. Mengikat bagian atas kantong plastik dengan tali.

d. Membuat lubang–lubang pada bagian atasnya dengan jarum untuk sirkulasi udara.

e. Memasukkan kantong plastik ke dalam kotak karton. f. Melakukan kegiatan transportasi.

6. Metode Budidaya Gracilaria

Pada metoda tebar penanaman bibit Gracilaria di tambak dilakukan dengan menebar bibit di seluruh bagian tambak. Keuntungan metode ini adalah biaya lebih murah, penanaman dan pengelolaannya mudah. Waktu penebaran dilakukan pada sore hari untuk menghindari rumput laut dari sinar matahari.

Bibit rumput laut harus memiliki mutu yang sangat baik. Apabila kondisi salinitas alam mendukung, rumput laut tadi akan tumbuh optimal dan menghasilkan spora. Spora akan tumbuh menjadi rumput laut. Selama bulan pertama bila sudah terlihat adanya rumput yang sangat padat, maka harus dilakukan penyebaran ulang dengan cara mengangkat rumput tersebut dan mematahkan thallus, kemudian disebarkan. Rataan penebaran bibit rumput laut pada awal penanaman sekitar 1 ton/Ha. 7. Perawatan

Pengawasan dilakukan setiap hari dengan melakukan monitoring salinitas dan suhu air tambak. Penggantian air tambak dilakukan minimal


(27)

dua kali seminggu. Pemeliharaan rumput laut dilakukan dengan membersihkan rumput laut dari lumpur. Apabila perairan tampak tidak subur dapat dilakukan pemupukan dengan pupuk urea ataupun Nitrogen, Phosphat, Kalium (NPK). Namun bila tidak diperlukan hindari pemupukan, karena akan memacu pertumbuhan alga lain yang akan menutupi pertumbuhan rumput laut yang ditanam. Pemeliharaan rumput laut gracilaria yang ditanam di tambak relatif mudah dibandingkan dengan eucheuma yang ditanam di laut. Hal ini dikarenakan kondisi air tambak mudah dikontrol dibandingkan dengan air laut yang dipengaruhi oleh arus dan gelombang sehingga menyulitkan dalam pemeliharaan, bahkan dapat merusak tanaman.

8. Panen dan Penanganan Pasca Panen

Pada rumput laut yang dibudidayakan dengan metode tebar pemanenannya dilakukan dengan cara mengangkat tanaman ke darat. Setelah panen, rumput laut dicuci untuk menghilangkan kotoran dan dilakukan penyeleksian untuk memisahkan benda asing yang tidak diinginkan. Penjemuran dilakukan dengan cara meletakkan rumput laut hasil panen di atas para atau waring selama 2–3 hari sampai kadar air kering sesuai dengan standar. Penyusutan rumput laut dari basah ke kering 10 : 1, yang artinya satu ton panen basah rumput laut gracilaria akan menjadi satu kuintal kering. Rumput laut yang telah kering disimpan dalam karung plastik dan diletakkan di tempat yang kering.

C. Kelayakan Usaha

Dari sisi investor, keuangan merupakan aspek yang penting. Informasi keuangan diperlukan untuk memberikan gambaran perusahaan dan perkembangannya. Aspek ini sangat penting karena sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi (Darsono, 2004).

Menurut Umar (2005) dan Fuad, et al (2003), studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu menganalisis prakiraan aliran kas akan terjadi. Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi yaitu metode Payback Periode


(28)

(PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI) dan Break even Point serta Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio). Dalam hal ini ada beberapa aspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis, yaitu aspek pasar, pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen, sumber daya manusia (SDM), keuangan, politik, sosial ekonomi, lingkungan dan legalitas.

D. Evaluasi kinerja

Selama ini pengukuran kinerja dalam organisasi perusahaan secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Perusahaan yang berhasil mencapai laba dan ukuran-ukuran finansial lain yang tinggi akan dianggap berhasil. Keadaan ini mengakibatkan perusahaan berusaha meningkatkan keuntungan dengan cara apapun dan hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek, serta cenderung mengakibatkan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan modern memerlukan corporate scorecard yang disamping mengukur aspek-aspek finansial, juga mengukur kinerja yang berkaitan dengan aspek-aspek non finansial yang dapat menciptakan nilai. Kartu skor tersebut adalah Balance Scorecard (BSC) (Kaplan and Norton, 1996).

Balanced Scorecard (BSC) merupakan sistem manajemen strategik yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja untuk empat (4) perspektif yang berbeda, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses usaha internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Widjaja, 2003). Sistem Balanced Scorecard merupakan sistem evaluasi modern untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan memiliki peran nyata pada`tahap formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi (Umar, 2005). Untuk mengukur kinerja perusahaan, pengendalian dan evaluasi perlu menyusun BSC dengan memandang dari 4 (empat) perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan unit bisnis. Kerangka kerja BSC dapat dilihat pada Gambar 2.


(29)

Gambar 2. Kerangka Kerja Balance Scorecard (Kaplan and Norton, 1996)

1. Balanced Scorecard

a Sejarah dan Pengertian BSC

BSC pada awalnya diciptakan untuk mengatasi masalah tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Sebagai akibatnya, fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan pengguna produktifitas dan cost-effectiveness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, keberdayaan, serta komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan.

Selanjutnya, BSC mengalami perkembangan tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Menurut Kaplan and Norton (1996) bahwa dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non-keuangan, ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif ke dalam empat (4) prespektif, yaitu :

a. Prespektif keuangan (financial perspective) b. Prespektif pelanggan (customer perspective)

c. Prespektif proses bisnis internal (internal business processes perspective)


(30)

d. Presprktif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective)

Pengertian BSC menurut Atkinson et al (1997) yang mengutip Atkinson et al adalah suatu set dari target dan hasil kinerja yang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi. Menurut Atkinson et al (1997) yang mengutip Anthony et al adalah suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan, meningkatkan komunikasi antar tingkatan manajemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus menerus guna keputusan strategik.

Dari uraian tersebut ciri–ciri BSC mengandung unsur–unsur berikut :

a. Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.

b. Menetapkan ukursn kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan manajemen.

c. Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus guna perbaikan pengkuran kinerja pada kesempatan selanjutnya.

Setiap ukuran dalam BSC menyajikan suatu aspek dari strategi perusahaan, karena dengan sistem ini manajemen dapat menggunakannya untuk berbagai alternatif pengukuran terhadap hal– hal berikut :

a. Faktorfaktor kritis uang menentukan keberhasilan strategi perusahaan.

b. Menunjukkan hubungan individu/sub bisnis unit dengan yang dihasilkannya sebagai akibat dari penetapan pengukuran yang telah dikomunikasikannya.

c. Menunjukkan bagaimana pengukuran nonfinansial memengaruhi finansial jangka panjang.


(31)

d. Memberikan gambaran luas tentang perusahaan yang sedang berjalan.

BSC mencoba untuk menciptakan suatu gabungan pengukuran strategik, pengukuran finansial dan non–finansial, serta pengukuran eksternal dan internal. Keempat (4) perspektif dalam BSC memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran subjektif yang lunak. Sementara keberagaman ukuran pada BSC yang dibuat dengan benar, mengandung kesatuan tujuan karena semua ukuran diarahkan kepada pencapaian strategi yang terpadu.

2. BSC dalam sistem manajemen

BSC dalam sistem manajemen menekankan bahwa semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Para pekerja lini depan harus memahami konsekuensi finansial berbagai keputusan dan tindakannya, dan para eksekutif senior harus memahami berbagai faktor yang menjadi pendororng keberhasilan finansial jangka panjang. Tujuan dan ukuran dalam BSC lebih dari sekedar sekumpulan kinerja finansial dan nonfinansial, tetapi semua tujuan dan ukuran diturunkan dari suatu proses atas kebawah (top-down) yang digerakan oleh misi dan strategi unit bisnis.

BSC lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan Scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang (Kaplan and Norton, 1996). Perusahaan menggunakan fokus pengukuran Scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yang diantaranya :

a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.

b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategik.


(32)

c. Merencanakan, menerapkan, sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategik.

d. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategik.

3. Aspek–aspek yang diukur dalam BSC a. Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu growth, sustain dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukuran berbeda pula (Kaplan and Norton, 1996).

Growth adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa secara nyata memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Harvest adalah tahapan ketiga dimana perushaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya.

b. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value propositions (Kaplan and Norton, 1996).

Customer core measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu :

1) Market Share menerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi : jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan.

2) Customer Retention mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

3) Customer Acquisition mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.


(33)

4) Customer Satisfaction menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value preposition. 5) Customer Profitability mengukur laba bersih dari seorang

pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

c. Perspektif Bisnis Internal

Proses bisnis internal dibagi dalam inovasi, operasi dan layanan purna jual (Kaplan and Norton, 1996).

1) Proses inovasi. Dalam proses ini, bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang dibutuhkan.

2) Proses operasi. Proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu proses pembuatan produk dan proses penyampaian produk kepada pelanggan.

3) Proses pelayanan purna jual, merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumberdaya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi.


(34)

BAB III

METODOLOGI KAJIAN

A. Pendekatan Kajian

Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini bersifat kuantitatif. Menurut Sugiyono (1999) yang mengutip Jujun Suriasumantri, bahwa penelitian kuantitatif didasarkan pada paradigma positivisme yang bersifat logico-hypotheco-verifikatif berlandaskan asumsi mengenai obyek empiris.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu menjelaskan kelayakan usaha budidaya rumput laut dan evaluasi kinerja kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara”.

B. Lokasi dan Waktu

Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan bulan April – Juli 2011 di Kabupaten Serang, Kecamatan Tanara.

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kajian ini menggunakan metode Survei, yang bermaksud untuk mengetahui jawaban responden atas kinerja kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara”, atau data primer. Selain itu, digunakan data sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan berupa teori–teori dari buku, jurnal dan hasil penelusuran melalui internet. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari beberapa kegiatan yang dikumpulkan menjadi satu (Zikmund, 2003).

Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” dan pelanggan usaha kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” dan contoh pada kajian ini adalah sama dengan populasi, yaitu seluruh pelanggan usaha kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” yang berjumlah 10 responden dan anggota kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” yang berjumlah 20 responden.


(35)

D. Pengolahan dan Analisis Data 1. Kelayakan Usaha

Untuk mengetahui aspek kelayakan usaha budidaya Gracilaria digunakan analisis deskriptif dari beberapa aspek, yaitu diantaranya aspek pasar, pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen, SDM, keuangan, politik, sosial ekonomi, lingkungan dan legalitas. Sumber data yang digunakan berupa hasil data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari literatur pustaka maupun data dari instansi terkait.

2. Evaluasi kinerja

BSC disusun dengan memandang dari 4 (empat) perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan unit bisnis mengukur kinerja perusahaan, pengendalian dan evaluasi.

Perspektif keuangan dengan menggunakan analisis rasio neraca (likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas), rasio laba rugi (Return on Asset, Net Profit Margin) dan rasio neraca aktivitas (Receivable Turn Over, Total Asset Turn Over), perspektif pelanggan dan anggota dengan menggunakan tolok ukur kepuasan pelanggan/anggota dan mutu pelayanan, perspektif bisnis internal dengan tolok ukur inovasi, operasi dan produktivitas sedang perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan tolok ukur inovasi produk, tingkat kepuasan anggota kelompok, aspek dinamika belajar, aspek pembaharuan organisasi dan pemberdayaan individu.

Sumber data yang digunakan dalam analisis perspektif keuangan dan bisnis internal berupa data sekunder, sedangkan perspektif keanggotaan dan pelanggan, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan data primer berupa kuesioner yang dibagikan kepada seluruh anggota kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” dan pelanggan usaha kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara”.

Kriteria pengukuran target kinerja kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” adalah kepuasan pelanggan dan anggota dengan target 80, rasio likuiditas target 80%, rasio solvabilitas dengan target 120%, rasio rentabilitas


(36)

dengan target 10%, pertumbuhan dan pendapatan kelompok usaha dengan target 9%, produktivitas bidang produksi rumput laut dengan target tiga (3) ton/bln, peningkatan bibit unggul dengan target 60%, peningkatan produksi rumput laut per anggota dengan target 12%, peningkatan penjualan rumput laut dengan target 40%, tingkat kompetensi karyawan dengan target 85%, capaian kepuasan karyawan dengan target 80%, peningkatan anggota dengan target 30%, mutu dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi dengan target 85% (Tabel 2).

Tabel 2. Kriteria Pengukuran Target Kinerja Kelompok BLRSU

No Sasaran strategik Ukuran hasil utama Target Ket.

A. Perspektif pelanggan dan keanggotaan A1. Kepuasan pelanggan dan

anggota Kepuasan pelanggan Kepuasan anggota 80 80 > Puas > Puas B. Perspektif keuangan

B1. Rasio keuangan Rasio likuiditas 80 %

Rasio solvabilitas 120 %

Rasio rentabilitas 10 %

B2. Pertumbuhan pendapatan Pertumbuhan pendapatan

kelompok usaha

9 %

C. Perspektif bisnis internal C1. Peningkatan produktivitas

karyawan

Produktivitas bidang produksi rumput laut

3 Ton/Bln

C2. Penerapan teknologi Peningkatan bibit unggul 60 %

Peningkatan produksi rumput

laut per anggota

12 %

C3. Penjualan ke pelanggan Peningkatan penjualan rumput

laut

40 %

D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan D1. Profesionalitas dan

kompetensi karyawan

Tingkat kompetensi karyawan 85 %

D2. Tingkat kepuasan karyawan Capaian kepuasan karyawan 80 %

D3. Pelatihan usaha Peningkatan anggota 30 %

D4. Dinamika pembelajaran, pemberdayaan dan penerapan teknologi

Kualitas dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi

85 %


(37)

Kriteria pengukuran kinerja kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” adalah kategori AAA dengan total score ≥ 95, kategori AA dengan total score 80 < TS < 95, kategori A dengan total score 65 < TS < 80, kategori BBB dengan total score 50 < TS < 65, kategori BB dengan total score 40 < TS < 50, kategori B dengan total score 30 < TS < 40, kategori CCC dengan total score 20 < TS < 30, kategori CC dengan total score 10 < TS < 20, kategori C dengan total score TS < 10 (Tabel 3).

Tabel 3. Kriteria Pengukuran Kinerja Kelompok BRLSU Kondisi Kategori Total Score

Sangat Sehat AAA ≥ 95

AA 80 < TS < 95 A 65 < TS < 80 Kurang Sehat BBB 50 < TS < 65 BB 40 < TS < 50 B 30 < TS < 40 Tidak Sehat CCC 20 < TS < 30 CC 10 < TS < 20

C TS < 10


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kelayakan Usaha Rumput Laut Gracilaria di Kabupaten Serang 1. Aspek Pasar dan Pemasaran

a. Produk

Gracilaria Sp merupakan jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan di muara sungai atau tambak, meskipun habitat awalnya berawal dari laut. Hal ini terjadi karena tingkat toleransi hidup yang tinggi sampai pada salinitas 15 per mil. Jenis rumput laut ini dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng dan/atau udang, karena ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya. Seperti halnya pada budidaya Eucheuma, persyaratan penting untuk budidaya Gracilaria sebagai berikut :

1) Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan untuk budidaya 2) Penyediaan bibit yang baik dan sehat

3) Metode budidaya yang tepat 4) Pemeliharaan tanaman

5) Pembinaan dan pendampingan secara kontinu kepada petani atau petambak

Sebagai bahan pangan, rumput laut telah dimanfaatkan bangsa Jepang dan Cina semenjak ribuan tahun yang lalu. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga, dimana masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini adalah ganggang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jika diamati jenis rumput laut sangat beragam, mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang– cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus cahaya matahari. Seperti layaknya tanaman darat pada


(39)

umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna inilah yang menggolongkan jenis rumput laut. Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae), ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae).

Hal tersebut tidaklah mengherankan, karena ternyata rumput laut mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap. Secara kimia rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10–20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat.

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, yaitu :

1) Anti kanker. Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga (3) kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menunya.

2) Anti oksidan. Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai anti oksidan. Zat ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh.


(40)

3) Mencegah Kardiovaskular. Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi rumput laut sangat dianjurkan, karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh. 4) Makanan Diet. Kandungan serat (dietary fiber) pada rumput laut

sangat tinggi. Serat ini bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolism, tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna, sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.

5) Secara tradisional, rumput laut dipercaya dapat mengobati batuk, asma, bronkhitis, TBC, cacingan, sakit perut, demam, influenza dan artritis.

Rumput laut Gracilaria sp, Penghasil agar (Agorofit) merupakan komoditas unggulan diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Masyarakat dan menyerap tenaga kerja serta meningkatkan devisa Negara, maka produksi olahannya baik dalam bentuk bahan dasar maupun dalam bentuk formulasi. Dari bahan dasar tersebut peluang pasar pengembangan rumput laut sangat menjanjikan. Dengan tingginya permintaan pasar Rumput laut dan olahannya, baik di dalam maupun di luar Negeri, dikarenakan bahan dasar tersebut berasal dari tumbuhan yang tidak mengandung efek samping terhadap kesehatan bila di kosumsi dalam bentuk makanan atau obat–obatan. Gracilaria sp pada umumnya Agar digunakan oleh industri makanan dalam bentuk Jelly, Ice Cream makanan kaleng Roti manisan dan sebagainya, manfaat lain adalah untuk menyatukan bahan bahan untuk membuat sosis, dapat mereduksi lemak dan Kolesterol.

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Serang tahun 2010 menunjukkan bahwa kapasitas produksi rumput laut kering dalam satu tahun terakhir 3.500 ton dengan harga di tingkat petani Rp. 5.500,-/kg yang dilakukan oleh pembudidaya sejumlah 405 orang petani budidaya dan mencapai pendapatan Rp. 19,25 milyar pada tahun 2010.


(41)

Faktor mutu, transparansi pihak pabrikan, pedagang pengumpul, kelembagaan pembinaan/pendamping sangat mempengaruhi aspek pemasaran rumput laut disebagian besar daerah pengembangan. Saat ini di Kabupaten Serang, faktor mutu belum mengalami kendala yang berarti justru banyaknya permintaan rumput laut Gracilaria telah membuat para pelaku usaha budidaya rumput laut Gracilaria kewalahan.

b. Potensi dan Target Pasar

Besarnya permintaan produksi atas rumput laut, baik di pasar domestik maupun pasar mancanegara menunjukkan pangsa pasar Rumput laut di manca Negara semakin cerah, seperti Hongkong, Korea Selatan, Perancis, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Jepang serta di beberapa negara industri maju lainnya, telah menjadikan negara produsen terbesar, yakni Filipina dan Indonesia dapat menjadikan Komoditas tersebut sebagai komoditas andalan penghasil devisa Negara pada tahun 2003. Volume Rumput laut Indonesia dalam bentuk Kering mencapai 40.162 ton atau setara US$ 20.511.027, yang apabila dibandingkan dengan volume ekspor tahun 1999 sebesar 25.084 ton, maka Expor rumput laut selama dekade 1999–2003 mencapai perkembangan 13,97% per tahun (Ditjen Perikanan Budidaya, 2005) peningkatan permintaan pasar Rumput laut, khususnya memicu akan berkembangnya budidaya rumput laut di Indonesia.

Data yang diterima dari Pemerintah Kabupaten Serang tahun 2010 menunjukkan 500 Ha lahan yang dimanfaatkan sebagai tambak budidaya rumput laut Gracilaria dengan kapasitas produksi 3.500 ton dan masih memiliki 4.500 Ha lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga terabaikan potensi belum tergali 31.500 ton. Jika diasumsikan harga di tingkat petani Rp. 5.500,-/kg, maka potensi pendapatan yang dapat dicapai Rp. 1,7325 triliun pada tahun 2010. Saat ini kapasitas produksi di Kabupaten Serang baru dapat mencukupi kebutuhan pasar domestik, sehingga peluang untuk meraih pasar internasional masih terbuka luas, karena masih banyaknya lahan yang belum dimanfaatkan sebagai tambak budidaya Gracilaria.


(42)

c. Saluran Distribusi

Adanya model kemitraan inti plasma dapat mendorong kinerja produksi rumput laut Gracilaria. Model kemitraan inti plasma adalah hubungan kemitraan antara perorangan, kelompok dan badan usaha dengan usaha menengah dan besar. Usaha menengah atau besar bertindak sebagai inti dan usaha perorangan, kelompok dan badan usaha selaku plasma. Model inti plasma berupa kemitraan langsung dimana usaha perorangan, kelompok dan badan usaha sebagai plasma memproduksi atau menyediakan bahan baku bagi perusahaan inti.

d. Risiko Usaha Budidaya Gracilaria

Beberapa risiko yang dihadapi oleh petani budidaya rumput laut Gracilaria saat ini adalah :

1. Kondisi cuaca yang ekstrim akibat perubahan iklim global berpengaruh terhadap suhu, pH air, pasang surut dan sirkulasi air hingga timbulnya penyakit tanaman rumput laut, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya usaha produksi rumput laut jenis Gracilaria.

2. Risiko gagalnya pengembalian kredit usaha tani budidaya rumput laut akibat gagal panen, sehingga mengganggu sistem permodalan usaha budidaya rumput laut.

3. Turunnya permintaaan atas rumput laut Gracilaria, sehingga berdampak kepada penurunan harga yang menurunkan mutu produksi.

4. Target pasar yang tidak sesuai.

5. Saluran distribusi tidak berfungsi maksimal.

6. Pihak ketiga dalam pemasaran skala ekspor tidak maksimal.

2. Aspek Teknik

Teknik produksi masih menggunakan cara tradisional dengan tambak didaerah pesisir pantai Kabupaten Serang. Sistem tanam yang dilakukan oleh para petani di daerah Kabupaten Serang menggunakan sistem tebar.


(43)

Proses produksi agar dapat dibagi ke dalam tiga (3) cara produksi, yaitu tradisional, sederhana dan moderen. Proses produksi agar secara tradisional dengan menggunakan teknik dan peralatan yang sangat sederhana serta menghasilkan produk berupa agar kertas, batang dan dodol agar. Produksi agar secara sederhana menggunakan peralatan antara lain bak pencuci rumput laut, tangki pemasak, alat penyaring (filter press), alat tekan dengan beban (gel press), loyang atau paralon (PVC) sebagai tempat pembekuan agar, ruang pendingin, alat cetak untuk agar batang, mesin penepung dan alat pengemas, sedangkan produk agar secara sederhana berupa agar kertas, batang maupun tepung. Produksi agar secara moderen menggunakan dua (2) metode, yaitu metode pembekuan-pencairan (freezing-thawing method) dan metode tekan (pressing method)

3. Aspek Finansial

Analisis keuangan usaha budidaya rumput laut jenis Gracilaria dalam tambak asumsi per hektar per tahun :

No Uraian Jumlah

(Unit)

Satuan (Rp.)

Total (Rp.) 1. Modal tetap

- Sewa tambak 1 2,400,000 2,400,000

- Obat-obatan (paket) 1 200,000 200,000

- Pembelian bibit rumput laut

(kg) 1000 2,000 2,000,000

- Pupuk dan kapur (paket) 1 1,000,000 1,000,000

- Perbaikan tambak (paket) 1 2,000,000 2,000,000

- Peralatan jemur (unit) 1 600,000 600,000

- Peralatan panen (unit) 1 400,000 400,000

2. Modal kerja

- Perawatan tanaman 7 700,000 4,900,000

- Biaya tanam 140,000 140,000

- Biaya panen 7 280,000 1,960,000

- Biaya pengepakan 7 175,000 1,225,000

- Biaya pengeluaran lain-lain 7 1,000,000 7,000,000

Total Pengeluaran 23,825,000

3. Pendapatan

- Produksi 1 Ha/tahun (kering) 7000 5500 38,500,000 (7X panen @ 1.000 kg/panen)


(44)

Berdasarkan data yang terima dari Pemerintah Kabupaten Serang seperti terlihat pada tabel di atas, dapat dianalisis berikut :

Analisis Break Even Point (BEP) Biaya–biaya/modal yang dikeluarkan

(Modal Tetap+Modal Kerja) = Rp. 23.825.000,- Harga Jual Gracilaria = Rp. 5.500,-/kg BEP = Rp. 23.825.000,- = 4.331 kg

Rp. 5.500,-/kg

Jadi usaha budidaya ini akan imbal balik, apabila berhasil menjual sebanyak 4.331 kg rumpul laut Gracilaria kering di tingkat harga Rp. 5.500,-/kg untuk lahan seluas 1 hektar.

Payback Period (PBP)

Teknik perbandingan antara waktu pengembalian jumlah dana untuk investasi dengan umur ekonomi proyek. Investasi dianggap layak, bila umur PBP lebih kecil dari umur ekonomis proyek itu sendiri.

Initial investment = Rp 23.825.000,- Laba tahun pertama = Rp. 14.675.000,-

Jadi PBP dicapai dalam waktu 1 tahun 7 bulan (kurang dari 2 tahun).

Net Present Value (NPV)

Teknik perbandingan dengan mengurangkan Nilai saat ini (Present Value atau PV) antara arus kas bersih operasional, terminal cashflow, dan initial investment selama umur ekonomis. Investasi dianggap layak bila NPV positif.

Untuk menentukan PV didasarkan pada Cost of Capital sebagai cut off rate atau discount factor.

Dengan asumsi tingkat bunga bank 6%, maka :

NPV = At = Rp. 14.675.000,- = Rp. 13.844.340,- (1+i)n (1,06)


(45)

Return On Investment (ROI) ROI = _laba bersih x 100%

Investasi total

= _Rp. 14.675.000,-_ Rp. 23.825.000,- = 61,59%

Profitability Index (PI) PI = PV kas masuk PV kas keluar

NPV = PV kas masuk – PV kas keluar 13.844.340 = PV kas masuk - 23.825.000 PV kas masuk = 37.669.340

PI = 37.669.340 23.825.000

= 1,58

Karena nilai PI > 1, maka rencana pengembangan usaha budidaya Gracilaria dapat dilanjutkan.

Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) B/C Ratio = PV benefit

PV Cost = 13.844.340 8.600.000

= 1,60

Karena nilai B/C Ratio > 1, maka usaha budidaya Gracilaria layak dikembangkan.

Dari hasil perhitungan secara keuangan diperolah hasil ROI 61,59%, dengan waktu balik modal 1 tahun 7 bulan, serta dengan nilai PI dan B/C ratio > 1, maka diindikasikan rencana bisnis ini layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan finansial nyata bagi para investor.


(46)

4. Aspek Politik dan Sosial Ekonomi

Saat ini kondisi politik dan sosial ekonomi di Kabupaten Serang sangat kondusif untuk mengembangkan budidaya rumput laut jenis Gracilaria guna mendukung sektor ekonomi riil yang berbasis ekonomi kerakyatan. Selain itu saat ini Pemerintah telah melakukan usaha pengembangan melalui program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), sehingga melalui usaha ini diharapkan dapat mendorong tingkat produksi petani rumput laut dan mengembangkan usaha budidaya rumput laut yang lebih baik lagi.

Pelaksanaan PUMP Budidaya Rumput Laut akan memberikan peluang usaha bagi para petani/nelayan kecil yang berminat memanfaatkan lahan perairan tawar/laut untuk berusaha tani rumput laut. Pola budidaya rumput laut yang dirumuskan dalam PUMP) ini didesain agar petani/nelayan tersebut mampu menggantungkan sebagian besar dari sumber pendapatan keluarga semata-mata dari hasil panen dan penjualan hasil rumput lautnya.

a. Penciptaan dan Pemeliharaan Lapangan Kerja

Melalui dukungan PUMP ini akan diciptakan lapangan kerja bagi para petani/nelayan dan penduduk pedesaan yang berada di sepanjang pantai, dan memberi kesempatan bagi para tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga kerja tetap (tenaga kerja kasar), baik yang terkait dengan semua aspek di sisi hulu sub sektor produksi rumput laut yang dirumuskan dalam PUMP ini (disektor penyediaan saprodi, bibit, peralatan dan lain–lain), operasional proyek dan pada subsektor ekonomi yang berada di sisi hilir subsektor budidaya rumput laut.

b. Peningkatan Ekspor Non Migas

Pengembangan dan perluasan budidaya rumput laut dengan keberhasilan peningkatan produksi rumput laut dalam negeri sebagai salah satu sasaran PUMP akan mendorong peningkatan ekspor dan membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan perolehan devisa dari sub sektor perikanan.


(47)

c. Menumbuhkan Industri Hilir

Pada tahapan di mana rumput laut dapat disediakan secara berkesinambungan dan pada lokasi pertanaman yang relatif menyebar, akan mendorong pula kemungkinan tumbuhnya industri olah lanjut yang menggunakan bahan baku rumput laut yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan juga lapangan kerja.

d. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dengan kemampuan untuk direplikasi relatif besar dapat memberikan peluang bagi daerah lokasi pengembangan guna menyumbangkan PAD melalui pajak yang berasal/ditarik disetiap subsektor ekonomi yang terkait di hulu dan hilir dari kegiatan usaha budidaya rumput laut.

e. Penataan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya

Keberhasilan pengembangan rumput laut di lokasi-lokasi yang cocok untuk tanaman ini akan membantu pemerintah dalam rangka pengalokasian dan penetapan manfaat sumber daya lahan bagi kepentingan ekonomi setempat. Pelestarian pengembangan mata dagangan tertentu, termasuk rumput laut, yang mampu memberi kesempatan luas bagi para pengusaha untuk bergerak dalam subsektor budidaya maupun dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat.

f. Rangsangan untuk Memperkuat Teknologi

Melalui pelaksanaan PUMP ini akan dapat meningkatkan pendapatan para petani rumput laut, menciptakan dan memelihara lapangan kerja yang selanjutnya akan menjadi ransangan bagi para peneliti untuk secara berkesinambungan terus mengadakan penelitian dan menciptakan teknologi budidaya dan pemanfaatan rumput laut yang unggul, serta mengadakan pewilayahan produksi yang cocok di Indonesia untuk pembudidayaan rumput laut dengan produktivitas tinggi.

5. Aspek Lingkungan

Kondisi lingkungan pesisir pantai yang masih bagus dan terhindar dari polusi, serta kontaminasi limbah Industri sangat mendukung sekali program pengembangan budidaya rumput laut.


(48)

a. Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Fisik

Dampak pembudidayaan rumput laut baik skala kecil maupun dalam skala besar mempunyai pengaruh positif terhadap lingkungan perairan pantai. Lokasi pembudidayaan rumput laut berfungsi pula sebagai penahan dari abrasi pantai akibat terpaan ombak.

Lokasi pengembangan budidaya rumput laut dapat berfungsi sebagai obyek wisata pantai. Walaupun di beberapa daerah, seperti Bali pengembangan budidaya rumput laut tergeser, karena adanya pengembangan kawasan wisata pantai.

b. Dampak Terhadap Komponen Fauna

Dampak kegiatan budidaya rumput laut tidak akan mempengaruhi kehidupan hewan laut, seperti ikan, udang, kepiting dan lainnya. Bahkan tanaman rumput laut menjadi makanan bagi predator seperti ikan–ikan, herbivora, bulu babi dan penyu.

Berdasarkan skala usaha 250 rakit perkelompok usaha perikanan, maka pengembangan budidaya rumput laut tidak perlu mensyaratkan Analisa Dampak Lingkungan Amdal (AMDAL).

6. Aspek SDM

Perkembangan usaha budidaya rumput laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh mutu dan kuantitas SDM. SDM dari segi kuantitas dan mutu dalam bidang usaha budidaya rumput laut di Indonesia masih tergolong rendah, terutama SDM dari segi mutu masih sangat rendah, maka diperlukan sosialisasi prospek usaha budidaya rumput laut dan pembinaan terhadap pembudidaya rumput laut yang telah ada. Peningkatan mutu dan kuantitas SDM budidaya rumput laut telah dirintis oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui kegiatan-kegiatan seperti seminar–seminar nasional usaha rumput laut, temu usaha rumput laut dan pelatihan teknis budidaya rumput laut.

Jumlah rumah tangga produksi rumput laut meningkat sejak adanya program Ditjen Perikanan Budidaya (program INBUDKAN atau Intensifikasi Budidaya Perikanan) yang salah satu komoditas unggulannya adalah


(49)

budidaya rumput laut yang telah dilaksanakan sejak tahun 2002. Diharapkan juga pembangunan sekolah menengah khusus budidaya rumput laut akan mengembangkan dan meningkatkan SDM bidang usaha budidaya rumput laut, khususnya Gracilaria.

7. Aspek Legalitas

Budidaya rumput laut memiliki karakteristik yaitu ketergantungan terhadap alam yang masih sangat besar (tingkat campur tangan manusia dalam peningkatan produktivitas dan kontinuitas produksi relatif kecil), padat karya, produk (rumput laut basah/segar), relatif murah dan voluminous, sehingga perlu areal yang luas dan spesifik lokasi. Dengan karakter demikian, maka syarat umum pendirian industri budidaya adalah (a) lokasi yang sangat sesuai (teknis, ekonomis dan sosiologis), (b) adanya keberadaan masyarakat atau dekat dengan pemukiman penduduk dan (c) kawasan yang luas. Untuk ketiga (3) hal tersebut Kabupaten Serang telah menyediakan lokasi, keberadaan masyarakat dan kawasan luas yang memadai untuk pembuatan tambak produksi budidaya Gracilaria. Informasi detail dan akurat mengenai lokasi yang sesuai, baik secara teknis, ekonomis dan legalitas masih jauh dari cukup. Tata ruang pemanfaatan perairan laut untuk keperluan budidaya laut dan khususnya bagi budidaya rumput laut belum dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang.

Budidaya rumput laut umumnya diusahakan oleh masyarakat (RTP atau rumah tangga perikanan) dan perusahaan. Dalam kenyataannnya di lapangan, perusahaan budidaya rumput laut umumnya bermitra dengan masyarakat. Dari aspek legal, pendirian perusahaan industri rumput laut terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) 54 tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Peraturan tersebut tampaknya tidak mengatur izin usaha budidaya yang dilakukan oleh masyarakat (industri rakyat). Pembudidaya rumput laut umumnya mengindahkan aturan yang berlaku secara lokal (adat istiadat atau hukum lokal) ketika akan membuka usaha budidaya rumput laut. Beberapa aturan lokal diantaranya adalah adanya pengakuan kepemilikan kepada pembudidaya rumput laut yang pertama kali membuka usaha di areal tertentu.


(50)

Ketika pembudidaya tersebut tidak memanfaatkan lagi areal tersebut maka pembudidaya yang akan memanfaatkan diwajibkan membayar sejumlah uang sebagai pengakuan kepemilikan.

Secara nasional, pengembangan usaha budidaya rumput laut mulai mendapat dukungan legal yang kuat dari Pemerintah Pusat melalui Departemen Kelautan dan Perikanan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.09/MEN/2002 tentang INBUDKAN. Di dalam surat ini mencakup komoditas unggulan, diantaranya rumput laut, menjadi sasaran pengembangan secara ekstensif.

Secara umum kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Serang masih dalam batas kewajaran dalam aspek legalitas, karena masih mengikuti aturan yang berkaitan usaha marikultur serta relatif lebih aman dan tidak mengganggu alur pelayaran yang utama.

B. Evaluasi kinerja usaha budidaya Gracilaria yang dilakukan oleh Kelompok “Budidaya Rumput Laut Serang Utara” (KBRLSU)

1. Gambaran Umum KBRLSU (KBRLSU) a. Sejarah, Visi dan Misi KBRLSU

Pada awalnya, di lokasi studi terdapat beberapa petani yang melaksanakan usaha budidaya ikan Bandeng. Disamping budidaya ikan Bandeng, dengan pengetahuan yang minimal para petani tersebut juga melaksanakan usaha budidaya rumput laut. Seiring berjalannya waktu, permintaan terhadap komoditas ikan Bandeng menurun, sedangkan permintaan rumput laut yang awalnya merupakan komoditas sampingan semakin meningkat. Dengan keadaan demikian para petani lebih condong meninggalkan usaha budidaya ikan Bandeng dan berpaling melaksanakan usaha budidaya rumput laut. Jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh para petani di lokasi studi adalah Glacilaria sp.

Untuk meningkatkan usaha pembudidayaan rumput laut dalam rangka meningkatkan daya tawar petani dengan pihak luar dalam, yaitu industri pengolahan rumput laut dan dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha, maka 19 petani bersepakat membentuk kelompok usaha budidaya


(51)

rumput laut. Kelompok usaha budidaya rumput laut di lokasi studi didirikan pada 22 April 2002 yang diketuai oleh Halili. Kelompok budidaya rumput laut di lokasi studi dipimpin oleh Bapak Halili dari awal didirikannya kelompok budidaya tersebut sampai sekarang (tahun 2011).

Dalam perkembangannya, KBRLSU menjadi kelompok budidaya rumput laut yang diperhitungkan di Banten, dengan kemampuan dan keahlian yang meningkat untuk meningkatkan hasil rumput laut dan serta terus menerus berupaya meningkatkan kepuasan pelanggan. Disamping itu telah disusun Visi dan Misi yang berlaku dalam kelompok budidaya rumput laut di Serang Utara, yaitu “Visi dan Misi”. KBRLSU sebagai suatu kelompok usaha yang secara terus menerus melaksanakan upaya peningkatan hasil produksi rumput laut, mensejahterakan anggota kelompok, serta meningkatkan kepuasan pelanggan, tentu harus memiliki visi, misi, nilai-nilai yang menjadi landasan gerak dan perjuangannya. b. Visi

Menjadi kelompok usaha budidaya rumput laut terdepan dalam mensejahterakan anggota kelompok.

c. Misi

1) Mensejahterakan anggota melalui layanan prima dalam usaha budidaya rumput laut dengan manajemen yang berkomitmen.

2) Meningkatkan kapasitas produksi rumput laut melalui pelatihan, pemberdayaan SDM dan kemitraan strategik.

d. Nilai–nilai

Inovatif, Dinamis, Keterbukaan, Keadilan dan Mandiri.

Dengan melihat visi dan misi yang dikembangkan kelompok budidaya rumput laut, maka timbul optimisme bahwa kelompok budidaya rumput laut di Serang Utara akan berkembang maju ke depan.

2. Struktur Organisasi KBRLSU

Struktur organisasi kelompok budidaya rumput laut ini merupakan suatu mekanisme formal dalam rangka mengelola kelompok untuk mencapai


(52)

tujuannya. Struktur organisasi kelompok secara umum terdiri atas musyawarah kelompok, pengurus dan anggota.

Musyawarah kelompok dilaksanakan setahun sekali. Dalam musyawarah, pimpinan musyawarah adalah ketua kelompok. Terdapat beberapa agenda rutin yang dibahas dalam musyawarah kelompok yaitu laporan pertanggungjawaban bendahara mengenai keuangan kelompok pada setahun terakhir, laporan pertanggungjawaban Ketua kelompok mengenai seluruh kegiatan yang dilaksanakan pada setahun terakhir, perencanaan kegiatan kelompok pada tahun berikutnya, serta pengangkatan pengurus kelompok pada periode selanjutnya.

Pengurus kelompok diangkat pada saat musyawarah kelompok yang dilaksanakan satu tahun sekali. Pengurus tersebut juga merupakan petani budidaya rumput laut. Sejak didirikan KBRLSU pada April 2002 sampai sekarang, pengurus KBRLSU adalah :

Ketua : Halili Sekretaris : Muhyi Bendahara : Mustari

Tugas pengurus kelompok adalah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keahlian anggota dalam membudidayakan rumput laut, sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Antara lain mengadakan pelatihan, menyediakan alat yang diperlukan saat di tambak dan memilih bibit unggul. Selain itu tugas pengurus yang tidak kalah penting adalah menjaga hubungan dengan mitra strategik yang baik.

Anggota kelompok saat ini terdiri atas para petani sebanyak 25 orang yang memiliki tambak dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan tambak. Rataan setiap anggota memiliki 2–5 karyawan untuk menjalankan kegiatan budidaya rumput laut dari saat penebaran bibit hingga pemanenan.

3. Pengukuran Kinerja di KBRLSU

Kegiatan musyawarah kelompok merupakan hajatan tahunan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pengurus pada periode setahun terakhir serta perencanaan kegiatan kelompok pada periode berikutnya.


(1)

No PERTANYAAN YANG DITANYAKAN Seberapa jauh menurut pendapat anda, tingkat kepentingan atau kepuasan dari atribut mutu di bawah ini?

Tingkat kepuasan 1: Tidak penting 2: Kurang penting 3: Cukup penting 4: Penting

5: Sangat penting 1 Kesempatan bekerja sendiri dalam

menyelesaikan pekerjaan 1 2 3 4 5

2 Kesempatan menjadi bagian penting dalam

kelompok kerja 1 2 3 4 5

3 Cara pemimpin anda menangani bawahan 1 2 3 4 5 4 Kemampuan atasan anda dalam membuat

keputusan 1 2 3 4 5

5 Penerapan kebijakan organisasi dalam kegiatan

sehari-hari 1 2 3 4 5

6 kesempatan melakukan sesuatu yang baru dari

waktu ke waktu 1 2 3 4 5

7 Jaminan kerja yang diberikan organisasi kepada

karyawan 1 2 3 4 5

8 Imbalan kerja dikaitkan dengan bebean kerja

yang anda lakukan 1 2 3 4 5

9 Kesempatan untuk membantu menyelesaikan

pekerjaan rekan anda 1 2 3 4 5

10 Kesempatan melakukan pekerjaan dengan

menggunakan kemampuan yang anda miliki 1 2 3 4 5 11 Kesempatan untuk memeberitahukan rekan anda

apa yang seharusnya dilakukan 1 2 3 4 5 12 Keharmonisan kerja sama rekan kerja anda 1 2 3 4 5 13 Kesempatan untuk anda dapat berkembang pada

pekerjaan anda saat ini 1 2 3 4 5

14 Kebebasan untuk menggunakan penilaian anda


(2)

63

Lampiran 5. Kuesioner tingkat kepuasan nilai dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi

No PERTANYAAN YANG DITANYAKAN Seberapa jauh menurut pendapat anda, tingkat kepentingan atau kepuasan dari atribut mutu di bawah ini ?

Tingkat kepuasan 1: Tidak puas 2: Kurang puas 3: Cukup puas 4: Puas

5: Sangat puas 1 Menjalankan komunikasi efektif antara

pemimpin dengan karyawan 1 2 3 4 5

2 Meningkatkan pengetahuan di bidang tugas

anda saat ini sebagai prioritas utama 1 2 3 4 5 3 Karyawan mampu berfikir dan bertindak

menggunakan pendekatan sistem yang menyeluruh

1 2 3 4 5

4 Karyawan diberikan kebebasan untuk

memperluas wawasan pengetahuan 1 2 3 4 5 5 Pimpinan mendukung pelatihan dan

mengawasi hasil yang dipelajari 1 2 3 4 5 6 Aktif berbagi pengetahuan kepada sesama

karyawan berupa ide untuk mengembangkan pengetahuan bertanam

1 2 3 4 5

7 Karyawan dibekali ketrampilan berfikir kreatif

untuk inovasi pelayanan kepada anggota 1 2 3 4 5 8 Pimpinan mendorong pembelajaran yang tepat


(3)

a. Nilai pembobotan antar perspektif dalam Balance Scorecard

No Perspektif Kode Perspektif Jumlah Bobot (%)

A B C D

1 Pelanggan dan Keanggotaan

A 2 3 2 7 29,17

2 Keuangan B 2 2 2 6 25

3 Proses bisnis internal C 1 2 2 5 20,83 4 Pembelajaran dan

pemberdayaan

D 2 2 2 6 25

Jumlah 24 100

Keterangan: 0 Sangat tidak lebih penting 1 Tidak penting

2 Sama penting 3 Lebih penting 4 Sangat lebih penting

b. Nilai pembobotan antar ukuran strategi dalam perspektif pelanggan dan keanggotaan

No Tujuan strategik Kode Perspektif Jumlah Bobot (%)

A B

1 Kepuasan pelanggan A 1 1 25

2 Kepuasan anggota B 3 3 75

Jumlah 4 100

c. Nilai pembobotan antar ukuran strategi dalam perspektif keuangan

No Perspektif Kode Perspektif Jumlah Bobot (%)

A B C D

1 Rasio likuiditas A 2 1 2 5 22,73

2 Rasio solvabilitas B 2 1 1 4 18,18

3 Rasio rentabilitas (%) C 3 3 1 7 31,82 4 Pertumbuhan

pendapatan kelompok usaha

D 2 2 2 6 27,27


(4)

65

Lanjutan Lampiran 6. Penentuan nilai pembootan masing-masing perspektif

d. Nilai pembobotan antar ukuran strategi dalam perspektif proses bisnis internal

No Perspektif Kode Perspektif Jumlah Bobot

(%)

A B C D

1 Produktivitas bidang produksi rumput laut

A 2 2 2 6 25

2 Peningkatan bibit unggul B 2 2 2 6 25

3 Peningkatan produksi rumput laut per anggota

C 3 1 1 5 20,83

4 Peningkatan penjualan rumput laut

D 2 3 2 7 29,17

Jumlah 24 100

e. Nilai pembobotan antar ukuran strategi dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

No Perspektif Kode Perspektif Jumlah Bobot

(%)

A B C D

1 Kompetensi karyawan A 2 2 2 6 26,09

2 Kepuasan karyawan B 2 2 1 5 21,74

3 Kenaikan anggota C 2 2 1 5 21,74

4 Nilai dinamika pembelajaran, pemberdayaan dan penerapan teknologi

D 1 3 3 7 30,43


(5)

No Sasaran strategik Ukuran hasil utama 2008 Target Ket. Pencapaian Bobot (%)

Nilai kinerja

A B C= (A/B)x100

A. Perspektif pelanggan dan Keanggotaan

29,17 A1. Kepuasan pelanggan dan

keanggotaan

Kepuasan pelanggan 71 80 > Puas 81,65 75 61,24% Kepuasan anggota 65,32 80 > Puas 88,75 25 22,18%

Sub total nilai A 83,42%

B. Perspektif keuangan 25

B1. Rasio keuangan Rasio likuiditas 34,04 80 % 42,55 22,73 9,67%

Rasio solvabilitas 86,35 120 % 71,96 18,18 13,08%

Rasio rentabilitas (%) 0,83 10 % 8,3 31,82 2,64%

B2. Pertumbuhan pendapatan Pertumbuhan pendapatan kelompok usaha

4,57 9 % 50,78 27,27 13,84%

Sub total nilai B 39,23%

C. Perspektif bisnis internal 20,83

C1. Peningkatan produktivitas karyawan

Produktivitas bidang produksi rumput laut

1,037 3 ton/bln 34,6 25 8,60%

C2. Penerapan teknologi Peningkatan bibit unggul 35,37 60 % 59 25 14,75%

Peningkatan produksi

rumput laut per anggota

7,24 12 % 60,6 20,83 12,62%

6


(6)

Lanjutan Lampiran 7. Perhitungan capaian kinerja KBRLSU dengan Balance Scorecard

No Sasaran strategis Ukuran hasil utama 2008 Target Ket. Pencapaian Bobot (%)

Nilai kinerja

A B C= (A/B)x100

C3. Penjualan ke pelanggan Peningkatan penjualan rumput laut

27,19 40 % 68 29,17 19,83%

Sub total nilai C 55,80%

D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

25 D1. Profesionalitas dan

kompetensi karyawan

Tingkat kompetensi karyawan

58,5 85 % 68,82 26,09 17,96%

D2. Tingkat kepuasan karyawan Capaian kepuasan karyawan

54,76 80 % 68,45 21,74 14,88%

D3. Pelatihan usaha Peningkatan anggota 25 30 % 83,33 21,74 18,11%

D4. Dinamika pembelajaran, pemberdayaan, dan penerapan teknologi

Mutu dinamika belajar, pemberdayaan dan penerapan teknologi

58,33 85 % 68,62 30,43 20,88%

Sub total nilai D 71,83%

Nilai total kinerja = (sub A x Bobot A) x (sub B x Bobot B) x (sub C x Bobot C) x (sub D x Bobot D) = 63,72%

6