Gambar 4 Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.
Konsentrasi relatif total kuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 1:1 31,82. Perbedaan lokasi
tempat tumbuh dan bagian pohon mempengaruhi komponen dan kadar kuinon yang terisolasi. Ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 1:1 memiliki
jumlah kuinon lebih tinggi yang menandakan bahwa komponen kuinon pada Jati lebih mudah terisolasi dengan pelarut yang semipolar.
4.2.1 Kadar Antrakuinon
Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon lapakol, dehidrolapakol dan antrakuinon tektokuinon. Konsentrasi
relatif antrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 5.
2.57 0.44
1.37 6.62
1.97 6.38
13.39 25.98
31.82 31.15
8.44 25.74
4 8
12 16
20 24
28 32
Jabar Jatim
Jabar Jatim
Jabar Jatim
E:T 2:1 E:T 1:1
E:T 1:2 Kulit
Kayu
Pelarut Etanol:Toluena Ka
da r
Kuinon
Gambar 5 Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sama halnya dengan kuinon, konsentrasi relatif kelompok antrakuinon berbeda menurut lokasi tempat tumbuh dan bagian kayu serta kulit Jati.
Konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 1:1 27,49, sedangkan
konsentrasi relatif total antrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa
Timur yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 2:1 0,24.
Pada ekstak kulit kayu, konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanoltoluena 1:2. Penambahan
proporsi toluena pada campuran pelarut menyebabkan kadar antrakuinon dalam ekstrak lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, pada ekstrak kulit komponen
antrakuinon akan terisolasi dengan baik dalam pelarut campuran yang cenderung bersifat non polar. Secara keseluruhan kulit Jati Jawa Timur memiliki kadar
antrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati Jawa Barat, maka jumlah rendemen kadar ekstrak tidak menentukan jumlah konsentrasi relatif kadar
antrakuinonnya.
0.75 0.24
0.53 4.33
1.66 6.38
12.84 22.03
27.17 27.49
8.27 23.06
5 10
15 20
25 30
Jabar Jatim
Jabar Jatim
Jabar Jatim
E:T 2:1 E:T 1:1
E:T 1:2 Kulit
Kayu
Pelarut Etanol:Toluena Ka
da r
Antra kuinon
4.2.2 Kadar Tektokuinon 2-Metilantrakuinon
2-Metilantrakuinon merupakan kelompok senyawa antrakuinon yang dikenal pula dengan nama tektokuinon. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon
dalam ekstrak kayu dan kulit Jati dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.
Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Barat yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 1:1 24,67
Gambar 6. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanoltoluena 2:1 0,24.
Berdasarkan nilai rataan, konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada bagian kayu teras Jati Jawa Timur. Konsentrasi tektokuinon ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian Lukmandaru 2012 dalam Salih dan Celikbicak 2012 yang menemukan kadar tektokuinon kayu Jati dari Jawa Barat
Purwakarta, Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing 14,61, 8,05, dan 11,31 dengan pelarut etanol-benzena 1:2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh
perbedaan pelarut dan bagian sampel kayu Jati yang diteliti. Menurut Sjostrom
0.75 0.24
0.53 4.33
1.5 6.38
11.88 20.9
24.67 23.85
7.47 21.81
3 6
9 12
15 18
21 24
27
Jabar Jatim
Jabar Jatim
Jabar Jatim
E:T 2:1 E:T 1:1
E:T 1:2 Kulit
Kayu
Pelarut Etanol:Toluena Ka
da r
2 -metil
a ntra
kuinon
1991 perbedaan kadar dan jenis ekstraktif dalam kayu dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur, dan bagian kayu yang dipakai.
Konsentrasi relatif tektokuinon dalam kayu Jati yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono 2010. Konsentrasi tektokuinon
pada kayu Jati asal Malang berumur sekitar 50 tahun sebesar 28,98 dengan menggunakan pelarut etanoltoluena 1:2. Berdasarkan hal tersebut pelarut
etanoltoluena 1:1 sampai 1:2 cukup baik untuk mengisolasi ekstrak kayu Jati dengan konsentrasi 2-metilantrakuinon yang tinggi. Hasil ini mendukung hasil
penelitian sebelumnya bahwa pelarut yang bersifat semipolar lebih efektif melarutkan 2-metilantrakuinon, seperti yang ditemukan pada ekstrak aseton, kayu
Jati Panama mengandung 2-metilantrakuinon lebih besar dibandingkan dengan pelarut petroleum Windeisen et al. 2003 dalam Gori et al. 2009, walaupun
dilaporkan pula pelarut kloroform dan campuran etanol-benzena dapat mengekstrak senyawa tektokuinon Ohi 2001.
Pelarut etanoltoluena 1:1 merupakan pelarut yang paling efektif untuk mengisolasi 2-metilantrakuinon dari kayu Jati dibanding komposisi pelarut
lainnya. Pada kromatogram analisis pirolisis GC- MS memperlihatkan “peak area”
dari 2-metilantrakuinon adalah yang paling dominan Lampiran 2. Secara keseluruhan senyawa 2-metilantrakuinon merupakan komponen utama dalam
ekstraktif kayu Jati dengan nilai rataan 14,67 Jati Jawa Barat dan 22,19 Jati Jawa Timur atau setara dengan konsentrasi 0,76 dan 1,77 berdasarkan bobot
kayu. Hasil ini lebih tinggi dengan hasil penelitian Leyva et al. 1988 yang menemukan konsentrasi 2-metilantrakuinon sebesar 0,33 dari berat kayu Jati.
Telah diketahui, tektokuinon adalah senyawa utama yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu Jati Lukmandaru dan Ogiyama
2005. Selain itu, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica Cheng
et al. 2008. Hasil penelitian Leyva et al. 1998 menemukan bahwa 2- metilantrakuinon tektokuinon merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki
sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Berdasarkan hal itu limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk
kayu dan energi, juga berpotensi besar sebagai sumber bahan kimia alami yang
bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insktisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong
peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam biomassa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan