7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obat
Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan
obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan.
Berbagai pilihan obat saat ini telah tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam
memilih obat untuk suatu penyakit. penggunaan obat harus tepat agar memberikan manfaat klinik yang optimal
Syamsuni, 2006. Dalam penggunaannya, obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat
digunakan dalam penggobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat dan obat akan bersifat racun apabila digunakan salah dalam penggobatan atau
dengan dosis yang berlebihan, namun bila dosisnya kurang juga tidak memperoleh penyembuhan Anief, 2004.
2.2 Pengertian Resep
Menurut Permenkes 2014, resep adalah permintaan tertulis dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper atau
electronic
untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai dengan peraturan yang
berlaku Menkes, RI., 2014. Resep selalu dimulai dengan tanda R yang artinya recipe yaitu ambillah, di
belakang tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Resep harus ditulis secara jelas dan lengkap, apabila resep tidak bisa dibaca dengan jelas dan
Universitas Sumatera Utara
8 tidak lengkap, apoteker atau asisten harus menanyakannya kepada dokter penulis
obat. Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resepnya Syamsuni, 2006.
2.3 Dispepsia 2.3.1 Definisi Dispepsia
Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata
dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang be rarti “pencernaan yang jelek”
Setyono, 2006. Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang
gastroenterologi adalah kumpulan keluhangejala klinis sindrom rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai
dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-
menerus Djojoningrat, 2005. Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut
bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan yang dirasakan di abdomen bagian atas. Di antaranya adalah rasa nyeri ataupun
rasa terbakar di daerah epigastrium ulu hati, perasaan penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering sendawa, mual ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia
sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan Herman, 2004.
Universitas Sumatera Utara
9
2.3.2 Klasifikasi Dispepsia
Penyebab timbulnya
gejala dispepsia
sangat banyak
sehingga diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya penyebab dispepsia yaitu : Herman,
2004.
2.3.2.1 Dispepsia Organik
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia
muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi : Djojoningrat, 2005
a. Dispepsia Tukak Keluhan penderita yang sering terjadi ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di
lambung atau duodenum Djojoningrat, 2005. b. Refluks Gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan meningkatnya asam terutama setelah makan Djojoningrat, 2005.
c. Ulkus Peptik Ulkus peptik dapat terjadi di lambung dan duodenum. Ulkus peptikum timbul
akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan Djojoningrat, 2005.
Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum : i. Jumlah sel parietal bertambah dengan produksi asam yang makin banyak.
ii. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap asam lambung.
Universitas Sumatera Utara
10 iii. Peningkatan respon lambung terhadap makanan
iv. Penurunan hambatan pelepasan asam lambung dari mukosa antrum setelah pengasaman lambung.
v. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya ulkus peptik antara lain merokok, penyakit hati kronik, penyakit paru kronik dan pankreatitis kronik. Gastritis atrofik kronik,
refluks empedu dan golongan darah A merupakan predisposisi untuk ulkus lambung Djojoningrat, 2005.
d. Penyakit Saluran Empedu Sindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa
nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan Djojoningrat, 2005.
e. Pankreatitis Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin
tegang dan kembung Djojoningrat, 2005. f. Dispepsia pada sindrom malabsorpsi
Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir
Djojoningrat, 2005. g. Dispepsia akibat obat-obatan
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat
Universitas Sumatera Utara
11 golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral terutama ampisilin,
eritromisin dan lain-lain Djojoningrat, 2005. h. Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas
kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung
Djojoningrat, 2005. i. Dispepsia akibat infeksi bakteri
Helicobacter pylori Helicobacter pylori
terlihat pada Gambar 2.1 adalah sejenis kuman atau bakteri
gram negatif yang terdapat dalam lambung dan berkaitan dengan kanker lambung. Hal penting dari
Helicobacter pylori
adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi.
Helicobacter pylori
ini diyakini merusak mekanisme pertahanan dan merusak jaringan.
Helicobacter pylori
dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia Rani, dkk.,
2009.
Gambar 2.1 Helicobacter pylori Rani, dkk., 2009.
Universitas Sumatera Utara
12
2.3.2.2 Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau
gangguan strukturalorganikmetabolik
berdasarkan pemeriksaan
klinik, laboratorium, radiologi dan endoskopi. Dalam konsensus Roma II, dispepsia
fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12
minggu terakhir, terus menerus atau kambuh perasaan sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau
bukan kelainan organik pada pemeriksaan endoskopi yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya Djojoningrat, 2005. Gambaran klinis dari
dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat
juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :
a. Sekresi Asam Lambung b. Infeksi
Helicobakter pylori
c. Dismotilitas Gastrointestinal d. Ambang Rangsang Persepsi
e. Diet dan Faktor Lingkungan f. Psikologik
2.3.3 Patofisiologi
Proses patofisiologi yang banyak dibicarakan berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung dan inflamasi, infeksi
Universitas Sumatera Utara
13 gangguan motorik, infeksi
Helicobakter pylori
, dismotilitas gastrointestinal, ambang rangsang persepsi, diet dan faktor lingkungan dan gangguan psikologik
atau psikiatrik Djojoningrat, 2009. a.
Sekresi asam lambung Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam
lambung, baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak di perut Djojoningrat, 2009. b.
Helicobacter pylori
Hp Peran infeksi
H-pylori
pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi
H-pylori
pada dispepsia fungsional sekitar 50 dan tidak berbeda makna dengan angka kekerapan infeksi
H-pylori
pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi
H-pylori
pada dispepsia fungsional dengan
H-pylori
positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku Djojoningrat,
2009. c.
Dismotilitas gastrointestinal Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum sampai 50 kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga
gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia Djojoningrat, 2009.
Universitas Sumatera Utara
14 d.
Ambang rangsang persepsi Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi dan
reseptor mekanik. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral di duodenum, meskipun mekanisme pastinya belum
dipahami. Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40
pasien dengan dispepsia fungsional Djojoningrat, 2009. e.
Diet dan Faktor Lingkungan Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional Djojoningrat, 2009. f.
Psikologis Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian
stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stress kehidupan, fungsi autonom dan
motilitas Djojoningrat, 2009. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah
studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsional
Abdullah, dkk., 2012.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis secara praktis, didasarkan atas gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe:
Universitas Sumatera Utara
15 a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus
ulkus-like dispepsia
, dengan gejala: i. Nyeri epigastrium terlokalisasi
ii. Nyeri hilang setelah makan iii. Nyeri saat lapar
b. Dispepsia dengan gejala dismotilitas
dysmotility-like dispepsia
,dengan gejala: i. Mudah kenyang
ii. Perut cepat terasa penuh saat makan iii. Mual
iv. Muntah v. Rasa kembung pada perut bagian atas
vi. Rasa tidak nyaman bertambah saat makan c. Dispepsia nonspesifik, tidak adanya keluhan yang bersifat dominan Herman,
2004.
2.3.5 Pengobatan Dispepsia
Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan modifikasi pola hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan untuk
kasus dispepsia fungsional agar menghindari makanan yang dirasa sebagai faktor pencetus. Pola diet yang dapat dilakukan seperti makan dengan porsi kecil tetapi
sering, makan rendah lemak, kurangi atau hindari minuman-minuman spesifik seperti: kopi, alcohol dll, kurangi dan hindari makanan yang pedas. Terapi untuk
kasus dispepsia hingga sekarang belum terdapat regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan Djojoningrat, 2009.
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.5.1 Antasida
Golongan antasida terdiri atas aluminium, magnesium, kalsium karbonat, dan natrium bikarbonat. Antasida berfungsi untuk meningkatkan pH asam
lambung. Pemakaian antasida tidak dianjurkan secara terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis untuk mengurangi rasa nyeri. Penggunaan antasida yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan kombinasi keduanya saling menghilangkan
pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi Katzung, 2004. Mekanisme kerja antasida yaitu meningkatkan pH sejumlah asam tetapi tidak
melalui efek langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah LES. Kegunaan antasida sangat dipengaruhi oleh rata-rata disolusi, efek fisiologi
kation, kelarutan air, dan ada atau tidak adanya makanan Katzung, 2004.
2.3.5.2 Antagonis reseptor H2
Golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin. Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organik.
Mekanisme kerja antagonis reseptor H2 adalah menghambat sekresi asam lambung dengan melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor H2 yang
terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, dan refleks fisiologi vagal
Katzung, 2004.
2.3.5.3 Penghambat pompa proton
Proton Pump Inhibitor
PPI merupakan golongan obat yang bekerja dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung dengan
menghambat aktifitas enzim HK ATPase
proton pump
pada permukaan
Universitas Sumatera Utara
17 kelenjar sel parietal gastrik pada pH 4. Obat yang berikatan dengan proton H
secara cepat akan diubah menjadi sulfonamide, suatu
proton pump inhibitor
yang aktif. Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat termasuk dalam golongan penghambat asam adalah; omeperazole, lansoprazole dan pantoprazol.
Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah netral mencapai sel parital dari darah dan berdifusi ke dalam sekretori kanalikuli, tempat obat
terprotonasi dan terperangkap. Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfahidril pada sisi luminal tempat H+,K+ ATPase, kemudian terjadi
inhibisi penuh dengan dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul enzim Katzung, 2004.
2.3.5.4 Antikolinergik
Kerja antikolinergik tidak sepesifik. Obat yang bekerja sepesifik adalah pirenzepin untuk menekan sekresi asam lambung Monkemuller, dkk., 2006.
2.3.5.5 Sitoprotetif
Golongan pelindung mukosa terdiri atas sukralfat. Prostaglandin sintetik seperti sukralfat, misoprosol dan eprostil, selain bersifat sitoprotektif juga dapat
menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Mekanisme kerja sukralfat adalah membentuk kompleks ulser dengan eksudat
protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan asam, membentuk barier pada permukaan mukosa di lambung dan
duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam dengan empedu. Sukralfat sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kososng untuk
mencegah ikatan dengan protein dan fosfat Monkemuller, dkk., 2006.
Universitas Sumatera Utara
18
2.3.5.6 Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik; domperidon dan metoklopramid. Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks
esofangitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung. Metoklopramid bekerja secara selektif pada sistem
cholinergik tractus gastrointestinal
efek gastropokinetik. Metoklopramid merangsang motilitas saluran cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi asam lambung, empedu atau
pankreas. Domperidon merupakan golongan prokinetik, obat ini digunakan pada muntah akibat dispepsia fungsional Monkemuller, dkk., 2006.
Dispepsia merupakan
sindrom dari
sekumpulan gejala
yang menyertainya. Gejala yang timbul pada dispepsia diantaranya adalah mual yang
merupakan gejala yang dominan terjadi setelah gejala nyeri. Dispepsia sering terjadi karena adanya hipersekresi asam lambung yang menyebabkan
meningkatnya asam lambung menyebabkan rasa tidak enak pada perut berupa rasa mual. Obat-obatan yang diberikan banyak berfokus pada penanganan simtomatis
dan penanganan pada sekresi asam lambung, golongan obat yang diberikan seperti; golongan prokinetik, sitoprotetif, penghambat pompa asam, antagonis
reseptor H2, antikolinergik dan antasida.
2.4 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur
RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai didirikan pada masa penjajahan Belanda tahun 1930 yang diberi nama Burgelyzke Zeiken. Setelah
berselangnya waktu nama tersebut diubah menjadi Lanscape Hospital dan pada zaman kemerdekaan pada tahun 1945 nama rumah sakit diubah dengan nama
Rumah Sakit Umum Tanjung Balai. Pada tahun 2008 Rumah Sakit Umum
Universitas Sumatera Utara
19 Tanjung Balai sesuai dengan keputusan Bapak Walikota diubah menjadi RSUD
Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dan salah satu Rumah Sakit tertua yang ada di Sumatera Utara yang terletak di Jl. May. Jend. Sutoyo No.39 Kecamatan
Tanjung Balai Selatan. RSUD Dr. Tengku Mansyur merupakan Rumah Sakit rujukan bukan hanya
untuk masyarakat Kota Tanjung Balai, juga beberapa daerah disekitarnya seperti Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, maupun Kabupaten Labuhan
Batu. Kota Tanjung Balai mempunyai wilayah kerja efektif 6 enam kecamatan yang ada di Kota Tanjung Balai, dengan jumlah penduduk sekitar 158.599 jiwa
yang terdiri dari 79.913 jiwa laki-laki dan 78.686 jiwa perempuan. Secara administrasi Kota Tanjung Balai dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan
dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjung Balai
Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei. Kepayang Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat
Berdasarkan surat
Keputusan Menteri
Kesehatan RI
Nomor 303MenkesSKIV1987, telah ditetapkan Rumah Sakit Umum Tanjung Balai
menjadi Rumah Sakit kelas C. Sejak tahun 1987 secara bertahap telah ditetapkan 4 empat tenaga Dokter
Spesialis Dasar Penyakit Dalam, Obgyn, Bedah, dan Anak. Diiringi dengan pengadaan peralatan medis dan non medis serta sarana fisik yang bersumber dari
dana APBD, APBN maupun bantuan dalam dan luar negeri. Pada saat ini luas Rumah Sakit ± 13.713 m² dengan jumlah Tempat Tidur TT 115 buah. Rumah
Sakit telah berusaha semaksimal mungkin berbenah diri dalam berbagai aspek,
Universitas Sumatera Utara
20 baik kualitas maupun kuantitas. Berbagai hal yang menjadi perhatian antara lain
proses administrasi dan ketersediaan manajemen, bahan dan alat kesehatan, sarana dan prasarana sampai tingkat kenyamanan pasien dan pengunjung.
Pada tahun 2010 RSUD Dr. Tengku Mansyur telah terakreditasi 5 lima jenis pelayanan dari Kemenkes RI.
RSUD kedepan berupaya untuk mencapai Akreditasi Versi 2012 Joint Commition International JCI dan terus berusaha untuk berkembang lagi. Baik
saran prasarana, sumber daya manusia, hingga acuan pelayanan kesehatan yang ada, dan saat ini sedang dilaksanakan pembangunan dengan sinergi dan bertahap
gedung baru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur dengan jumlah tempat tidur yang ≥ 200 unit guna memenuhi standart sarana dan layanan
Rumah Sakit Kelas B Anonim, 2010.
Universitas Sumatera Utara
21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif retrospektif. Deskriptif yaitu analisis yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, yang
diarahkan pada penyajian informasi mengenai data yang diperoleh melalui proses penelitian dan retrospektif yaitu meneliti kebelakang dengan menggunakan data
sekunder.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit dispepsia dan menjalani pengobatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014. Sampel penelitian adalah seluruh rekam medik pasien dispepsia yang termasuk
dalam kriteria inklusi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada tahun 2014 sebanyak 110 pasien rawat inap.