IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh BA dan NAA terhadap regenerasi multiplikasi nenas Smooth
Cayenne klon Curug Rendeng
4.1.1 Kondisi umum kultur
Secara umum, eksplan pada semua perlakuan mulai menunjukkan respon pada 1 MST, ditandai dengan terjadinya pemanjangan daun, pembengkakan pada
pangkal atau bagian dasar eksplan dan pembentukan tunas. Eksplan dalam media yang diberi perlakuan ZPT akan berdiferensiasi membentuk sel yang meristematik
atau embriogenik. Pada saat sel mengalami diferensiasi, terjadi pembelahan sel yang sangat cepat karena adanya ZPT sitokinin dan auksin. Menurut Schwarz et
al. 2005 fase diferensiasi sel dapat dipertahankan melalui subkultur berulang pada media yang sama. Apabila eksplan mempunyai titik tumbuh dengan sel-sel
meristematis yang ditanam dalam media regenerasi yang tepat, maka sel tersebut dapat langsung beregenerasi me mbentuk tunas Zhang Lemaux 2005.
Persentase kontaminasi pada subkultur 1 adalah 2.2, pada subkultur 2 sebesar 3.1, dan pada subkultur 3 sebesar 40.6. Pada subkultur 1
pembengkakan bagian dasar eksplan pada 1 MST adalah 63.5 dan pembentukan tunas sebesar 2.6. Persentase pembentukan tunas meningkat yaitu 18 pada 2
MST sampai 79.5 pada 5 MST. Pembentukan nodul mulai terjadi pada 2 MST sebesar 10.12 dan terus meningkat sampai 58.4 pada 5 MST. Pembentukan
kalus tidak terjadi sampai 5 MST pada subkultur 1. Pada subkultur 2, tunas yang terbentuk pada 1 MST adalah 52.7 dan
meningkat menjadi 79.3 pada 4 MST. Nodul yang terbentuk adalah 42.8 pada 1 MST dan 60.2 pada 4 MST. Kalus yang terbentuk adalah 3.1 pada 1 MST
dan meningkat 13.3 pada 4 MST. Secara umum, persentase kontaminasi pada SK 2 sampai 4 MST adalah 3.1, dimana kontaminasi paling banyak terjadi pada
minggu kedua, yaitu 1.8. Pada subkultur 3 tunas yang terbentuk adalah 72.4 pada 1 MST dan
meningkat menjadi 90 pada 5 MST. Nodul yang terbentuk adalah 58.1 pada 2 MST dan 63.7 pada 5 MST.
23
4.1.2 Regenerasi dan multiplikasi pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3
4.1.2.1 Regenerasi Regenerasi tanaman nenas pada kultur jaringan dapat terjadi secara
langsung dan tidak langsung. Dalam perbanyakan langsung, eksplan yang meristematik akan langsung beregenerasi membentuk tunas adventif. Dalam
perbanyakan tidak langsung, eksplan akan tumbuh menjadi kalus yang meristematik terlebih dahulu sebelum membentuk tunas Mattjik 2005.
Regenerasi tunas pada penelitian ini terjadi secara langsung tanpa melalui nodul dan tidak langsung melalui nodul. Pada regenerasi tunas secara langsung, tunas
yang terbentuk umumnya berukuran relatif besar dan dapat membentuk akar. Pada regenerasi tidak langsung, eksplan tumbuh menjadi nodul terlebih dahulu, dan
kemudian membentuk tunas, dengan ukuran tunas relatif kecil, kompak dan padat. Kondisi tunas dan nodul yang terbentuk pada subkultur 1, subkultur 2 dan
subkultur 3 dapat dilihat pada Tabel 1. Pada subkultur 1 penambahan NAA 0.5- 2.0
µ M pada media MS menghasilkan tunas secara langsung dan tidak langsung.
Tunas yang terbentuk normal dengan ukuran bervariasi dari kecil, sedang dan besar. Morfologi tanaman dalam media NAA ditunjukkan pada Gambar 4.
Perlakuan 4.44 µ
M dan 8.88 µ
M BA pada berbagai taraf konsentrasi NAA menghasilkan tunas secara langsung dan tidak langsung. Tunas yang terbentuk
berukuran sedang sampai besar. Nodul yang terbentuk juga relatif besar sehingga mudah untuk dipisahkan dan peluang untuk membentuk tunas sangat tinggi.
Penambahan 13.32 µ
M dan 17.76 µ
M BA dengan 3 taraf NAA menghasilkan tunas melalui pembentukan nodul terlebih dahulu. Umumnya tunas yang
terbentuk berukuran kecil, kompak, daun agak keriting dan rapuh sehingga mudah rusak saat penanaman subkultur seperti terlihat pada Gambar 5.
Nodul yang terbentuk umumnya berukuran kecil dan kompak, serta berpotensi membentuk kalus. Sema kin tinggi konsentrasi NAA dan BA yang
ditambahkan, dihasilkan tunas yang kompak dan padat, dan berukuran relatif kecil Gambar 5F. Induksi pembentukan nodul, kemudian membentuk tunas
dipengaruhi oleh rasio auksinsitokinin pada eksplan. Mercier et al. 2003
24 melaporkan bahwa rasio auksinsitokinin endogen menurun pada hari ketiga
setelah kultur, dimana kandungan iP endogen meningkat, hal ini diduga sebagai pendorong induksi pembentukan nodul, yang akan beregenerasi menjadi tunas.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Lakshamanan et al. 1997 dalam mercier et al. 2003 pada tanaman Garcinia mangostana yang diberi tambahan BA,
mengalami peningkatan iP dan iPR endogen pada hari ke 6, sehingga rasio auksinsitokinin menurun dan terbentuk nodul.
Pambahan BA dan NAA pada berbagai taraf konsentrasi pada media kultur akan membentuk nodul dan tunas
pada tanaman nenas Wasaka 1989 dikutip Marcier et al. 2003.
Gambar 4. Morfologi eksplan subkultur 1 pada berbagai konsentrasi NAA .[A-B] pembentukan tunas secara langsung, [C] tunas terbentuk melalui nodul.
Pada subkultur 2, penambahan NAA 0.5 µ
M dan 1.0 µ
M menghasilkan tunas secara langsung tanpa melalui nodul. Tunas yang terbentuk adalah normal
dengan ukuran yang beragam. Hal yang menarik dari penambahan 2.0 µ
M NAA adalah daun yang dihasilkan
tidak segar, adanya pertumbuhan akar, nodul dan primordia tunas yang sulit dibedakan Gambar 6C. Pada konsentrasi rendah,
auksin merangsang pertumbuhan, sebaliknya pada konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan Kusumo 1990. Akumulasi auksin pada konsentrasi tinggi
menginduksi pembentukan akar. Penambahan 4.44
µ M dan 8.88
µ M BA pada berbagai taraf konsentrasi
NAA kecuali 2.0 µ
M NAA menghasilkan tunas secara langsung dan melalui nodul. Tunas yang terbentuk merupakan tunas normal dengan ukuran bervariasi,
tetapi bentuk daun umumnya terlihat agak keriting dan rapuh, sehingga mudah rusak saat subkultur.
0.5
µ
M NAA 1,0
µ
M NAA 2,0
µ
M NAA
A C
B
25 Tabel 1 Kondisi tunas dan nodul pada subkultur 1, subkultur 2, dan subkultur 3
dari perlakuan BA dan NAA
BA µ
M NAA
µ M
Kondisi tunas dan nodul Subkultur 1
Subkultur 2 Subkultur 3
0.00 0.00
tunas langsung Tunas langsung dan melalui
nodul tunas langsung
0.00 0.50
tunas langsung tunas langsung
tunas langsung 0.00
1.00 tunas normal
tunas dan nodul relatif besar tunas normal, kompak
nodul kompak dan kecil-kecil tunas normal
nodul kompak dan kecil-kecil 0.00
2.00 tunas langsung,
nodul besar- besar tunas tidak segar
sebagian tidak normal tunas tidak normal kecil-
kecil 4.44
0.00 tunas normal
tunas normal tunas normal
4.44 0.50
tunas normal, kompak nodul kompak dan kecil.
tunas normal, tetapi daun agak keriting dan rapuh
tunas normal, kompak batang utama mati
4.44 1.00
tunas normal kecil-sedang tunas normal
tunas normal dan kompak 4.44
2.00 tunas normal kecil-besar,
nodul kompak dan kecil- kecil
tunas tidak normal kerdil dan tidak berkembang
nodul kecil dan padat tunas tidak normal kerdil
nodul kecil dan padat 8.88
0.00 tunas normal
tunas normal tunas normal
8.88 0.50
tunas normal nodul berukuran besar
tunas normal dan kompak batang utama mati
tunas tidak normal dan kompak
8.88 1.00
tunas normal tunas tidak normal, kompak
nodul kecil-kecil tunas tidak normal necrosis
nodul kecil-kecil dan berkalus 8.88
2.00 tunas normal
tunas tidak normal -
13.32 0.00
Tunas normal tunas normal
tunas tidak normal 13.32
0.50 tunas mulai tidak normal
kebanyakan tidak layak disubkultur,
nodul kompak dan berukuran kecil
tunas tidak normal batang utama mati
tunas tidak normal batang utama mati
13.32 1.00
tunas normal nodul sangat kompak padat,
tunas tidak normal warna daun pucat
batang utama mati tunas tidak normal dan
kompak batang utama mati
13.32 2.00
tunas tidak normal tidak layak disubkultur
nodul kompak kecil tunas tidak nor mal
tidak layakdisubkultur tunas tidak normal dan
necrosis 17.76
0.00 tunas normal padat dan
kompak nodul kecil-sedang
tunas tidak normal, kompak nodul kecil-kecil
tidak layak untuk disubkultur tunas tidak normal, kompak
nodul kecil-kecil dan terbentuk kalus
17.76 0.50
tunas langsung melalui nodul,
nodul berukuran sedang- besar
tunas tidak normal tidak layak untuk disubkultur
tunas abnornal, kompak dan necrosis
17.76 1.00
tunas terbentuk dari nodul kerdil
tidak normal tidak layak disubkultur
tunas tidak normal batang utama mati
tidak layak untuk disubkultur tunas tidak normal
batang utama mati nodul kecil-kecil dan berkalus
17.76 2.00
tunas terbentuk dari nodul kerdil
tidak normal tidak layak disubkultur
tunas tidak normal tidak layak untuk disubkultur
-
26
4.44 µ
M BA + 0.00 µ
M NAA 8.88
µ M BA + 0.5
µ M NAA
13.32 µ
M BA + 0.5 µ
M NAA 17.76
µ M BA + 0.5
µ M NAA
8.88 µ
M BA + 2.0 µ
M NAA
13.32 µ
M BA + 1.0 µ
M NAA
F E
D C
B A
Gambar 5. Morfologi eksplan pada subkultur 1. [A] Tunas langsung terbentuk tanpa melalui nodul; [B] Tunas terbentuk melalui nodul dan tanpa
nodul; [C] Nodul yang pecah membentuk tunas; [D-E] Kumpulan nodul; [ F] Tunas yang padat, dan kompak.
Gambar 6. Morfologi eksplan pada subkultur 2 dari perlakuan NAA
Nodul yang terbentuk sangat kompak dan kecil-kecil, dan pada sebagian tanaman terjadi pembentukan kalus Gambar 7. Penambahan 13.32-17.76
µ M
BA dengan 3 taraf NAA menghasilkan tunas melalui pembentukan nodul terlebih dahulu, umumnya tunas yang terbentuk berukuran kecil, kompak, tidak normal
seperti daun keriting dan agak rapuh sehingga mudah rusak saat subkultur. Nodul
0.5 µ
M NAA 1.0
µ M NAA
2.0 µ
M NAA
B C
A
27
13.32 µ
M BA + 1.0 µ
M NAA 13.32
µ M BA + 2
µ M NAA
4.44 µ
M BA + 2.0 µ
M NAA
13.32 µ
M BA + 0.0 µ
M NAA 17.76
µ M BA + 1.0
µ M
8.88 µ
M BA + 1.0 µ
M NAA
F E
D C
B A
yang terbentuk umumnya berukuran kecil dan kompak, pada akhir pengamatan banyak terbentuk kalus.
Gambar 7. Bentuk-bentuk tunas yang tidak normal. [A] tunas kompak, daun berlilin dan rapuh, [B] daun keriting, batang utama mati, [C dan F] nodul
kompak dan kecil-kecil, [D] kalus ditunjukkan tanda panah, [E] tunas kompak, batang utama mati dan mulai mengalami necrosis.
Pada subkultur 3, penambahan 0.5-1.0 µ
M NAA, masih menghasilkan tunas yang normal, tetapi pada 2.0
µ M NAA tunas yang dihasilkan tidak normal
kecil-kecil, daun keriting, dan berlilin, selain itu nodul yang dihasilkan juga kecil dan kompak. Tunas normal pada subkultur 3 diperoleh pada perlakuan 4.44
µ M BA dengan 0.0, 0.5 dan 1.0
µ M NAA dan 8.88
µ M BA tanpa NAA,
sedangkan pada perlakuan 4.44 µ
M BA + 2.0 µ
M NAA dan perlakuan lainnya menghasilkan tunas yang tidak normal dengan morfologi daun yang keriting,
kaku, tanaman lebih pendek, batang utama mati dan pada beberapa perlakuan terbentuk kalus.
Semakin tinggi konsentrasi BA dan NAA dan semakin sering frekwensi subkultur sampai subkultur ke-3 akan menghasilkan tunas yang tidak normal
seperti ukuran tunas yang kecil, massa yang kompak, daun keriting, batang utama mati, tunas dan nodul akan mengalami necrosis dan kemudian mati. Hasil yang
28 sama juga dilaporka n pada kultivar Queen Nursandi 2005. Penggunaan sitokinin
konsentrasi tinggi dilaporkan menghasilkan tunas hiperhidrik pada tanaman ubi
kayu Konan et al. 1997, menyebabkan vitrifikasi atau suatu kondisi fisiologis in vitro yang menyebabkan disorganisasi seluler Ziv 1991, menyebabkan
pembentukan kalus pada bagian dasar eksplan pada Ixora coccinea Lakshamana et al. 1997, meningkatkan produksi etilen Kevers Gasper 1985,
menyebabkan stomata terus membuka sehingga respirasi tanaman tinggi, yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman Wattimena et al. 1992.
Perlakuan NAA tanpa tambahan BA menghasilkan tunas dengan dominasi apikal Gambar 4, auksin dapat menimbulkan terjadinya dominasi apika Bidwell
1974, sedangkan pada perlakuan yang diberi tambahan sitokinin, terutama BA pada konsentrasi tinggi menghasilkan tunas dan tidak ditemui adanya dominasi
apikal Gambar 5 dan 7. Penambahan zat pengatur tumbuh terutama sitokinin ke dalam medium kultur dapat menghilangkan dominasi apikal. Sebagai hasilnya
adalah tunas yang kompak dan padat Wattimena et al. 1992.
4.1.2.2 Multiplikasi
Rekapitulasi hasil analisis ragam jumlah tunas dan jumlah nodul pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 ditunjukkan pada Tabel 2. Interaksi BA
dan NAA berpengaruh sangat nyata pada subkultur 1 dan subkultur 3 terhadap jumlah tunas dan nodul. NAA berpengaruh sangat nyata pada subkultur 1 dan
subkultur 2 terhadap jumlah tunas dan nodul, sedangkan BA berpengaruh sangat nyata pada subkultur 3 terhadap jumlah tunas dan berpengaruh sangat nyata pada
subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 terhadap jumlah nodul.
4.1.2.3 Tunas
Rata- rata jumlah tunas setiap perlakuan pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 ditunjukkan pada Tabel 3. Pada subkultur 1 penambahan 4,44-17,76
µ M BA + 0.5–2.0
µ M NAA menghasilkan tunas dengan rata-rata 4.45-13.90
tunaseksplan. Rataan jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan 17.76 µ
M BA + 0.5
µ M NAA, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4.44
µ M BA +
0.0 µ
M NAA dan 2.0 µ
M NAA, 8.88-13.32 µ
M BA + 0.5-2.0 µ
M NAA, dan
29 perlakuan 17.76
µ M BA + 1.0
µ M NAA. Jumlah tunas terendah diperoleh dari
perlakuan 0.5 µ
M NAA yaitu 1.92 tunaseksplan yang tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Jumlah tunas akibat penambahan 8.88
µ M BA + 0.5
µ M NAA
jika dibandingkan dengan tanaman kontrol meningkat 3 kali, sedangkan penambahan 4.44
µ M BA tanpa NAA dapat meningkatkan jumlah tunas 2.8 kali
tanaman kontrol. Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis ragam jumlah tunas dan jumlah nodul yang
dihasilkan pada 5 MST
Subkultur Tunas
Nodul Perlakuan
BA NAA
BANAA BA
NAA BANAA
1 tn
2 tn
tn tn
3 tn
tn Keterangan : tn: tidak nyata, : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1
Tabel 3. Jumlah tunas subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 pada 5 MST
Subkultur BA
µ M
Rata-rata Jumlah Tunas NAA
µ M
0.5 1
2 1
0.00 4.1 cdef
1.9 f 7.3 abcdef
9.2 abcde 4.44
11.5 abc 8.1 abcdef
4.5 bcdef 9.1 abcde
8.88 3.8 bcdef
12.5 a 11.0 ab
10.8 abcde 13.32
2.4 ef 10.3 ab
7.3 abcdef 7.0 abcdef
17.76 3.5 def
13.9 a 8.3 abcdef
4.4 bcdef 2
0.00 0.0 c
6.3 bc 10.8 ab
12.2 ab 4.44
8.8 ab 9.9 abc
8.4 bc 17.1 ab
8.88 14.4 ab
22.3 a 16.4 ab
18.1 ab 13.32
8.5 bc 19.2 ab
10.2 ab 13.2 ab
17.76 12.2 ab
18.6 ab 18.5 ab
17.8 ab 3
0.00 0.3 d
5.6 c 15.8 ab
1.7 dc 4.44
18.2 ab 18.2 ab
17.4 ab 18.6 ab
8.88 18.5 ab
17.4 ab 20.6 a
- 13.32
15.9 ab 18.5 ab
13.1 b 21.4 a
17.76 15.7 ab
18.3 ab 14.1 b
- Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
5.- tidak ada pengamatan tanaman mati
Pada subkultur 2 dihasilkan rata-rata 8.4-22.3 tunaseksplan. Jumlah tunas yang dihasilkan dari perlakuan 4.44
µ M BA dengan tambahan NAA atau tanpa
30 NAA menghasilkan jumlah tunas yang tidak berbeda secara statistik, demikian
juga dengan perlakuan 8.88 µ
M BA dan 17.76 µ
M BA, tetapi untuk perlakuan 13.32
µ M BA tanpa tambahan NAA menghasilkan rataan jumlah tunas yang lebih
sedikit dibandingkan jika dikombinasikan dengan NAA. Pada subkultur 3 rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan adalah 1.7-21.1
tunaseksplan. Pada subkultur 3, perlakuan BA dengan atau tanpa tambahan NAA menghasilkan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata secara statistik. Meskipun
tidak berbeda secara statistik, semakin sering frekwensi subkultur dilakukan semakin tinggi rataan jumlah tunas yang dihasilkan.
Eksplan yang ditanam pada media dasar MS tanaman kontrol memiliki laju multiplikasi yang rendah dengan bertambahnya frekwensi subkultur, yaitu 4.1
tunas pada subkultur 1, dan 0.3 pada subkultur 3, sedangkan pada subkultur 2 tanaman kontrol tidak menghasilkan tunas. Perubahan laju multiplikasi tersebut
diduga disebabkan oleh kandungan zat pengatur tumbuh endogen. Pada tahap awal subkultur kandungan sitokinin dan auksin endogen masih tinggi, dengan
adanya subkultur berulang pada media MS0 menyebabkan kandungan sitokinin dan auksin endogen berkurang sehingga menurunkan laju multiplikasi.
Dari hasil diatas maka perlakuan 4.44 µ
M BA tanpa tambahan NAA dapat dipertimbangkan untuk menjadi satu pilihan dalam perbanyakan nenas Smooth
cayenne, selain bahan kimia yang dibutuhkan lebih sedikit, perlakuan ini juga
menghasilkan jumlah tunas yang tidak berbeda dengan perlakuan lainnya, dan tunas yang terbentuk merupakan tunas yang normal Tabel 1. Selain alasan
tersebut diatas, penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Nursandi 2005 pada nenas kultivar Queen, tanaman hasil perbanyakan in vitro dari perlakuan 4.44
µ M
BA memiliki diameter tajuk, tinggi tanaman, panjang, lebar dan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan tanaman yang berasal dari perlakuan 8.88-17.76
µ M BAP
pada umur 44 minggu setelah aklimatisasi. Jumlah tunas hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian Nursandi 2005 pada konsentrasi BAP dan jenis kultivar nenas Smooth cayenne, yaitu 1.0-3.3 tunas pada subkultur 1, 4.7-6.0 tunas pada subkultur 2.
Imelda dan Erlyandari 2000 melaporkan penambahan 4.44 µ
M BA menghasilkan 9 tunaseksplan selama 2 bulan, eksplan yang digunakan diinisiasi
31 langsung pada media yang mengandung BA. Prahardini 1995 menghasilkan 9
tunaseksplan pada penambahan 8 mg BA + 0.5 mg GA
3
selama 5 bulan. Zepada dan Segawa 1981 menghasilkan 3 tunaseksplan pada penambahan 0.5 atau 1.0
µ M BA selama 30 hari.
Perbedaan hasil ini diduga karena beberapa faktor, diantaranya perbedaan sumber eksplan yang digunakan dan konsentrasi NAA yang berbeda. Nursandi
2005 menggunakan eksplan yang diinisiasi pada media dasar MS, sedangkan pada penelitian ini eksplan yang digunakan berasal dari media multiplikasi BAP
yang telah disubkultur sebanyak dua kali dalam media dasar MS. Wattimena et al. 1992 menyatakan bahwa jika eksplan dikultur pada media MS dengan tambahan
sitokinin yang tinggi, tunas yang terbentuk bila dikulturkan kembali akan mengalami multiplikasi tunas dengan jumlah yang tinggi. Meskipun eksplan
sebelumnya telah dikulturkan pada media dasar MS sebanyak dua kali untuk menurunkan kandungan sitokinin endogen pada eksplan, diduga pengaruh
sitokinin endogen yang diperoleh dari media sebelumnya masih terbawa. Kandungan sitokinin endogen ini semakin meningkat dengan adanya penambahan
sitokinin dan auksin eksogen. Mercier et al. 2003 melaporkan penambahan 2.0 mgl BA dan 1.0 mgl NAA pada media dasar MS meningkatkan kandungan
sitokinin endogen, terutama N
6
2isopentenyladenin iP yang diduga sebagai pendorong pertumbuhan tunas pada nenas.
Pada beberapa tanaman hasil perbanyakan in vitro mengalami perubahan genetik yang menyebabkan adanya variasi somaklonal Larkin Scowcroft
1981. Pada penelitian ini sampai pada 13 minggu setelah aklim pada semua perlakuan BA dan NAA tidak dijumpai adanya variasi atau keragaman
somaklonal. Walaupun pada perlakuan BA dan NAA dengan konsentrasi tinggi terdapat tunas yang tidak normal seperti, daun keriting dan berlilin, tanaman
kerdil, dan pada beberapa tunas mengalami fitrifikasi, tetapi pada saat eksplan dipindah ke media MS tanpa zat pengatur tumbuh, tanaman kembali normal. Hal
ini menunjukkan penambahan 4.44-17.76 µ
M BA yang dikombinasikan dengan 0.5-2.0
µ M NAA tidak menginduksi munculnya variasi. Sehingga metode ini
dapat dikembangkan dalam perbanyakan cepat nenas Smooth Cayenne.
32
4.1.2.4 Nodul
Rata-rata jumlah nodul setiap perlakuan pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 ditunjukkan pada Tabel 4. Pada subkultur 1, perlakuan 4.44-17.76
µ M
BA + 0.5-2.0 µ
M NAA menginduksi pembentukan nodul sebanyak 1.7-13.1 noduleksplan pada 5 MST. Rataan jumlah nodul tertinggi diperoleh dari
perlakuan 0.0 µ
M BA + 2.0 µ
M NAA, 13.32 µ
M BA + 0.5 µ
M NAA dan 17.76 µ
M BA + 2.0 µ
M NAA. Pada Tabel 4 terlihat jumlah nodul yang dihasilkan dari perlakuan BA tanpa ta mbahan NAA relatif sedikit yaitu rata-rata 0.6-1.8
noduleksplan. Sedangkan penambahan NAA meningkatkan pembentukan nodul.
Tabel 4. Jumlah nodul subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 pada 5 MST
Subkultur BA
µ M
NAA µ
M 0.5
1 2
1 0.00
0.0 f 0.0 f
2.3 def 15.6 a
4.44 0.6 ef
3.1 cdef 1.7 def
3.3 bcde 8.88
0.8 ef 3.9 bcd
2.2 cdef 3.2 bcde
13.32 1.2 def
13.1 a 6.4 b
5.6 bc 17.76
1.8 def 5.4 bc
5.0 bc 10.0 a
2 0.00
0.0 f 7.6 bc
9.2 a 3.2 cdef
4.44 0.1 ef
3.5 cdef 4.0 cdef
5.4 bcd 8.88
1.4 def 7.8 bc
4.4 cdef 5.8 bcd
13.32 2.7 cdef
4.2 bcdef 3.6 cdef
4.1 bcdef 17.76
6.5 bc 9.0 b
4.8 bcde 4.0 bcdef
3 0.00
0.0 d 3.8 bcd
6.5 abc 0.2 d
4.44 2.1 cd
2.5 bcd 5.5 abc
5.9 abc 8.88
6.4 abc 4.5 abc
2.5 bcd -
13.32 3.3 abcd
2.5 bcd 5.4 abc
8.2 a 17.76
4.8 abc 7.6 ab
6.1 abc -
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5. - tidak ada pengamatan.
Pada subkultur 2, jumlah nodul tertinggi diperoleh dari perlakuan 1.0 µ
M NAA tanpa tambahan BA yaitu 9.2 noduleksplan, sedangkan perlakuan 4.44-
17.76 µ
M BA + 0.5-2.0 µ
M NAA menghasilkan rataan nodul yang tidak berbeda nyata secara statistik, dengan rataan 0.1-9.0 noduleksplan. Pola yang sama seperti
subkultur 1 juga terlihat pada subkultur 2, dimana interaksi BA dan NAA meningkatkan rataan jumlah nodul.
33 Pada subkultur 3, perlakuan 4.44-17,76
µ M BA yang dikombinasikan
dengan 4 taraf NAA menghasilkan rataan jumlah nodul 2.1-8.2. Pada Tabel 4 terlihat penambahan BA dengan atau tanpa NAA menghasilkan rataan nodul yang
tidak berbeda nyata. Pengaruh subkultur terhadap jumlah tunas
Hasil rekapitulasi analisis ragam jumlah tunas dan jumlah nodul antar subkultur pada media multiplikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah tunas yang
dihasilkan antar subkultur berbeda sangat nyata, tetapi jumlah nodul tidak berbeda nyata. Jumlah tunas tertinggi diperoleh pada subkultur 3 yaitu rata-rata 15
tunaseksplan, sedangkan pada subkultur 1 rata-rata jumlah tunas hanya 7.5eksplan, sangat berbeda nyata dengan subkultur 2 dan subkultur 3 Gambar 8.
Hal ini berarti semakin lama eksplan berada dalam media kultur yang mengandung BA dan NAA semakin banyak jumlah tunas yang dihasilkan, tetapi
tidak demikian dengan jumlah nodul.
Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam jumlah tunas dan jumlah nodul antar subkultur pada media multiplikasi
Peubah Respon
Tunas Nodul
tn Keterangan : tn: tidak nyata, : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1
7.58c 12.55b
15.00a
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00
SK 1 SK 2
SK 3 jumlah tunas
Gambar 8. Rata-rata jumlah tunas dari perlakuan BA dan NAA pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3. SK: subkultur
Eksplan dalam media multiplikasi BA dan NAA memiliki laju multiplikasi yang terus meningkat dengan bertambahnya frekwensi subkultur sampai
34 subkultur 3. Fiorino dan Loreti 1997 menyatakan bahwa jumlah tunas baru
yang dihasilkan dari satu eksplan meningkat sampai subkultur ketiga atau keempat kemudian stabil.
4.1.2.5 Proporsi tunas terhadap Nodul
Rekapitulasi hasil analisis ragam proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul antar subkultur pada media multiplikasi ditunjukkan pada Tabel 6. Proporsi
tunas terhadap nodul yang terbentuk pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkultur 3 dapat dilihat pada Tabel 7. Pada subkultur 1 perlakuan 0.5
µ M NAA dan kontrol
100 menghasilkan tunas, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4.44 dan 8.88
µ M BA dengan atau tanpa tambahan NAA. Pada 2.0
µ M NAA proporsi
tunas hanya 31.1, ini berarti jumlah nodul yang terbentuk lebih banyak dibandingkan jumlah tunas, tidak berbeda dengan perlakuan 13.32
µ M BA yang
dikombinasikan 0.5 dan 1.0 µ
M NAA, dan 17.76 µ
M BA yang dikombinasikan dengan 1.0 dan 2.0
µ M NAA. Pada subkultur 1, semakin tinggi konsentrasi BA
dan NAA semakin kecil proporsi jumlah tunas yang terbentuk, tetapi tidak demi kian dengan subkultur 1 dan subkultur 2.
Tabel 6. Rekapitulasi hasil analisis ragam proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul antar subkultur pada media multiplikasi
Proporsi tunasnodul SK 1
SK 2 SK 3
BA tn
tn NAA
tn tn
BANAA Keterangan : tn: tidak nyata, : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1
Pada subkultur 2, tanaman kontrol tidak membentuk tunas maupun nodul. Perlakuan 4.44-8.88
µ M BA menghasilkan rataan proporsi jumlah tunas yang
tinggi dan secara statistik tidak berbeda dengan adanya penambahan NAA atau tanpa NAA, kecuali untuk perlakuan 8.88
µ M BA + 2.0
µ M NAA menghasilkan
proporsi tunas yang lebih rendah. Pada perlakuan 13.32-17.76 µ
M BA, penambahan NAA meningkatkan proporsi jumlah tunas.
Pada subkultur 3 proporsi tunas dari tanaman kontrol adalah 100, tetapi tidak berbeda dengan beberapa perlakuan lainnya, seperti 2.0
µ M NAA, 4.44
µ M
35 BA + 0.0, 0.5, dan 2.0
µ M NAA, 8.88
µ M BA + 0.5-1.0
µ M NAA. Perlakuan
4.44-13.32 menghasilkan rataan proporsi tunas yang tidak berbeda dengan adanya penambahan NAA atau tanpa penambahan NAA. Sedangkan pada perlakuan
17.76 µ
M BA menghasilkan rataan proporsi tunas yang lebih kecil. Tabel 7 Proporsi jumlah tunas terhadap nodul dari perlakuan BA dan NAA
pada subkultur 1, subkultur 2 dan subkutur 3 umur 5 MST
Subkultur BA
Proporsi jumlah tunas terhadap nodul µ
M NAA
µ M
0.5 1
2
1 0.00
100 a 100 a
94.3 ab 31.1 f
4.44 90.4 ab
83.2 abc 74.0 abcde
72.4 abcde 8.88
84.3 abc 77.0 abcde 80.4 abcd
75.7 abcde 13.32
68.0 bcde 52.1 def
50.7 ef 59.2 cde
17.76 66.6 bcde
70.4 bcde 50.6 ef
31.3 f Rata-rata
81.9 76.6
70.0 53.9
2 0.00
- 68.9 abc
55.4 c 74.7 abc
4.44 95.6 a
72.6 abc 75.9 abc
68.1 abc 8.88
90.2 ab 70.2 abc
77.4 abc 65.1 bc
13.32 58.3 c
78.8 abc 61.1 bc
71.2 abc 17.76
56.8 c 66.6 abc
76.7 abc 74.8 abc
Rata-rata 75.2
72.0 72.7
69.8
3 0.00
100 a 59.5 e
72.7 cde 95.8 ab
4.44 92.0 abc
90.6 abcd 77.7 bcde
80.5 abcd 8.88
73.7 cde 80.2 abcd
89.4 abcd --
13.32 82.9 abcd
89.9 abcd 70.0 de
72.0 cde 17.76
79.2 bcde 75.2 cde
71.3 cde --
Rata-rata 85.6
79.1 76.2
82.8 Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5.
Nilai rata-rata merupakan rataan dari 4.44 -17.76 µ
M BA, - tidak terbentuk tunas dan nodul, -- tanaman mati.
Rata-rata proporsi tunas dari perlakuan BA tanpa tambahan NAA lebih tinggi dibandingkan dengan adanya penambahan NAA pada ketiga subkultur yaitu
81.9 pada subkultur 1, 75.2 pada subkultur 2 dan 85.6 pada subkultur 3. Hal ini menunjukkan bahwa pena mbahan NAA pada media kultur menyebabkan
munculnya nodul.
Pengaruh subkultur terhadap proporsi jumlah tunas Proporsi jumlah tunas terhadap nodul antar subkultur sangat berbeda
nyata, dimana subkultur 3, memberikan proporsi tunas paling tinggi yaitu 80.4.
36 Proporsi jumlah tunas pada subkultur 1 dan subkultur 2 tidak berbeda nyata,
dengan rataan proporsi tunas masing-masing adalah 69.2 dan 71.4 Gambar 9. Hal ini menunjukkan bahwa sampai pada subkultur 3, terjadi peningkatan
jumlah tunas tetapi tidak me mpengaruhi jumlah nodul. Dengan demikian perbanyakan tanaman nenas dapat dilakukan menggunakan sitokinin BA tanpa
khawatir akan terbentuk banyak nodul, dengan harapan tanaman yang dihasilkan seragam.
80.41a 71.49b
69.23b 60
64 68
72 76
80 84
SK 1 SK 2
SK 3 Proporsi tunas
Gambar 9. Proporsi jumlah tunas terhadap nodul antar subkultur SK Proporsi jumlah tunas terhadap nodul terus meningkat sampai pada
subkultur ke 3, tetapi tidak demikian dengan proporsi jumlah nodul. Semakin sedikit proporsi jumlah nodul yang terbentuk mengindikasikan regenerasi
tanaman terjadi secara langsung semakin banyak. Regenerasi tunas secara langsung umumnya menghasilkan tunas berukuran relatif besar, dapat membentuk
akar dan merupakan tunas yang normal. Hal ini berarti media multiplikasi BA dan NAA dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman nenas Smooth Cayenne.
4.1.3 Pengaruh perlakuan BA dan NAA pada media MS0