41
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil penelitian 1.1. Deskripsi lokasi penelitian
SMP Shafiyyatul Amaliyyah berdiri tanggal 20 Desember 1997 oleh Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah YPSA. Lokasi SMP
Shafiyyatul Amaliyyah terletak di Jalan Setia Budi No.19 Medan. SMP Shafiyyatul Amaliyyah merupakan sekolah bertaraf internasional mandiri
dengan akreditasi “A”. SMP Shafiyyatul Amaliyyah dilengkapi oleh fasilitas dan
prasarana sekolah berupa ruangan belajar ber-AC, ruangan kantor guru, mesjid, ruang serba guna, laboratorium komputer, laboratorium bahasa,
laboratorium matematika, laboratorium IPA Biologi, Fisika,dan Kimia, cyber school, digital library perpustakaan, Wi-Fi area, ruang audio
visual, sarana olahraga dan seni, kolam renang, studio musik, ruangan makan siswa, klinik pemeriksaan kesehatan, konsultasi psikologi, program
kemitraan dengan USU, bus antar jemput, serta asuransi kecelakaan. 1.2. Karakteristik demografi responden
Responden yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah siswi SMP Shafiyyatul Amaliyyah kelas VII dan VIII 7 dan 8 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu 63 orang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Karakteristik f
Umur 11 tahun
12 tahun 13 tahun
14 tahun
Kelas VII
VIII
Suku Batak
Minang Aceh
Melayu Jawa
Sunda Dayak
Ekstrakurikuler Basket
Renang Voli
Tari Musik
Vokal Tenis meja
Drama Taekwondo
1 19
29 14
22 41
19 8
19 7
8 1
1
13 4
1 13
3 1
13 3
12 1.6
30.2 46.0
22.2
34.9 65.1
30.2 12.7
30.2 11.1
12.7
1.6 1.6
20.6 6.3
1.6 20.6
4.8 1.6
20.6 4.8
19.0
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 13 tahun sebanyak 29 orang 46,0. Usia termuda adalah 11 tahun dan usia
tertua adalah 14 tahun. Mayoritas responden duduk di kelas VIII sebanyak 41 orang 65,1. Seluruh responden beragama Islam yaitu sebanyak 63
Universitas Sumatera Utara
orang 100,0. Mayoritas suku responden yaitu 19 orang 30,2 Batak dan 19 orang 30,2 Aceh. Mayoritas ekstrakurikuler yang diikuti oleh
responden yaitu 13 orang 20,6 basket, 13 orang 20,6 tari, 13 orang 20,6 tenis meja. Seluruh responden tidak memiliki riwayat merokok
dan penyakit ginekologis atau penyakit pada organ reproduksi yaitu sebanyak 63 orang 100,0.
1.3. Usia saat menarche Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
mendapatkan menstruasi pertama menarche di usia 11 tahun yaitu sebanyak 24 orang 38,1. Usia menarche termuda responden adalah 10
tahun sedangkan usia tertua adalah 14 tahun.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Usia Saat Menarche
Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Karakteristik f
Usia Saat Menarche 10
11 12
13 14
11 24
16 10
2 17.5
38.1 25.4
15.9 3.2
Universitas Sumatera Utara
1.4. Pola siklus menstruasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
memiliki pola siklus menstruasi yang tidak teratur yaitu sebanyak 47 orang 74,6.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Siklus Menstruasi Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Karakteristik f
Pola siklus menstruasi Teratur
Tidak teratur 16
47 25.4
74.6
1.5. Dismenorea Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
mengalami dismenorea yaitu sebanyak 46 orang 73,0.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Karakteristik f
Dismenorea Ya
Tidak 46
17 73.0
27.0
Universitas Sumatera Utara
1.6. Hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul
Amaliyyah Medan dengan uji spearman diperoleh nilai p=0,073. Angka ini lebih besar dari α=0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Nilai r koefisien korelasi
sebesar -0,227 yang menunjukkan korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hubungan negatif disini menandai
hubungan yang sifatnya tidak searah, korelasi negatif terjadi jika semakin besar nilai satu variabel maka nilai variabel lain semakin kecil.
Tabel 7. Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus
Menstruasi Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Variabel 1 Variabel 2
r p-value
Keterangan Usia saat
menarche Pola siklus
menstruasi -0,227
0,073 hubungan
negatif dengan
interpretasi lemah
Universitas Sumatera Utara
1.7. Hubungan usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah
Medan dengan uji spearman diperoleh nilai p=0,249. Angka ini lebih besar dari α=0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Nilai r koefisien korelasi sebesar -0,147
yang menunjukkan korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hubungan negatif disini menandai hubungan yang
sifatnya tidak searah, korelasi negatif terjadi jika semakin besar nilai satu variabel maka nilai variabel lain semakin kecil.
Tabel 8. Hubungan Usia Saat Menarche dengan Dismenorea Remaja
Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan n=63
Variabel 1 Variabel 2
r p-value
Keterangan Usia saat
menarche Dismenorea
-0,147 0,249
hubungan negatif
dengan interpretasi
lemah
Universitas Sumatera Utara
2. Pembahasan 2.1. Usia saat menarche
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas usia saat menarche remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan adalah pada usia 11
tahun 38,1. Usia menarche termuda responden adalah 10 tahun sedangkan usia tertua adalah 14 tahun. Hasil penelitian ini memperlihatkan
hasil yang sama dengan penelitian Derina 2011 yang menemukan usia menarche termuda pada usia 10 tahun sedangkan usia menarche tertua
pada usia 14 tahun. Namun Derina menemukan mayoritas remaja memiliki usia menarche pada usia 12 tahun.
Menarche biasanya bertepatan dengan perkembangan payudara sampai ke stadium Tanner stage 3. Pada saat itu kelenjar pituitary
hipofisis meningkatkan frekuensi pulsasi growth hormone GH dan luteinizing hormone LH. Namun mekanisme ini tidak dapat diketahui
secara pasti penyebabnya. Sekresi GH dan LH paling besar yaitu pada malam hari ketika tidur. Peningkatan sekresi LH pada sel teka di ovarium
meningkatkan produksi androgen. Proses maturasi oosit dimulai di ovarium, oosit berkembang dari fase primordial ke fase antral dan menjadi
awal periode menstruasi petama seorang remaja Hamilton Fairley, 2009.
Onset menarche mengalami penurunan dari masa ke masa dan menjadi suatu hal yang menarik. Di Indonesia, tahun 1932 rata-rata usia
menarche adalah 15 tahun, pada tahun 1948 rata-rata usia menarche 14,63
Universitas Sumatera Utara
tahun, tahun 1976 rata-rata usia menarche 13,58 tahun, dan pada tahun 1992 rata-rata usia menarche 12,69 tahun Derina, 2011
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat remaja putri dengan usia menarche dini atau kurang dari 11 tahun sebanyak 11 orang 17,5.
Selain itu, terdapat juga remaja putri dengan usia menarche lambat atau 14 tahun ke atas sebanyak 2 orang 3,2.
Menarche dini dikarenakan oleh pubertas dini dimana hormon gonadotropin diproduksi sebelum anak berusia 8 tahun. Hormon ini
merangsang ovarium yang memberikan ciri-ciri kelamin sekunder. Di samping itu hormon gonadotropin juga akan mempercepat terjadinya
menstruasi dini dan fungsi dari organ reproduksi itu sendiri Proverawati Misaroh, 2009. Penyebab pubertas dini dapat dibagi menjadi dua yaitu
central dan peripheral. Central precocious puberty CPP disebabkan oleh sinyal hipotalamus menstimulasi produksi hormon ovarium sebelum
waktunya. Kebanyakan dari CPP memiliki etiologi idiopathic. Sementara itu, Peripheral precocious puberty PPP tidak bergantung pada GNRH
atau sinyal hormon pituitary untuk memproduksi hormon ovarium. Penyebab PPP adalah produksi estrogen oleh tumor ovarium atau kelenjar
adrenal dan sumber estrogen exogen. Tanda-tanda fisik dari stimulasi estrogen, perkembangan payudara dan rambut pubis sebelum umur 8 tahun
merupakan diagnosis dari pubertas dini. Kadang-kadang, menarche dapat terjadi sebelum pertumbuhan payudara dan rambut pubis Alvero
Schlaff, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Menarche lambat disebabkan oleh pubertas yang terjadi terlambat pada remaja putri dimana tidak adanya perkembangan payudara pada usia
13 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu penyakit kronis, kegagalan hipotalamus atau pituitary, hipotiroid, hiperprolactinemia, aktivitas yang
berlebihan, intake kalori yang tidak adekuat, dan kegagalan ovarium Alvero Schlaff, 2007.
Banyak faktor yang mempengaruhi usia menarche seorang remaja, diantaranya yaitu nutrisi¸ status ekonomi, genetik, dan keterpaparan
dengan media masa. Dilihat dari status ekonomi, responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan termasuk dalam kategori responden yang
berada dalam status ekonomi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu Pulungan 2009 tentang usia menarche dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya pada remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah dan SMP Nurul Hasanah Kota Medan yang menyebutkan bahwa sebagian
besar orang tua responden SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan memiliki penghasilan keluarga lebih dari Rp 3.000.000bulan sebanyak 108 orang
dari 115 orang responden 93,3. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat ekonomi mempengaruhi usia menarche pada remaja putri
SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan p=0,03. Status ekonomi yang tinggi akan mendukung kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya sehingga status gizi remaja berada dalam keadaan baik. Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah
diasumsikan memiliki status gizi yang baik sehingga mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
percepatan usia menarche. Hal ini sesuai dengan penelitian Pulungan 2009 yang menyebutkan bahwa sebagian besar responden memiliki
status gizi yang baik atau normal 70,4. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa status gizi mempengaruhi usia menarche pada remaja
putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan p=0,001. Status gizi dapat dinilai dari indeks masa tubuh yang dihitung dari
berat badan dan tinggi badan. Hamilton Fairley 2009 menyatakan bahwa onset pubertas pada remaja berhubungan dengan berat badan. Berat
badan rata-rata seorang remaja mengalami menarche adalah 45 kg. Anoreksia pada remaja dapat memperlambat masa pubertas jika remaja
tersebut mengalami underweight pada usianya saat itu. 2.2. Pola siklus menstruasi
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa remaja dengan siklus menstruasi yang teratur sebanyak 16 orang 25,4
dan remaja dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 47 orang 74,6. Dilihat dari data demografi mayoritas responden masih berumur
13 tahun 46,0 dan usia saat menarche mayoritas berada pada usia normal mendapatkan menstruasi pertama yaitu usia 11-13 tahun, jelaslah
bahwa disini siklus menstruasi remaja putri belum teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur 74,6. Berbeda dengan penelitian Emilia dkk 2013 di SMPN 6 Makassar yang mendapatkan
hasil mayoritas respondennya memiliki siklus menstruasi yang teratur
Universitas Sumatera Utara
77,5 padahal responden diasumsikan berada dalam tingkatan umur dan tingkatan pendidikan yang sama dengan responden di SMP Shafiyyatul
Amaliyyah Medan. Perbedaan hasil penelitian di atas dapat disebabkan oleh faktor-
faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi seperti stres. Pada saat stres terjadi pengaktifan HPA aksis yang mengakibatkan
hipotalamus menyekresikan CRH yang akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan kortisol. Kortisol menekan pulsatil LH sehingga
terjadi ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi tidak teratur Guyton, 2006. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
ketidakteraturan siklus menstruasi yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang berat menyebabkan disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan
pada sekresi GnRH sehingga menurunkan level estrogen yang akan mempengaruhi siklus menstruasi Ganong, 2008.
Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan memiliki stres dan tingkat aktivitas yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari proses
belajar yang diterapkan yaitu full day dimana sekolah dimulai dari pagi sampai sore hari setiap harinya. Berbeda dengan sekolah negeri pada
umumnya seperti di SMPN 6 Makassar yang tidak menerapkan proses belajar full day.
Penyebab ketidakteraturan siklus menstruasi diantaranya adalah anovulasi, premature menopause, penggunaan kontrasepsi hormonal dan
PCO atau polycystic ovary. Namun pada remaja yang baru mengalami
Universitas Sumatera Utara
menstruasi pertama, ketidakteraturan siklus menstruasi biasanya disebabkan oleh anovulasi Rees et al, 2008.
Pada masa pubertas, kadar estrogen meningkat dan pada akhirnya mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan GNRH pulse amplitude.
Produksi estrogen menginduksi umpan balik positif, menyebabkan peningkatan gonadotropin surge dan tingginya kadar LH. Pada waktu yang
bersamaan, estrogen meningkatkan respon dari LH dan menghambat respon dari FSH. LH mencapai kadar puncaknya pada pertengahan sampai
akhir masa pubertas, dan sehubungan dengan kadar estradiol yang meningkat, menarche pun terjadi. Ketidakteraturan siklus menstruasi di
awal menarche berhubungan dengan ketidakteraturan ovulasi. Siklus ovulatorik dimulai ketika umpan balik positif telah stabil saat peningkatan
kadar estrogen di pertengahan siklus LH surge. Siklus ovulatorik menjadikan siklus menstruasi teratur rata-rata 2 tahun setelah menarche,
namun bervariasi pada setiap orang Bieber et al, 2006. Bobak et al 2004 menyatakan bahwa pada masa-masa awal menarche, sebagian
besar siklus menstruasi anak perempuan tidak teratur, tidak dapat diprediksi dan tidak mengandung sel telur. Setelah satu tahun atau lebih,
berkembang suatu irama hipofisis-hipotalamus, dan ovarium memproduksi estrogen siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum.
2.3.Dismenorea Kejadian dismenorea pada remaja putri di SMP Shafiyyatul
Amaliyyah Medan sebesar 73,0 . Prevalensi kejadian dismenorea di
Universitas Sumatera Utara
SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan mendukung pendapat yang diungkapkan oleh Hudson 2007 yang menyatakan bahwa lebih dari 50
wanita yang menstruasi mengalami dismenorea. Penelitian yang dilakukan di India oleh Dambhare et al 2012
menunjukkan prevalensi dismenorea yang cukup tinggi yaitu sebesar 56,15. Rigon et al 2012 menemukan bahwa 56 remaja di Italia
mengalami dismenorea dan sekitar 6,2 dari remaja tersebut menyatakan menderita akibat dismenorea. Prevalensi kejadian dismenorea pada remaja
juga cukup tinggi di Tbilisi, Georgia yaitu sebesar 52,07 Gagua et al, 2012.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia, yaitu di Manado oleh Lestari dkk 2010 menemukan bahwa dari 202 responden yang masuk
dalam penelitian, 199 responden 98,5 diantaranya mengalami dismenorea. Sebagian besar responden 94,5 mengalami nyeri ringan
dan 40,7 remaja putri mengalami dismenorea disertai dengan gejala penyerta. Emilia dkk 2013 juga menemukan prevalensi dismenorea yang
cukup tinggi di Makassar pada remaja putri di kota dan desa. Remaja putri di kota sebanyak 159 orang 76,1 dan remaja putri di desa sebanyak 93
orang 82,3. Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri atau kram saat menstruasi
yang diklasifikasikan menjadi dismenorea primer tanpa kelainan patologi atau penyakit ginekologis dan dismenorea sekunder ada kelainan atau
penyakit ginekologis tertentu. Hal ini merupakan masalah yang umum
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada remaja yang mengalami menstruasi dengan prevalensi 20 sampai 90. Bagaimanapun juga, dismenorea adalah penyebab terbanyak
dari ketidakhadiran di sekolah pada remaja putri. Hal ini menjadi penting sekali untuk diidentifikasi dan ditangani secepatnya Rees et al, 2008.
Faktor yang berperan penting dalam kejadian dismenorea adalah prostaglandin PG. Prostaglandin dihasilkan oleh kebanyakan organ tubuh
manusia terutama oleh prostat dan endometrim. Karena itu semen dan darah menstruasi merupakan sumber prostaglandin utama. Prostaglandin
dimetabolisme dengan cepat oleh kebanyakan jaringan. Prostaglandin yang dihasilkan oleh wanita menyebabkan regresi korpus luteum, regresi
endometrium, dan pelepasan endometrium yang menyebabkan menstruasi. Prostaglandin meningkatkan kontraksi miometrium yang memicu
timbulnya nyeri dismenorea Bobak et al, 2004. Berdasarkan hasil statistik, dismenorea yang dialami responden
mayoritas berada pada intensitas ringan yaitu sebanyak 40 responden 63,5. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari dkk 2010 di SMP
Manado yang menyebutkan bahwa mayoritas remaja putri mengalami dismenorea dengan intensitas ringan 94,5. Intensitas ringan dismenorea
yaitu nyeri terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari Manuaba dkk, 2010.
Adapun responden yang mengalami dismenorea dengan intensitas sedang sebanyak 6 responden 9,5. Intensitas sedang yaitu penderita
memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit namun tidak
Universitas Sumatera Utara
perlu meninggalkan pekerjaannya sehari-hari Manuaba dkk, 2010. Sementara itu, responden yang mengalami dismenorea dengan intensitas
berat tidak ada sama sekali 0,0. Rasa nyeri pada dismenorea muncul beberapa saat atau 1 hari
sebelum menstruasi, nyeri paling berat dirasakan selama 24 jam menstruasi dan mereda pada hari kedua Morgan Hamilton, 2009.
Berdasarkan hasil statistik, responden yang mulai mengalami nyeri satu hari sebelum menstruasi sebanyak 13 responden 28,3, yang mulai
mengalami nyeri beberapa saat sebelum menstruasi sebanyak 11 responden 23,9, dan yang mulai mengalami nyeri pada hari pertama
menstruasi sebanyak 22 responden 47,8. Adapun nyeri menstruasi berakhir pada hari pertama menstruasi sebanyak 11 responden 23,9
dan pada hari kedua menstruasi sebanyak 35 responden 76,1. 2.4. Hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi
Menarche dapat terjadi pada usia yang lebih muda atau lebih awal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adanya riwayat
keluarga dengan menarche dini, status gizi, status sosial ekonomi, dan rangsangan audio visual. Xiaoshu 2010 dalam Silvana, 2012 menyatakan
bahwa menarche di usia muda akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga. Siklus ovulatorik adalah siklus menstruasi yang
telah teratur dengan panjang siklus menstruasi dalam rentang 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang
terpanjang dan terpendek.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian tidak sesuai dengan konsep sebelumnya dimana hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi menunjukkan
nilai p-value= 0,073 dimana nilai ini lebih besar dari α=0,05 sehingga diinterpretasikan Ho gagal ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Koefisien korelasi r
sebesar -0,227 artinya korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hal ini menunjukkan bahwa usia saat menarche tidak
berpengaruh terhadap pola siklus menstruasi remaja putri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sianipar dkk 2009
yang menemukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menstruasi pertama dengan gangguan menstruasi dengan p-value = 0,174.
Gangguan menstruasi yang ditelitinya termasuk gangguan pada siklus menstruasi, lama menstruasi dan gangguan lain seperti dismenorea,
sindrom pramenstruasi, serta perdarahan di luar menstruasi. Berbeda dengan penelitian Wallace et al 1978 yang menemukan
hubungan yang positif antara usia saat menarche dengan siklus menstruasi p = 0,01 yang ditinjau dalam 2 tahun setelah menarche. Menurutnya
terdapat perbedaan pola siklus menstruasi pada perempuan dengan menarche
dini dan lambat. Perempuan dengan menarche
dini menunjukkan pola siklus yang regular atau teratur daripada perempuan
dengan menarche yang lambat. Perempuan dengan onset menarche yang lambat memiliki siklus menstruasi yang panjang dan bervariasi selama 10
Universitas Sumatera Utara
tahun setelah menarche. Anai et al 2001 dalam Sianipar dkk, 2009 mendapatkan bahwa keterlambatan usia pertama menstruasi sebagai resiko
tinggi terjadinya pola menstruasi yang tidak teratur. Siklus panjang dan tidak teratur lebih banyak terjadi pada responden dengan usia pertama
menstruasi lebih dari 14 tahun. Perbedaan hasil penelitian yang ditemukan dapat disebabkan oleh
perbedaan karakteristik responden pada masing-masing penelitian. Selain itu, jumlah remaja putri yang menarche di usia yang lebih awal atau
kurang dari 11 tahun hanya sebesar 17,5 dan jumlah remaja putri yang menarche di usia lambat atau lebih dari 13 tahun hanya sebesar 3,2
sehingga dapat mengganggu hasil uji hubungan dari penelitian ini. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi remaja
putri, diantaranya adalah berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurangkurus dan anorexia nervosa dapat menimbulkan
amenorrhea. Obesitas juga dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi melalui jaringan adiposa yang secara aktif mempengaruhi rasio
hormon estrogen dan androgen. Pada wanita yang mengalami obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen karena selain ovarium, jaringan
adiposa juga dapat memproduksi estrogen. Peningkatan kadar estrogen yang terus menerus secara tidak langsung menyebabkan peningkatan
hormon androgen yang dapat mengganggu perkembangan folikel sehingga tidak dapat menghasilkan folikel yang matang Kusmiran, 2011.
Pulungan 2009 menemukan remaja SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan
Universitas Sumatera Utara
yang beresiko gemuk sebesar 7 dan remaja yang gemuk sebesar 13,9 . Hasil penelitian Rakhmawati 2012 menyatakan bahwa kejadian
gangguan siklus menstruasi pada wanita yang mengalami obesitas 1,89 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan status gizi normal dan
oligomenorea merupakan jenis gangguan yang paling tinggi terjadi pada wanita yang mengalami obesitas.
2.5.Hubungan usia saat menarche dengan dismenorea Hubungan usia saat menarche dengan dismenorea menunjukkan
nilai p-value 0,249 dimana nilai ini lebih besar dari nilai α=0,05 sehingga diinterpretasikan Ho gagal ditolak yang artinya tidak terdapat hubungan
yang bermakna usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Koefisien korelasi r sebesar -0,147
yang menunjukkan korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal
mengenai hubungan usia saat menarche dengan dismenorea. Tidak adanya hubungan antara usia saat menarche dengan
dismenorea pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Silvana 2012 yang mendapatkan nilai p-value 0,120 yang artinya tidak ada hubungan
yang bermakna antara usia menarche dengan dismenorea. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian Pakaya 2013 yang menyebutkan terdapat
hubungan yang bermakna antar usia menarche
dengan kejadian dismenorea dengan nilai p-value 0,009.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian tidak sesuai dengan konsep yang dipaparkan oleh Morgan Hamilton 2009 yang menyatakan bahwa remaja yang
menarche pada usia yang lebih muda memiliki risiko mengalami dismenorea lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang menarche pada
usia normal. Widjanarko 2006 dalam Silvana, 2012 menyatakan bahwa alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, jika
menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, dimana alat reproduksi masih belum siap untuk mengalami perubahan dan juga masih
terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi.
Banyaknya responden yang mengalami dismenorea serta tidak adanya penyakit ginekologis penyakit pada organ reproduksi yang
diderita menjadi bukti bahwa keadaan ini tentunya diakibatkan oleh produksi prostaglandin yang berlebihan di endometrium. Stimulasi otot
polos menyebabkan kontraksi uterus yang berkelanjutan, menghasilkan tekanan intrauterin yang dapat mencapai 400 mm Hg. Prostaglandin
diproduksi di uterus dan biasanya meningkat di bawah pengaruh progesteron, mencapai puncaknya saat dimulainya mentruasi atau sesaat
setelah menstruasi. Ketika terjadi menstruasi, prostaglandin dilepaskan dari peluruhan endometrium. Sel endometrial yang mengalami nekrosis
menyebabkan peningkatan substrat acid arachidonic dari dinding sel untuk sintesa prostaglandin Beckmann et al, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Hal lain yang juga dapat menyebabkan tingginya kejadian dismenorea baik pada remaja putri dengan usia menarche dini, normal,
maupun lambat adalah anemia. Keadaan anemia dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri dan dapat mempengaruhi timbulnya
dismenorea. Menstruasi mengakibatkan kehilangan sejumlah darah dari tubuh yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin. Hal ini akan
menyebabkan gejala anemia. Penurunan kadar hemoglobin dalam darah akan mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen pada organ-organ tubuh,
terutama pada daerah endometrium dimana terjadi peluruhan endometrium dan
iskemik sehingga
mengakibatkan timbulnya
dismenorea Wiknjosastro dkk, 2008.
Riwayat dismenorea pada keluarga ibu atau saudara kandung juga akan mempengaruhi kejadian dismenorea pada remaja putri. Riwayat
keluarga mempunyai peran untuk terjadinya dismenorea karena dalam keluarga banyak faktor yang saling berkaitan terutama faktor genetik.
Riwayat penyakit dalam suatu keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan risiko lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit yang sering
terjadi Morgan Hamilton, 2009. Penelitian Pakaya 2013 menemukan terdapat hubungan antara riwayat dismenorea pada keluarga dengan
kejadian dismenorea pada remaja putri.
Universitas Sumatera Utara
61
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN