Peneliti ingin mengkaji bagaimana watak tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, yakni hal-hal yang membentuk dan mengubah sikap tokoh
serta bagaimana tokoh menghadapi persoalan dan benturan-benturan nilai yang berlaku, dan akan sangat menarik bila dikaji dari sudut feminisme. Tinjauan dari
sudut feminisme akan membantu kita dalam upaya memahami kehidupan. Hal ini sesuai dengan sifat sastra itu sendiri, di samping dituntut untuk memberi pesona,
memberi hiburan, memberi hikmah cerita, juga dituntut adanya sesuatu yang bermanfaat bagi pemahaman terhadap manusia dan kehidupan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah watak tokoh A dalam novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang?
1.2.2 Bagaimanakah sikap tokoh A untuk menentang ketidakadilan yang
ia anggap menimpa kaum perempuan?
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik maka diperlukan batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada bagaimana watak tokoh
A, dan sikap tokoh A yangmencerminkan upaya feminisme.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan watak tokoh A dalam novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang
2. Mendeskripsikan sikap feminisme tokoh A untuk menentang
ketidakadilan yang ia anggap menimpa kaum perempuan
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
1. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan
dibidang sastra mengenai unsur feminisme dalam karya sastra. 2.
Memperkaya khasanah sastra kepada pembaca mengenai studi sastra Indonesia tepatnya melalui analisis feminisme.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
1. Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari
pengajarantentang segala aspek kehidupan, diantaranya mengenai unsur-unsur feminisme.
2. Membantu para pembaca untuk memahami isi dari novel Pengakuan
Eks Parasit Lajang yang sarat dengan feminisme yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam
menganalisis isi ceritanya.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek- aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi
yang akan dikaji menjadi terarah tidak melebar kepada hal-hal yang tidak penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
watak dan feminisme.
2.1.1 Watak
Watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku sedangkan perwatakan adalah penggambaran watak atau sifat tokoh
cerita.Perwatakan berfungsimenyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan tertentu dengan cara menggambarkan watak atau sifat tokoh-tokoh cerita.
Menurut KBBI watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku sedangkan, perwatakan adalah hal-hal yang
berhubungan dengan watak. Dalam sebuah novel perwatakan mengambil peranan yang cukup penting untuk menentukan cerita yang disampaikan. Perwatakan
merupakan pengambaran watak atau sifat tokoh cerita. Perwatakan berfungsi menyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan tertentu dengan cara
mengambarkan watak atau sifat tokoh-tokoh cerita. Watak atau tokoh dalam cerita terbagi atas tiga yaitu protagonis, antagonis, tritagonis.
Sedangkan tokoh dalam KBBI adalah rupa wujud dan keadaan, macam atau jenis. Dilihat dari segi peranannya, tokoh cerita terbagi atas dua, yaitu tokoh
utama dan tokoh tambahan.Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakn penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.Tokoh utama merupakan tokoh
yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara
keseluruhan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang berperan sebagai pelengkap cerita.
Sedangkan penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh itu.
Penokohan dapat digambarkan melalui dialog antartokoh, tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh. Melalui penokohan, dapat
diketahui bahwa karakter tokoh adalah seorang yang baik, jahat, atau bertanggung jawab.
Wellek dan Warren 1993: 266 mengemukakan bahwa dalam karya sastra secara garis besar tokoh dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tokoh statis atau
tokoh datar flat characterization dan tokoh dinamis round characterization.Tokoh statis adalah tokoh yang di dalam cerita perkembangan
jiwanya tidak begitu bergejolak, biasanya dimiliki oleh tokoh pembantu.Tokoh dinamis ialah tokoh yang selama berlangsungnya cerita perkembangan jiwanya
dapat dideteksi kelogisannya, atau tokoh yang kompleks.Tokoh dinamis ini dimiliki oleh tokoh utama, sebab tokoh ini menjadi titik pusat pembicaraan yang
memegang peranan dalam menghidupkan cerita untuk menjadi penggerak alur cerita.Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingya tokoh dalam sebuah cerita,
tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga
terasa mendominasi sebagian besar cerita.Dapat dikatakan, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel, tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam
cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek Nurgiyantoro, 1995: 176-177.
Boulton dalam Aminuddin, 1984:85 mengungkapkan bahwa cara sastrawan menggambarkan atau memunculkan tokohnya dapat menempuh berbagai cara.
Mungkin sastrawan menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan
hidupnya, pelaku yang memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya atau pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita
fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, kaset, dan sepatu.
Ada beberapa cara memahami watak tokoh, diantaranya : 1.
Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya
2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan
kehidupannya maupun caranya berpakaian 3.
Menunjukkan bagaimana perilakunya 4.
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri 5.
Memahami bagaimana jalan pikirannya 6.
Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya 7.
Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya 8.
Melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya
9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain Aminuddin,
1984:87-88. 2.1.2
Feminisme
Pada dasarnya tujuan dari feminisme adalah menyamakan kedudukan atau derajad perempuan dan laki-laki.Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum
perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka secara utuh.Feminisme berbeda dengan emansipasi, Sofia dan Sugihastuti 2003:24
menjelaskan bahwa emansipasi lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembagunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang
dinilai tidak adil, sedangkan feminisme memandang perempuan memiliki aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam
berbagai gerakan.Paham feminisme timbul di kalangan wanita untuk mandirisebagai subjek, baik berdasarkan kodrat maupun berdasarkan kemandirian
individu.Kata feminisme sendiri pertama kali dipopulerkan oleh seorang sosialis Prancis bernama Charles Fourier yang pada akhirnya banyak mempengaruhi
gerakan emansipasi wanita di seluruh dunia sampai dengan saat ini.
Di Indonesia sendiri feminisme sudah berkembang sebelum kemerdekaan Indonesia melalui perjuangan R.A Kartini yang mengusung tema emansipasi
wanita.Perjuangan R.A Kartini secara tidak langsung membuat banyak perempuan
terinspirasi olehnya dan mulai memunculkan gerakan-gerakan yang mengusung kesetaraan gender. Perjuangan perempuan di Indonesia sendiri telah banyak
menghasilkan perundang-undangan yang melindungi mereka, diantaranya, UU No. 1 Tahun 1997 tentang perkawinan, UU No. 23 Tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu yang mensyaratkan partai memenuhi 20 caleg dari perempuan, dan lain-
lain. Indonesia sendiri pernah dipimpin oleh seorang presiden wanita yaitu
Megawati Soekarno Poetri.
Feminisme di Indonesia bukannya tanpa pro dan kontra.Tidak sedikit kalangan yang menganggap bahwa gerakan feminisme tidak cocok di Indonesia
yang memiliki budaya timur yang patriarki dan fanatisme agama yang kuat. Mereka menganggap feminisme akan mendoktrin pemikiran para perempuan
Indonesia yang pada akhirnya membuat mereka lupa akan tugasnya sebagai
seorang wanita.
Feminisme bukan merupakan pemberontakan kaum wanita kepada laki-laki, upaya melawan pranata sosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan atau
pandangan upaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagai upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan Fakih, 2000: 5.
Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan perempuan.Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan
perempuan mengakibatkan perempuan dinomorduakan.Perbedaan tersebut tidak hanya pada kriteria sosial budaya.Asumsi tersebut membuat kaum feminis
memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan dengan tujuan
agar kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sederajat dengan kaum laki- laki.
2.2 Landasan Teori
Teori berfungsi untuk memecahkan masalah. Sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah, maka sangat penting apabila teori yang dipakai benar-
benar relevan dengan permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sastra feminis, karena
pendekatan ini mempertimbangkan segi-segi permasalahan perempuan dalam upayanya dengan tuntutan persamaan hak.Kritik sastra feminis merupakan salah
satu disiplin ilmu kritik sastrayang lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme di berbagaipenjuru dunia. Kritik sastra feminis merupakan aliran baru
dalamsosiologi sastra. Lahirnya bersamaan dengan kesadaran perempuan akanhaknya. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan
derajatperempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki- laki.Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan inimencakup
berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak danpeluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki.
Menurut Faqih 1996 : 99 feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan
dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Hakikat perjuangan feminisme adalah demi kesamaan martabat, kebebasan
mengontrol raga, dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan
struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil baik bagi perempuan maupun laki-laki. Lebih lanjut lagi Faqih 2000: 5 menjelaskan,
feminisme bukan merupakanpemberontakan kaum wanita kepada laki-laki, upaya melawan
pranatasosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan atau pandanganupaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagaiupaya untuk
mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan.
Pendekatan feminisme adalah pendekatan terhadap karya sastradengan fokus perhatian pada relasi jender yang timpang danmempromosikan pada tataran yang
seimbang antar laki-laki danperempuan Djajanegara, 2000: 27. Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap
sosial tertentu atau bahkan mencetuskan peristiwa sosial tertentu Damono, 1978. Menurut Yoder Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:99, kritik sastra feminisme
adalah suatu kritik yang memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jeanis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan
kehidupan. Jenis kelamin ini membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan dan faktor luar
yang mempengaruhi karang-mengarang. Kritik sastra feminis terdiri dari beberapa sudut pandang.Yang pertama adalah
kritik sastra feminis ideologis, yang melibatkan perempuan sebagai pembaca.Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra stereotype
perempuan dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang perempuan dan sebab-sebab mengapa perempuan sering tidak diperhitungkan,
bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra. Pada dasarnya, kritik
sastra feminis ideologis merupakan cara menafsirkan suatu teks yang dapat memperkaya wawasan para pembaca perempuan dan membebaskan cara berpikir
perempuan. Yang kedua adalah kritik sastra feminis ginokritik, yang meneliti semua aspek
yang berkaitan dengan kepengarangan perempuan yang meliputi sejarah, tema, ragam, struktur psikodinamika, kreativitas, dan telaah penulis perempuan tertentu
dengan karyanya yang khusus.Yang ketiga adalah kritik satra feminis sosialis, yang meneliti tokoh-tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra dari sudut
pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Yang keempat adalah kritik sastra feminis psikoanalitik, yang menerapkan
pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya pembaca perempuan mengidentifikasi atau menempatkan dirinya pada tokoh perempuan dalam sebuah
karya sastra, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.Yang kelima adalah kritik sastra lesbian, yang hanya meneliti
penulis dan tokoh perempuan.Yang keenam adalah kritik sastra feminis ras, yang mengaitkan masalah perempuan dengan ras.
Menyimak uraian tersebut, novel Pengakuan Eks Parasit Lajang sesuai bila diteliti berdasarkan kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra feminis ideologis
dipakai untuk menafsirkan teks-teks pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang dengan menggunakan konsep reading as a women. Berlandaskan kritik ini akan
dianalisis bentuk-bentuk pemberontakan ataupun tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh utama perempuan dan faktor-faktor yang menyebabkan tokoh
utama mengambil keputusan tersebut dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.
2.3 Tinjauan Pustaka