56 Gambar 19. Morfologi eksplan hasil perlakuan TDZ. [A] proporsi tunas lebih
banyak daripada nodul, [B] proporsi nodul lebih banyak dari pada tunas, [C] proporsi tunas dan nodul hampir sama
4.2.3 Pengaruh perlakuan TDZ dan NAA dalam media MS0
Eksplan dari perlakuan TDZ sebagian disubkultur ke media perlakuan yang sama dan sebagian lagi ke media MS0 tanpa penambahan ZPT. Eksplan
yang disubkultur pada media yang sama 100 membentuk kalus pada minggu ke 2 data tidak ditunjukkan. Sedangkan eksplan yang dipindah ke media MS0,
justru memiliki laju multiplikasi yang tinggi. Nodul yang berasal dari perlakuan 0.05-0.50
µ M TDZ dalam media MS0 sebagian besar membentuk tunas,
sedangkan pada konsentrasi 1.00-2.00 µ
M TDZ yang dipindah ke media MS0 sebagian besar mengalami necrosis atau pencoklatan dan jika dibiarkan lebih lama
dalam media tersebut eksplan akan mati. Wattimena 1992 menyatakan bahwa kandungan sitokinin yang tinggi menyebabkan stomata terus membuka, sehingga
respirasi tanaman tinggi dan menyebabkan kematian tanaman. Selain itu TDZ pada konsentrasi tinggi dapat menginduksi sintesis etilen Yip dan Yang 1986.
Etilen yang tinggi dapat menyebabkan necrosis pada tanama n. Jumlah tunas yang dihasilkan pada media MS0 lebih banyak dibandingkan
pada saat dimedia perlakuan TDZ dan NAA. Perlakuan 0.05 µ
M TDZ + 1.00 µ
M NAA yang dipindah kemedia MS0 menghasilkan 22 tunaseksplan pada 4 MST
Tabel 21. Sedangkan pada media TDZ dan NAA, perlakuan ini hanya menghasilkan 7 tunaseksplan dan 3.08 nodulekplan pada 5 MST Tabel 18. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat multiplikasi nenas pada media MS0 setelah dikulturkan pada media MS yang diberi tambahan TDZ lebih tinggi dibandingkan
jika dalam media yang mengandung TDZ. Tunas yang terbentuk dalam media
0.05
µ
M TDZ 2.0
µ
M TDZ + 1.0
µ
M NAA 0.1
µ
M TDZ + 1.0
µ
M
C B
A
57 MS0, berukuran lebih kecil dan sangat kompak, sehingga sulit dipisahkan satu
sama lain. Pada konsentrasi TDZ dan NAA yang tinggi masih terbentuk nodul, dan jika nodul dibiarkan pada media MS0 lebih dari 4 MST nodul akan
mengalami necrosis atau pencoklatan dan kemudian mati, hal tersebut diduga karena kandungan sitokinin yang terdapat pada tanaman masih tinggi, sehingga
harus di subkultur ke media MS0-2.
Tabel 21. Rata-rata jumlah tunas pada media MS0-1 dan MS0-2 pada 4 MST setelah dikultur pada media TDZ dan NAA.
Subkultur TDZ
µ M
NAA µ
M 0.0
0.5 1.0
2.0 1
0.05 15.2abc
18.2ab 22.0a
19.0ab 0.10
19.0ab 16.2abc
12.0abc 14.4abc
0.50 3.6c
20.3ab 6.6bc
17.4abc 2
0.05 12.0de
19.0bcde 32.2a
25.0abc 0.10
18.0cde 21.1abcd
20.0abcd 29.0abc
0.50 10.0e
22.0abc 28.0abc
31.0ab Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5.
Pada media MS0-2, eksplan masih mengalami regenerasi dan multiplikasi yang cukup tinggi. Pada konsentrasi TDZ dan NAA yang tinggi respon yang sama
pada MS0-1 juga terlihat di MS0-2, tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, jumlah tunasbotol pada tiap perlakuan sangat banyak, dan masih terbentuk nodul,
hal ini diduga karena kandungan sitokinin endogen masih tinggi, sehingga perlu dilanjutkan ke MS0-3 agar tunas lebih besar dan memanjang. Sedangkan pada
konsentrasi yang lebih rendah, jumlah tunas yang dihasilkan lebih sedikit walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya,
ukurannya lebih besar dan tidak ada nodul yang terbentuk sehingga dapat dilanjutkan ke media perakaran.
Penambahan TDZ thidiazurona pada media kultur menginduksi pembentukan sitokinin endogen pada tanaman. Thomas dan Katterman 1986
melaporkan pada ekstrak kalus kedelai yang dikulturkan pada media dengan tambahan TDZ 0.1-1.0 mgL, menunjukkan peningkatan beberapa jenis sitokinin
endogen yaitu AMP adenosine 5’-monophosphate, ZG zeatin glucoside, ZR zeatin riboside, 2iP N
6
- ∆
2
-isopentenyl]adenosine. Sehingga jika tetap dibiarkan
58 dalam media yang mengandung TDZ tanaman akan mengalami necrosis dan
kemudian mati, hal ini diduga karena kandungan sitokinin yang semakin tinggi.
4.2.4 Pengaruh perlakuan TDZ dan NAA pada media pengakaran