Pengaruh subkultur 1 dan subkultur 2 pada media perakaran

40 nenas Smooth Cayenne lebih rendah bila dibanding varietas Queen. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya genotipe, media kultur, lingkungan tumbuh yaitu keadaan fisik ruang kultur dan fisiologi jaringan tanaman yang digunakan. Pertumbuhan dari kultur jaringan atau organ dan in vitro morfogenesis lebih dipengaruhi oleh genotipe, sumber jaringan atau organ yang digunakan dibandingkan dengan faktor lain. Tidak jarang antar varietas yang memiliki sifat dekat namun kebutuhan akan lingkungan dan medianya berbeda. Walaupun jarang orang memikirkan bahwa genotipelah yang berperan dalam inisiasi kultur, namun kemampuan eksplan untuk tumbuh dan berkembang secara nyata berbeda antara tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat, seperti yang dilaporkan oleh McComb dan Bennet 1982 dalam Wattimena et al. 1992 pada beberapa spesies Eucalyptus marginata memiliki daya tahan yang berbeda terhadap metode sterilisasi yang berbeda.

4.1.4 Pengaruh subkultur 1 dan subkultur 2 pada media perakaran

Tahap multiplikasi dapat merupakan tahap pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar yang tumbuh dari mata tunas adventif secara bersama -sama Wattimena et al. 1992. Tahap berikutnya adalah tahap pengakaran dari tunas adventif yang telah dihasilkan untuk mendapatkan planlet. Morfologi tanaman pada media perakaran ditunjukkan pada Gambar 11. Daun-daun baru yang terbentuk berwarna hijau hampir pada semua perlakuan. Akar mulai terbentuk pada 2 MST dengan morfologi yang kompak serta kuat. Pada akhir pengamatan ko ntaminasi yang terjadi sebesar 8.3. Kontaminan yang ditemukan selama pengamatan adalah bakteri dan cendawan. Persentase kematian eksplan selama 5 MST sebesar 1.9. Kematian pada eksplan ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan dan perkembangan eksplan, eksplan mengalami necrosis dan kemudian mati. Hasil analisis ragam pada media pengakaran ditunjukkan pada Tabel 10, dimana pada subkultur 1, perlakuan tunggal NAA dan BA tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati, sedangkan interaksi BA dan NAA berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah daun. Pada subkultur 2, 41 panjang akar dipengaruhi oleh BA, NAA dan interaksi keduanya tetapi tidak mempengaruhi peubah lainnya. Gambar 11. Morfologi tanaman pada media perakaran pada 5 MST. Tabel 10. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada media pengakaran subkultur 1 dan subkultur 2 pada 5 MST Peubah Subkultur 1 Subkultur 2 Perlakuan BA NAA BANAA BA NAA BANAA Persentase eksplan Berakar tn tn tn tn tn tn Jumlah akar tn tn tn tn tn tn Panjang Akar tn tn Tinggi Tanaman tn tn tn tn tn tn Jumlah Daun tn tn tn tn tn Keterangan : tn: tidak nyata , : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1 Persentase eksplan berakar, jumlah akar dan tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh BA, NAA dan interaksi keduanya. Hal ini diduga karena pemindahan eksplan pada media dasar MS merubah rasio auksinsitokinin endogen pada eksplan. Pada subkultur 1 dan subkultur 2, 83.3-100 eksplan mampu membentuk akar, dengan rata-rata 3,6-5,4 akareksplan pada subkultur 1 dan 2.9-4.6 akareksplan pada subkultur 2. Demikian juga dengan tinggi tanaman, rata-rata tinggi tanaman berkisar 4.3-6.2 cm pada subkultur 1 dan 4.0-5.6 cm pada subkultur 2. Panjang Akar Rata-rata panjang akar dalam media pengakaran ditunjukkan pada Tabel 11. Pada subkultur 1 perlakuan 17.76 µ M BA + 2.00 µM NAA menghasilkan rata-rata 17.76 µ M BA 17.76 µ M BA+2 µ M NAA 42 akar terpanjang yaitu 4.2 cm per eksplan, berbeda nyata dengan perlakuan 13.32 µ M BA + 0.0-1.0 µ M NAA, 4.44 µ M BA + 2.0 µ M NAA dan 0.5 µ M NAA tanpa BA, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada subkultur 2 akar terpanjang diperoleh pada kontrol, yaitu 4.01 cm dan tidak berbedanyata dengan perlakuan 4.44 µ M BA, sedangkan akar terpendek adalah 2.14 cm diperoleh dari perlakuan 13.32 µ M BA + 0.5 µ M NAA. Nursandi 2005 melaporkan bahwa penambahan BAP lebih dari 8.88 µ M menyebabkan pemanjangan tunas terhambat dan tidak berakar. Rataan panjang akar dari subkultur 1 secara umum hampir pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan subkultur 2, hal ini diduga karena eksplan dari subkultur 2 lebih lama berada dalam media yang mengandung sito kinin dibandingkan subkultur 1 sehingga kandungan sitokinin endogen pada eksplan juga lebih tinggi. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tinggi tanaman, jumlah akar dan jumlah daun pada subkultur 2 lebih rendah dari subkultur 1. Tabel 11. Pengaruh subkultur 1 dan subkultur 2 terhadap panjang akar dalam media pengakaran pada 5 MST. Subkultur BA µ M Rata-rata panjang akar NAA µ M 0.0 0.5 1.0 2.0 1 0.00 3.1 abcd 2.8 bdc 3.7 abc 3.1 abcd 4.44 3.8 ab 3.3 abcd 3.5 abc 2.6 dc 8.88 3.4 abcd 3.2 abcd 3.2 abcd 2.9 abcd 13.32 2.3 d 3.4 abcd 2.9 bdc 3.2 abcd 17.76 3.5 abc 3.0 abcd 3.0 abcd 4.1 a 2 0.00 4.0 a 3.2 bc 3.0 bcde 2.3 ef 4.44 3.5 ab 2.8 bcde 3.1 bcd 3.1 bcd 8.88 2.9 bcde 2.8 bcde 2.8 cdef 3.2 bc 13.32 - 2.1 f 2.9 bcde 3.1 bcd 17.76 2.5 def 2.7 cdef - - Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5. – tidak ada pengamatan. Pendeknya akar yang diperoleh diduga karena eksplan masih membawa pengaruh sitokinin BA dari media multiplikasi tunas sebelumnya. Fenomena ini secara umum sejalan dengan konsep klasik Skoog dan Miller 1957 tentang pengontrolan organogenesis in vitro, yaitu bahwa ratio yang tinggi antara 43 sitokinin dengan auksin merangsang multiplikasi tunas tetapi menghambat pengakaran, sedangkan kondisi sebaliknya akan merangsang pengakaran tetapi menghambat pembentukan tunas. Dari hasil percobaan ini ditemukan bahwa panjang akar yang pendek terdapat pada eksplan yang memiliki multiplikasi yang relatif tinggi yaitu perlakuan 8.88 µ M BA + 0.5 µ M NAA dan 13.32 µ M BA + 0.5 µ M NAA Gambar 12. Pada Gambar 12A dan 12B terlihat eksplan yang memiliki laju multiplikasi yang tinggi, tetapi jika di hubungkan dengan jumlah daun dan panjang akar, perlakuan ini menghasilka n jumlah daun yang relatif sedikit dan perakaran yang lebih pendek. Sedangkan pada Gambar 12D, tunas yang dihasilkan normal dengan ukuran sedang, tetapi multiplikasinya tidak terlalu banyak, dan jika dihubungkan dengan panjang akar dan jumlah daun, perlakuan ini menghasilkan akar yang panjang dan jumlah daun yang lebih banyak. Jumlah daun Rata-rata jumlah daun terbanyak pada subkultur 1 diperoleh dari perlakuan 13.32 µ M BA tanpa NAA yaitu 9.0 helaieksplan, tidak berbeda nyata dengan 8.88 µ M BA tanpa NAA yaitu 7.8 helaieksplan dan 17.76 µ M BA tanpa NAA yaitu 7.39 helaieksplan, sedangkan jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan 1.0 µ M BA tanpa NAA yaitu 5.7 helaieksplan. Planlet yang lebih vigor, adalah planlet yang memiliki jumlah dan lebar daun yang tinggi akan lebih tahan terhadap stres ex vitro Gonzalez-olmedo et al. 2005. Pada media perakaran tidak terlihat perbedaan yang mencolok terhadap peubah yang diamati antar perlakuan, baik pada subkultur 1 maupun subkultur 2. Hal ini diduga karena sebelum diakarkan, eksplan terlebih dahulu dipindah ke media dasar MS untuk pembesaran dan pemanjangan, sehingga kandungan atau nisbah fitohormon berubah, diduga hal ini yang menyebabkan keseragaman yang diperoleh pada media perakaran. Pengaruh subkultur pada media pengakaran Pengaruh subkultur terhadap jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan tinggi tanaman sangat berbeda nyata antara subkultur 1 dan subkultur 2. Subkultur 44 1 memiliki nilai yang lebih tinggi terhadap semua peubah yang diamati dibandingkan subkultur 2 Gambar 13. Tabel 12. Pengaruh subkultur 1 terhadap jumlah daun pada media perakaran 5 MST. BA µ M Rata-rata jumlah daun NAA µ M 0.0 0.5 1.0 2.0 0.00 5.9 bc 6.7 bc 6.8 bc 6.7 bc 4.44 5.7 c 7.7 abc 6.5 bc 6.3 bc 8.88 7.8 abc 7.7 abc 5.7 c 7.0 abc 13.32 9.0 a 7.5 abc 6.1 bc 6.3 bc 17.76 7.3 abc 6.3 bc 6.3 bc 8.1 ab Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5. Gambar 12. Multiplikasi pada tanaman nenas. [A-B] tunas dengan multiplikasi yang tinggi, [C] tunas tidak normal, primordia tunas dan akar tidak bisa dibedakan, [D] tunas normal Secara umum semakin lama eksplan berada dalam media yang mengandung BA dan NAA, semakin banyak jumlah tunas yang dihasilkan, tetapi semakin rendah kualitas tanaman yang dihasilkan. Rendahnya kualitas tanaman dilihat dari jumlah akar, jumlah daun, tinggi tanaman dan panjang akar yang terbentuk. 4.44 µ M BA 13.32 µ M BA + 0.5 µ M NAA 8.88 µ M BA + 1.0 µ M NAA 2.0 µ M NAA D C B A 45 Tabel 13. Rekapitulasi hasil analisis ragam juml ah daun, jumlah akar, panjang akar dan tinggi tanaman antar subkultur pada media pangakaran Peubah Respon Jumlah daun Jumlah akar Panjang akar Tinggi tanaman Keterangan : tn: tidak nyata, : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1 6.89a 4.4a 5.37a 3.23a 6.14b 4.03b 5.01b 2.97b 1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah daun Jumlah akar Tinggi tanaman Panjang akar Jumlah SK 1 SK 2 Gambar 13. Rata-rata jumlah daun, jumlah akar, tinggi tanaman dan panjang akar antar subkultur pada media pengakaran. Semakin lama eksplan berada dalam media yang mengandung sitokinin, diduga kandungan sitokinin endogen eksplan akan semakin tinggi. Costa dan Dolan 2000 melaporkan bahwa sitokinin yang tinggi akan menyebabkan pemanjangan tunas terhambat dan tanaman sulit berakar. Pada tanaman Lentil Lens culinaris dilaporkan planlet yang berasal dari media yang mengandung 1.25 µ M BAP dan 1.25 µ M TDZ tidak membentuk akar saat dipindah kemedia MS tanpa zat pengatur tumbuh Fratini dan Ruiz 2002. Jumlah akar, panjang akar, jumlah daun dan tinggi tanaman sangat berkaitan dengan vigoritas dan kemampuan planlet dalam penyerapan hara, dan kemampuan hidup planlet saat diaklimatisasi. Wattimena et al. 1992 dan Yusnita 2003 menyatakan bahwa ukuran eksplan berpengaruh nyata terhadap keberhasilan kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar lebih tahan saat dipindahkan ke dalam kondisi lapang dan memiliki pertumbuhan lebih cepat. 46

4.1.5 Aklimatisasi subkultur 1 dan subkultur 2

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Keripik Nenas (Ananas comosus L. Merr)

0 31 91

PENGARUH EKSTRAK NANAS MUDA (Ananas comosus L. Merr) TERHADAP KONTRAKTILITAS OTOT POLOS UTERUS TERPISAH DARI MARMUT BETINA (Cavia porcellus)

1 5 2

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI NaCl TERHADAP TOTAL ASAM, KADAR AIR DAN ORGAN OLEPTIK KERIPIK NANAS (Ananas comosus L. Merr)

0 6 1

KARAKTERISASI DAN UJI KISARAN INANG BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT BUSUK LUNAK PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr.)

5 35 38

LAJU MULTIPLIKASI TUNAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) PADA MEDIA DASAR MURASHIGE AND SKOOG HASIL PERLAKUAN BA DAN NAA SECARA IN VITRO

0 9 6

Pengaruh Perlakuan BA dan NAA terhadap Pembentukan Akar Nenas (Ananas comosus (L). Merr.) cv. Smooth Cayenne Secara In Vitro (Effect Of BA and NAA Treatments on rooting formation of Pineapple (Ananas comosus (L). Merr.) cv. Smooth Cayenne by In Vitro Cult

0 0 7

Penetapan Kadar Kalsium, Kalium, dan Natrium dalam Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Cayenne Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas - Penetapan Kadar Kalsium, Kalium, dan Natrium dalam Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Cayenne Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 0 11

Penetapan Kadar Kalsium, Kalium, dan Natrium dalam Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Cayenne Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Penelitian ini ditujukan untuk menemukan teknik perbanyakan bibit pisang abaca dengan bantuan zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin dan NAA pada media propagasi. Penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu tahap induksi tunas dan tahap pengakaran tunas mikro. Tahap

0 0 8