Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

(1)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL

UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack.)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

OLEH: FALNA YATI NIM 111524084

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL

UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack.)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: FALNA YATI NIM 111524084

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL

UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack.)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

OLEH: FALNA YATI NIM 111524084

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 6 Juni 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 194909101980031002 NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 194909101980031002

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 198005202005012006

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Medan, Juli 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuaniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa

Jack.) Pada Tikus Putih Jantan’’ untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar M.S., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus, ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademik yang memberikan bimbingan kepada penulis selama masa pendidikan. Gubernur Propinsi Papua yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada suami dan anakku tercinta, Samsul Bahri dan Ananda Maharani, ibundaku Surifa, ayahandaku Faisu (alm.) serta adik - adikku tersayang, dan teman - teman ekstensi tahun 2011 yang selalu memberikan doa, dorongan dan semangat.


(5)

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dan semoga kita tetap dalam lindunganNya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, 1 Juli 2014 Penulis,

Falna Yati NIM 11524084


(6)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack.)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN ABSTRAK

Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyebab kematian di Indonesia. Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia

tuberosa Jack.) telah digunakan secara empiris untuk mengobati diare.

Tumbuhan sarang semut mengandung tanin yang berpotensi mengurangi intensitas diare. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik simplisia, golongan senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut serta efek ekstrak etanol umbi sarang semut sebagai antidiare.

Simplisia umbi sarang semut dikarakterisasi dan diskrining fitokimia. Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator selanjutnya difreeze dryer. Ekstrak yang diperoleh diskrining fitokimia dan diuji efek antidiare ekstrak etanol umbi sarang semut terhadap tikus putih jantan yang diinduksi oleum ricini menggunakan metode intestinal transit/metode lintasan usus halus yaitu menghitung persen lintas yang dilewati norit sebagai marker dan loperamid HCl sebagai pembanding.

Hasil makroskopik simplisia umbi sarang semut berupa potongan-potongan yang berlubang atau berongga, berwarna coklat kehitaman, berbau menyengat, berasa pahit dan agak sepat. Hasil mikroskopik serbuk simplisia terlihat adanya butir pati, parenkim, dan pembuluh kayu. Hasil penetapan kadar air simplisia umbi sarang semut diperoleh 7,98%, kadar sari larut air 6,95%, kadar sari larut etanol 5,75%, kadar abu total 2,80%, dan kadar abu tidak larut asam 0,25%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut diperoleh senyawa flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/ triterpenoid. Ekstrak etanol umbi sarang semut mempunyai efek sebagai antidiare. Hasil uji efek antidiare kelompok norit diperoleh persen lintas marker norit (74,63 ± 0,23), oleum ricini dan norit (87,54 ± 0,78), ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 2,5 mg/kg bb (66,46 ± 0,82), dosis 5 mg/kg bb (62,56 ± 0,45), dosis 7,5 mg/kg bb (55,37 ± 1,23), dosis 10 mg/kg bb (35,41 ± 0,98), dan loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb (44,97 ± 1,20). Ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 10 mg/kg bb mempunyai efek antidiare yang lebih baik dibandingkan loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb, dan dosis 2,5, 5, 7,5 mg/kg bb (p < 0,05).

Kata kunci:antidiare, metode lintasan usus halus, ekstrak etanol umbi sarang semut


(7)

CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIDIARRHEAL TEST EFFECT OF ETHANOL EXTRACT

OF ANT PLANT (Myrmecodia tuberosa Jack.) ON WHITE MALE RATS

ABSTRACT

Diarrhea is a public health problem and one causes of death in Indonesia. Ant plant (Myrmecodia tuberosa Jack.) have been used empirically to treat diarrhea. Ant plant contain tannins have been potentially reduce the intensity of diarrhea. The purpose of this study are to understand about the characteristics of simplicia, chemical compounds of simplicia and ethanol extracts of ant plant and its antidiarrheal effect.

The simplicia ant plant characterization and phytochemical screening. Extraction is done by maserating using ethanol solvent 70%. Maserat that gained is evaporated by rotary evaporator then extract by freeze dryer. The extract that gained from previous process phytochemical screening and the antidiarrheal activity test of ethanol extract of ant plant on white male rats induced oleum ricini used intestinal transit method which by calculating the percentage of traffic that passed norit as a marker and loperamid HCl as control.

Macroscopic results of ant plant simplicia was small pieces perforated or hollow, brown to blackish, it was odor, taste bitter and a bit acidic. Microscopic results of simplicia powder showed starches, parenchyma, and xylem. The simplicia ant plant has the water content value was 7.98%, the water soluble extract of simplicia value was 6.95%, the ethanol soluble extract of simplicia value was 5.75%, the total ash value was 2.80%, and the acid insoluble ash was 0.25%. The result of phytochemical screening showed that simplicia and ethanol extract ant plant contained flavonoids, glycosides, saponins, tannins, steroids/triterpenoids. The ethanol extract of ant plant have antidiarrheal effects. The results antidiarrheal effect of norit group of cross marker norit percent (74.63 ± 0.23), oleum ricini and norit (87.54 ± 0.78), the ethanol extract ant plant a dose of 2.5 mg/kg bw (66.46 ± 0.82), a dose of 5 mg/kg bw (62.56 ± 0.45), a dose of 7.5 mg/kg bw (55.37 ± 1.23), a dose of 10 mg/kg bw (35.41 ± 0.98), and loperamide HCl dose of 0.4 mg/kg bw (44.97 ± 1.20). The ethanol extract of ant plant dose of 10 mg/kg bw have antidiarrheal effects better than loperamide HCl dose of 0.4 mg/kg bw, and dose of 2.5, 5, 7.5 mg/kg bw (p < 0.05).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Morfologi tumbuhan ... 7

2.1.2 Sistematika tumbuhan ... 9


(9)

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 9

2.1.5 Manfaat tumbuhan ... 9

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 10

2.2.1 Simplisia ... 10

2.2.2 Ekstrak ... 10

2.2.3 Metode - metode ekstraksi ... 11

2.3 Uraian Farmakologi ... 12

2.3.1 Mulut ... 12

2.3.2 Faring ... 13

2.3.3 Esofagus ... 13

2.3.4 Lambung ... 13

2.3.5 Usus halus ... 13

2.3.6 Usus besar ... 14

2.4 Definisi Diare ... 14

2.4.1 Klasifikasi diare ... 15

2.4.2 Pengobatan diare ... 16

2.4.3 Obat - obat diare ... 16

2.5 Loperamid Hidrokloridum ... 17

2.6 Metode - Metode Pengujian Antidiare ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 20

3.1 Alat dan Bahan ... 20

3.1.1 Alat - alat ... 20


(10)

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 21

3.2.1 Pereaksi Mayer ... 21

3.2.2 Pereaksi Dragendorff ... 21

3.2.3 Pereaksi Bouchardat ... 21

3.2.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 21

3.2.5 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 22

3.2.6 Pereaksi Molish ... 22

3.2.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 22

3.2.8 Pereaksi asam klorida 2 N ... 22

3.2.9 Pereaksi Liebermann - Burchard ... 22

3.2.10 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 22

3.3 Penyiapan Tumbuhan ... 22

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan ... 22

3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 23

3.3.3 Pengolahan bahan tumbuhan ... 23

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 23

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 24

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ... 24

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 25

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 25

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 26


(11)

3.5 Skrining Fitokimia ... 27

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 27

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid ... 27

3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 28

3.5.4 Pemeriksaan saponin ... 28

3.5.5 Pemeriksaan tanin ... 29

3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 29

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (EEUSS) 29 3.7 Uji Efek Antidiare ... 30

3.7.1 Penyiapan hewan percobaan ... 30

3.7.2 Pembuatan suspensi CMC 1% ... 30

3.7.3 Pembuatan suspensi loperamid HCl dari tablet Imodium® ... 30

3.7.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol umbi sarang semut ... 31

3.7.5 Pengujian efek antidiare ... 31

3.8 Pengumpulan Data ... 32

3.9 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 33

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ... 33

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 35

4.4 Pengujian Efek Antidiare ... 35


(12)

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakteristik simplisia umbi sarang semut ... 34 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi

sarang semut ... 35 4.3 Efek ekstrak etanol umbi sarang semut pada tikus yang


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka konsep penelitian ... 6 4.1 Grafik hubungan antara dosis dan persen rata - rata lintasan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 47

2 Gambar tumbuhan dan umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) ... 48

3 Gambar potongan umbi sarang semut segar, simplisia dan serbuk umbi sarang semut ... 49

4 Hasil mikroskopik serbuk simplisia umbi sarang semut ... 50

5 Bagan kerja penelitian ... 51

6 Perhitungan karakteristik simplisia umbi sarang semut ... 52

7 Gambar tempat pemeliharaan tikus ... 55

8 Gambar tikus sebelum dan setelah dibedah ... 56

9 Gambar usus halus yang dilintasi marker norit ... 57

10 Tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dengan manusia dan volume maksimum larutan sediaan uji yang dapat diberikan pada hewan uji ... 60

11 Perhitungan volume pemberian ekstrak etanol umbi sarang semut (EEUSS) dosis 2,5, 5, 7,5, 10 mg/kg bb ... 61

12 Perhitungan dosis loperamid HCl ... 63

13 Tabel dan grafik hasil orientasi dosis ekstrak etanol umbi sarang semut ... 64

14 Tabel analisis SPSS ... 66

15 Tabel hasil uji beda rata - rata antar kelompok (uji ANAVA) dan hasil uji Duncan ... 68


(16)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack.)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN ABSTRAK

Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyebab kematian di Indonesia. Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia

tuberosa Jack.) telah digunakan secara empiris untuk mengobati diare.

Tumbuhan sarang semut mengandung tanin yang berpotensi mengurangi intensitas diare. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik simplisia, golongan senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut serta efek ekstrak etanol umbi sarang semut sebagai antidiare.

Simplisia umbi sarang semut dikarakterisasi dan diskrining fitokimia. Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator selanjutnya difreeze dryer. Ekstrak yang diperoleh diskrining fitokimia dan diuji efek antidiare ekstrak etanol umbi sarang semut terhadap tikus putih jantan yang diinduksi oleum ricini menggunakan metode intestinal transit/metode lintasan usus halus yaitu menghitung persen lintas yang dilewati norit sebagai marker dan loperamid HCl sebagai pembanding.

Hasil makroskopik simplisia umbi sarang semut berupa potongan-potongan yang berlubang atau berongga, berwarna coklat kehitaman, berbau menyengat, berasa pahit dan agak sepat. Hasil mikroskopik serbuk simplisia terlihat adanya butir pati, parenkim, dan pembuluh kayu. Hasil penetapan kadar air simplisia umbi sarang semut diperoleh 7,98%, kadar sari larut air 6,95%, kadar sari larut etanol 5,75%, kadar abu total 2,80%, dan kadar abu tidak larut asam 0,25%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut diperoleh senyawa flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/ triterpenoid. Ekstrak etanol umbi sarang semut mempunyai efek sebagai antidiare. Hasil uji efek antidiare kelompok norit diperoleh persen lintas marker norit (74,63 ± 0,23), oleum ricini dan norit (87,54 ± 0,78), ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 2,5 mg/kg bb (66,46 ± 0,82), dosis 5 mg/kg bb (62,56 ± 0,45), dosis 7,5 mg/kg bb (55,37 ± 1,23), dosis 10 mg/kg bb (35,41 ± 0,98), dan loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb (44,97 ± 1,20). Ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 10 mg/kg bb mempunyai efek antidiare yang lebih baik dibandingkan loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb, dan dosis 2,5, 5, 7,5 mg/kg bb (p < 0,05).

Kata kunci:antidiare, metode lintasan usus halus, ekstrak etanol umbi sarang semut


(17)

CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIDIARRHEAL TEST EFFECT OF ETHANOL EXTRACT

OF ANT PLANT (Myrmecodia tuberosa Jack.) ON WHITE MALE RATS

ABSTRACT

Diarrhea is a public health problem and one causes of death in Indonesia. Ant plant (Myrmecodia tuberosa Jack.) have been used empirically to treat diarrhea. Ant plant contain tannins have been potentially reduce the intensity of diarrhea. The purpose of this study are to understand about the characteristics of simplicia, chemical compounds of simplicia and ethanol extracts of ant plant and its antidiarrheal effect.

The simplicia ant plant characterization and phytochemical screening. Extraction is done by maserating using ethanol solvent 70%. Maserat that gained is evaporated by rotary evaporator then extract by freeze dryer. The extract that gained from previous process phytochemical screening and the antidiarrheal activity test of ethanol extract of ant plant on white male rats induced oleum ricini used intestinal transit method which by calculating the percentage of traffic that passed norit as a marker and loperamid HCl as control.

Macroscopic results of ant plant simplicia was small pieces perforated or hollow, brown to blackish, it was odor, taste bitter and a bit acidic. Microscopic results of simplicia powder showed starches, parenchyma, and xylem. The simplicia ant plant has the water content value was 7.98%, the water soluble extract of simplicia value was 6.95%, the ethanol soluble extract of simplicia value was 5.75%, the total ash value was 2.80%, and the acid insoluble ash was 0.25%. The result of phytochemical screening showed that simplicia and ethanol extract ant plant contained flavonoids, glycosides, saponins, tannins, steroids/triterpenoids. The ethanol extract of ant plant have antidiarrheal effects. The results antidiarrheal effect of norit group of cross marker norit percent (74.63 ± 0.23), oleum ricini and norit (87.54 ± 0.78), the ethanol extract ant plant a dose of 2.5 mg/kg bw (66.46 ± 0.82), a dose of 5 mg/kg bw (62.56 ± 0.45), a dose of 7.5 mg/kg bw (55.37 ± 1.23), a dose of 10 mg/kg bw (35.41 ± 0.98), and loperamide HCl dose of 0.4 mg/kg bw (44.97 ± 1.20). The ethanol extract of ant plant dose of 10 mg/kg bw have antidiarrheal effects better than loperamide HCl dose of 0.4 mg/kg bw, and dose of 2.5, 5, 7.5 mg/kg bw (p < 0.05).


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Adisasmito, 2007). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2010 menunjukkan presentase yang cukup tinggi, dalam sehari ada sekitar 460 balita meninggal karena terjangkit diare, dan diare pun merenggut nyawa hampir 31,4% bayi usia 29 hari sampai 11 bulan. Angka kejadian diare disebagian wilayah Indonesia hingga saat ini masih sangat tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kejadian diare yang cukup tinggi. Hasil survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT), diare menempati urutan kedua pada balita dan ketiga pada bayi, serta nomor lima untuk semua umur, sebagai penyebab kematian di Indonesia. Angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Meningkatnya angka kejadian diare dan efek samping obat antidiare yang ada saat ini, mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam menemukan obat sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman (Anas, dkk., 2000). Ada 88 jenis tumbuhan obat yang dinyatakan berkhasiat sebagai obat diare. Tetapi sampai sekarang pengetahuan maupun pemakaian obat - obat tradisional ini umumnya masih sebatas informasi empiris,


(19)

sedangkan informasi ilmiah belum banyak diperoleh salah satu diantaranya adalah sarang semut (Pudjarwoto, 1992).

Sarang semut yang telah dikenal oleh masyarakat luas adalah sarang semut berupa lubang - lubang di tanah, bangunan, atau daun - daun di pohon yang dibuat sendiri oleh koloni semut tertentu, bisa semut merah, rangkang, semut hitam atau semut putih. Namun yang dimaksud disini adalah bukan sarang semut seperti itu, melainkan tumbuhan epifit yang menempel di pohon besar yang batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga - rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis tertentu. Tumbuhan ini memang seperti itu, sejak dari biji berkecambah batang bagian bawahnya secara progresif menggelembung dengan sendirinya. Dalam waktu beberapa bulan, batang bagian bawahnya terbentuk rongga - rongga yang cukup kompleks mirip sarang semut. Rongga - rongga itu pada akhirnya akan menarik perhatian semut - semut jenis tertentu untuk datang dan akhirnya membentuk koloni didalamnya (Subroto, dkk., 2008).

Hasil uji penapisan kimia yang dilakukan terungkap bahwa tumbuhan sarang semut mengandung senyawa - senyawa kimia dari golongan flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol, dan mineral - mineral lainnya seperti: kalsium, besi, fosfor, natrium, kalium, seng (Subroto, dkk., 2008). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap umbi tumbuhan sarang semut antara lain: efek antiinflamasi ekstrak etanol umbi sarang semut (Kristina, 2008), uji aktivitas antikanker ekstrak sarang semut terhadap terhadap sel hela dan MCM – B2 (Soeksmanto, dkk., 2010), meningkatkan sistem imun (Sumardi, dkk., 2010),


(20)

potensi antimikroba ekstrak etanol umbi sarang semut terhadap Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus (Efendi, dkk., 2013), dan uji efek ekstrak etanol sarang semut terhadap perubahan bobot badan mencit (Khairuddin, dkk., 2012). Terkait potensinya dalam mengatasi keluhan penyakit diare, telah dibuktikan adanya efek antidiare ekstrak air umbi sarang semut jenis Myrmecodia pendens (Defrin, dkk., 2010) dan uji efek antidiare infus sarang semut dari jenis Hydnophytum sp (Soares, 2010). Tumbuhan sarang semut merupakan tumbuhan yang termasuk dalam suku Rubiaceae dan terdiri dari 5 kelompok genus. Namun, hanya genus Myrmecodia dan

Hydnophytum yang paling dekat berasosiasi dengan semut (Florentinus, 2013). Tumbuhan sarang semut yang banyak dimanfaatkan sebagai bagian dari pengobatan adalah Myrmecodia tuberosa, Myrmecodia pendens dan

Hydnophytum formicarum (Rubiaceae) (Soeksmanto, dkk., 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian terhadap umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) sebagai antidiare. Penelitian meliputi karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak serta uji efek antidiare ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia

tuberosa Jack.) terhadap tikus putih jantan dengan menggunakan metode

intestinal transit/metode lintasan usus halus, sebagai penginduksi diare

diberikan oleum ricini, sebagai marker diberikan norit, dan sebagai pembanding diberikan loperamid HCl.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah:

a. data karakteristik simplisia umbi sarang semut belum ada.

b. apa kandungan golongan senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut?

c. apakah ekstrak etanol umbi sarang semut memiliki efek antidiare yang diinduksi dengan oleum ricini?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. memperoleh karakteristik simplisia umbi sarang semut sehingga dapat dijadikan sebagai acuan karakteristik simplisia.

b. simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut mengandung senyawa flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid.

c. ekstrak etanol umbi sarang semut memiliki efek antidiare.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia umbi sarang semut.

b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut.


(22)

antidiare pada tikus putih jantan yang diinduksi oleum ricini.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. dapat menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai antidiare.

b. dapat mengembangkan umbi sarang semut menjadi suatu sediaan herbal terstandar sebagai antidiare.


(23)

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka konsep penelitian Serbuk simplisia umbi sarang semut Ekstrak etanol umbi sarang semut Skrining fitokimia Karakteristik simplisia 1. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik 2. Penetapan kadar

air

3. Penetapan kadar sari larut dalam air 4. Penetapan kadar

sari larut dalam etanol

5. Penetapan kadar abu total

6. Penetapan kadar abu tidak larut asam 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Glikosida 4. Saponin 5. Tanin 6. Steroid/ triterpenoid

Tikus + Oleum ricini Ekstrak etanol umbi sarang semut Loperamid HCl Diare meningkat Diare menurun Persen lintas

marker norit Skrining


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan

Sarang semut merupakan tumbuhan yang berasal dari Papua. Walaupun sarang semut ini tidak hanya terdapat di Papua, namun keragaman sarang semut di pulau tersebut paling tinggi, sampai 10 varietas. Sebaran Myrmecodia tuberosa, juga terdapat juga di Ambon, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan. Sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon - pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 m. Sarang semut paling banyak ditemukan di padang rumput, di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m dan jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah. Sarang semut banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi jarang pada pohon - pohon dengan batang halus dan rapuh. Adapun secara morfologi, sarang semut mempunyai ciri - ciri sebagai berikut:

a. Umbi

Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda, kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbinya hampir selalu berduri. Dalam umbi sarang semut terdapat labirin yang dihuni oleh semut atau cendawan. Keunikan tumbuhan ini terletak pada koloni semut yang bersarang pada umbi sehingga terbentuk lubang -lubang atau labirin. Di habitat aslinya, sarang semut dihuni oleh ratusan


(25)

semut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Zoologi mengidentifikasi semut di dalam labirin adalah jenis Ochetellus sp. Simbiosis mutualisme terjadi diantara semut dan Myrmecodia. Semut akan melindungi

Myrmecodia dari herbivora dan predator lain dan Myrmecodia menjadi rumah yang nyaman sekaligus menyediakan sumber pakan untuk kelangsungan hidup koloni semut (Muhammad, 2011).

b. Batang

Tumbuhan sarang semut memiliki satu cabang, jarang bercabang. Batangnya tebal dan ruasnya pendek, berwarna coklat muda hingga abu -abu.

c. Daun

Daun sarang semut tunggal, bertangkai, tersusun menyebar namun lebih banyak terkumpul diujung batang, dan berwarna hijau. Berbentuk jorong, panjang 20 - 40 cm, lebar 5 - 7 cm. Helaian agak tebal, lunak dengan ujung tumpul dan pangkal meruncing. Bagian tepi rata, permukaan halus, dan tulang daun berwarna merah (Florentinus, 2013).

d. Bunga

Pembungaan dimulai sejak terbentuknya beberapa ruas (internodal) pada batangnya dan ada pada tiap nodus (buku), bunga berwarna putih. Sarang semut adalah tumbuhan yang melakukan penyerbukan sendiri (Muhammad, 2011).


(26)

2.1.2 Sistematika tumbuhan

Menurut Tjitrosoepomo (2005) sistematika tumbuhan sarang semut adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rubiales Family : Rubiaceae Genus : Myrmecodia

Species : Myrmecodia tuberosa Jack.

2.1.3 Nama daerah

Di Indonesia, namanya berbeda - beda. Di Papua, sarang semut disebut sebagai nongon. Di Jawa dikenal sebagai urek - urek polo. Sedangkan di Sumatera disebut kepala beruk dan rumah semut.

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kandungan kimia dari sarang semut antara lain flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol, mineral - mineral lainnya seperti kalsium, besi, fosfor, natrium, kalium, seng, magnesium (Muhammad, 2011).

2.1.5 Manfaat tumbuhan

Sarang semut selain mampu mencegah dan mengobati kanker juga efektif membantu penyembuhan penyakit gangguan jantung, ambien (wasir), rematik, stroke, maag, gangguan fungsi, prostat, pegal linu, melancarkan ASI, migren, melancarkan pembuluh darah, lever, memulihkan gairah seksual,


(27)

mampu menghambat enzim xantin oksidan yang memicu asam urat dan radikal bebas (florentinus, 2013).

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain - lain. Diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).


(28)

2.2.3 Metode - metode ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu:

a. Cara dingin, yaitu:

1. Maserasi, adalah proses pengektraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus - menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus - menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.


(29)

2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50°C.

4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 - 98°C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Uraian Farmakologi

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan dipersiapkan untuk diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair mulai dari mulut (oris) sampai anus (Syaifuddin, 2006). Saluran pencernaan terdiri dari:

2.3.1 Mulut

Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama kali pada sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan (Tarwoto dkk., 2009).


(30)

2.3.2 Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit yang merupakan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Tarwoto dkk., 2009).

2.3.3 Esofagus

Esofagus merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang ± 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk seperti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung. Fungsi esofagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esofagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung (Tarwoto dkk., 2009).

2.3.4 Lambung

Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Fungsi lambung adalah menerima makanan dari esofagus dan bekerja sebagai penimbun sementara, sedangkan kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung (Handoyo, 2008).

2.3.5 Usus halus

Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya sekitar 3 m dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki ukuran yang berbeda - beda, dan merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan (Syaifuddin, 2006).


(31)

Usus halus sering disebut dengan usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum disebut usus 12 jari panjangnya ± 25 cm, jejunum panjangnya ± 2,5 m, serta ileum panjangnya ± 3,6 m (Tarwoto dkk., 2009).

Fungsi dari usus halus adalah menerima zat - zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler - kapiler darah dan saluran - saluran limfe, menyerap protein dalam bentuk asam amino, serta karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida (Syaifuddin, 2006).

2.3.6 Usus besar

Panjang usus besar ± 180 cm dan terdiri atas sekum, apendiks, kolon, rektum, dan anus. Bahan makanan masuk dalam sekum masih setengah cair, kemudian dalam kolon menjadi setengah padat. Fungsi usus besar adalah absorpsi cairan, mensekresi mukus (lendir), dan berfungsi sebagai pelumas. Pelumasan ini penting karena cairan diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjadi lebih besar (Tambayong, 2001).

2.4 Definisi Diare

Diare adalah defekasi yang sering dalam sehari dengan feses yang lembek atau cair, terjadi karena chymus yang melewati usus kecil dengan cepat, kemudian feses melewati usus besar dengan cepat sehingga tidak cukup waktu untuk absorpsi, hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.


(32)

(chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim - enzim. Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90% air dan sisa - sisa makanan yang sulit dicernakan didorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan bakteri pengurai yang terdapat diusus besar sebagian besar sisa makanan masih dapat diserap dan air diresorpsi kembali. Dengan demikian, lambat laun isi usus menjadi suatu massa yang lebih padat (Endang dan Puspadewi, 2012).

2.4.1 Klasifikasi diare

Berdasarkan lama waktu diare menurut Sudoyo, dkk (2009) diare dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Diare akut

Adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat - obatan dan lain - lain.

b. Diare kronis

Adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare kronis terjadi pada tumor dan penyakit - penyakit usus beradang kronis.

Berdasarkan penyebab terjadinya diare menurut Sundari, dkk (2001) diare dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Diare tidak bersifat langsung

Disebabkan karena higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik, lingkungan hidup yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sangat ditentukan oleh sosial ekonomi masyarakat.


(33)

b. Diare yang bersifat langsung Dapat dibagi atas:

1. Infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit.

2. Rangsangan zat atau makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan seperti keracunan makanan, alergi makanan tertentu.

3. Melabsorpsi atau gangguan absorpsi makanan (Sundari, dkk., 2001).

2.4.2 Pengobatan diare

Pengobatan diare secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pengobatan simtomatik

Dimana daya kerja obat mengurangi peristaltik usus atau memproteksi usus, menciutkan lapisan permukaan usus (adstringensia) dan zat - zat yang dapat menyerap racun yang dihasilkan oleh bakteri (adsorben) (Sundari, dkk., 2001).

b. Pengobatan kausatif

Dimana bakteri yang menjadi penyebab diare dimatikan dengan zat antibakteri.

2.4.3 Obat - obat diare

Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah: a. Kemoterapeutika

Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.

b. Obstipansia


(34)

cara yakni:

1. Zat - zat penekan peristaltik sehingga memberikan banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidnya, derivat - derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladona).

2. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin dan tanalbumin, garam - garam bismut dan aluminium).

3. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat - zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang berasal dari makanan (udang, ikan).

4. Spasmolitika, yakni zat - zat yang dapat melepaskan kejang - kejang otot yang mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin, dan oksifenonium (Tan dan Rahadja, 2007).

2.5 Loperamid Hidrokloridum

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang 2 - 3 kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi - sekresi dari sel - sel mukosa, yaitu memulihkan sel - sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tan dan Rahardja, 2007).

Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna melalui efek pada otot sirkular dan longitudinal usus. Efek samping yang paling umum ditimbulkan adalah kram abdomen. Dosis lazim 4 - 8 mg per hari, dosis


(35)

hariannya tidak boleh melebihi 16 mg (Goodman dan Gilman’s, 2012).

2.6 Metode - Metode Pengujian Antidiare

Aktivitas antidiare ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses. Ada dua metode uji yang bisa digunakan, yaitu metode intestinal transit dan metode proteksi terhadap diare yang disebabkan oleh oleum ricini.

a. Metode intestinal transit

Metode intestinal transit dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit dan tikus. Obat antidiare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio hewan tanpa perlakuan. Sampel, penginduksi diare dan norit diberikan pada hewan uji. Kemudian dalam rentang waktu tertentu hewan dikorbankan, diukur panjang usus keseluruhan. Hitung persen lintasan norit dengan cara membandingkan panjang lintasan norit dengan panjang usus. Jika persen yang didapat lebih kecil dari kontrol bahwa dapat disimpulkan sampel uji memiliki efek antidiare (KKIPM, 1993).

b. Metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini

Kandungan utama dari oleum ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas


(36)

menjadi gliserida dan asam risinoleat. Sehingga surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus, sehingga berkhasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan melindungi hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan oleum ricini tersebut (KKIPM, 1993).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Penelitian meliputi pengambilan dan pengolahan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak dengan cara maserasi, skrining fitokimia ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek antidiare ekstrak etanol umbi sarang semut diberikan secara oral pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata - rata Duncan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - alat

Alat - alat yang digunakan terdiri dari: alat - alat gelas laboratorium, pisau, talenan, lemari pengering, blender (Philip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), mikroskop (Olympus), ayakan, kaca objek, pipet tetes, neraca hewan (Presica Geniweigher GW - 1500), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), krus porselin, spuit, oral sonde, lumpang dan stamfer, waterbath,

freeze dryer (Edward), aluminium foil, kertas saring, spatula, seperangkat alat bedah hewan, meja bedah, kandang tikus.

3.1.2 Bahan - bahan


(38)

sarang semut. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 70%, etanol 96% (teknis), n - heksan (teknis), pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, besi (III) klorida 4,5% b/v, Molish, timbal (II) asetat 0,4 M, asam sulfat 6 N, asam klorida 2 N, Lieberman - Burchard, toluen, kloroform, asam klorida, akuades (teknis), karboksi metil selulosa (CMC), norit, loperamid HCl (tablet Imodium®), oleum ricini.

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.4 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring (Ditjen POM, 1995).


(39)

3.2.5 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.6 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α - naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100

ml larutan (Harborne, 1987).

3.2.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1979).

3.2.8 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes, 1979).

3.2.9 Pereaksi Liebermann - Burchard

Sebanyak 2 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat (Harborne, 1987).

3.2.10 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes, 1979).

3.3 Penyiapan Tumbuhan

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan penelitian yang digunakan adalah umbi dari sarang semut yang diambil dari


(40)

Kelurahan Jika, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua tanggal 5 Juli 2013.

3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Biologi, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 47 dan gambar tumbuhan dan umbi sarang semut dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 48.

3.3.3 Pengolahan bahan tumbuhan

Umbi dari sarang semut yang masih segar dikupas kulitnya, dicuci, kemudian ditiriskan. Belah umbi tersebut menjadi beberapa bagian. Bersihkan semut - semut yang terdapat didalamnya. Dipotong - potong dengan ukuran panjang 4 - 5 cm, lebar 4 - 5 cm, dan tebal 0,3 - 0,4 cm, lalu ditimbang sebagai berat basah adalah 3200 g, dikeringkan didalam lemari pengering. Umbi dianggap kering jika dipatahkan hancur dan ditimbang sebagai berat kering adalah 450 g. Kemudian simplisia diblender hingga menjadi serbuk. Gambar potongan umbi sarang semut segar, simplisia dan serbuk umbi sarang semut dapat dlilihat pada Lampiran 3, halaman 49 dan bagan kerja penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 51.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan


(41)

kadar abu tidak larut dalam asam. Hasil karakteristik simplisia umbi sarang semut dapat dilihat pada Tabel 4.1, halaman 34.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari simplisia umbi sarang semut.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia umbi sarang semut. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik serbuk simplisia umbi sarang semut dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 50.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. b. Penetapan kadar air


(42)

seksama, labu dipanaskan hati - hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. (WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 52.

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air - kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). Hasil perhitungan kadar sari larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 52.

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam


(43)

pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). Hasil perhitungan kadar sari larut dalam etanol dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53.

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan - lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600°C sampai arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). Hasil perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53.

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600°C sampai bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). Hasil perhitungan kadar abu tidak larut dalam asam dapat dilihat pada


(44)

Lampiran 6, halaman 54.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/ triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan diatas (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid

Serbuk simplisia ditimbang 10 g, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didihkan selama 5 menit, disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml


(45)

amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan - lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat - kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 - 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Ditjen


(46)

POM, 1995).

3.5.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1987).

3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n -heksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann - Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Ditjen POM, 1995). Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut dapat dilihat pada Tabel 4.2, halaman 35.

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (EEUSS)

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Dimasukkan 10 bagian simplisia ke dalam wadah berwarna gelap, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Dienap tuangkan atau disaring (Depkes, 1979). Maserat


(47)

diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40°C, kemudian difreeze dyrer pada suhu -40°C.

3.7 Uji Efek Antidiare

Pengujian efek antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, pembutan suspensi CMC 1%, pembuatan suspensi loperamid HCl dari tablet Imodium®, pembuatan suspensi ekstrak etanol umbi sarang semut, dan pengujian efek antidiare.

3.7.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan 150 - 200 g. Dua minggu sebelum pengujian dilakukan hewan percobaan harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik -baiknya dalam kandang yang mempunyai ventilasi baik, tempat minum dan lingkungan sekitarnya dijaga kebersihannya setiap hari. Tikus diberi makan pelet dan minum. Hewan yang sehat ditandai dengan pertumbuhan normal dan suhu badan normal (Depkes, 1979). Kandang atau tempat pemeliharaan tikus dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 55.

3.7.2 Pembuatan suspensi CMC 1%

Sebanyak 1 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief, 1998).

3.7.3 Pembuatan suspensi loperamid HCl dari tablet Imodium®


(48)

tablet Imodium® digerus dalam lumpang, kemudian ditambahkan suspensi CMC 1% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen lalu diencerkan dengan suspensi CMC 1% hingga 10 ml. Perhitungan dosis loperamid HCl dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 63.

3.7.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol umbi sarang semut

Ekstrak etanol umbi sarang semut dibuat pada satu konsentrasi, yaitu ditimbang sebanyak 100 mg ekstrak etanol umbi sarang semut, kemudian digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi CMC 1% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi CMC 1% hingga 100 ml. Disetiap melakukan penelitian suspensi ekstrak etanol umbi sarang semut dibuat baru dengan konsentrasi yang sama. Perhitungan volume pemberian ekstrak etanol umbi sarang semut dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 61 - 62.

3.7.5 Pengujian efek antidiare

Hewan percobaan terdiri dari 35 ekor, dibagi dalam 7 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Semua kelompok diberi perlakuan secara per oral. Pada t = 0 menit kelompok I (kontrol negatif) diberi suspensi norit 5% sebanyak 1 ml. Kelompok II diberi oleum ricini sebanyak 2 ml dan suspensi norit 5% sebanyak 1 ml dan kelompok III, IV, V dan VI diberi suspensi ekstrak etanol umbi sarang semut 0,1% masing - masing dosis 2,5, 5, 7,5 dan 10 mg/kg bb. Kelompok VII sebagai pembanding diberikan suspensi loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb. Ekstrak etanol umbi sarang semut dan suspensi loperamid HCl diberikan pada saat t = 0 menit kemudian setelah t = 60 menit semua


(49)

hewan diberi oleum ricini sebanyak 2 ml. Pada t = 120 menit semua hewan diberikan suspensi norit 5% sebanyak 1 ml kemudian pada saat t = 180 menit semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus dikeluarkan secara hati - hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai katup ileosekal dari masing - masing hewan. Kemudian dari masing - masing tikus dihitung persen lintas yang dilalui oleh marker norit terhadap panjang usus seluruhnya (Chitme, dkk., 2004). Gambar tikus sebelum dan setelah dibedah dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 56, dan Gambar usus halus yang dilintasi marker norit dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 57 - 59.

3.8 Pengumpulan Data

Nilai rasio kemudian dirata - rata untuk masing - masing kelompok, dan nilai dari masing - masing kelompok tersebut dibandingkan.

3.9 Analisis Data

Data hasil pengamatan persen lintas marker norit dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA (analisis variansi) pada tingkat kepercayaan 95% dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor menunjukkan bahwa sampel adalah tumbuhan sarang semut jenis Myrmecodia tuberosa Jack. sinonimnya Myrmecodia armata DC, suku Rubiaceae.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia

Hasil karakteristik simplisia umbi sarang semut secara makroskopik berupa potongan - potongan yang berlubang atau berongga, berwarna coklat kehitaman, berbau menyengat, berasa pahit dan agak sepat. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia umbi sarang semut terlihat adanya parenkim, butir pati dan pembuluh kayu.

Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia merupakan pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Simplisia yang akan digunakan sebagai bahan obat harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Hasil karakteristik simplisia dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(51)

Tabel 4.1 Hasil karakteristik simplisia umbi sarang semut

No. Parameter

Hasil (%) Serbuk simplisia

umbi sarang semut

Persyaratan menurut MMI

1. Kadar air 7,98 ≤ 10

2. Kadar sari larut dalam air

6,95 -

3. Kadar sari larut dalam etanol

5,75 -

4. Kadar abu total 2,80 -

5. Kadar abu tidak larut dalam asam

0,25 -

Berdasarkan Tabel 4.1 ditunjukkan bahwa kadar air simplisia umbi sarang semut diperoleh 7,98%, berarti simplisia sudah memenuhi persyaratan (≤ 10%). Penetapan kadar air dilakukan berhubungan dengan mutu simplisia agar tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme. Hasil penetapan kadar sari larut air simplisia umbi sarang semut adalah 6,95%, sedangkan hasil penetapan kadar sari larut etanol adalah 5,75%. Penetapan kadar sari menyatakan jumlah zat yang tersari dalam air atau dalam etanol (Ditjen POM, 1995).

Hasil penetapan kadar abu total simplisia umbi sarang semut adalah 2,80%, sedangkan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam adalah 0,25%. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral dan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya logam K, Ca, Na, Pb. Sedang penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam misalnya silikat. Persyaratan untuk penetapan kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam simplisia umbi sarang semut tidak tertera dalam monografi


(52)

terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia maupun ekstrak. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia baik terhadap simplisia maupun ekstrak etanol umbi sarang semut menunjukkan bahwa keduanya mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa kandungan senyawa aktif golongan tanin, flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid bertanggung jawab atas khasiat antidiare dari beberapa tanaman obat (Longanga, dkk., 2000). Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut

No. Pemeriksaan Serbuk simplisia umbi sarang semut

Ekstrak etanol umbi sarang semut

1. Alkaloid - -

2. Flavonoid + +

3. Glikosida + +

4. Saponin + +

5. Tanin + +

6. Steroid/triterpenoid + +

Keterangan:

(+) positif: mengandung golongan senyawa (-) negatif: tidak mengandung golongan senyawa

4.4 Pengujian Efek Antidiare

Pada penelitian ini, pengujian efek antidiare ekstrak umbi sarang semut dilakukan dengan metode intestinal transit/metode lintasan usus halus dengan


(53)

norit sebagai marker. Metode intestinal transit/metode lintasan usus halus ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, ataupun antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu norit dalam jangka waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan. Dengan ketentuan persen rasio sebagai antidiare adalah lebih kecil sedangkan laksansia atau antispasmodik nilainya lebih besar dibandingkan dengan kelompok pemberian norit (KKIPM, 1993).

Oleum ricini digunakan dalam menginduksi diare. Trigliserida dari asam risinoleat yang terdapat dalam oleum ricini akan mengalami hidrolisis dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserida dan asam risinoleat (Katzung, 2007). Asam risinoleat yang merupakan metabolit aktif dari oleum ricini memiliki kemampuan dalam menginduksi terjadinya diare dengan cara menstimulasi aktivitas peristaltik dimukosa intestinal (Anas, dkk., 2000).

Loperamid HCl sebagai pembanding merupakan obat opoid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam otak. Oleh karena itu, loperamid HCl hanya mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan (Neal, 2006).

Penentuan dosis ekstrak etanol umbi sarang semut pada penelitian didasarkan pada orientasi. Hasil orientasi yang dilakukan pada dosis 2,5, 5, 7,5, 10 mg/kg bb ternyata semua dosis memberikan peningkatan efek antidiare seperti pada terlihat pada Lampiran 13, halaman 64 - 65. Oleh karena itu dosis tersebut digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.


(54)

Tabel 4.3 Efek ekstrak etanol umbi sarang semut pada tikus yang diinduksi oleum ricini

Kelompok Perlakuan

Total panjang usus

(cm ± SE)

Lintas marker norit

(cm ± SE)

Persen lintas marker norit (cm ± SE) 1. Kontrol (negatif) 74,94 ± 1,34 55,93 ± 1,11 74,63 ± 0,23 2. OR + norit 84,85 ± 1,26 74,25 ± 0,65 87,54 ± 0,78 3. OR + EEUSS

dosis 2,5 mg/kg bb

76,80 ± 0,49 51,05 ± 0,85 66,46 ± 0,82

4. OR + EEUSS dosis 5 mg/kg bb

72,17 ± 0,83 45,16 ± 0,71 62,56 ± 0,45 5. OR + EEUSS

dosis 7,5 mg/kg bb

81,43 ± 0,90 45,06 ± 0,80 55,37 ± 1,23

6. OR + EEUSS dosis 10 mg/kg bb

77,55 ± 0,98 27,46 ± 0,81 35,41 ± 0,98 7. OR + loperamid

HCl dosis 0,4 mg/kg bb

89,62 ± 1,02 40,27 ± 0,81 44,97 ± 1,20


(55)

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara dosis dan persen rata - rata lintasan norit Keterangan gambar: OR: oleum ricini, EEUSS: ekstrak etanol umbi sarang

semut. 1. Kontrol (norit), 2. OR + norit, 3. OR + EEUSS dosis 2,5 mg/kg bb, 4. OR + EEUSS + dosis 5 mg/kg bb, 5. OR + EEUSS 7,5 mg/kg bb, 6. OR + EEUSS 10 mg/kg bb, 7. Loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb.

Pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 terlihat pada pemberian norit diperoleh persen lintas marker norit 74,63 ± 0,23 yang menggambarkan usus tanpa diinduksi oleum ricini sedangkan pemberian oleum ricini dan norit terjadi peningkatan persen lintas marker norit yaitu 87,54 ± 0,78 namun setelah pemberian EEUSS dengan dosis yang bervariasi terlihat adanya penurunan persen lintas marker norit yaitu dosis 2,5 mg/kg bb (66,46 ± 0,82), 5 mg/kg bb (62,56 ± 0,45), 7,5 mg/kg bb (55,37 ± 1,23), 10 mg/kg bb (35,41 ± 0,98). Dosis EEUSS 10 mg/kg bb (35,41 ± 0,98) memiliki persen lintas marker norit tertinggi dibandingkan dengan EEUSS dosis 2,5 mg/kg bb (66,46 ± 0,82), 5 mg/kg bb (62,56 ± 0,45), 7,5 mg/kg bb (55,37 ± 1,23), ini berarti pada dosis 10

74,63 ± 0,23

87,54 ± 0,78

66,46

± 0,82 62,56

± 0,45 55,37

± 1,23 35,41 ± 0,98 44,97 ± 1,20 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7

P er se n r atio y ang di la lui m ar ker nor it


(56)

mg/kg bb memiliki efek antidiare yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 2,5, 5 dan 7,5 mg/kg bb.

Pada pemberian loperamid HCl dengan dosis 0,4 mg/kg bb terjadi penurunan persen lintas marker norit yang berarti yaitu 44,97 ± 1,20. Ini menunjukkan bahwa pada loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb lebih baik menghambat gerakan peristaltik usus yang diinduksi oleum ricini dibandingkan dengan EEUSS dosis 2,5, 5, 7,5 mg/kg bb tetapi jika dibandingkan dengan EEUSS dosis 10 mg/kg bb lebih baik daripada loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb.

Uji analisis variansi (ANAVA) dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan percobaan, dengan menggunakan program SPSS versi 17 terhadap persen lintas marker norit dimana hasil analisis variansi dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 66 - 67. Hasil analisis variansi diperoleh harga F hitung (270,462) ˃ F tabel (F tabel 2,44) dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 69. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan terhadap persen ratio lintas marker norit dengan nilai signifikansi p ˂ 0,05, d an untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Duncan untuk semua perlakuan, hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 68.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara persen lintas yang dilalui marker norit yang dihasilkan EEUSS dosis


(57)

2,5, 5, 7,5, dan 10 mg/kg bb dengan loperamid 0,4 mg/kg bb. Keempat dosis EEUSS juga memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara persen lintas marker norit dengan kelompok yang diberikan oleum ricini dan kelompok kontrol (norit). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa EEUSS mempunyai efek antidiare. Dari keempat dosis EEUSS menunjukkan adanya hubungan antara dosis dan efek. Semakin besar dosis yang diberikan makin besar efek antidiarenya.

Efek antidiare ini terkait dengan adanya senyawa tanin dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol umbi sarang semut. Tanin dapat mengurangi intensitas diare dengan cara menciutkan selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan elektrolit (Tan dan Rahardja, 2007). Selain itu, sifat adstringens tanin akan membuat usus halus lebih tahan (resisten) terhadap rangsangan senyawa kimia yang mengakibatkan diare, toksin bakteri dan induksi diare oleh oleum ricini (Kumar, 1983).

Beberapa penelitian juga telah melaporkan mengenai flavonoid sebagai antidiare. Mekanisme flavonoid dalam menghentikan diare yang diinduksi oleum ricini adalah dengan menghambat motilitas usus sehingga mengurangi sekresi cairan dan elektrolit (Di Carlo, dkk., 1993).


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil makroskopik simplisia umbi sarang semut berupa

potongan-potongan yang berlubang atau berongga, berwarna coklat kehitaman, berbau menyengat, berasa pahit dan agak sepat. Hasil mikroskopik serbuk simplisia terlihat adanya butir pati, parenkim, dan pembuluh kayu. Hasil penetapan kadar air simplisia umbi sarang semut diperoleh 7,98%, kadar sari larut air 6,95%, kadar sari larut etanol 5,75%, kadar abu total 2,80%, dan kadar abu tidak larut asam 0,25%.

2. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut diperoleh senyawa flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/ triterpenoid.

3. Ekstrak etanol umbi sarang semut mempunyai efek antidiare. Ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 10 mg/kg bb mempunyai efek antidiare yang lebih baik dibandingkan dengan loperamid HCl dosis 0,4 mg/kg bb, dan ekstrak etanol umbi sarang semut dosis 2,5, 5, 7,5 mg/kg bb (p ˂ 0,05).

5.2 Saran


(59)

mengenai isolasi dan identifikasi zat aktif dalam umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) yang mempunyai efek sebagai antidiare.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare Pada Bayi dan Balita Di

Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia. Makara Kesehatan. 11(1): 1-10. Anas, Y., Fithria, F.R., Purnamasari, A.Y., Ningsih, A.K., Noviantoro, G.A.,

dan Suharjono. (2000). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu

(Ceiba petandra L. Gaern.) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C.

Traditional Medicine Journal. 15(3): 16-22.

Anief, M. (1998). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 140.

Chitme, H.R., Chandra, R., dan Kaushik, S. (2004). Studies On Anti-Diarrheal Activity Of Calotropis gigantean R. BR. Experimental Animals. J Pharm Pharmaceut Sci. 7(1): 70-75.

Defrin, P.D., Rahimah, B.S., dan Yuniarti. L. (2010). Efek Antidiare Ekstrak Air Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendens) Pada Mencit Putih

(Mus musculus). Edisi Eksakta. Prosiding SnaPP. 2089: 54-70.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 7, 29-33, 696, 744-748, 902.

Di Carlo, G., Autore, G., Izzo, A.A., Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P., Diurno, M.V., dan Capasso, F. (1993). Inhibition of Intestinal Motility and Secretory by Flavonoids in Mice and Rats: Structure Activity Relationships. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 45(12): 1054-1059.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 300-306.

Ditjen POM (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 3-6, 9-12.

Efendi, N.Y., dan Hertiani, T. (2013). Antimicrobial Potency Of Ant-Plant Extract (Myrmecodia tuberosa Jack.) Against Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Traditional Medicine Journal. 18(1): 53-58.

Endang, L., dan Puspadewi, V.A. (2012). Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 43.


(61)

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 263.

Florentinus, J. (2013). Sarang Semut Berantas Penyakit Maut. Yogyakarta. Gapura Publishing. Halaman 24-25.

Goodman dan Gilman’s. (2012). Dasar Farmakologi Terapi. Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi 10. Jakarta: EGC. Halaman 578.

Handoyo, Y.S (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 185.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern

Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kokasih Padmawinata dan

Iwang Soediro. Edisi II. Bandung Penerbit ITB. Halaman 15.

Harmita dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi 3. Jakarta: EGC. Halaman 66-67.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Diterjemahkan oleh Staf Dosen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Edisi 8. Jakarta. Salemba Medika. Halaman 552-553.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Draf 03. Pedoman Umum STBM.

Khairuddin, M.A., Manggau, dan Mufidah. (2012). Uji Efek Ekstrak Etanol Sarang Semut (Hydnophytum sp.) terhadap Perubahan Bobot Badan Mencit (Mus musculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(1): 45-50.

[KKIPM] Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica. (1993). Penapisan

Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta.

Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica. Halaman 19-21.

Kristina, D. (2008). Efek Antiinflamsi Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut

(Myrmecodia pendens Merr, & Perry L.) pada Tikus (Ratus

norvegicus). Skripsi. Solo: Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Surakarta.

Kumar, R. (1983). Chemical and Biochemical Nature of Fodder Tree Tannins.

Journal of Agricultural and Food Chemistry. 31: 1364-136


(62)

Ethnobotanical Phytochemical and Pharmacological Studies of Traditionally Used Medicinal Plants in The Treatment of Dysentery and Diarrhoea in Lomela Area. Demokrasi Republik Congo (DRC).

Journal Ethnopharmacol. 71(3): 411-423.

Muhammad, A. (2011). Sarang Semut dan Buah Merah Pembasmi Ragam Penyakit Ganas. Yogyakarta: Penerbit Laksana. Halaman 11-32. Neal, M.J. (2006). At A Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Surabaya:

Penerbit Erlangga. Halaman 32-33.

Pudjarwoto, T. (1992). Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Enteropatogen. Cermin Dunia Kedokteran. 76: 45.

Soares, T.D.S. (2010). Uji Efek Antidiare Sarang Semut (Hydnophytum sp) Pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Soeksmanto, A., Subroto, M.A., Wijaya, H., dan Simanjuntak, P. (2010). Anticancer Activity Test for Extract of Sarang Semut Plant (Myrmecodia pendens) to Hela and MCM-B2 B Cells. Pakistan Journal of Biological Science. 13(3): 148-151.

Subroto, A.M., dan Saputro, H. (2008). Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Jakarta. Penebar Swadaya. Halaman 11-12.

Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. (2009).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Internal

Publishing. Halaman 548-551.

Sukandar , Y.E., Andrajati, I.R., Sigit, I.J., Adnyana, K.I., Setiadi, P.A., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit ISFI. Halaman 249.

Sumardi, Triana, H., dan Sasmito, E. (2010). Ant Plant (Myrmecodia tuberosa) Hypocotyl Extract Modulates TCD4+ and TCD8+ Cells Profile of Doxorubicin-Induced Immunesuppressed Sprague Dawley Rats In Vivo. Research Article. Jurnal Scipharm. 70: 1-14.

Sundari, D., Nuratmi, B., dan Widowati, L. (2001). Uji Khasiat Antidiare Infus Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Pada Tikus Putih.

Artikel Media Litbang Kesehatan. 11(3): 30-34.

Syaifuddin, H. (2006). Anatomi Fisisologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Halaman 167.


(63)

Tambayong, J. (2001). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC. Halaman 66. Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi 4. Cetakan

Pertama. Jakarta. PT. Elex Media Computindo. Halaman 288-289, 296-297.

Tarwoto, Aryani, R., dan Wartonah. (2009). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Trans Info Media. Halaman 265, 272-273.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Cetakan Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Halaman 8-9.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: Halaman 31-32.


(64)

(1)

mengenai isolasi dan identifikasi zat aktif dalam umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) yang mempunyai efek sebagai antidiare.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare Pada Bayi dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Makara Kesehatan. 11(1): 1-10. Anas, Y., Fithria, F.R., Purnamasari, A.Y., Ningsih, A.K., Noviantoro, G.A.,

dan Suharjono. (2000). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba petandra L. Gaern.) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C.

Traditional Medicine Journal. 15(3): 16-22.

Anief, M. (1998). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 140.

Chitme, H.R., Chandra, R., dan Kaushik, S. (2004). Studies On Anti-Diarrheal Activity Of Calotropis gigantean R. BR. Experimental Animals. J Pharm Pharmaceut Sci. 7(1): 70-75.

Defrin, P.D., Rahimah, B.S., dan Yuniarti. L. (2010). Efek Antidiare Ekstrak Air Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendens) Pada Mencit Putih

(Mus musculus). Edisi Eksakta. Prosiding SnaPP. 2089: 54-70.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 7, 29-33, 696, 744-748, 902.

Di Carlo, G., Autore, G., Izzo, A.A., Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P., Diurno, M.V., dan Capasso, F. (1993). Inhibition of Intestinal Motility and Secretory by Flavonoids in Mice and Rats: Structure Activity Relationships. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 45(12): 1054-1059.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 300-306.

Ditjen POM (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 3-6, 9-12.

Efendi, N.Y., dan Hertiani, T. (2013). Antimicrobial Potency Of Ant-Plant Extract (Myrmecodia tuberosa Jack.) Against Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Traditional Medicine Journal. 18(1): 53-58.

Endang, L., dan Puspadewi, V.A. (2012). Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 43.


(3)

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 263.

Florentinus, J. (2013). Sarang Semut Berantas Penyakit Maut. Yogyakarta. Gapura Publishing. Halaman 24-25.

Goodman dan Gilman’s. (2012). Dasar Farmakologi Terapi. Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi 10. Jakarta: EGC. Halaman 578.

Handoyo, Y.S (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 185.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung Penerbit ITB. Halaman 15.

Harmita dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi 3. Jakarta: EGC. Halaman 66-67.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Diterjemahkan oleh Staf Dosen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Edisi 8. Jakarta. Salemba Medika. Halaman 552-553.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Draf 03. Pedoman Umum STBM.

Khairuddin, M.A., Manggau, dan Mufidah. (2012). Uji Efek Ekstrak Etanol Sarang Semut (Hydnophytum sp.) terhadap Perubahan Bobot Badan Mencit (Mus musculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(1): 45-50.

[KKIPM] Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica. (1993). Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica. Halaman 19-21.

Kristina, D. (2008). Efek Antiinflamsi Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut

(Myrmecodia pendens Merr, & Perry L.) pada Tikus (Ratus norvegicus). Skripsi. Solo: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Surakarta.

Kumar, R. (1983). Chemical and Biochemical Nature of Fodder Tree Tannins.

Journal of Agricultural and Food Chemistry. 31: 1364-136


(4)

Ethnobotanical Phytochemical and Pharmacological Studies of Traditionally Used Medicinal Plants in The Treatment of Dysentery and Diarrhoea in Lomela Area. Demokrasi Republik Congo (DRC).

Journal Ethnopharmacol. 71(3): 411-423.

Muhammad, A. (2011). Sarang Semut dan Buah Merah Pembasmi Ragam Penyakit Ganas. Yogyakarta: Penerbit Laksana. Halaman 11-32. Neal, M.J. (2006). At A Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Surabaya:

Penerbit Erlangga. Halaman 32-33.

Pudjarwoto, T. (1992). Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Enteropatogen. Cermin Dunia Kedokteran. 76: 45.

Soares, T.D.S. (2010). Uji Efek Antidiare Sarang Semut (Hydnophytum sp) Pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Soeksmanto, A., Subroto, M.A., Wijaya, H., dan Simanjuntak, P. (2010). Anticancer Activity Test for Extract of Sarang Semut Plant (Myrmecodia pendens) to Hela and MCM-B2 B Cells. Pakistan Journal of Biological Science. 13(3): 148-151.

Subroto, A.M., dan Saputro, H. (2008). Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Jakarta. Penebar Swadaya. Halaman 11-12.

Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. (2009).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing. Halaman 548-551.

Sukandar , Y.E., Andrajati, I.R., Sigit, I.J., Adnyana, K.I., Setiadi, P.A., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit ISFI. Halaman 249.

Sumardi, Triana, H., dan Sasmito, E. (2010). Ant Plant (Myrmecodia tuberosa) Hypocotyl Extract Modulates TCD4+ and TCD8+ Cells Profile of Doxorubicin-Induced Immunesuppressed Sprague Dawley Rats In Vivo. Research Article. Jurnal Scipharm. 70: 1-14.

Sundari, D., Nuratmi, B., dan Widowati, L. (2001). Uji Khasiat Antidiare Infus Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Pada Tikus Putih.

Artikel Media Litbang Kesehatan. 11(3): 30-34.

Syaifuddin, H. (2006). Anatomi Fisisologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Halaman 167.


(5)

Tambayong, J. (2001). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC. Halaman 66. Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi 4. Cetakan

Pertama. Jakarta. PT. Elex Media Computindo. Halaman 288-289, 296-297.

Tarwoto, Aryani, R., dan Wartonah. (2009). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Trans Info Media. Halaman 265, 272-273.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Cetakan Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Halaman 8-9.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: Halaman 31-32.


(6)

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Sarang Semut (Myrmecodia Tuberosa Jack. Var Versteegii.)

3 49 77

Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus

2 67 86

Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

3 18 64

Cover Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 1 15

Abstract Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 0 2

Chapter I Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 0 6

Chapter II Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 1 13

Reference Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 1 4

Appendix Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) Pada Tikus Putih Jantan

0 0 1

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL SARANG SEMUT (Myrmecodia tuberosa Jack. var versteegii) SKRIPSI

0 0 15