Patofisiologi Dispepsia .1 Definisi Dispepsia

12

2.3.2.2 Dispepsia Fungsional

Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan strukturalorganikmetabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiologi dan endoskopi. Dalam konsensus Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh perasaan sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik pada pemeriksaan endoskopi yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya Djojoningrat, 2005. Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain : a. Sekresi Asam Lambung b. Infeksi Helicobakter pylori c. Dismotilitas Gastrointestinal d. Ambang Rangsang Persepsi e. Diet dan Faktor Lingkungan f. Psikologik

2.3.3 Patofisiologi

Proses patofisiologi yang banyak dibicarakan berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung dan inflamasi, infeksi Universitas Sumatera Utara 13 gangguan motorik, infeksi Helicobakter pylori , dismotilitas gastrointestinal, ambang rangsang persepsi, diet dan faktor lingkungan dan gangguan psikologik atau psikiatrik Djojoningrat, 2009. a. Sekresi asam lambung Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut Djojoningrat, 2009. b. Helicobacter pylori Hp Peran infeksi H-pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H-pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50 dan tidak berbeda makna dengan angka kekerapan infeksi H-pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H-pylori pada dispepsia fungsional dengan H-pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku Djojoningrat, 2009. c. Dismotilitas gastrointestinal Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum sampai 50 kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia Djojoningrat, 2009. Universitas Sumatera Utara 14 d. Ambang rangsang persepsi Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi dan reseptor mekanik. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral di duodenum, meskipun mekanisme pastinya belum dipahami. Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40 pasien dengan dispepsia fungsional Djojoningrat, 2009. e. Diet dan Faktor Lingkungan Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional Djojoningrat, 2009. f. Psikologis Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stress kehidupan, fungsi autonom dan motilitas Djojoningrat, 2009. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsional Abdullah, dkk., 2012.

2.3.4 Manifestasi Klinis