Asas-Asas Hukum Kontrak Dagang Internasional

memberlakukan CISG, tetapi kaedah hukum internasional menunjuk hukum dari negara ini peserta CISG sebagai hukum yang berlaku bagi transaksi jual beli tersebut; b. Mengenai isi kontrak dagang internasional 1 Kontrak dagang internasional jual beli yang diatur dalam CISG adalah kontrak dagang internasional komersial dan tidak meliputi penjualan kepada konsumen atau pengguna akhir; dan 2 Tidak semua benda-benda yang diperdagangkan dapat tunduk pada ketentuan CISG. Dalam hal ini dapat diperhatikan ketentuan Pasal 2 CISG yakni: 31 a. CISG mengecualikan penjualan barang dimana pembeli memasok sejumlah besar dari barang tersebut untuk keperluan produksi. CISG juga tidak berlaku bagi penjualan di mana kewajiban pokok dari jual belinya adalah pemberian jasa tenaga kerja atau sejenisnya; b. CISG mengecualikan: 1 Keabsahan kontrak dagang internasional; 2 Akibat terhadap benda yang diperjualbelikan, termasuk hak pihak ketiga atas benda tersebut; 3 Tanggung jawab terhadap cidera atau kematian yang disebabkan oleh benda yang diperjualbelikan tersebut. Untuk hal-hal tersebut, penunjukan pilihan hukum tetap disarankan untuk mengisi kekosongan hukum.

B. Asas-Asas Hukum Kontrak Dagang Internasional

Berikut ini, peneliti paparkan beberapa asas-asas hukum kontrak yang digunakan dalam kontrak dagang internasional. 1. Hukum kontrak bersifat mengatur Hukum dilihat dari daya mengikatnya, umumnya dibagi atas dua kelompok, yaitu hukum memaksa dan hukum mengatur. Hukum bersifat memaksa adalah kaedah-kaedah hukum yang dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan. Hukum memaksa ini wajib diikuti oleh setiap warga negara dan tidak memungkinkan 31 Ibid, hal. 32. Universitas Sumatera Utara membuat aturan yang menyimpang dari aturan-aturan yang ditetapkan dalam hukum bersifat memaksa. Hukum memaksa ini umumnya termasuk dalam bidang hukum publik. Sedangkan hukum yang bersifat mengatur maksudnya hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan membuat pengaturan tersendiri yang disepakati oleh para pihak tersebut. Hukum bersifat mengatur ini umumnya terdapat dalam lapangan hukum perjanjianhukum kontrak Buku III KUH Perdata. Jadi, dalam hal ini, jika para pihak mengatur lain, maka aturan yang dibuat oleh para pihaklah yang berlaku. 2. Asas kebebasan berkontrak freedom of contract Salah satu asas kontrak yang paling utama dan pokok dan yang paling populer dalam hukum kontrak adalah ”asas kebebasan berkontrak” atau dalam bahasa lain dikenal sebagai freedom of contract. Prinsip ini berlaku tidak saja dalam tradisi hukum civil law, namun juga dalam tradisi anglo saxon. Basis utamanya adalah ajaran hukum alam yang mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kebebasan dalam menentukan kehendaknya sendiri. Dengan kata lain, kehendak bebas manusia dalam hubungannya dengan harta kekayaan, antara lain diwujudka n dalam bentuk kontrak. Persetujuan atau kesepakatan adalah bentuk perwujudan dari asas kebebasan para pihak dalam mewujudkan niatnya mengadakan hubungan bisnis. Dikatakan ada persetujuan atau kesepakatan apabila para pihak yang hendak mengadakan hubungan bisnis terlebih dahulu menyetujui berdasarkan kehendak bebasnya tentang hal-hal yang telah dibicarakan sebelumnya dalam proses negosiasi. Universitas Sumatera Utara Pada tahap acceptance, para pihak menyatakan persetujuannya, baik secara tegas expressed maupun secara tidak langsung dalam bentuk tindakan implied tentang hal-hal yang ditawarkan pada tahap negosiasi. Secara normatif dalam sistem hukum perdata Indonesia, yang diadopsi dari hukum perdata Belanda, dikatakan ada kesepakatan berdasarkan kehendak bebas, apabila terpenuhi 3 tiga persyaratan, yaitu: 1 kesepakatan itu dibuat tanpa ada unsur kekhilafan; 2 kesepakatan dibuat tanpa unsur paksaan; 3 kesepakatan dibuat tanpa unsur penipuan. Artinya, walaupun mungkin kedua belah pihak sudah menyatakan persetujuannya atas hal-hal yang diperjanjikan, tetapi bilamana persetujuan itu diberikan karena ada informasi yang tidak benar tentang objek kontrak dagang internasional, atau ada tindakan paksaan baik fisik ataupun mental dari salah satu pihak untuk membuat persetujuan, maka pesetujuan itu harus dianggap cacat. Artinya, walaupun ada pernyataan setuju, tetapi sesungguhnya tidak ada kehendak bebas untuk menyetujui. Jika salah satu pihak mengetahui bahwa mereka sedang ditipu, maka niscaya mereka tidak akan memberikan persetujuan. Dalam hal ada unsur paksaan, maka bila mereka tidak dipaksa sesungguhnya mereka tidak akan memberikan persetujuan. Simpulannya, kehendak bebas dianggap tidak ada jika ada ketiga unsur tersebut di atas. Dalam sistem Anglo Saxon juga dikenal ketiga unsur tersebut, yaitu: duress, mistake, dan fraud. Jika ketiga unsur tersebut terjadi dalam sebuah pembentukkan kontrak, maka dapat dikatakan tidak ada freedom to contract. 32 Persoalannya adalah, bahwa dalam aspek praksis, seringkali paksaan yang dimaksud tidak sepenuhnya cocok dengan doktrin tentang makna “paksaan” itu 32 Agus Sardjono., “Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak Dalam Cross Border Transaction: Antara Norma dan Fakta”, Jurnal Hukum Bisnis, ”Kajian Hukum Kontrak Dagang Internasional”, Vol. 27, No. 4, Tahun 2008, hal. 6. Universitas Sumatera Utara sendiri. Sebagai contoh, dalam dunia praksis, keterpaksaan dapat muncul karena adanya faktor dominasi dari salah satu pihak, atau sebaliknya ada unsur inferioritas dari pihak lainnya. Celakanya, dalam konteks normatif, unsur dominasi atau inferioritas itu tidak menjadi persoalan. Doktrin normatif membuat asumsi bahwa orang yang mengadakan kontrak dagang internasional berada dalam posisi seimbang. Orang dalam posisi dominan cenderung memaksakan kehendaknya. Apabila itu terjadi dalam konteks kontrak bisnis, maka akibatnya adalah munculnya klausula yang timpang dalam hak dan kewajiban di anatara para pihak. Orang hukum dengan enteng akan menyatakan take it or leave it kalau anda tidak setuju, ya jangan disetujui. Namun sesungguhnya persoalannya lebih kompleks dari sekedar ungkapan tak bertanggung jawab itu. Seorang calon debitor yang sedang sangat membutuhkan kredit, cenderung menerima apa saja yang ditetapkan oleh calon kreditor. Seorang pencipta lagu baru yang sedang membutukan popularitas cenderung menerima apa saja yang dikehendaki produser atau artis. Seorang pembeli rumah yang sedang sangat membutuhkan tempat tinggal akan menerima saja yang dikehendaki Bank yang membiayai pembelian rumah tersebut. Salah satu persoalan berkenaan dengan implementasi doktrin kebebasan berkontrak adalah berkenaan dengan posisi bisnis kecil-kecilan ketika harus berhadapan dengan bisnis yang besar. Pada umumnya, posisi bisnis kecil-kecilan kurang menguntungkan bilamana harus berhadapan dengan perusahaan besar. Dalam kajian Blake D. Morant terungkap bahwa banyak hambatan yang dihadapi perusahaan kecil ketika harus berhadapan dengan perusahaan besar. Walaupun dalam doktrin freedom of contract keduanya mempunyai hak dan kebebasan yang sama untuk masuk ke dalam hubungan kontraktual, tapi perbedaan posisi justru akan Universitas Sumatera Utara sangat menentukan hasil dari proses berkenaan dengan hak dan kewajiban yang akan diperjanjikan. 33 Persoalan tentang implementasi doktrin freedom of contract juga muncul dalam konteks kontrak baku, atau juga sering disebut sebagai kontrak standart. Dalam model ini, klausula yang akan diperjanjikan sudah ditulis terlebih dahulu dalam bentuk standart atau baku. Contoh yang paling konkrit adalah kontrak yang tertuang dalam polis asuransi. Mo Zhang menyatakan bahwa kontrak baku semacam ini sebenarnya bukanlah kontrak yang dihasilkan dari suatu proses tawar menawar. Dengan demikian, secara faktual tidak ada freedom to contract dari salah satu pihak yang mengadakan kontrak dagang internasional yang bersangkutan. Seorang calon yang tertanggung dalam asuransi hanya memiliki satu posisi terhadap polis, yaitu take it or leave it. 34 33 Ibid, hal. 7. 34 Ibid. Tidak salah lagi bahwa munculnya fenomena kontrak baku memang brhubungan dengan faktor non-hukum, bernama ”kepraktisan” dan ”dominasi”. Atas nama kepraktisan, berbagai perusahaan yang melayani jasa tertentu, seperti asuransi dan bank atau lembaga pembiayaan lainnya cenderung menciptakan draft kontrak berisi semua klausula yang aman bagi dirinya sendiri. Draft kontrak itu yang dikemudian ditawarkan kepada calon klien untuk disetujui. Hampir tidak ada kemungkinan untuk menghapus dan mengubah apa yang sudah dituliskan di dalam draft tersebut. Perubahan biasanya hanya dilakukan dalam kolom yang memang disediakan kosong untuk diisi pihak-pihak tertentu. Universitas Sumatera Utara 3. Asas facta sunt servanda Asas facta sunt servanda adalah berarti perjanjian yang bersifat mengikat secara penuh karenanya harus ditepati. Hukum kontrak di Indonesia menganut asas ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi, ”semua persetujuan yang dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan pasal ini, daya mengikat kontrak sama dengan undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya. 4. Asas Konsensual Asas ini mempunyai pengertian bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat pada saat tercapai kata sepakat para pihak, tentunya sepanjang kontrak tersebut memenuhi syarat sah yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Perlu diingat bahwa asas konsensual tidak berlaku pada perjanjian formal. Perjanjian formal maksudnya adalah perjanjian yang memerlukan tindakan-tindakan formal tertentu, misalnya Perjanjian Jual Beli Tanah, formalitas yang diperlukan adalah pembuatannya dalam Akta PPAT. Dalam perjanjian formal, suatu perjanjian akan mengikat setelah terpenuhi tindakan-tindakan formal dimaksud. 5. Asas Obligatoir Maksud asas ini adalah bahwa suatu kontrak sudah mengikat para pihak seketika setelah tercapainya kata sepakat, akan tetapi daya ikat ini hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Pada tahap tersebut hak milik atas suatu benda yang diperjanjikan misalnya perjanjian jual belibelum berpindah. Untuk dapat memindahkan hak milik diperlukan satu tahap lagi, yaitu kontrak kebendaan zakelijke overeenkomst. Wujud konkrit kontrak kebendaan ini adalah tindakan penyerahan levering atas benda yang bersangkutan dari tangan penjual ke Universitas Sumatera Utara tangan pembeli. Tahapan penyerahan ini penting untuk diperhatikan karena menimbulkan konsenkuensi hukum tertentu. Misalnya dalam suatu perjanjian jual beli barang belum diserahkan kepada pembeli, jika barang tersebut hilang atau musnah, maka pembeli hanya berhak menuntut pengembalian harga saja, akan tetapi tidak berhak menuntut ganti rugi, karena secara hukum hak milik atas benda tersebut belum berpindah kepada pembeli. Hal ini dikarenakan belum terjadi kontrak kebendaan berupa penyerahan benda tersebut kepada pembeli. Berbeda jika benda tersebut sudah diserahkan kepada pembeli dan selanjutnya dipinjam oleh penjual, maka jika barang tersebut rusak atau musnah maka pembeli berhak menuntut pengembalian harga dan ganti rugi. Sifat obligatoir ini berada dengan asas hukum kontrak yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata Perancis yaitu hak kepemilikan turut berpindah ketika kontrak telah disepakati. 6. Asas Keseimbangan Maksud asas ini adalah bahwa kedudukan para pihak dalam merumuskan kontrak harus dalam keadaan seimbang. Pasal 1321 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiada kata sepakat dianggap sah apabila diberikan karena kekhilafan, keterpaksaan atau penipuan. Sedangkan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional BPHN, disepakati sejumlah asas dalam kontrak secara garis besar asas-asas tersebut adalah: 35 1 Asas konsensualisme, asas ini ditemukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata; 2 Asas kepercayaan; 35 Badan Pengkajian Hukum Nasional BPHN, ”Asas Hukum Kontrak Nasional”, Departement Kehakiman, Januari 1989, hal. 31. Universitas Sumatera Utara 3 Asas kekuatan mengikat; 4 Asas persamaan hak; 5 Asas keseimbangan; 6 Asas moral, asas ini ditemukan dalam Pasal 1339 KUH Perdata; 7 Asas kepatutan, asas ini ditemukan dalam Pasal 1339 KUH Perdata; 8 Asas kebiasaan, asas ini ditemukan dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUH Perdata; dan 9 Asas keastian hukum.

C. Peraturan Hukum Kontrak Dagang Indonesia yang Berhubungan Dengan Kontrak Dagang Internasional