Kayu Jati tumbuh baik pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik tanah yang sarang terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di
daerah yang mempunyai musim kering yang nyata Martawijaya et al. 1981. Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500
– 2000 mmtahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan Jati adalah tanah dengan pH 4,5
– 7 dan tidak dibanjiri dengan air Anonim 2012.
Berdasarkan perbedaan tempat tumbuh, terdapat perbedaan sifat-sifat kayu Jati Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Pitomo 1985. Jati yang tumbuh
di Jawa Barat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan riap pertumbuhannya lebih lebar, sehingga untuk mencapai diameter yang sama Jati
yang tumbuh di Jawa Barat memerlukan waktu yang lebih singkat. Kayu Jati Jawa Barat dipanen dengan daur yang lebih pendek 40 tahun sehingga persentase
kayu gubalnya lebih banyak. Oleh sebab itu kayu Jati Jawa Barat mempunyai keawetan alami yang rendah. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah faktor
musim yang menentukan pembentukan earlywood dan latewood. Adanya perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan berat jenis, tingkat kekerasan, pola
dekoratif kayu, dan kekuatan kayu Fahutan IPB 1994. Menurut Suryana 2001, daerah Jawa Barat memiliki curah hujan tinggi
1500 mm pertahun dan seringkali pohon Jati tidak menggugurkan daunnya. Menurut Siregar et al. 2008, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki
musim kemarau yang panjang dan pohon Jati biasanya menggugurkan daunnya. Kandungan kimia kayu Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk dalam satu
kelompok karena adanya kemiripan jumlah kandungan kimianya.
2.2 Zat Ekstraktif
Menurut Sjostrom 1991, ekstraktif merupakan komponen kimia kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif adalah
konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa- senyawa ekstraseluler, dan mempunyai berat molekul yang rendah. Menurut
Fengel dan Wegener 1984, ekstraktif kayu adalah sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar.
Ekstraktif dari sampel kayu dapat diisolasi melalui ekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter, aseton, benzena, etanol, dikloro-metana atau
campuran pelarut-pelarut tersebut. Ekstrasi etanol-benzena 1:2 adalah salah satu metode untuk menduga kadar ekstraktif kayu. Oleh karena benzena dikenal sangat
membahayakan kesehatan dianjurkan untuk diganti dengan sikloheksana atau toluena sebagai komponen pelarut yang digabung dengan etanol Fengel dan
Wegener 1984. Sjostrom 1991, menyatakan bahwa jumlah maupun komposisi zat
ekstraktif sangat bervariasi tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, faktor genetik, dan bagian pada pohon batang, cabang, akar, dan kulit kayu. Selain itu,
perbedaan komposisi zat ekstraktif juga terdapat pada kayu gubal dan kayu teras. Menurut Niamké et al. 2011, konsentrasi senyawa fenolik pada kayu gubal
ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras. Tsoumis 1991, menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih besar dibandingkan
kayu. Menurut Sjostrom 1991, senyawa fenolik yang terdapat dalam kayu teras dan dalam kulit dapat melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi
atau serangan serangga.
2.3 Kuinon dalam Jati
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi
dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan
kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau
dalam bentuk kuinol Harborne 1987 dalam Singarimbun 2011. Antrakuinon berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini
biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah Singarimbun 2011.
Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon lapakol, dehidrolapakol dan antrakuinon tektokuinon Fengel dan
Wegener 1984.
Telah diketahui
ekstraktif kayu
Jati mengandung
naphthaquinones lapachol,
deoxylapachol, 5-hydroylapachol,
turunan
naphthaquinone dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol, anthraquinones tectoquinone,
1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl
quinizarin, pachybasin, obtusifolin, betulinic acid, trichione, sitosterol, dan squalene
Thomson 1957, Hegnauer 1973, Singh et al. 1989, Khan dan Mlungwana 1999 dalam Sumthong et al. 2006.
Telah dilaporkan hasil ekstraksi bertingkat kayu Jati komersial dengan pelarut toluena dilanjutkan dengan pelarut toluena-etanol 50 menghasilkan
ekstraktif kayu Jati sebesar 6,7. Analisis ekstrak menunjukkan keberadaan dari naftokuinon dan antrakuinon AQ, dimana 2-metilantrakuinon adalah komponen
yang utama 0,33 dari berat kayu Jati dalam ekstraktif kayu Jati Leyva et al. 1998.
Pyrolisis-Gas Chromatography
Mass Spectrometry
Pyr-GCMS merupakan alat analisis yang paling cepat dalam menentukan kandungan 2-
metilantrakuinon dalam kayu Ohi 2001. Kromatogram GCMS menunjukan bahwa kayu teras Jati yang berasal dari Gombong umur 15 tahun dan 25 tahun
dan Randublatung umur 72 tahun yang diekstrak dengan pelarut etanol-benzena masing-masing
mengandung tectoquinone
0,17, 0,48,
dan 0,81
Lukmandaru 2009.
a. b.
Gambar 1 Struktur kimia antrakuinon a dan 2-metil antrakuinon b.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian