Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Tectona grandis L.f

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Tectona grandis L.f

Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai non polar. Senyawa ekstraktif yang berhasil diisolasi dipengaruhi oleh sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut bersifat polar akan melarutkan senyawa kimia yang bersifat polar dan senyawa yang bersifat non polar dapat larut dalam pelarut non polar. Pelarut campuran etanoltoluena dapat melarutkan ekstraktif yang bersifat polar sampai non polar, karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan toluena pelarut yang bersifat non polar. Kadar ekstrak dari kayu Jati berbeda untuk perbandingan campuran pelarut etanoltoluena yang berbeda Gambar 2. Perbedaan perbandingan pelarut etanol dan toluena menyebabkan campuran pelarut memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Gambar 2 Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan dari kayu Jati Jawa Timur dengan campuran pelarut etanoltoluena 1:2 8,91, dan terendah dihasilkan dari kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanoltoluena 2:1 5,47. Pelarut etanoltoluena 6,09 6,79 5,47 8,86 8,91 7,76 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E:T 1:1 E:T 1:2 E:T 2:1 Jawa Barat Jawa Timur Ka da r Ekstra k Pelarut Etanol:Toluena dengan perbandingan 1:2 mampu melarutkan zat ekstraktif tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ekstrak kayu Jati terdiri dari senyawa-senyawa bersifat polar terlarut etanol dan senyawa-senyawa non polar terlarut toluena. Pelarut alkohol dapat melarutkan senyawa karbohidrat, protein, tanin, dan flavanoid. Pelarut toluena dapat melarutkan senyawa resin, minyak, lemak, dan lilin Fengel dan Wegener 1984. Kadar ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono 2010 dan Nugraha 2011, akan tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Leyva et al. 1998 dan Lukmandaru dan Takahashi 2009. Ekstraksi serbuk kayu Jati dangan pelarut toluena dan toluena-etanol menghasilkan ekstrak 6,7 Leyva et al. 1998, sedangkan Lukmandaru dan Takahashi 2009 memperoleh kadar ekstrak 7,01 dan 8,04 dari kayu Jati berumur 30 dan 51 tahun dengan pelarut etanolbenzena 1:2. Selain disebabkan perbedaan pelarut atau campuran pelarut, perbedaan kadar ekstrak juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku kayu, seperti lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan bagian pada pohon Sjostrom 1991. Gambar 2 menunjukkan pula bahwa kayu Jati pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda menghasilkan kadar ekstrak yang berbeda. Untuk umur yang hampir sama, kayu Jati asal Jawa Timur menghasilkan kadar ekstrak sekitar 2,39 lebih tinggi dibandingkan kayu Jati asal Jawa Barat. Hal yang sejalan ditemukan pula oleh Siregar et al. 2008, bahwa kelarutan etanol-benzena kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan riap tumbuh yang mempengaruhi proporsi kayu teras. Selain itu, faktor lingkungan, tempat tumbuh, dan genetis kayu merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan karakteristik kayu Barnett dan Jeronimidis 2003 dalam Siregar et al. 2008. Kondisi sebaliknya terjadi pada kulit kayu Jati, dimana kulit kayu Jati asal Jawa Barat menghasilkan kadar ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati asal Jawa Timur Gambar 3. Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan kulit Jati Jawa Barat dengan pelarut etanoltoluena 2:1 10,11, dan terendah dihasilkan kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanoltoluen 2:1 4,72. Sementara itu, perbedaan perbandingan pelarut etanol terhadap toluena tidak menyebabkan perbedaan besar terhadap kadar ekstrak yang dihasilkan. Gambar 3 Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Perbedaan kadar ekstraktif antara kulit kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh. Selain itu, oleh karena sampel kulit yang diuji berasal dari limbah industri pengolahan kayu Jati sehingga tidak diperoleh data pasti umur pohon asal kulit tersebut, maka ada kemungkinan perbedaan kadar ekstraktif tersebut juga dipengaruhi oleh umur pohon. Dari hasil kadar ekstrak kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang jauh berbeda, diduga limbah kulit Jati Jawa Barat umurnya lebih tua dibandingkan dengan limbah Jati Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan kadar ekstraktif dalam kulit kayu Jati dengan bertambahnya umur pohon Maryati 2000. Menurut Sjostrom 1991 umur pohon, lokasi tempat tumbuh, dan bagian pada pohon dapat menyebabkan kandungan dan jumlah zat ekstraktif yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing faktor pelarut, bagian pohon, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara faktor pelarut dan faktor bagian pohon tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar ekstrak. Oleh sebab itu, secara statistik kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan umur yang sama memiliki kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena yang 10,10 9,98 10,11 5,69 4,85 4,72 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 E:T 1:1 E:T 1:2 E:T 2:1 Jawa Barat Jawa Timur Ka da r Ekstra k Pelarut Etanol:Toluena hampir sama. Berdasarkan nilai rataan kadar ekstrak kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat, sedangkan kadar ekstrak kulit Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jawa Timur Gambar 2 dan 3. Tabel 1 Kandungan Ekstrak Kayu Jati Tectona grandis 1 EtanolToluena Jawa Barat Jawa Timur Rataan 2 Kayu Kulit Kayu Kulit 1:01 6,09 10,10 8,86 5,69 7,69 A 1:02 6,79 9,98 8,91 4,85 7,63 A 2:01 5,47 10,11 7,76 4,72 7,01 A Rataan 2 6,12 a A 10,06 a A 8,51 a A 5,09 a A 7,44 1 – rataan dari 3 kali ulangan, berat kering tanur 2 – A dan B hasil uji lanjut Duncan pada pelarut yang digunakan – a dan b hasil uji lanjut Duncan pada lokasi tembat tumbuh selang kepercayaan 95

4.2 Kadar Kuinon