yang hidupnya pasti tidak bahagia,itulah salah satu misi A ia ingin membuka mata masyarakat bahwa perempuan punya pilihan sendiri, dan tidak ada yang salah dari
tidak menikah.
4.2.4 Kekerasan
Kekerasan menurut Fakih 2004:17, adalah serangan atau invansi terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun ada salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu, yaitu perempuan. Kekerasan ini
disebut dengan gender related violence. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melangar,
menghambat, meniadakan kenikmatan, dan pengabaian hak asasi peempuan atas dasar gender. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki.
Perempuan dianggap feminin dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki diangap kuat, gagah, berani
an sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut da sebagainya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan
bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Kaum perempuan memang sangat
rentan menjadi korban kekerasan karen posisi kaum perempuan yang tidak setara
dengan laki-laki dihadapan masyarakat baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
Menurut Subhan 2004:12, kekerasan pada perempuan pada dasarnya dapat dibagi dua kategori, yaitu kekerasan yang bersifat fisik maupun
nonfisikpsiologis. Tokoh A adalah tokoh sentral dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang, yang
memiliki semangat feminisme dlam dirinya. Dalam novel ini tokoh A memang tidak mengalami kekerasan fisik maupun psikis, justru sebaliknya, A
menunjukkan bahwa kekerasan bisa saja terjadi tidak haya pada perempuan tapi juga laki-laki, seprti yang terlihat dalam kutipan berikut:
“Kini Nik menemukan A menghianati dia untuk kedua kali. Ia mendapati sketsa-sketsa A tentang lelaki itu. A biasa membuat sketsa intim dengan
dirinya, dna sekarang perempuan itu juga membuat sketsa sosok lelaki itu.” hal. 95
“”Nik, sungguh aku minta maaf karena telah membuatmu menderita, tapi hubungan kita tidak mungkin menjadi perkawinan,” kali ini A berhasil
mengaskan niatnya”. hal.195
“Nik dan A kembali ke rumah A. Di sana Nik segera membenamkan kepalanya yang berasap ke dalam bak mandi. A memandangi kekasihnya ia
tak tahu lagi harus menyebut lelaki itu apa dengan sedih”. hal: 196
“Menyakiti lelaki adalah menyakiti hak-haknya, wewenangnya, kekuasaannya”. hal. 257
Dari kutipan di atas terlihat sikap feminisme tokoh A, bahwa A adalah wanita yang bisa menghindarkan dirinya dari disakiti oleh lelaki, justru
sebaliknya A lah yang menyakiti psikis lelaki dengan berselingkuh dengan lelaki lain. A mampu membuat seorang lelaki frustasi karena perbuatannya. Tentu bukan
menyakiti tujuan dari feminisme tapi paling tidak A membuktikan bahwa ada
kalanya perempuan mampu mengendalikan perasaannya dan perasaan lelaki yang menjadi pasangannya. A menunjukkan bentuk kesetaraan, bahwa tidak selamanya
perempuan menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis, mengalami penderitan batin, adakalanya perempuan juga bisa menyakiti.
4.2.5 Beban Ganda