Latar Belakang Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Dagang Internasional

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum kontrak termasuk dalam ranah hukum perdata, disebut demikian karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan dengan individu lain untuk melaksanakan kewajiban sendiri sesuai dengan kesepakatan yang disetujui dalam kontrak. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak- pihak yang berkontrak. Hukum kontrak internasional sebagai bagian dari hukum perdata internasional pada dasarnya adalah hukum kontrak nasional, dimana ada unsur asingnya. Dengan demikian sistem hukum nasional, termasuk pengaturan dan kedaulatan pemerintah suatu negara tidak boleh diabaikan dalam membuat suatu kontrak-kontrak dagang Internasional. 1 Menurut Gunawan Widjaja, bahwa, ”transaksi jual-beli Internasional merupakan bagian dari Hukum Perdata Internasional HPI. 2 Kegiatan perdagangan adalah kegiatan yang secara universal ditemukan pada setiap dan seluruh bagian dunia ini, dan sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Meskipun perdagangan ini boleh dikatakan merupakan kegiatan atau transaksi yang paling lama dilakukan oleh umat manusia, yang dimulai dari aksi barter, dimana dua pihak saling menyerahkan benda satu kepada yang lainnya, namun ternyata 1 Gunawan Widjaja I., Aspek Hukum Dalam Kontrak Dagang Internasional, Jurnal Hukum Bisnis, Kajian Hukum Kontrak Dagang Internasional, Vol. 27 No. 4 Tahun 2008, hal. 23. 2 Ibid., hal. 7. Universitas Sumatera Utara pengaturan mengenai transaksi perdagangan ini tidaklah sederhana yang diperkirakan. 3 Tidak ada suatu pengertian atau rumusan yang secara tegas memberikan defenisi perjanjian jual-beli internasional. Namun demikian dengan memperhatikan kegiatan yang terjadi dan dilakukan dalam setiap transaksi perdagangan lintas Banyak persoalan hukum yang muncul ke permukaan, terkait dengan kegiatan perdagangan. Persoalan hukum tersebut sudah ada dan lahir mulai sejak para pihak melakukan negosiasi hingga terjadinya kesepakatan dagang, yang berlanjut pada pelaksanaan penyerahan benda yang diperdagangkan, peralihan risiko atas benda dan hak milik atas benda yang diperdagangkan ini, metode dan tata cara pembayaran yang paling aman bagi penjual, masalah cidera janji dan ganti rugi sebagai akibat tidak dilaksanakannya kesepakatan yang sudah dicapai, hingga persoalan interpretasi atau penafsiran dan itikad baik dalam melaksanakan kesepakatan yang sudah dibuat. Kompleksitas dari kegiatan perdagangan menjadi bertambah manakala kegiatan perdagangan tersebut kemudian meningkat menjadi perdagangan internasional dalam melakukan kontrak jual-beli internasional, atau yang dilaksanakan lintas negara. Persoalan yang semula hanya bersifat substantif saja, yang hanya terkait dengan keberlakuan hukum positif pada suatu negara secara nasional, diperumit dengan persoalan pilihan hukum, dan pilihan forum, dan eksekusi guna mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak sekaligus penyelesaian dari sengketa yang lahir akibat transaksi perdagangan internasional tersebut. 3 Ibid. Universitas Sumatera Utara negara, yang dinamakan dengan transaksi jual-beli internasional adalah transaksi jual beli dalam lintas negara, 4 yang melibatkan dua pihak yang melakukan jual beli atau dagang yang melintasi batasan kenegaraan. Pihak-pihak ini tidak harus merupakan pihak yang berasal dari negara yang berbeda atau memiliki nasionalitas yang berbeda. Suatu transaksi dikatakan transaksi jual-beli internasional 5 dalam penelitian ini transaksi jual-beli internasional sama pengertiannya dengan transaksi dagang internasional, jika transaksi jual-beli tersebut telah menyebabkan terjadinya pilihan hukum antara dua sistem hukum yang berbeda. 6 Keberadaan unsur atau elemen asing bagi sistem hukum yang berlaku tidak dapat ditemukan, meskipun salah satu pihak dalam perjanjian adalah pihak asing, ataupun perjanjian tersebut ditandatangani di negara lain, atau pembayaran dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing. Dalam hal ini eksistensi atau keberadaan Dalam konteks ini, yang pada pokoknya merupakan sumber dari keberadaan dua sistem hukum yang berbeda adalah akibat dari transaksi jual-beli tersebut, yang pada umumnya terjadi karena benda yang diperjualbelikan harus diserahkan melintasi batas-batas kenegaraan. Dalam hal jual-beli dilakukan tanpa memerlukan perpindahan objek jual-beli dari suatu negara ke negara yang lain, maka transaksi tersebut tunduk sepenuhnya pada ketentuan dan aturan hukum yang berlaku di negara dimana transaksi jual-beli itu dilaksanakan. 4 Ridwan Khairandy I., Aspek Hukum Dalam Kontrak Dagang Internasional, Jurnal Hukum Bisnis, Kajian Hukum Kontrak Dagang Internasional, Vol. 27 No. 4 Tahun 2008, hal. 38. 5 Transaksi jual-beli internasional pada dasarnya adalah transaki yang berkaitan dengan kegiatan komersial yang melintasi batas negara dan dilakukan oleh individu atau perusahaan atau korporasi yang mana berasal dari dua atau lebih sistem hukum yang berbeda. Adanya perbedaan sistem hukum tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan kewarganegaraan individu atau juga juga perbedaan kebangsaan perusahaan atau badan hukum ataua korporasi yang melakukan transasksi tersebut. 6 Gunawan Widjaja I., Op. cit, hal. 24. Universitas Sumatera Utara tempat yang berbeda secara kenegaraan dari benda yang dijual dan tempat penyerahannya menjadi penting. Jadi, keberadaan unsur asing atau elemen asing dalam suatu transaksi dagang internasional jual-beli internasional, 7 Jual-beli sebagai suatu transaksi yang paling lama dikenal oleh manusia setelah barter atau imbal beli tukar-menukar, dan yang paling sering dilakukan oleh manusia di dunia ini, tampak seolah-olah merupakan suatu bentuk perjanjian yang sederhana dan tidak perlu diatur secara terperinci. Namun, pada kenyataannya tidak demikian halnya. Jual-beli sering kali dilaksanakan oleh setiap orang meskipun ternyata memiliki karakteristik universal yang sama di seluruh dunia, namun sering kali dengan pengaturan yang berbeda-beda. Hal yang terakhir inilah dikemudian hari melahirkan perselisihan atau sengketa terakit jual-beli internasional dalam lintas negara tersebut. Sehingga di dalam penyelesaian sengketa jual-beli internasional dapat melibatkan pihak ketiga sebagai wasit yang netral untuk membantu para pihak yang berselisih dalam mencapai suatu kesepakatan penyelesaian. terletak pada peralihan ”fisik” dari kebendaan yang diperjualbelikan dari suatu negara ke negara lainnya. Peralihan ”fisik” kebendaan tersebut dalam suatu transaksi dagang internasional khususnya jual beli yang bersifat internasional ternyata dapat menerbitkan berbagai persoalan hukum. 8 Kedudukan para pihak dalam melakukan perjanjian, dapat terjadi secara tidak seimbang, dimana salah satu pihak yang kuat sedangkan pihak yang lain lemah. Dalam keadaan ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak 7 Ibid. 8 Maqdir Ismail., Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007, hal. 1. Universitas Sumatera Utara lainnya. Hal ini sering kali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka. 9 Begitu pula mengenai pilihan hukum, bahwa pengusaha asing selain cenderung memilih hukum negaranya sendiri dalam melakukan transaksi jual-beli internasional, juga lebih menyukai pilihan forum arbitrase di luar negeri. Pilihan hukum asing dan pilihan forum arbitrase di luar negeri yang demikian itu dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa hukum dan pengadilan di negera berkembang kurang dapat memberikan rasa aman bagi mereka. Pengusaha asing seringkali khawatir terhadap hukum dan Hakim negara berkembang. Bagi mereka, hukum di negara berkembang sukar untuk diketahui. Ibarat orang harus melompat di dalam kegelapan sprong in het duister atau masuk dalam rimba raya dengan hutan belukar hingga tidak tahu jalan keluarnya. 10 Transaksi jual-beli memiliki ciri-ciri atau karakteristik sehingga dikatakan suatu tarnsaksi jual-beli. Menurut Gunawan Widjaja, ada dua karakteristik pokok dari suatu transaksi jual beli, yaitu sebagai berikut: 11 1. Terjadinya peralihan hak milik, yang memungkinkan pemilik melakukan segala sesuatu atau tindakan atas suatu benda yang dibeli olehnya; dan 2. Terjadinya peralihan risiko dari kebendaan yang diperjualbelikan tersebut. Kewajiban penjual dalam transaksi jual-beli ternyata berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. Secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis misalnya, dengan tegas menyebutkan bahwa, ”setiap janji yang tidak jelas harus ditafsirkan kerugian dari penjual. Berdasarkan konteks 9 Huala Adolf., Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hal. 19. 10 Sudargo Gautama I, Arbitrase Dagang Internasional, Bandung: Alumni, 1986, hal. 10. 11 Gunawan Widjaja I., Op. cit, hal. 25. Universitas Sumatera Utara tersebut, penjual diwajibkan tidak hanya untuk menyerahkan benda yang dibeli melainkan juga memberikan jaminan atas benda yang dijual. Selanjutnya jaminan itu sendiri meliputi jaminan penguasaan benda secara aman dan terus-menerus oleh pembeli dan cacat tersembunyi dari benda yang dijual tersebut. 12 Kewajiban tersebut jelas-jelas sangat bebeda dengan kewajiban dari pembeli yang hanya melakukan pembayaran saja. 13 Kecenderungan inilah yang mendorong munculnya penilaian bahwa liberalisasi perdagangan tidak lebih merupakan bentuk penjajahan baru negara- negara maju terhadap negara-negara berkembang. Dilema bagi negara berkembang adalah jika melawan arus globalisasi perdagangan risikonya adalah tersaing atau terkucilkan, sedangkan jika mengikuti arus globalisasi berarti menghadapi masalah ketimpangan perdagangan yang akan menciptakan malapetaka ekonomi bagi negara- negara berkembang. Malapetaka terjadi karena negara-negara berkembang secara Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa kontrak dagang Internasional jual-beli internasional menghadapi tiga problema hukum yang sering terjadi yaitu masalah kompetensi lembaga hukum yang berwenang atau yurisdiksi, masalah hukum mana yang akan dipilih, dan masalah implementasi atau pelaksanaan putusan pengadilan atau arbitrase asing. Ketiga masalah tersebut dapat terjadi akibat adanya perbedaan sistem hukum dari negara para pelaku bisnis di samping juga alasan-alasan politik tertentu dari negara-negara maju untuk memaksa negara-negara berkembang menerima begitu saja aturan-aturan main dalam transasksi bisnis internasional yang menguntungkan mereka. 12 Gunawan Widjaja II., Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2000, hal. 46. 13 Ibid, hal. 35. Universitas Sumatera Utara infrastruktur hukum, politis dan ekonomis sangat tidak siap menghadapi globalisasi sedemikian. Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, ”Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Dagang Internasional” sebagai judu l di dalam skripsi ini.

B. Perumusan Masalah