39
Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat.
Pengerutan otot
menyebabkan daya
elastisitas otot
berkurang Margatan, 1996.  Proses  menjadi  tua  disertai  kurangnya  kemampuan  kerja  oleh
karena  perubahan-perubahan  pada  alat  tubuh,  sistem  kardiovaskular,  hormonal Suma‟mur, 1996.
2.4.2 Jenis Kelamin
Menurut Hungu 2007 jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan  laki-laki  secara  biologis  sejak  seseorang  lahir.  Teori  menurut  Silaban
2008  mengatakan  bahwa  perempuan  hanya  mempunyai  kekuatan  fisik  23  dari kemampuan  fisik  atau  kekuatan  otot  laki-laki.  Laki-laki  lebih  tahan  terhadap
kelelahan  dibandingkan  pada  perempuan.  Tetapi  dalam  beberapa  wanita  lebih teliti  dan  fleksibel  dalam  melakukan  pekerjaannya.  Prevalensi  kelelahan  pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di masyarakat maupun di klinik. Laki-laki  dan  wanita  berbeda  dalam  hal  kemampuan  fisiknya  serta
kekuatan kerja ototnya. Menurut pengalaman ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan
kultural  Depnaker,  1993.  Pria  dan  wanita  berbeda  dalam  kemampuan  fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran tubuh dan
kekuatan otot
dari wanita
relatif kurang jika dibandingkan pria.
Kemudian pada saat wanita sedang haid yang tidak normal,  maka  akan  dirasakan sakit sehingga akan lebih cepat lelah
Suma’mur,1996.
40
2.4.3 Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di  suatu  unit  usahakegiatan.  Pekerjaan  dengan  beban  kerja  dalam  kurun  waktu
tertentu akan mengakibatkan berkurangnnya kinerja otot. Beban kerja yang tinggi dan  terakumulasi  dalam  kurun  waktu  yang  lama  akan  menimbulkan  penurunan
kesehatan  yang  dapat  menyebabkan  kelelahan  klinis  atau  kronik.  Perasaan  lelah pada  keadaan  ini  biasanya  muncul  pada  saat  bangun  pagi,  misalnya  berupa
perasaan kebencian yang bersumber dari emosional.
2.4.4 Tingkat Keparahan Penyakit
Tingkat  keparahan  penyakit  adalah  istilah  untuk  menggambarkan  sejauh mana  kerusakan  jaringan  pada  tubuh  yang  diakibatkan  oleh  autoimun  abnormal
pada pasien SLE. Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama  menyangkut  obat  yang  akan  diberikan,  berapa  dosis,  lama  pemberian
dan pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang  dilakukan  untuk  memperkecil  berbagai  kemungkinan  kesalahan  adalah
dengan  ditetapkannya  gambaran  tingkat  keparahan  SLE.  Penyakit  SLE  dapat
dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa Tutuncu, 2007. Kriteria SLE menurut Tutuncu 2007 :
Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah 1.  Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
2.  Fungsi  organ  normal  atau  stabil,  yaitu:  ginjal,  paru,  jantung, gastrointestinal,  susunan  saraf  pusat,  sendi,  hematologi  dan  kulit.  Contoh
SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.
41
3.  Nefritis ringan sampai sedang  Lupus nefritis kelas I dan II 4.  Trombositopenia trombosit 20-50x103mm3
5.  Serositis mayor Penyakit  SLE  berat  atau  mengancam  nyawa  apabila  ditemukan  keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu Wicaksono, 2012: 1.  Jantung:  endokarditis  Libman-Sacks,  vaskulitis  arteri  koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna. 2.  Paru-paru:  hipertensi  pulmonal,  perdarahan  paru,  pneumonitis,  emboli
paru, infark paru,  ibrosis interstisial, shrinking lung. 3.  Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
4.  Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous. 5.  Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh blister.
6.  Neurologi:  kejang,  acute  confusional  state,  koma,  stroke,  mielopati transversa,  mononeuritis,  polineuritis,  neuritis  optik,  psikosis,  sindroma
demielinasi. 7.  Hematologi:  anemia  hemolitik,  neutropenia  leukosit  1.000mm3,
trombositopenia    20.000mm3  ,  purpura  trombotik  trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
Penilaian Tingkat Keparahan Penyakit SLE
Perjalanan  penyakit  SLE  yang  ditandai  dengan  eksaserbasi  dan  remisi, memerlukan pemantauan yang ketat akan aktivitas penyakitnya. Evaluasi aktivitas
penyakit  ini  berguna  sebagai  panduan  dalam  pemberian  terapi.  Indeks  untuk
42
menilai  tingkat  keparahan  penyakit  pada  pasien  SLE  yaitu  seperti  SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score Wicaksono, 2012.
Pada  penelitian  ini,  peneliti  menggunakan  MEX-SLEDAI  untuk  menilai tingkat keparahan penyakit SLE seperti pada penelitian terdahulu yang digunakan
oleh Wicaksono Utomo 2012 tentang hubungan antara aktivitas penyakit dengan status  kesehatan  pasien  SLE.  Kelebihan  MEX-SLEDAI  dengan  pengukuran
tingkat  keparahan  yang  lain  yaitu  MEX-SLEDAI  lebih  mudah  diterapkan  pada pusat kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas laboratorium canggih.
Menurut  kriteria  MEX- SLEDAI, pasien yang memiliki skor ≤5 memiliki tingkat
keparahan penyakit SLE ringan. Terakhir, pasien yang memiliki skor 5 memiliki tingkat keparahan penyakit SLE berat.
2.4.5 Aktivitas Fisik