50
4.2 Pengaruh TDZ dan NAA terhadap multiplikasi nenas Smooth Cayenne
klon Curug Rendeng. 4.2.1 Kondisi umum kultur
Eksplan pada semua perlakuan telah menunjukkan respon pada 1 MST, ditandai dengan pembengkakan pada pangkal atau dasar eksplan yang diikuti
dengan pembentukan nodul berwarna hijau keputihan, kemudian nodul pecah dan muncul daun Gambar 17. Nodul adalah kumpulan sel yang menunjukkan suatu
pola diferensiasi jaringan dan sel internal yang konsisten Teng 1997. Kalus mulai terbentuk pada minggu ketiga. Tunas yang terbentuk pada 1 MST adalah
9.4 dan meningkat menjadi 76.8 pada 6 MST. Nodul yang terbentuk pada 2 MST adalah 31.7 dan pada 6 MST adalah 78.5. Secara umum, persentase
kontaminasi sampai 5 MST adalah 5.5, dimana kontaminasi paling banyak terjadi pada minggu pertama, yaitu 3.8.
Hasil analisis ragam pada Tabel 16 menunjukkan bahwa TDZ tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, tetapi berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah nodul. NAA berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan tunas dan nodul, sedangkan interaksi TDZ dan NAA berpengaruh nyata terhadap
jumlah tunas dan sangat nyata terhadap jumlah nodul. Tabel 16. Rekapitulasi hasil analisis ragam jumlah tunas dan jumlah nodul dari
perlakuan TDZ dan NAA pada 5 MST
Peubah Perl akuan
TDZ NAA
TDZNAA
Tunas tn
Nodul Keterangan : tn : tidak nyata, : berbeda nyata a=5, : berbeda sangat nyata a=1
4.2.2 Regenerasi dan multiplikasi 4.2.2.1 Tunas
Perlakuan TDZ pada 5 taraf konsentrasi yang dikombinasikan dengan 4 taraf konsentrasi NAA mampu menginduksi pembentukan tunas sejak 1 MST.
Tunas yang terbentuk merupakan tunas adventif dan tunas aksilar. Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk tidak pada tempatnya. Pada kasus ini tunas adventif
terbentuk dari nodul, sedangkan tunas aksilar adalah tunas yang terbentuk dari
51
A B
C D
ketiak daun. TDZ menginduksi tunas tanpa meristem apikal Gambar 17D. Akasaka et al. 2000 melaporkan pada tanaman kacang tanah yang diinduksi
dengan TDZ menghasilkan tunas tanpa meristem apikal dan jaringan vaskular yang tidak terorganisir sehingga menghasilkan tunas multiple yang kompak.
Gambar 17. Proses organogenesis pada tanaman nenas Smooth Cayenne. [A-B] pembengkakan pada dasar eksplan dan terbentuk nodul, [C] nodul mulai
pecah, [D] tunas yang terbentuk dari nodul.
Interaksi TDZ dan NAA berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah nodul. Rataan jumlah tunas
tertinggi 13.25 tunaseksplan diperoleh pada perlakuan 0.1 µ
M TDZ + 2.0 µ
M NAA, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.05-2.00 µM TDZ + 0.5 µ M
dan 2.0 µM TDZ, 0.5 µM TDZ tanpa tambahan NAA, 0.05 µ M, 1.0 µM dan 2.0 µM TDZ + 1.0 µM NAA Tabel 17. Penambahan 0.05 µM TDZ tanpa tambahan
NAA atau dengan tambahan NAA menghasilkan rataan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain yang juga menghasilkan rataan jumlah tunas
yang tinggi. Efektivitas TDZ dan NAA dalam menginduksi tunas pada perbanyakan in vitro tergantung pada jenis tanaman, jenis eksplan dan konsentrasi
TDZ dan NAA yang digunakan.
52 Tabel 17. Rata-rata jumlah tunas eksplan dari media perlakuan TDZ dan NAA
pada 5 MST TDZ
µ M
Rata-rata Jumlah Tunas NAA
µ M
0.0 0.5
1.0 2.0
0.00 4.1fg
3.4g 7.3bcdefg
9.2abcd 0.05
3.9efg 12.8abc
7.0abcdef 9.9abcde
0.10 3.4defg
6.3abcde 10.9a
13.2ab 0.50
6.1abcdef 5.4abcdef
4.2defg 13.0abcde
1.00 5.7cdefg
6.4abcdef 4.5efg
9.3abcde 2.00
3.1efg 7.5abcdef
8.6abcdef 5.4bcdefg
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5.
Pada konsentrasi tinggi, selain penurunan jumlah tunas, morfologi tunas yang dihasilkan menunjukkan gejala tidak normal seperti tanaman yang berukuran
kecil, panjang dan lebar daun yang lebih kecil, daun agak keriting, mengalami penebalan dan agak rapuh sehingga mudah rusak. Selain itu, juga dihasilkan 5
tanaman varigata dari 3929 planlet atau sekitar 0.12 dari total planlet hasil perbanyakan menggunakan TDZ dan NAA. Bentuk varigata yang ditemukan
bervariasi seperti, adanya garis putih ditengah daun, garis putih di sisi daun atau seluruh permukaan daun berwarna putih atau albino Gambar 18. Ketidak
normalan tanaman ini juga pernah dilaporkan oleh Gribaudo dan Fronda 1991 pada tanaman anggur, penggunaan TDZ 0.1
µ M atau lebih menghasilkan tanaman
yang tidak normal, seperti gejala vitrifikasi suatu kondisi fisiologis in vitro yang menyebabkan disorganisasi seluler, bentuk daun yang memanjang, penyok
bentuk yang tidak beraturan, munculnya thocyanins, dan terjadinya penebalan pada daun. Nursandi 2005 melaporkan pada nenas kultivar Queen penggunaan
TDZ 0.23-0.46 µM menghasilkan variasi berupa tanaman varigata, roset, tanaman berdaun kecil dan kaku, tetapi variasi tersebut dapat hilang tanaman menjadi
normal kembali, seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Semakin tinggi konsentrasi TDZ yang digunakan, semakin banyak tanaman tidak normal yang
dihasilkan, dan juga TDZ memiliki efektivitas pada kisaran konsentrasi yang sempit Thomas dan Katterman 1986.
Rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan arah dari perkembangan kultur, apakah suatu kultur akan membentuk kalus atau tunas adventif Binns
1994; Wattimena et al. 1992. TDZ dilaporkan memiliki efektivitas yang tinggi
53 pada konsentrasi rendah Thomas dan Katterman 1986; Murthy et al. 1995
sehingga untuk induksi tunas adventif mungkin membutuhkan konsentrasi auksin NAA yang lebih tinggi agar rasio endogen auksinsitokinin seimbang dan tepat
untuk induksi tunas.
Gambar 18. Morfologi tunas pada perlakuan TDZ. [A] TDZ konsentrasi 1
µ M,
[B] TDZ konsentrasi 0.1 µ
M, [C] TDZ konsentrasi 0.1 µ
M dalam media MS0-2, [D-F] tunas tidak normal
4.2.2.2 Nodul
Semua kultur yang diberi tambahan TDZ mulai membentuk nodul pada 1 MST. TDZ, NAA dan interaksi TDZ dan NAA berpengaruh sangat nyata terhadap
pembentukan nodul. Interaksi TDZ dan NAA mengind uksi pembentukan nodul lebih banyak dibandingkan tanpa NAA. Jumlah nodul terti nggi diperoleh pada
perlakuan 2.00 µ
M TDZ + 2.00 µ
M NAA 40.7 noduleksplan, dan terendah pada 0.05
µ M TDZ + 1.0
µ M NAA 3.0 noduleksplan. Semakin tinggi
konsentrasi TDZ dan NAA semakin banyak jumlah nodul yang terbentuk. Pada semua taraf TDZ yang diberi tambahan 2.00
µ M NAA menghasilkan rataan nodul
yang lebih tinggi dibandingkan dua taraf NAA lainnya 0.50 µ
M dan 1.00 µ
M Tabel 18. Nodul pada nenas memiliki karakter yang sama dengan kalus, dimana
kalus dapat berproliferasi membentuk nodul baru dan beregenerasi menjadi tunas.
F B
C
E A
D
54 Nodul baru terbentuk dari nodul yang sudah tua dan sekitar 70 dari nodul dapat
membentuk tunas Teng 1997. Tabel 18. Rata-rata jumlah nodul eksplan dari media perlakuan TDZ dan NAA
pada 5 MST
TDZ µ
M Rata-rata Jumlah Nodul
NAA µ
M 0.0
0.5 1.0
2.0 0.00
0.0w 0.0x
2.3u 15.6j
0.05 1.7v
10.1p 3.0s
16.9g 0.10
2.4t 19.9e
12.3l 18.5h
0.50 10.5m
11.7o 11.7q
32.2b 1.00
19.2k 10.0n
16.6i 26.6c
2.00 8.7r
26.5d 24.2f
40.7a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5.
TDZ faktor tunggal tanpa NAA menghasilkan rataan jumlah tunas dan jumlah nodul yang lebih sedikit dibandingkan jika TDZ dikombinasikan dengan
NAA. Dari hasil tersebut terlihat TDZ dan NAA saling menguatkan dalam induksi nodul. Kombinasi sitokinin dan auksin merupakan faktor penting dalam
multiplikasi tunas, hal tersebut mungkin yang menyebabkan rendahnya tingkat multiplikasi yang dihasilkan pada perlakuan TDZ tanpa tambahan NAA.
Penggunaan TDZ pada konsentrasi rendah, pada kasus ini 0.05 µ
M dan 0.1 µ
M tanpa penambahan NAA dapat menginduksi tunas tanpa membentuk kalus, hal
serupa juga pernah dilaporkan pada tanaman chickpea Mondal et al. 1998 .
4.2.2.3 Proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul
Hasil analisis ragam proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul dari
perlakuan TDZ dan NAA pada 5 MST ditunjukkan pada Tabel 19. TDZ, NAA
dan interaksi keduanya sangat mempengaruhi proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul. Perlakuan 0.5
µ M NAA tanpa TDZ 100 membentuk tunas, tidak
berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan 1.0 µ
M NAA tanpa TDZ, 0.05 µ
M TDZ tanpa tambahan NAA atau dengan tambahan 0.5
µ M dan 1.0
µ M NAA, dan
perlakuan 0.10 µ
M TDZ tanpa NAA. Proporsi jumlah tunas terkecil diperoleh dari perlakuan 2.0
µ m TDZ + 2.0
µ M NAA dan tidak berbeda nyata dengan beberapa
55 perlakuan lainnya Tabel 20. Rata-rata proporsi jumlah tunas perlakuan TDZ
tanpa NAA lebih tinggi dibandingkan perlakuan TDZ yang dikombinasikan dengan NAA.
Tabel 19. Rekapitulasi hasil analisis ragam proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul dari perlakuan TDZ dan NAA pada 5 MST
Proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul Respon
TDZ NAA
TDZNAA
Keterangan : : berbeda sangat nyata a=1
Tabel 20. Proporsi jumlah tunas terhadap jumlah nodul dari perlakuan TDZ dan NAA pada 5 MST
TDZ µ
M Proporsi jumlah tunas
NAA µ
M 0.00
0.50 1.00
2.00 0.00
100 a 100 a
94.3 a 31.1 cdefg
0.05 78.3 ab
59.1 abcde 64.0 abc
27.4 defg 0.10
65.5 abcd 22.4 defg
38.4 cdefg 40.6 bcdefg
0.50 28.8 defg
28.7 defg 20.3 fg
26.8 cdefg 1.00
21.3 fg 27.4 efg
19.4 fg 21.8 efg
2.00 20.7 fg
18.0 fg 24.3 defg
9.7 g Rata-rata
52.4 42.6
43.4 26.2
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5.
Secara umum semakin besar konsentrasi TDZ dan NAA yang digunakan semakin kecil proporsi jumlah tunas yang dihasilkan, hal ini berarti semakin
banyak nodul yang terbentuk .
Dari penjelasan diatas terlihat TDZ dan NAA secara bersama-sama saling menguatkan terhadap pembentukan nodul. Seperti
terlihat pada Gambar 19, perlakuan 2.0 µ
M TDZ + 1.0 µ
M NAA menghasilkan proporsi jumlah nodul yang lebih banyak daripada tunas, sedangkan pada
konsentrasi rendah 0.05 µ
M TDZ jumlah tunas yang dihasilkan lebih banyak daripada jumlah nodul.
56 Gambar 19. Morfologi eksplan hasil perlakuan TDZ. [A] proporsi tunas lebih
banyak daripada nodul, [B] proporsi nodul lebih banyak dari pada tunas, [C] proporsi tunas dan nodul hampir sama
4.2.3 Pengaruh perlakuan TDZ dan NAA dalam media MS0