Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

(1)

F

UNI

SKRIPSI

oleh Gustiana Putri

111101055

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

F

UNI

SKRIPSI

oleh Gustiana Putri

111101055

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

(4)

(5)

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Usia Saat Menarchedengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai yaitu Bapak Drs. Ilzam Ilyas dan Ibu Desmiati, S.Pdi. Beliau telah memberikan doa, semangat dan dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adik yang telah memberikan semangat dan doa nya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu proses penyelesaian skripsi ini, terutama kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.


(6)

memberikan bimbingan selama penulis menyelesaikan akademik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama perkuliahan.

9. Bapak Irsal Efendi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga masukan dan saran diharapkan untuk perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.

Medan, Juni 2015

Penulis Gustiana Putri


(7)

Prakata... iv

Daftar isi... vi

Daftar tabel... ix

Daftar gambar... x

Daftar skema ... xi

Abstrak ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar belakang ... 1

2. Rumusan masalah... 5

3. Pertanyaan penelitian ... 5

4. Tujuan penelitian... 6

5. Manfaat penelitian... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Menarche 1.1. Defenisimenarche... 8

1.2. Usiamenarche... 8

1.3. Gangguanmenarche... 9

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi usiamenarche... 9

2. Siklus menstruasi 2.1. Defenisi siklus menstruasi ... 10

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme menstruasi ... 11

2.3. Faktor risiko yang mempengaruhi variabilitas siklus menstruasi... 12

2.4. Fisiologi siklus menstruasi ... 13

2.5. Siklus Ovarium ... 15

2.6. Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus menstruasi... 16

2.7. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi... 18

3. Pola siklus menstruasi ... 21

4. Dismenorea... 22

4.1. Penyebab dismenorea... 23

4.2. Gejala dismenorea ... 24

4.3. Intensitas dismenorea ... 25

4.4. Dampak dismenorea pada remaja ... 25

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka konsep ... 26


(8)

2. Populasi dan sampel

2.1. Populasi ... 32

2.2. Sampel... 32

3. Lokasi dan waktu penelitian... 33

4. Pertimbangan etik... 33

5. Instrumen penelitian ... 34

6. Validitas dan reliabilitas 6.1.Validitas ... 37

6.2. Reliabilitas ... 37

7. Pengumpulan data ... 38

8. Analisa data ... 39

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian 1.1. Deskripsi lokasi penelitian ... 41

1.2. Karakteristik demografi responden ... 41

1.3. Usia saatmenarche... 43

1.4. Pola siklus menstruasi ... 44

1.5. Dismenorea ... 44

1.6. Hubungan usia saatmenarchedengan pola siklus menstruasi... 45

1.7. Hubungan usia saatmenarchedengan dismenorea... 46

2. Pembahasan 2.1. Usia saatmenarche... 47

2.2. Pola siklus menstruasi ... 50

2.3. Dismenorea ... 52

2.4. Hubungan usia saatmenarchedengan pola siklus menstruasi... 55

2.5. Hubungan usia saatmenarchedengan dismenorea... 58

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 61

2. Saran 61 DAFTAR PUSTAKA... 63

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Penjelasan tentang penelitian ... 67

2. Informed consent ...68

3. Kuesioner penelitian... 69

4. Lembar persetujuan validitas ... 74

5. Hasil uji reliabilitas ... 76


(9)

12. Surat izin penelitian... 91

13. Surat balasan pelaksanaan penelitian ... 92

14. Terjemahan abstrak ... 93

15. Jadwal penelitian ... 94

16. Taksasi dana ... 95

17. Lembar bukti bimbingan ... 96


(10)

Tabel 2. Penafsiran KorelasiSpearman... 40 Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik

Demografi Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan... 42 Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Usia SaatMenarche

Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan ... 43 Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Siklus Menstruasi

Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan... 44 Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Dismenorea

Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan ... 44 Tabel 7. Hubungan Usia SaatMenarchedengan Pola Siklus Menstruasi

Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan ... 45 Tabel 8. Hubungan Usia SaatMenarchedengan Dismenorea


(11)

(12)

(13)

Nama Mahasiswa : Gustiana Putri

NIM : 111101055

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Menarche adalah menstruasi pertama dan menjadi pertanda kematangan seksual pada remaja putri. Perubahan onset menarche yang terjadi lebih awal menjadi suatu masalah yang menarik dimanamenarche di usia muda atau lebih awal akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga serta meningkatkan risiko pada remaja putri untuk mengalami dismenorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan pada bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 63 orang yang dipilih dengan menggunakan teknikpurposive sampling. Alat pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, usia saat menarche, pola siklus menstruasi, dismenorea serta intensitas dismenorea. Analisis data menggunakan korelasi

Spearman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38,1% usia saatmenarcheremaja berada pada usia 11 tahun, 74,6% pola siklus menstruasi remaja putri tidak teratur, 73,0% remaja putri mengalami dismenorea dan 63,5% mengalami dismenorea dengan intensitas ringan. Tidak terdapat hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri (p=0,073, r=-0,227) dan tidak terdapat hubungan usia saat menarchedengan dismenorea pada remaja putri (p=0,249, r = -0,147). Disarankan kepada SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan untuk dapat bekerja sama dengan puskesmas atau tenaga kesehatan agar mengadakan penyuluhan terkait permasalahan kesehatan reproduksi saat remaja seperti dismenorea yang umum terjadi sehingga remaja dapat meningkatkan wawasan dalam menangani dismenorea yang dialaminya.


(14)

Std. ID Number : 111101055

Department : S1 (Undergraduate) Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Menarche is the first menstruation and becomes the symptom of sexual maturity in female teenagers. The change of menarche onset at the onset becomes an interesting problem since it tends to lead to more initial ovular cycle and increases the risk in female teenagers for dysmenorrheal. The objective of the research was to find out the correlation between age during menarche period with menstruation cycle pattern and female teenagers’ dysmenorrheal. The research

was conducted at SMP Shafiyyatul Amaliyyah, Medan from March to May, 2015. It used descriptive correlation method. The samples were 63 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires on demographic data, age during menarche, menstruation cycle pattern, dysmenorrheal, and dysmenorrheal intensity and analyzed by using Spearman correlation method. The result showed that 38.1% of the respondents were 11 years old when they were in menarche, 74.6% of the respondents had irregular menstruation cycle pattern, 73% of the respondents underwent dysmenorrheal, and 63.5% of the respondents underwent mild dysmenorrheal. There was no correlation between age during menarche with menstruation cycle pattern (p = 0.037, r = -0.227) and dysmenorrheal (p = 0.249, r = -0.147) in female teenagers. It is recommended that the school management cooperate with Puskesmas or health care providers in providing counseling about reproductive health of female teenagers during menarche and female teenagers can increase their insight in handling dysmenorrheal.

Keywords: Menarche, Menstruation Cycle Pattern, Dysmenorrheal, Female Teenagers


(15)

Nama Mahasiswa : Gustiana Putri

NIM : 111101055

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Menarche adalah menstruasi pertama dan menjadi pertanda kematangan seksual pada remaja putri. Perubahan onset menarche yang terjadi lebih awal menjadi suatu masalah yang menarik dimanamenarche di usia muda atau lebih awal akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga serta meningkatkan risiko pada remaja putri untuk mengalami dismenorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan pada bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 63 orang yang dipilih dengan menggunakan teknikpurposive sampling. Alat pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, usia saat menarche, pola siklus menstruasi, dismenorea serta intensitas dismenorea. Analisis data menggunakan korelasi

Spearman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38,1% usia saatmenarcheremaja berada pada usia 11 tahun, 74,6% pola siklus menstruasi remaja putri tidak teratur, 73,0% remaja putri mengalami dismenorea dan 63,5% mengalami dismenorea dengan intensitas ringan. Tidak terdapat hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri (p=0,073, r=-0,227) dan tidak terdapat hubungan usia saat menarchedengan dismenorea pada remaja putri (p=0,249, r = -0,147). Disarankan kepada SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan untuk dapat bekerja sama dengan puskesmas atau tenaga kesehatan agar mengadakan penyuluhan terkait permasalahan kesehatan reproduksi saat remaja seperti dismenorea yang umum terjadi sehingga remaja dapat meningkatkan wawasan dalam menangani dismenorea yang dialaminya.


(16)

Std. ID Number : 111101055

Department : S1 (Undergraduate) Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Menarche is the first menstruation and becomes the symptom of sexual maturity in female teenagers. The change of menarche onset at the onset becomes an interesting problem since it tends to lead to more initial ovular cycle and increases the risk in female teenagers for dysmenorrheal. The objective of the research was to find out the correlation between age during menarche period with menstruation cycle pattern and female teenagers’ dysmenorrheal. The research

was conducted at SMP Shafiyyatul Amaliyyah, Medan from March to May, 2015. It used descriptive correlation method. The samples were 63 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires on demographic data, age during menarche, menstruation cycle pattern, dysmenorrheal, and dysmenorrheal intensity and analyzed by using Spearman correlation method. The result showed that 38.1% of the respondents were 11 years old when they were in menarche, 74.6% of the respondents had irregular menstruation cycle pattern, 73% of the respondents underwent dysmenorrheal, and 63.5% of the respondents underwent mild dysmenorrheal. There was no correlation between age during menarche with menstruation cycle pattern (p = 0.037, r = -0.227) and dysmenorrheal (p = 0.249, r = -0.147) in female teenagers. It is recommended that the school management cooperate with Puskesmas or health care providers in providing counseling about reproductive health of female teenagers during menarche and female teenagers can increase their insight in handling dysmenorrheal.

Keywords: Menarche, Menstruation Cycle Pattern, Dysmenorrheal, Female Teenagers


(17)

1. Latar belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosial. World Health Organization (WHO) menentukan usia remaja antara 10-19 tahun (Kusmiran, 2011).

Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15-24 tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk Indonesia (Kusmiran, 2011).

Masa remaja penuh dengan gejolak. Gejolak ini dapat ditimbulkan oleh perkembangan pertumbuhan fisik, perubahan emosi yang lebih peka, cepat marah, agresif, perkembangan intelegensi yang makin tajam, bernalar dan makin kritis. Oleh sebab itu masa remaja seringkali disebut sebagai masa yang kritis, sehingga jika pada masa ini remaja tidak mendapatkan bimbingan dan informasi yang tepat tentang sistem, proses, dan fungsi reproduksi maka seringkali terjadi masalah yang bisa mempengaruhi masa depan remaja (Adrews, 2010 dalam Ningsih, 2011).


(18)

Fungsi reproduksi ketika remaja pun mulai mengalami perkembangan. Di bawah pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang disekresikan oleh hipofisis anterior, terjadi pematangan folikel. Hal ini berakibat pada peningkatan sekresi estrogen. Dimulainya sekresi estrogen menjadi tanda awitan proses pubertas seorang wanita (Wiknjosastro dkk, 2008).

Salah satu tanda seorang perempuan telah memasuki usia pubertas adalah datangnya menstruasi pertama atau menarche, yang menjadi pertanda biologis dari kematangan seksual (Dariyo, 2004). Usia untuk mencapai fase terjadinya

menarche dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor suku, genetik, gizi atau nutrisi, sosial, ekonomi, dan lain-lain (Sukarni & Wahyu, 2013).

Usiamenarchedapat bervariasi pada setiap individu dan wilayah. Dewasa ini perubahan onset menarche terjadi lebih awal merupakan masalah yang menarik, seperti pada remaja Inggris terjadi penurunan rata-rata usia menarche

selama 20-30 tahun (Whincup, 2001 dalam Pulungan, 2009). Di Inggris usia rata-rata untuk mencapai menarcheadalah 13,1 tahun (Sukarni & Wahyu, 2013). Saat ini, anak-anak perempuan di Amerika Serikat lebih cepat 9 bulan mendapatkan

menarche daripada anak-anak perempuan 20 tahun yang lalu. Kecendrungan ini berlangsung terus dan dimulai pada abad ke-19 (Nazario, 2002 dalam Pulungan, 2009).

Penelitian Derina (2011) menyatakan bahwa rata-rata usia menarche

remaja putri di SMPN 155 Jakarta pada tahun 2011 adalah 11,72 ± 0,79 tahun dengan kejadian usiamenarchetermuda adalah 10 tahun dan usiamenarchetertua adalah 14 tahun. Penelitian Pulungan (2009) di SMP Shafiyyatul Amaliyyah


(19)

mendapatkan rata-rata usia menarche yang tidak jauh berbeda yaitu 11,45 ± 0,92 tahun.

Onset menarche yang terjadi lebih awal telah dihubungkan dengan meningkatnya risiko kanker payudara, kegemukan, dan keguguran.Menarchedini menyebabkan seorang wanita lebih lama terpapar dengan hormon estrogen sehingga meningkatkan risiko beberapa penyakit seperti mioma uteri (Proverawati & Misaroh, 2009).

Menarche akan diikuti menstruasi yang sering tidak teratur karena folikel de graaf belum melepaskan ovum yang disebut ovulasi (Sibagariang dkk, 2010). Ketidakteraturan terjadinya menstruasi pada tahun-tahun pertama menarche

adalah kejadian yang biasa dialami oleh remaja putri, namun hal ini dapat menimbulkan keresahan pada diri remaja itu sendiri. Adanya anggapan bahwa ia akan sulit mendapatkan keturunan karena siklus menstruasinya tidak teratur. Hal ini akan dibarengi dengan kecemasan dan ketakutan yang tidak riil yang semuanya dikaitkan dengan proses haidnya (Sukarni & Wahyu, 2013).

Menarche di usia muda akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga (Xiaoshu, 2010 dalam Silvana, 2012). Pada permulaan menstruasi hanya estrogen saja yang dominan. Hal ini sangat penting karena menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan tanda seks sekunder. Itu sebabnya pada permulaan masa-masa menarche menstruasi sering tidak teratur karena bentuk menstruasinya anovulatoir yaitu tanpa pelepasan sel telur (Manuaba, 1999). Dua sampai tiga tahun setelahmenarche siklus menstruasi seorang remaja akan teratur dan memiliki siklus yang ovulatorik (Godbole et al, 2013).


(20)

Emilia dkk (2013) menemukan bahwa remaja putri yang tinggal di wilayah kota memiliki usia menarche yang lebih awal yaitu 12 ± 0,7 tahun daripada remaja putri di desa. Panjang siklus menstruasi dan lama menstruasi yang normal juga lebih banyak ditemukan pada remaja putri di kota daripada di desa dengan onsetmenarche yang lebih awal.

Siklus menstruasi melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium. Faktor risiko yang dapat mempengaruhi perbedaan siklus menstruasi antara lain berat badan, aktivitas fisik, stres, diet, dan gangguan endokrin (Kusmiran, 2011).

Pada saat menstruasi sering muncul keluhan seperti nyeri perut bagian bawah, menstruasi yang tidak teratur, nyeri pinggang, dan salah satunya yaitu dismenorea (Kasdu, 2005), dimana dismenorea yang umum terjadi pada usia remaja adalah dismenorea primer (Sukarni & Wahyu, 2013).

Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa angka kejadian dismenorea primer cukup tinggi yaitu 72,89% (Proverawati & Misaroh, 2009). Penelitian Zukri et al (2009) menunjukkan prevalensi kejadian dismenorea primer yaitu sebesar 50,9%. Dampak yang diakibatkan oleh dismenorea primer berupa gangguan aktivitas seperti tingginya tingkat absen dari sekolah dan keterbatasan kehidupan sosial.

Dismenorea berkaitan denganmenarche. Remaja yangmenarchepada usia yang lebih muda memiliki risiko mengalami dismenorea lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang menarchepada usia normal. Faktor risiko lain


(21)

yang berpengaruh terhadap dismenorea adalah siklus menstruasi dan lamanya menstruasi (Morgan & Hamilton, 2009).

SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan merupakan sekolah internasional bernuansa Islami berwawasan lingkungan hidup dengan fasilitas lengkap berstandar internasional. Di sekolah ini pernah dilakukan penelitian tentang gambaran usiamenarche pada remaja putri, tetapi belum pernah diteliti kaitannya dengan pola siklus menstruasi dan kejadian dismenorea.

Investigasi masalah usia menarche, pola siklus menstruasi, dan dismenorea dikalangan remaja begitu penting sehingga dapat memberikan data dasar yang diperlukan untuk intervensi bagi kesehatan reproduksi remaja. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

3. Pertanyaan penelitian

Apakah ada hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan ?


(22)

4. Tujuan penelitian 4.1. Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

4.2. Tujuan khusus

4.2.1. Mengidentifikasi gambaran usia saat menarche remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

4.2.2. Mengidentifikasi gambaran pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

4.2.3. Mengidentifikasi gambaran kejadian dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

4.2.4. Mengidentifikasi hubungan usia saatmenarchedengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan 4.2.5.Mengidentifikasi hubungan usia saatmenarchedengan dismenorea

remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

5. Manfaat penelitian

5.1. Pendidikan keperawatan

Manfaat penelitian ini bagi pendidikan keperawatan adalah sebagai bahan masukan dan tambahan dalam penyampaian pemberian pendidikan khususnya bidang keperawatan maternitas terkait dengan kesehatan reproduksi wanita pada usia remaja.


(23)

5.2. Pelayanan keperawatan

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktek keperawatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi wanita terkait dengan masalah pola siklus menstruasi dan dismenorea yang lazim terjadi pada usia remaja.

5.3. Penelitian keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang sejenis mengenai usia saat menarche, pola siklus menstruasi, dan dismenorea pada remaja putri.


(24)

1.Menarche

1.1. Defenisimenarche

Menarche adalah menstruasi pertama yang menjadi pertanda kematangan seksual pada remaja wanita (Dariyo, 2004). Menarche

merupakan menstruasi pertama yang terjadi pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Seiring dengan perkembangan biologis maka pada usia tertentu seseorang mencapai tahap kematangan organ-organ seks yang ditandai dengan menstruasi pertama.

Menarche merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus (Sukarni & Wahyu, 2013).

1.2. Usiamenarche

Umumnya remaja mengalami menarche pada usia 12-16 tahun (Kusmiran, 2011). Secara normal menarche terjadi pada usia 11-16 tahun (Suryani & Widyasih, 2010). Wiknjosastro dkk (2008) berpendapat bahwa usia seorang remaja mengalami menarche yaitu pada umur 11-13 tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, rata-rata usia

menarche pada perempuan usia 10-59 tahun di Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun.


(25)

1.3. Gangguanmenarche

Menarche adalah salah satu kejadian yang penting dalam masa pubertas. Gangguan – gangguan yang dapat terjadi menurut Wiknjosastro dkk (2008) meliputi :

1.3.1.Menarchedini

Pada menarche dini terjadi haid sebelum umur 10 tahun. Hormon gonadotropin diproduksi sebelum anak berumur 8 tahun. Hormon ini merangsang ovarium sehingga ciri-ciri kelamin sekunder, menarche dan kemampuan reproduksi terdapat sebelum waktunya.

1.3.2.Menarchetarda

Menarche tarda adalah menarche yang baru datang setelah umur 14 tahun. Pubertas dianggap terlambat jika gejala-gejala pubertas baru datang antara umur 14-16 tahun. Pubertas tarda dapat disebabkan oleh faktor herediter, gangguan kesehatan, dan kekurangan gizi.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi usiamenarche

Menarchedipengaruhi oleh beberapa faktor. Status sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam hal percepatan usiamenarche

saat ini. Tingkat sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga di dalam hal kecukupan gizi terutama gizi anak perempuan. Nutrisi yang semakin baik menyebabkan menarche terjadi lebih awal. Selain itu, rangsangan audio visual juga memberikan pengaruh terhadap


(26)

onset menarche. Rangsangan berupa percakapan maupun tontonan dari film-film berlabel dewasa, vulgar, atau mengumbar sensualitas akan merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat matang sehingga menyebabkan menarche dini. Pada anak perempuan yang menderita cacat mental dan mongolisme akan mendapat menarche pada usia yang lebih lambat (Sukarni & Wahyu, 2013).

2. Siklus menstruasi

2.1. Defenisi siklus menstruasi

Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus dan hipofisis, serta ovarium (Bobak et al, 2004). Menstruasi yang terjadi setiap bulannya disebut sebagai siklus menstruasi. Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang terjadi selama siklus ovarium menyebabkan perubahan-perubahan mencolok di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus menstruasi (Sibagariang dkk, 2010).

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro dkk, 2008). Menstruasi atau haid adalah perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya mukosa rahim. Menstruasi merupakan peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh. Dengan kata lain menstruasi merupakan suatu proses pembersihan rahim terhadap pembuluh


(27)

darah, kelenjar-kelenjar, dan sel-sel yang tidak terpakai karena tidak ada pembuahan atau kehamilan. Menstruasi adalah proses normal pada perempuan dewasa (Sibagariang dkk, 2010).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme menstruasi 2.2.1. Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium. Jika tidak terjadi kehamilan maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusak bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan (Wiknjosastro dkk, 2008).

2.2.2. Faktor vaskular

Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh juga arteri-arteri, vena-vena, dan hubungan di antara keduanya. Dengan regresi endometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik dari arteri maupun vena (Kusmiran, 2011).


(28)

2.2.3. Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan haid (Kusmiran, 2011).

2.3. Faktor risiko yang mempengaruhi variabilitas siklus menstruasi 2.3.1. Berat badan

Berat badan atau perubahan berat badan mempengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan

anorexia nervosa dapat menimbulkan amenorrhea (Kusmiran, 2011).

2.3.2. Stres

Pada keadaan stres terjadi pengaktifan HPA aksis, mengakibatkan hipotalamus menyekresikan CRH. Sekresi CRH akan merangsang pelepasan ACTH oleh hipofisis anterior yang selanjutnya ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan kortisol. Kortisol menekan pulsatil LH, dimana peran hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Pengaruh hormon kortisol menyebabkan


(29)

ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur (Guyton, 2006).

2.3.3. Aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki risiko untuk mengalami amenorrhea,

anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat menyebabkan disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH sehingga menurunkan level estrogen (Ganong, 2008).

2.3.4. Diet

Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan denganamenorrhea(Kusmiran, 2011).

2.4. Fisiologi siklus menstruasi

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1 saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara


(30)

hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Tidak lama setelah menstruasi terjadi, pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat dan menekan produksi FSH. Folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus mengakibatkan terjadinya ovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Pada fase luteal setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), kemudian folikel menjadi korpus luteum. Luteinized granulose cells dalam korpus luteum membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cells membuat estrogen banyak sehingga kedua hormon ini meningkat pada fase luteal (Wiknjosastro dkk, 2008). Hormon progesteron mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi menyebabkan


(31)

kelenjar-kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar estrogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang disebut menstruasi (Sukarni & Wahyu, 2013).

2.5. Siklus Ovarium

Terdapat 3 fase pada siklus ovarium yaitu fase folikular, fase ovulasi, dan fase luteal. Perkembangan folikular mencakup rekrutmen folikel primordial menjadi stadium antral. Seiring dengan berkembangnya folikel antral, sel stroma disekitarnya ditarik untuk menjadi sel teka. Selama siklus ovarium, sekelompok folikel antral yang dikenal sebagai

cohort memulai fase pertumbuhan semisinkron sebagai akibat kondisi maturasi mereka sewaktu terjadinya peningkatan FSH pada fase luteal lanjut siklus sebelumnya. Peningkatan FSH yang memicu perkembangan folikel ini disebut jendela seleksi (selection window) siklus ovarium. FSH akan memicu aromatase dan perluasan antrum milik folikel yang sedang berkembang. Folikel dalam cohort yang paling responsif terhadap FSH adalah yang paling mungkin untuk menjadi folikel pertama yang menghasilkan estradiol dan memulai ekspresi resptor LH. Setelah muncul reseptor LH, sel granulosa praovulasi mulai menyekresikan progesteron dalam jumlah sedikit. Hal ini memberikan umpan balik positif pada hipofisis untuk mulai menghasilkan atau meningkatkan pelepasan LH. Seiring dengan perkembangan folikel dominan, produksi estradiol dan


(32)

inhibin meningkat, menyebabkan penurunan FSH fase folikular dan kegagalan folikel lain untuk mencapai stadium folikel de graaf. Sekresi LH mencapai puncaknya 10-12 jam sebelum ovulasi. LH menginduksi matriks ekstraseluler ovarium sehingga oosit yang matur dapat dilepaskan bersama sel kumulus yang mengelilinginya dengan menembus epitelium permukaan. Setelah ovulasi, folikel dominan/folikel de graaf menjadi korpus luteum melalui suatu proses yang disebut luteinisasi. Selama luteinisasi, sel teka-lutein dan sel granulosa-lutein mengalami hipertrofi dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menyintesis hormon. Produksi progesteron oleh ovarium mencapai puncak pada fase midluteal yaitu setinggi 25-50 mg/hari. Korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pascaovulasi melalui mekanisme luteolisis akibat menurunnya kadar LH dalam sirkulasi pada fase luteal akhir. Regresi korpus luteum dan penurunan steroid dalam sirkulasi memberikan sinyal bagi endometrium untuk memulai proses molekular yang akhirnya menimbulkan menstruasi (Cunningham et al, 2012).

2.6. Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus menstruasi

Ovarium terbagi atas dua bagian yaitu korteks dan medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang telah masak (folikel de graaf). Terdapat juga folikel yang telah mengalami


(33)

atresia. Di dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albikans (Wiknjosastro dkk, 2008).

Terdapat 2 juta oosit dalam ovarium manusia saat lahir, dan sekitar 400.000 folikel saat awitan pubertas. Dalam kondisi normal hanya 400 folikel yang akan dilepaskan selama masa reproduksi seorang wanita. Folikel-folikel lainnya mengalami atresia melalui proses kematian sel yang dinamakan apoptosis (Cunningham et al, 2012).

Perkembangan folikel dipengaruhi oleh FSH. Mula-mula sel disekeliling ovum berlipat ganda dan kemudian di antara sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke pinggir, dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan ovum yang berada di dalamnya disebut kumulus ooforus. Antara ovum dan sel-sel disekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium sekitar folikel terdesak ke luar dan membentuk dua lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan teka eksterna yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Seiring dengan bertambah matangnya folikel, dan oleh karena pembentukan cairan folikel makin bertambah maka folikel makin terdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, folikel kemudian pecah dan ovum terlepas ke rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008).


(34)

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal di ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah akibat perdarahan waktu ovulasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan sehingga membentuk korpus luteum. Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat yang membentuk korpus albikans (Ganong, 2008).

2.7. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi Siklus menstruasi menurut Wiknjosastro dkk (2008) terjadi dalam 4 fase endometrium yaitu:

2.7.1. Fase deskuamasi atau menstruasi

Endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan selama 3-4 hari.Hanya stratum basale yang tinggal utuh. 2.7.2. Fase regenerasi atau pascahaid

Endometrium yang meluruh berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini dimulai sejak menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

2.7.3. Fase intermenstrum atau proliferasi

Tebal endometrium ± 3,5 mm dan berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase proliferasi terdiri atas


(35)

fase proliferasi dini, madya, dan akhir. Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai ke-7. Epitel permukaan endometrium yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Fase proliferasi madya berlangsung antara hari ke-8 sampai ke-10 dan merupakan fase transisi. Epitel permukaannya berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar-kelenjarnya berkeluk dan bervariasi. Fase proliferasi akhir berlangsung pada hari ke 11 sampai ke-14. Permukaan kelenjar tidak rata dan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.

2.7.4. Fase sekresi atau prahaid

Fase ini dimulai sejak ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke -28. Endometrium berubah menjadi panjang berkeluk-keluk, dan mengeluarkan getah. Fase ini terdiri dari fase sekresi dini dan sekresi lanjut. Fase sekresi dini yaitu endometrium lebih tipis dari sebelumnya karena kehilangan cairan dan terdapat beberapa lapisan yaitu stratum basale, stratum spongiosum, dan stratum kompaktum. Fase sekresi lanjut yaitu endometrium tebalnya 5-6 mm dan sangat ideal untuk nutrisi serta perkembangan ovum.


(36)

(37)

3. Pola Siklus Menstruasi

Panjang siklus menstruasi yang normal yaitu 28 hari dari onset perdarahan sampai episode perdarahan berikutnya. Terdapat variasi dari panjang siklus menstruasi, yaitu pada interval 24-35 hari dan masih dianggap normal. Lamanya perdarahan dan jumlah darah yang keluar bervariasi luas. Lamanya perdarahan berada dalam rentang normal 2-8 hari. Rata-rata jumlah darah yang keluar disetiap siklus menstruasi yaitu 30 ml, normalnya 25-60 ml (Alvero & Schlaff, 2007). Jumlah darah yang keluar secara normal dapat berupa sekedar bercak sampai 80 ml dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang meliputi ketebalan endometrium, pengobatan, dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan darah (Ganong, 2008). Pada wanita yang lebih tua dan anemi defisiensi besi biasanya jumlah darah haidnya lebih banyak. Jumlah darah haid yang lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak membeku, ini mungkin disebabkan oleh fibrinosilin (Wiknjosastro dkk, 2008).

Pola siklus menstruasi dikategorikan sebagai keteraturan dari siklus menstruasi (Hooff et al, 1998). Siklus menstruasi yang teratur adalah siklus menstruasi yang berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Sedangkan siklus menstruasi yang tidak teratur didefenisikan sebagai periode menstruasi yang berada di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang (Impey & Child, 2008; Attarchi, 2013).


(38)

Keteraturan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Ovulasi umumnya terjadi 14 ± 2 hari sebelum hari pertama menstruasi yang akan datang. Untuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro dkk, 2008).

4. Dismenorea

Dismenorea atau Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani. Dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rrhea berarti aliran. Dismenorea berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi. Uterus atau rahim terdiri atas otot yang juga berkontraksi dan relaksasi. Pada umumnya kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat dan sering menyebabkan aliran darah ke uterus terganggu sehingga timbul rasa nyeri (Sukarni & Wahyu, 2013).

Dismenorea dibagi atas dua tipe yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan ginekologik. Nyeri biasanya dirasakan beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat dirasakan selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua (Morgan & Hamilton, 2009). Sedangkan dismenorea sekunder disebabkan oleh adanya kelainan ginekologik seperti salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis servisis uteri, dan lain-lain (Wiknjosastro dkk, 2008).


(39)

Dismenorea pada remaja umumnya adalah dismenorea primer yang terjadi pada usia kurang dari 25 tahun. Dismenorea sekunder umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun (Sukarni & Wahyu, 2013). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dismenorea primer pada remaja di sekolah menengah pertama.

4.1. Penyebab dismenorea

Pelucutan (withdrawal) progesteron meningkatkan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) yang dapat terinduksi untuk menyintesis prostaglandin dan menurunkan ekspresi 15-hidroksiprostaglandin dehidrogenase (PGDH), yang mendegradasi prostaglandin. Hasil bersihnya adalah peningkatan produksi prostaglandin oleh sel stroma disertai peningkatan kepadatan reseptor prostaglandin pada pembuluh darah dan sel-sel yang mengelilinginya (Cunningham et al, 2012).

Dismenorea disebabkan oleh adanya kontraksi miometrium yang dirangsang oleh prostaglandin F2(PGF2α) yang diproduksi dalam jumlah banyak pada endometrium perempuan yang mengalami dismenorea sehingga menyebabkan kontraksi miometrium secara berlebihan dan iskemia uteri. Sebagian besar prostaglandin dilepas dalam 2 hari pertama siklus menstruasi, bersamaan dengan bertambahnya rasa yang tidak nyaman (Rudolph et al, 2006).

Terdapat beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenorea (Wiknjosastro dkk, 2008), yaitu : (1) faktor kejiwaan, pada remaja yang secara emosional tidak stabil mudah timbul


(40)

dismenorea, (2) faktor konstitusi seperti anemia, penyakit menahun, (3) faktor obstruksi kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi dapat menyebabkan terjadinya stenosis kanalis servikalis sehingga menyebabkan dismenorea, (4) faktor alergi. Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab alergi adalah toksin haid.

Selain itu, faktor risiko penyebab dismenorea yakni menarchedini (kurang dari 11 tahun), tidak pernah melahirkan (nullipara), darah menstruasi yang banyak, merokok, riwayat nyeri menstruasi pada keluarga, dan obesitas (Morgan & Hamilton, 2009).

4.2. Gejala dismenorea

Gejala utama nyeri dismenorea adalah terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau daerah suprapubik perut. Hal ini juga sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Nyeri terasa tajam, menusuk, terasa diremas atau sangat sakit. Sifat rasa nyeri kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas (Wiknjosastro dkk, 2008), hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, bau, sentuhan, pingsan, dan kelelahan (Sukarni & Wahyu, 2013).


(41)

4.3. Intensitas dismenorea

Intensitas ringan yaitu terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari. Intensitas sedang dimana penderita memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, namun tidak perlu meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. Intensitas berat dimana penderita merasakan rasa sakit yang hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, harus beristirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi (Manuaba dkk, 2010) dan dapat disertai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, pingsan, diare, mual dan sakit perut (Manuaba, 1999).

4.4. Dampak dismenorea pada remaja

Dismenorea merupakan keluhan ginekologis yang paling lazim terjadi dan menyerang hampir 75% wanita (Datta et al, 2009). Menurut Wiknjosastro dkk (2008), dismenorea menyebabkan penderita harus beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari. Dampak lain yang diakibatkan oleh dismenorea berupa gangguan aktivitas seperti tingginya tingkat absen dari sekolah dan keterbatasan kehidupan sosial (Zukri et al, 2009).


(42)

1. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan usia saat menarche

dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

Usia saat menarche remaja yang normal yaitu pada usia 11-13 tahun (Wiknjosastro dkk, 2008). Pola siklus menstruasi dikategorikan sebagai keteraturan dari siklus menstruasi (Hooff et al, 1998). Siklus menstruasi yang teratur adalah siklus menstruasi yang berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Sedangkan siklus menstruasi yang tidak teratur didefenisikan sebagai periode menstruasi yang berada di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang (Impey & Child, 2008; Attarchi, 2013). Keteraturan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Untuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro dkk, 2008).


(43)

Dismenorea adalah nyeri yang biasanya dirasakan beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat dirasakan selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua (Morgan & Hamilton, 2009).

Intensitas ringan yaitu terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari. Intensitas sedang dimana penderita memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, namun tidak perlu meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. Intensitas berat dimana penderita merasakan rasa sakit yang hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, harus beristirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi (Manuaba dkk, 2010) dan dapat disertai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, pingsan, diare, mual dan sakit perut (Manuaba, 1999). Gejala utama nyeri dismenorea adalah terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau daerah suprapubik perut. Hal ini juga sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Nyeri terasa tajam, menusuk, terasa diremas atau sangat sakit. Sifat rasa nyeri kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas (Wiknjosastro dkk, 2008), hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, bau, sentuhan, pingsan, dan kelelahan (Sukarni & Wahyu, 2013).

Menarche di usia muda akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga (Xiaoshu, 2010 dalam Silvana, 2012). Siklus haid yang teratur merupakan siklus haid yang berovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008). Siklus anovulasi (tanpa ovulasi) umumnya terjadi pada 2-3 tahun pertama setelah


(44)

menarche karena ketidakmatangan dari aksis HPO. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikular terjadi dengan stimulasi FSH yang kadarnya tidak mencapai puncak. Akibatnya surge dari LH pun kurang yang menyebabkan ovulasi gagal terjadi (Ganong, 2008).

Menarche di usia muda akan meningkatkan risiko mengalami dismenorea pada remaja (Morgan & Hamilton, 2009). Alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, jika menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, dimana alat reproduksi masih belum siap untuk mengalami perubahan dan juga masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi (Widjanarko, 2006 dalam Silvana, 2012).


(45)

Keterangan:

= Hubungan antar variabel

= Variabel yang diteliti

Skema 1. Kerangka Konsep

Usia SaatMenarche

Dismenorea - Ya

Intensitas ringan Intensitas sedang Intensitas berat - Tidak

Pola Siklus Menstruasi - Teratur


(46)

2. Defenisi operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional

Alat Ukur Cara Ukur

Hasil ukur Skala Ukur Independen Usia Saat Menarche Dependen Pola Siklus Menstruasi Usia saat remaja putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya Keteraturan dari siklus menstruasi remaja putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan yang dilihat selama 6 bulan Kuesioner terdiri dari 1 pertanyaan Kuesioner berupa keterangan tentang tanggal hari pertama menstruasi Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner

-Teratur : 5

(siklus menstruasi dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan

maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan terpanjang) Tidak teratur : < 5 (siklus menstruasi di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan terpanjang

Interval


(47)

Dismenorea Menstruasi disertai rasa nyeri yang dirasakan remaja putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi dan mereda pada hari kedua dengan intensitas ringan, sedang, dan berat 1.Identifika si kejadian dismenorea : Kuesioner terdiri dari 3 pertanyaan 2.Intensitas dismenorea : Kuesioner terdiri dari 13 pernyataan Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner

Ya : 3 Tidak : < 3

Ringan : 13-25 Sedang : 26-38 Berat : 39-52

Ordinal

Ordinal

3. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan kebenarannya (Setiadi, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

- (Ha)1 : ada hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

- (Ha)2 : ada hubungan usia saatmenarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan


(48)

1. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan usia saat menarche

dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

2. Populasi dan sampel 2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi pada penelitian ini adalah remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas VII dan VIII yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 63 orang.

2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Apabila subjek kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel (Arikunto, 2006). Maka sampel dalam penelitian ini adalah 63 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahpurposive sampling.


(49)

Dalam penelitian ini, terdapat kriteria inklusi dan eksklusi yang akan diuji pada sampel. Kriteria inklusi yaitu remaja putri kelas VII dan VIII SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan yang telah menarche minimal sejak bulan Desember 2014, mampu mengingat tanggal pertama menstruasi dalam 3 bulan terakhir, dan bersedia menjadi responden penelitian setelah menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi yaitu memiliki riwayat penggunaan obat-obatan hormonal dan menderita penyakit-penyakit ginekologis.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa di SMP tersebut telah pernah dilakukan penelitian terkait usia menarche, tapi belum pernah diteliti keterkaitannya dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea pada remaja putri. Selain itu, lokasi penelitian terjangkau dan memberikan kemudahan dari segi proses penelitian. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2014-Juni 2015. Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret-Mei 2015.

4. Pertimbangan etik

Etika penelitian merupakan suatu sistem nilai atau norma yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden (Polit & Hungler, 2001). Penelitian ini memenuhi beberapa prinsip etik yaitu :


(50)

4.1.Right to self determination

Responden memiliki hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

4.2.Informed consent

Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian, responden diberikan lembar persetujuan menjadi responden yang sudah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Apabila responden setuju, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut.

4.3.Right to privacy and dignity

Peneliti melindungi privasi dan martabat responden selama penelitian.

4.4.Right to anonymity and confidentiality

Data penelitian yang berasal dari responden tidak disertai dengan identitas responden tetapi hanya dengan kode responden. Data yang diperoleh dari responden hanya diketahui oleh peneliti dan responden yang bersangkutan

5. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrument ini terdiri dari empat


(51)

bagian yaitu data demografi , kuesioner usia saatmenarche, kuesioner pola siklus menstruasi, dan kuesioner tentang dismenorea.

5.1. Data demografi meliputi: umur, kelas, agama, suku, ekstrakurikuler yang diikuti, riwayat merokok, dan penyakit ginekologis. Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden.

5.2. Kuesioner usia saatmenarcheterdiri dari 1 pertanyaan.

5.3. Kuesioner tentang pola siklus menstruasi berupa keterangan tentang tanggal pertama menstruasi selama 6 bulan, dimulai dari bulan Desember 2014 sampai Mei 2015 sehingga terdiri dari 5 siklus. Jika setiap siklusnya termasuk ke dalam kategori teratur maka diberi nilai 1, jika tidak teratur diberi nilai 0. Kategori teratur jika siklus menstruasi berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Dikatakan tidak teratur jika siklus menstruasi berada di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Maka dari 5 siklus menstruasi yang dinilai selama 6 bulan tersebut, dikatakan pola siklus menstruasi teratur jika skor nya 5, dikatakan tidak teratur jika skornya kurang dari 5.

5.4. Kuesioner tentang dismenorea terdiri atas 2 bagian yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi kejadian dismenorea dan intensitas dismenorea. Kejadian dismenorea diidentifikasi melalui 3 pertanyaan


(52)

dengan 3 pilihan jawaban. Responden dikatakan mengalami dismenorea jika merasakan nyeri di setiap atau pun tidak disetiap periode menstruasinya yang masing-masingnya diberi nilai 1, serta merasakan nyeri haid sejak mulainya nyeri sampai hari pertama atau hari kedua menstruasi yang masing-masingnya diberi nilai 1. Apabila responden merasakan nyeri haid selama menstruasi maka tidak dikategorikan mengalami dismenorea dan diberi nilai 0. Pada pertanyaan pertama bila responden menjawab tidak pernah merasakan nyeri saat menstruasi juga tidak dikategorikan mengalami dismenorea (diberi nilai 0) sehingga responden tidak perlu melanjutkan mengisi kuesioner ke pertanyaan selanjutnya. Jadi remaja dikatakan mengalami dismenorea jika skornya 3 dan dikatakan tidak mengalami dismenorea jika skornya kurang dari 3.

Untuk mengetahui intensitas dismenorea yang dialami, peneliti mengidentifikasinya menggunakan 13 pernyataan menggunakan skala

likertdimana skor dari jawaban pernyataannya adalah jika responden menjawab tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang 2, sering 3, selalu 4. Nilai yang terendah dicapai adalah 13 dan tertinggi adalah 52. Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005) :

P = rentang kelas banyak kelas

Rentang adalah selisih nilai tertinggi dan terendah yaitu 39. Intensitas dismenorea dibagi 3 yaitu ringan, sedang, dan berat. Jadi pembagian


(53)

intensitas dismenorea yang dialami remaja putri berdasarkan jawaban pernyataan pada kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Ringan : 13-25 2. Sedang : 26-38 3. Berat : 39-52

6. Validitas dan reliabilitas 6.1. Validitas

Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur (Priyatno, 2008). Uji validitas instrumen menggunakancontent validity yaitu dengan membandingkan isi instrumen dengan rancangan penelitian yang telah disusun dan dikonsultasikan kepada beberapa Staf Dosen Keperawatan Maternitas pada Departemen Keperawatan Maternitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Instrumen penelitian ini telah divalidasi oleh Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat dan Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns, M.Biomed. Content Validity Index (CVI) pada kuesioner pola siklus menstruasi adalah 0,91 sedangkan pada kuesioner dismenorea adalah 0,89 maka dikatakan bahwa kuesioner ini valid.

6.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang (Priyatno, 2008). Uji


(54)

reliabilitas menggunakan metode Alpha (Cronbach’s) pada kuesioner intensitas dismenorea. Menurut Sekaran (1992) dalam Priyatno (2008), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik. Uji reliabilitas dilakukan di SMP Al-Azhar Medan yang diasumsikan memiliki karakteristik yang sama dengan SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan pada 30 orang remaja putri dengan kriteria sampel yang sama. Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai alpha (α)

sebesar 0,865.

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada Komite Etik Fakultas Keperawatan USU setelah ujian proposal. Lalu peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Kemudian peneliti mengurus surat izin tersebut ke sekolah untuk mendapatkan izin. Setelah mendapatkan izin barulah peneliti melakukan penelitian dengan menentukan responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud, tujuan, serta prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden diminta untuk menandatanganiinformed consentdan peneliti memberikan kuesioner untuk diisi. Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan


(55)

memberikan penjelasan. Peneliti mulai melakukan pengumpulan data sejak bulan Maret. Kuesioner pola siklus menstruasi akan diisi selama 3 bulan ke depan. Pengumpulan data yang kedua dilakukan pada bulan Mei. Sejak bulan Maret sampai Mei peneliti tidak lupa mengingatkan responden untuk mencatat tanggal hari pertama menstruasi mereka melalui pesan singkat (SMS), via telefon, dan melalui media sosial (BBM, Line). Pada bulan Mei 2015 peneliti membagikan lagi kuesioner kepada responden untuk mengisi kuesioner bagian pola siklus menstruasi. Setelah semua kuesioner diisi secara lengkap, maka kuesioner dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisa data.

8. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dari editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian data yang terkumpul diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Setelah selesai dilakukan pengkodean, data dimasukkan (entry) ke dalam komputer dan peneliti melakukan tabulasi (tabulating) yaitu melakukan penyusunan data sedemikian rupa agar mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan.

Analisa data dilakukan melalui program komputerisasi dengan cara univariat dan bivariat. Analisa univariat menampilkan data demografi, gambaran usia saat menarche, pola siklus menstruasi, dan dismenorea remaja putri dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Analisa bivariat untuk


(56)

mengidentifikasi hubungan usia saat menarchedengan pola siklus menstruasi dan dismenorea menggunakan uji koreasi spearman. Uji korelasi ditampilkan dalam tabel hasil uji interpretasi terdiri dari nilai p-valueyang akan dibandingkan dengan nilai alpha. Bila nilai p ≤ α maka keputusan Ho ditolak. Bila nilai p > α maka keputusan Ho gagal ditolak. Nilai r (koefisien korelasi) berkisar antara -1 sampai dengan +1 untuk menunjukkan derajat hubungan antara kedua variabel. Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut, digunakan penafsiran korelasi

spearmanmenurut Burn and Groove tahun 1993.

Tabel 2. Penafsiran Korelasi Spearman

Nilai r Penafsiran

Di atas -0,5 Korelasi negatif tinggi

Hubungan negatif dengan interpretasi kuat -0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang

Hubungan negatif dengan interpretasi memadai -0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah

Hubungan negatif dengan interpretasi lemah

0 Tidak ada korelasi atau hubungan

0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah

Hubungan positif dengan interpretasi lemah 0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang

Hubungan positif dengan interpretasi memadai Di atas 0,5 Korelasi positif tinggi


(57)

1. Hasil penelitian

1.1. Deskripsi lokasi penelitian

SMP Shafiyyatul Amaliyyah berdiri tanggal 20 Desember 1997 oleh Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA). Lokasi SMP Shafiyyatul Amaliyyah terletak di Jalan Setia Budi No.19 Medan. SMP Shafiyyatul Amaliyyah merupakan sekolah bertaraf internasional mandiri dengan akreditasi “A”.

SMP Shafiyyatul Amaliyyah dilengkapi oleh fasilitas dan prasarana sekolah berupa ruangan belajar ber-AC, ruangan kantor guru, mesjid, ruang serba guna, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, laboratorium matematika, laboratorium IPA (Biologi, Fisika,dan Kimia),

cyber school, digital library (perpustakaan), Wi-Fi area, ruang audio visual, sarana olahraga dan seni, kolam renang, studio musik, ruangan makan siswa, klinik pemeriksaan kesehatan, konsultasi psikologi, program kemitraan dengan USU, bus antar jemput, serta asuransi kecelakaan. 1.2. Karakteristik demografi responden

Responden yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah siswi SMP Shafiyyatul Amaliyyah kelas VII dan VIII (7 dan 8) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu 63 orang.


(58)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Karakteristik f (%)

Umur 11 tahun 12 tahun 13 tahun 14 tahun Kelas VII VIII Suku Batak Minang Aceh Melayu Jawa Sunda Dayak Ekstrakurikuler Basket Renang Voli Tari Musik Vokal Tenis meja Drama Taekwondo 1 19 29 14 22 41 19 8 19 7 8 1 1 13 4 1 13 3 1 13 3 12 1.6 30.2 46.0 22.2 34.9 65.1 30.2 12.7 30.2 11.1 12.7 1.6 1.6 20.6 6.3 1.6 20.6 4.8 1.6 20.6 4.8 19.0

Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 13 tahun sebanyak 29 orang (46,0%). Usia termuda adalah 11 tahun dan usia tertua adalah 14 tahun. Mayoritas responden duduk di kelas VIII sebanyak 41 orang (65,1%). Seluruh responden beragama Islam yaitu sebanyak 63


(59)

orang (100,0%). Mayoritas suku responden yaitu 19 orang (30,2%) Batak dan 19 orang (30,2%) Aceh. Mayoritas ekstrakurikuler yang diikuti oleh responden yaitu 13 orang (20,6%) basket, 13 orang (20,6%) tari, 13 orang (20,6%) tenis meja. Seluruh responden tidak memiliki riwayat merokok dan penyakit ginekologis atau penyakit pada organ reproduksi yaitu sebanyak 63 orang (100,0%).

1.3. Usia saatmenarche

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan menstruasi pertama (menarche) di usia 11 tahun yaitu sebanyak 24 orang (38,1%). Usia menarche termuda responden adalah 10 tahun sedangkan usia tertua adalah 14 tahun.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Usia Saat Menarche

Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Karakteristik f (%)

Usia SaatMenarche

10 11 12 13 14

11 24 16 10 2

17.5 38.1 25.4 15.9 3.2


(60)

1.4. Pola siklus menstruasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pola siklus menstruasi yang tidak teratur yaitu sebanyak 47 orang (74,6%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola Siklus Menstruasi Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Karakteristik f %

Pola siklus menstruasi Teratur

Tidak teratur

16 47

25.4 74.6

1.5. Dismenorea

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami dismenorea yaitu sebanyak 46 orang (73,0%).

Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Karakteristik f %

Dismenorea Ya Tidak

46 17

73.0 27.0


(61)

1.6. Hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan usia saat

menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan dengan uji spearman diperoleh nilai p=0,073. Angka ini lebih besar dari α=0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia saat menarchedengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Nilai r (koefisien korelasi) sebesar -0,227 yang menunjukkan korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hubungan negatif disini menandai hubungan yang sifatnya tidak searah, korelasi negatif terjadi jika semakin besar nilai satu variabel maka nilai variabel lain semakin kecil.

Tabel 7. Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus

Menstruasi Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan Usia saat

menarche

Pola siklus menstruasi

-0,227 0,073 hubungan

negatif dengan interpretasi lemah


(62)

1.7. Hubungan usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan usia saat

menarchedengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan dengan uji spearman diperoleh nilai p=0,249. Angka ini lebih besar dari α=0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia saat menarche dengan dismenorea remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Nilai r (koefisien korelasi) sebesar -0,147 yang menunjukkan korelasi negatif rendah, hubungan negatif dengan interpretasi lemah. Hubungan negatif disini menandai hubungan yang sifatnya tidak searah, korelasi negatif terjadi jika semakin besar nilai satu variabel maka nilai variabel lain semakin kecil.

Tabel 8. Hubungan Usia Saat Menarche dengan Dismenorea Remaja

Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (n=63)

Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan Usia saat

menarche

Dismenorea -0,147 0,249 hubungan

negatif dengan interpretasi lemah


(63)

2. Pembahasan

2.1. Usia saatmenarche

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas usia saatmenarche

remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan adalah pada usia 11 tahun (38,1%). Usia menarche termuda responden adalah 10 tahun sedangkan usia tertua adalah 14 tahun. Hasil penelitian ini memperlihatkan hasil yang sama dengan penelitian Derina (2011) yang menemukan usia

menarche termuda pada usia 10 tahun sedangkan usia menarche tertua pada usia 14 tahun. Namun Derina menemukan mayoritas remaja memiliki usiamenarchepada usia 12 tahun.

Menarche biasanya bertepatan dengan perkembangan payudara sampai ke stadium Tanner stage 3. Pada saat itu kelenjar pituitary (hipofisis) meningkatkan frekuensi pulsasi growth hormone (GH) dan luteinizing hormone (LH). Namun mekanisme ini tidak dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Sekresi GH dan LH paling besar yaitu pada malam hari ketika tidur. Peningkatan sekresi LH pada sel teka di ovarium meningkatkan produksi androgen. Proses maturasi oosit dimulai di ovarium, oosit berkembang dari fase primordial ke fase antral dan menjadi awal periode menstruasi petama seorang remaja (Hamilton & Fairley, 2009).

Onset menarche mengalami penurunan dari masa ke masa dan menjadi suatu hal yang menarik. Di Indonesia, tahun 1932 rata-rata usia


(64)

tahun, tahun 1976 rata-rata usia menarche 13,58 tahun, dan pada tahun 1992 rata-rata usiamenarche12,69 tahun (Derina, 2011)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat remaja putri dengan usiamenarche dini atau kurang dari 11 tahun sebanyak 11 orang (17,5%). Selain itu, terdapat juga remaja putri dengan usiamenarchelambat atau 14 tahun ke atas sebanyak 2 orang (3,2%).

Menarche dini dikarenakan oleh pubertas dini dimana hormon gonadotropin diproduksi sebelum anak berusia 8 tahun. Hormon ini merangsang ovarium yang memberikan ciri-ciri kelamin sekunder. Di samping itu hormon gonadotropin juga akan mempercepat terjadinya menstruasi dini dan fungsi dari organ reproduksi itu sendiri (Proverawati & Misaroh, 2009). Penyebab pubertas dini dapat dibagi menjadi dua yaitu central dan peripheral. Central precocious puberty (CPP) disebabkan oleh sinyal hipotalamus menstimulasi produksi hormon ovarium sebelum waktunya. Kebanyakan dari CPP memiliki etiologi idiopathic. Sementara itu, Peripheral precocious puberty (PPP) tidak bergantung pada GNRH atau sinyal hormon pituitary untuk memproduksi hormon ovarium. Penyebab PPP adalah produksi estrogen oleh tumor ovarium atau kelenjar adrenal dan sumber estrogen exogen. Tanda-tanda fisik dari stimulasi estrogen, perkembangan payudara dan rambut pubis sebelum umur 8 tahun merupakan diagnosis dari pubertas dini. Kadang-kadang, menarche dapat terjadi sebelum pertumbuhan payudara dan rambut pubis (Alvero & Schlaff, 2007).


(65)

Menarche lambat disebabkan oleh pubertas yang terjadi terlambat pada remaja putri dimana tidak adanya perkembangan payudara pada usia 13 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu penyakit kronis, kegagalan hipotalamus atau pituitary, hipotiroid, hiperprolactinemia, aktivitas yang berlebihan, intake kalori yang tidak adekuat, dan kegagalan ovarium (Alvero & Schlaff, 2007).

Banyak faktor yang mempengaruhi usiamenarche seorang remaja, diantaranya yaitu nutrisi¸ status ekonomi, genetik, dan keterpaparan dengan media masa. Dilihat dari status ekonomi, responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan termasuk dalam kategori responden yang berada dalam status ekonomi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu Pulungan (2009) tentang usia menarche dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah dan SMP Nurul Hasanah Kota Medan yang menyebutkan bahwa sebagian besar orang tua responden SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan memiliki penghasilan keluarga lebih dari Rp 3.000.000/bulan sebanyak 108 orang dari 115 orang responden (93,3%). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat ekonomi mempengaruhi usia menarche pada remaja putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (p=0,03).

Status ekonomi yang tinggi akan mendukung kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya sehingga status gizi remaja berada dalam keadaan baik. Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah diasumsikan memiliki status gizi yang baik sehingga mempengaruhi


(66)

percepatan usia menarche. Hal ini sesuai dengan penelitian Pulungan (2009) yang menyebutkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi yang baik atau normal (70,4%). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa status gizi mempengaruhi usiamenarchepada remaja putri SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan (p=0,001).

Status gizi dapat dinilai dari indeks masa tubuh yang dihitung dari berat badan dan tinggi badan. Hamilton & Fairley (2009) menyatakan bahwa onset pubertas pada remaja berhubungan dengan berat badan. Berat badan rata-rata seorang remaja mengalami menarche adalah 45 kg. Anoreksia pada remaja dapat memperlambat masa pubertas jika remaja tersebut mengalamiunderweightpada usianya saat itu.

2.2. Pola siklus menstruasi

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa remaja dengan siklus menstruasi yang teratur sebanyak 16 orang (25,4%) dan remaja dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 47 orang (74,6%). Dilihat dari data demografi mayoritas responden masih berumur 13 tahun (46,0%) dan usia saat menarche mayoritas berada pada usia normal mendapatkan menstruasi pertama yaitu usia 11-13 tahun, jelaslah bahwa disini siklus menstruasi remaja putri belum teratur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur (74,6%). Berbeda dengan penelitian Emilia dkk (2013) di SMPN 6 Makassar yang mendapatkan hasil mayoritas respondennya memiliki siklus menstruasi yang teratur


(67)

(77,5%) padahal responden diasumsikan berada dalam tingkatan umur dan tingkatan pendidikan yang sama dengan responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

Perbedaan hasil penelitian di atas dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi seperti stres. Pada saat stres terjadi pengaktifan HPA aksis yang mengakibatkan hipotalamus menyekresikan CRH yang akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan kortisol. Kortisol menekan pulsatil LH sehingga terjadi ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi tidak teratur (Guyton, 2006). Faktor lain yang dapat mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang berat menyebabkan disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH sehingga menurunkan level estrogen yang akan mempengaruhi siklus menstruasi (Ganong, 2008).

Responden di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan memiliki stres dan tingkat aktivitas yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari proses belajar yang diterapkan yaitu full day dimana sekolah dimulai dari pagi sampai sore hari setiap harinya. Berbeda dengan sekolah negeri pada umumnya seperti di SMPN 6 Makassar yang tidak menerapkan proses belajarfull day.

Penyebab ketidakteraturan siklus menstruasi diantaranya adalah anovulasi, premature menopause, penggunaan kontrasepsi hormonal dan PCO atau polycystic ovary. Namun pada remaja yang baru mengalami


(68)

menstruasi pertama, ketidakteraturan siklus menstruasi biasanya disebabkan oleh anovulasi (Rees et al, 2008).

Pada masa pubertas, kadar estrogen meningkat dan pada akhirnya mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan GNRH pulse amplitude.

Produksi estrogen menginduksi umpan balik positif, menyebabkan peningkatan gonadotropinsurgedan tingginya kadar LH. Pada waktu yang bersamaan, estrogen meningkatkan respon dari LH dan menghambat respon dari FSH. LH mencapai kadar puncaknya pada pertengahan sampai akhir masa pubertas, dan sehubungan dengan kadar estradiol yang meningkat, menarche pun terjadi. Ketidakteraturan siklus menstruasi di awal menarche berhubungan dengan ketidakteraturan ovulasi. Siklus ovulatorik dimulai ketika umpan balik positif telah stabil saat peningkatan kadar estrogen di pertengahan siklus LH surge. Siklus ovulatorik menjadikan siklus menstruasi teratur rata-rata 2 tahun setelah menarche, namun bervariasi pada setiap orang (Bieber et al, 2006). Bobak et al (2004) menyatakan bahwa pada masa-masa awal menarche, sebagian besar siklus menstruasi anak perempuan tidak teratur, tidak dapat diprediksi dan tidak mengandung sel telur. Setelah satu tahun atau lebih, berkembang suatu irama hipofisis-hipotalamus, dan ovarium memproduksi estrogen siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum.

2.3.Dismenorea

Kejadian dismenorea pada remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan sebesar 73,0 %. Prevalensi kejadian dismenorea di


(69)

SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan mendukung pendapat yang diungkapkan oleh Hudson (2007) yang menyatakan bahwa lebih dari 50% wanita yang menstruasi mengalami dismenorea.

Penelitian yang dilakukan di India oleh Dambhare et al (2012) menunjukkan prevalensi dismenorea yang cukup tinggi yaitu sebesar 56,15%. Rigon et al (2012) menemukan bahwa 56% remaja di Italia mengalami dismenorea dan sekitar 6,2% dari remaja tersebut menyatakan menderita akibat dismenorea. Prevalensi kejadian dismenorea pada remaja juga cukup tinggi di Tbilisi, Georgia yaitu sebesar 52,07% (Gagua et al, 2012).

Penelitian yang dilakukan di Indonesia, yaitu di Manado oleh Lestari dkk (2010) menemukan bahwa dari 202 responden yang masuk dalam penelitian, 199 responden (98,5%) diantaranya mengalami dismenorea. Sebagian besar responden (94,5%) mengalami nyeri ringan dan 40,7% remaja putri mengalami dismenorea disertai dengan gejala penyerta. Emilia dkk (2013) juga menemukan prevalensi dismenorea yang cukup tinggi di Makassar pada remaja putri di kota dan desa. Remaja putri di kota sebanyak 159 orang (76,1%) dan remaja putri di desa sebanyak 93 orang (82,3%).

Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri atau kram saat menstruasi yang diklasifikasikan menjadi dismenorea primer (tanpa kelainan patologi atau penyakit ginekologis) dan dismenorea sekunder (ada kelainan atau penyakit ginekologis tertentu). Hal ini merupakan masalah yang umum


(70)

terjadi pada remaja yang mengalami menstruasi dengan prevalensi 20% sampai 90%. Bagaimanapun juga, dismenorea adalah penyebab terbanyak dari ketidakhadiran di sekolah pada remaja putri. Hal ini menjadi penting sekali untuk diidentifikasi dan ditangani secepatnya (Rees et al, 2008).

Faktor yang berperan penting dalam kejadian dismenorea adalah prostaglandin (PG). Prostaglandin dihasilkan oleh kebanyakan organ tubuh manusia terutama oleh prostat dan endometrim. Karena itu semen dan darah menstruasi merupakan sumber prostaglandin utama. Prostaglandin dimetabolisme dengan cepat oleh kebanyakan jaringan. Prostaglandin yang dihasilkan oleh wanita menyebabkan regresi korpus luteum, regresi endometrium, dan pelepasan endometrium yang menyebabkan menstruasi. Prostaglandin meningkatkan kontraksi miometrium yang memicu timbulnya nyeri dismenorea (Bobak et al, 2004).

Berdasarkan hasil statistik, dismenorea yang dialami responden mayoritas berada pada intensitas ringan yaitu sebanyak 40 responden (63,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari dkk (2010) di SMP Manado yang menyebutkan bahwa mayoritas remaja putri mengalami dismenorea dengan intensitas ringan (94,5%). Intensitas ringan dismenorea yaitu nyeri terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari (Manuaba dkk, 2010). Adapun responden yang mengalami dismenorea dengan intensitas sedang sebanyak 6 responden (9,5%). Intensitas sedang yaitu penderita memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit namun tidak


(71)

perlu meninggalkan pekerjaannya sehari-hari (Manuaba dkk, 2010). Sementara itu, responden yang mengalami dismenorea dengan intensitas berat tidak ada sama sekali (0,0%).

Rasa nyeri pada dismenorea muncul beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi, nyeri paling berat dirasakan selama 24 jam menstruasi dan mereda pada hari kedua (Morgan & Hamilton, 2009). Berdasarkan hasil statistik, responden yang mulai mengalami nyeri satu hari sebelum menstruasi sebanyak 13 responden (28,3%), yang mulai mengalami nyeri beberapa saat sebelum menstruasi sebanyak 11 responden (23,9%), dan yang mulai mengalami nyeri pada hari pertama menstruasi sebanyak 22 responden (47,8%). Adapun nyeri menstruasi berakhir pada hari pertama menstruasi sebanyak 11 responden (23,9%) dan pada hari kedua menstruasi sebanyak 35 responden (76,1%).

2.4. Hubungan usia saatmenarchedengan pola siklus menstruasi

Menarchedapat terjadi pada usia yang lebih muda atau lebih awal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adanya riwayat keluarga dengan menarche dini, status gizi, status sosial ekonomi, dan rangsangan audio visual. Xiaoshu (2010 dalam Silvana, 2012) menyatakan bahwa menarche di usia muda akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga. Siklus ovulatorik adalah siklus menstruasi yang telah teratur dengan panjang siklus menstruasi dalam rentang 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpanjang dan terpendek.


(1)

(2)

Lampiran 15

JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan September 2014 Oktober 2014 November 2014 Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Agustus 2015 Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul 2 Menyusun proposal 3 Sidang proposal 4 Revisi proposal 5 Uji validitas

dan reliabilitas 6 Pengumpulan

data

7 Analisa data 8 Sidang

skripsi

9 Revisi skripsi 10 Pengumpulan

skripsi


(3)

Lampiran 16

TAKSASI DANA

No Kegiatan Biaya

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal • Biaya internet dan pulsa modem • Kertas A4 70 gram 1 rim

• Kertas A4 80 gram 1 rim

• Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka • Penggandaan draft proposal

• Sidang proposal

Rp. 150.000,00 Rp. 30.000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 100.000,00 2 Pengumpulan data dan analisa data

• Izin penelitian danethical clearance Fakultas Keperawatan USU

• Transportasi

• Fotokopi kuesioner daninformed consent

• Souvenir penelitian

Rp. 100.000,00

Rp. 50.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 150.000,00 3 Sidang skripsi

• Penggandaan laporan skripsi • Sidang skripsi

Rp. 100.000,00 Rp. 200.000,00

4 Biaya tak terduga Rp. 100.000,00


(4)

(5)

(6)

Lampiran 18

RIWAYAT HIDUP

Nama : Gustiana Putri

Tempat/ Tanggal Lahir : Batusangkar, 17 Agustus 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jalan Dr. Mansyur Gang Berdikari

No. HP : 082276505035

Riwayat Pendidikan : 1. TK Al-Amin Kubu Rajo (1998-1999) 2. SD Negeri 04 Kubu Rajo (1999-2005) 3. SMP Negeri 1 Batusangkar (2005-2008) 4. SMA Negeri 1 Batusangkar (2008-2011) 5. S1 Keperawatan USU (2011)