Kedudukan Penuntut Umum Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Sejak saat itu maka para jaksa telah benar-benar menjadi penuntut umum, dengan penentuan tugas untuk mencari kejahatan pegawai penyidik, menuntut perkara pegawai penuntut dan menjalankan putusan hakim. Keadaan demikian pada masa kedudukan Jepang merupakan suatu perkembangan yang sangat berarti. Oleh karena jabatan Asisten Residen dihapuskan, sehingga berakibat jaksa di daerah-daerah tidak lagi di bawah pemerintah langsung residen atau asisten residen tetapi melalui Kepala Kejaksaan Pengadilan stempat yang bertanggung jawab kepada Cianbucoo Direktur Kemanan.

3. Kedudukan Penuntut Umum Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia dalam sisitem ketatanegaraan dapat dilihat sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan negara Indonesia melalui beberapa fase. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945, rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI memutuskan mengenai kedudukan Kejaksaan dalam struktur negara Republik Indonesia dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Ini berarti bahwa secara yurudis formal Kejaksaan Republik Indonesia sudah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Kedudukan Kejaksaan dalam struktur kenegaraan adalah selaku alat kekuasaan eksekutif dalam bidang yustisial yang sudah berakar sejak jaman kerajaan Majapahit, Mataram, Cirebon, serta pada masa penjajahan baik pada Universitas Sumatera Utara pendudukan pemerintah Hindia Belanda maupun pada masa Jepang berkuasa di Indonesia. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, istilah Kejaksaan dipergunakan secara resmi melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 tentang Balatentara Pendudukan Jepang, yang kemudian diganti dengan undang-undang Osamu Seirei Nomor 3 Tahun 1942, Nomor 2 Tahun 1944, dan Nomor 49 Tahun 1944. Peraturan tersebut tetap dipergunakan dalam negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945. 32 32 Ibid, hal. 67. Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan peraturan peralihan UUD 1945 jo Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945, ketentuan yang digariskan dalam Osamu Seirei Nomor 3 Tahun 1942 menegaskan bahwa jaksa yang menjadi satu- satunya pejabat penuntut umum tetap berlaku di negara Republik Indonesia setelah proklamasi. Pada intinya bahwa kedudukan penuntut umum setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia adalah sama dengan kedudukannya di jaman Hindia Belanda dan kedudukan Jepang. Dengan berdasarkan Pada II Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945 yang menetapkan berlakunya ketentuan Undang-Undang maupun peraturan pemerintah lain sebelumnya. Universitas Sumatera Utara B. Kedudukan dan Wewenang Kejaksaan Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1961 diundangkan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indoneia yang pada prinsipnya secara yuridis disebutkan bahwa fungsi penegakan hukum oleh kejaksaan tidak mengalami perubahan. Pengaturannya sama saja pengaturan Kejaksaan setelah Indonesia merdeka. Menurut undang-undnag pokok kejaksaan tersebut, kejaksaan selain bertugas melakukan penuntutan juga berwenang mengadakan penyidikan tambahan atau lanjutan serta melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap alat- alat penyidik demikian ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 disebutkan, ”Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara.” Pada Pasal 1 ayat 1 ditentukan bahwa, ”Kejaksaan Republik Indonesia selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah alat negara yang terutama bertugas sebagai penuntut umum.” Adapun untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 tersebut, kejaksaan mempunyai tugas antara lain disebutkan dalam Pasal 2 ayat 1 sampai dengan ayat 4, disebutkan bahwa: Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, Kejaksaan mempunyai tugas: Universitas Sumatera Utara 1 Mengadakan penuntutan dalam perkara-perkara pidana pada Pengadilan yang berwenang dan Menjalankan keputusan dan penetapan Hakim Pidana; 2 Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara; 3 Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara; dan 4 Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh suatu peraturan Negara. Pada ayat 2 disebutkan bahwa jaksa berwenang mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan dengan alat-alat penyidik, menurut ketentuan dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana waktu itu yang berlaku HIR dan lain-lain peraturan Negara. Pada ayat 3 ditentukan tugas Kejaksaan untuk mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. Sedangkan pada ayat 4 ditentukan bahwa untuk melaksanakan tugas-tugas khusus lainnya yang diberikan kepadanya oleh sesuatu peraturan negara. Mengenai tugas yang disebutkan pada pasal 2 ayat 2 di atas, penjelasan outentik undang-undang tersebut TLN 2289 mengatakan bahwa: 33 ”Untuk kesempurnaan tugas penuntutan jaksa perlu sekali mengetahui sejelas-sejelasnya semua pekerjaan yang dilakukan dalam bidang penyidikan perkara pidana dari permulaan sampai dengan akhir, yang seluruhnya harus dilakukan atas dasar hukum. Hal ini ialah pada akhirnya segala tindakan petugas-petugas yang melakukan penyidikan adalah benar- benar berdasarkan hukum, akan diminta pertanggung jawabannya semua perlakuan terhadap terdakwa itu dari mula-mula terdakwa disidik, kemudian diperiksa perkaranya, lalu ditahan dan akhirnya apakah tuntutan-tuntutannya yang dilakukan oleh jaksa itu sah dan benar atau 33 M. Karjadi, Himpunan Undang-Undang Terpenting Bagi Penegak Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hal. 684. Universitas Sumatera Utara tidak menurut hukum, sehingga benar-benar perasaan keadilan masyarakat dipenuhi. Demikianlah dapat dipahami pentingnya tidnakan jaksa dalam mengurus sesuatu perkara pidana dari sejak permulaan perkara itu diungkap sampai pada akhir pemeriksaan perkara itu, demi kepentingan hukum pihak-pihak yang bersangkutan. Maka untuk baiknya perkerjaan jaksa perlu sekali ikut serta mengawasi dan mengkoordinasikan penyidikan yang dilakukan oleh alat-alat penyidik untuk memperlancar penyelesaian perkara itu.” Telah disebutkan sebelumnya, bahwa tugas kejaksaan yang terutama adalah melakukan penuntutan di bidang peradilan pidana. Untuk mencapai kesempurnaan penyelesaian suatu perkara pidana baik mengenai perkaranya sendiri maupun mengenai cara-cara penyelesaiannya ataupun untuk kepentingan hukum orang yang kena perkara yang merupakan pedoman bagi para pejabat dalam mengerjakan perkara itu, maka jaksa perlu campur tangan di dalam segala tindakan penyelesaian perkara dari mula-mula perkara itu diungkap. Jelasnya untuk kesempurnaan pemeriksaan perkara dalam keseluruhannya yang pada hakekatnya ditunjuk pada pekerjaan penuntutan perkara itu di sidang pengadilan, hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, jaksa diberi wewenang di bidang penyidikan. Selanjutnya Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan tersebut pada ayat 1 ditentukan ”Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi.” Pada ayat 2 ditentukan bahwa untuk kepentingan penuntutan perkara Jaksa Agung dan jaksa-jaksa lainnya dalam daerah hukumnya memberi petunjuk mengkoordinasikan dan mengawasi alat-alat penyidik dengan mengindahkan hirarki. Universitas Sumatera Utara Penjelasan Otentik dari Pasal 7 di atas, khususnya mengenai ayat 2 berbunyi sebagai: 34

C. Kedudukan Penuntut Umum Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP