Hasil Penelitian Karakteristik Partisipan Pengalaman orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan

40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal pada anak usia sekolah di Lingkungan III Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema analisa data penelitian.

2. Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang. Kedelapan partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk di wawancarai. Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua ibu yang memiliki anak usia sekolah, komunikatif, dan bersedia menjadi partisipan. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini meliputi usia, suku, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Dari kedelapan partisipan dalam penelitian ini mayoritas partisipan dewasa awal n=6, 75, berasal dari suku Jawa n=6, 75, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama SMP n=6, 75, dan dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga n=6, 75. Data demografi partisipan dapat dilihat pada table 4.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan Karakteristik Frekuensi Persentase Usia Dewasa awal 6 75 Dewasa menengah 2 25 Dewasa akhir - - Suku Jawa 6 75 Batak Toba 1 12,5 Mandailing 1 12,5 Pendidikan terakhir SMP 6 75 SD 2 25 Pekerjaan Wiraswasta 1 12,5 Pembantu Rumah Tangga 1 12,5 IRT 6 75

3. Pengalaman orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan

verbal pada anak usia sekolah di Lingkungan III Kelurahan Padang Bulan Selayang II Hasil penelitian ini mendapatkan 5 tema terkait pengalaman orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal pada anak usia sekolah di Lingkungan III Kelurahan Padang Bulan Selayang II meliputi 1 Pendapat orang tua mengenai hukuman fisik dan kekerasan verbal, 2 Tindakan orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal, 3 Penyebab orang tua memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal, 4 Dampak dari hukuman fisik dan kekerasan verbal, dan 5 Harapan orang tua setelah memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal. Matriks tema dapat dilihat pada tabel 4.2. 3.1 Pendapat orang tua mengenai hukuman fisik dan kekerasan verbal Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisa data didapatkan 4 pendapat mengenai hukuman fisik dan 2 pendapat mengenai kekerasan verbal. Pendapat mengenai hukuman fisik yaitu 1 hukuman fisik memberi motivasi, 2 hukuman fisik sebagai konsekuensi, 3 hukuman fisik untuk mengubah perilaku, dan 4 hukuman fisik sebagai keputusan akkhir. Adapun pendapat mengenai kekerasan verbal yaitu 1 kekerasan verbal sebagai konsekuensi, dan 2 kekerasan verbal untuk mendidik. 3.1.1 Hukuman Fisik 1. Hukuman fisik memberi motivasi Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa hukuman fisik memberi motivasi untuk anak supaya menghindari kesalahan yang sama. Motivasi tersebut seperti membuat anak ingat, mengerti, jera, dan tidak mengulangi lagi kesalahan. Motivasi lain supaya anak berubah dan bisa jadi pelajaran A. Hukuman fisik membuat anak ingat, mengerti, jera, dan tidak mengulangi lagi kesalahan Beberapa partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa hukuman fisik bisa membuat anak ingat, mengerti, jera, dan tidak mengulangi lagi kesalahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut : “Dicubitlah, supaya dia jera, supaya dia ingat kesalahan dia itu kapan-kapan, dicubit aja karna rasa sakit itu membuat dia ingat” Partisipan 1 “Dipukul Cuma jangan terlalu keras supaya dia mengingat perbuatannya dan tidak diulangi lagi” Partisipan 2 B. Hukuman fisik supaya anak berubah dan jadi pelajaran Universitas Sumatera Utara Hukuman fisik yang diberikan merupakan pelajaran untuk anak supaya berubah. Hal ini sesuai dengan pernyatan partisipan sebagai berikut: “Dijewer, dicubit bisa buat dia ingat, buat dia takut, jera gitulah. Supaya ngasih pelajaran ke dia, supaya dia inget dan nggak buat lagi” Partisipan 8 2. Konsekuensi Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan setuju melakukan hukuman fisik sebagai konsekuensi. Konsekuensi yang dimaksud disini adalah anak diberi hukuman fisik karena anak nakal. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Kalau anak bandel terlalu bandel kita apai aja dulu, lembuti aja dulu jangan dikasari. Kalau anak ini tetap bandel kita kasih cubit aja, supaya anak ini mengerti. Saya setuju dengan hukuman fisik karena anak tadi bandel ya” Partisipan 1 “Kalau menurut saya untuk memukul fisik itu ya seperti saya memukul pantat itu ya sekedar aja. Menurut saya sah-sah aja dipukul cuma jangan terlalu keras supaya dia mengingat perbuatannya. Pukul pantat itu perlu kalau anak terlalu bandel” Partisipan 2 “Saya setuju hukuman fisik karena tergantung pada bandel anak kalau udah kelewatan kali. Kalau udah kelewatan gitu kan kita udah palak kita mukul” Partisipan 7 “Kalau anak bandel ya nggak apa-apa lah, kalau emang udah bandel kali dia nggak mungkin mendengarkan lagi apa kata orang tua, ya itu perlu juga sih memang kita pukul atau kita kerasin sikit lah gitu” Partisipan 4 Universitas Sumatera Utara 3. Mengubah perilaku Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan hukuman fisik bisa mengubah perilaku anak. Mengubah perilaku disini yaitu perilaku anak akan berubah setelah menerima hukuman fisik, serta anak menjadi patuh dan mengerti. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Menurut saya sah-sah aja dipukul cuma jangan terlalu keras supaya dia mengingat perbuatannya dan tidak diulangi lagi” Partisipan 2 “Kalau udah kenak pukul baru dia dirumah, baru dia ngerti. Kalau dibilangi pelan-pelan nggak dengar kupingnya. Kalau kita panggil dengan omongannya aja nggak ngerti anak itu. Manjur juga hukuman gini, ngerti dia gitu loh. Cuman kalau kita ngomong mulut aja dia nggak ngerti, kalau kita cubit baru dia ngerti” Partisipan 6 “Kalau dinasehati bagus-bagus pun nggak mempan, nggak didengarkannya. Kalau bendel dia kita cubit, kita pukul biar dengar maksudnya, biar nggak bandel lagi gitu” Partisipan 7 4. Keputusan akhir Beberapa partisipan memberikan hukuman fisik sebagai keputusan akhir karena tidak ada perubahan setelah dilakukan penanggulangan secara positif. Ketika anak tidak mendengarkan nasehat lagi partisipan akan memberi hukuman fisik. Hal ini sejalan dengan pernyatan partisipan sebagai berikut: “kalau udah nggak bisa dibilangin, tapi jangan terlalu keras, untuk pelajaran dia aja supaya nggak diulangi lagi. Perlu memang dilakukan kalau memang terpaksa” Partisipan 3 Universitas Sumatera Utara “Dicubit atau dipukul itu kan umpamanya dia bandel kali nggak mendengarkan orang tua lagi” Partisipan 4 “Ya tengok anaknya kalau memang nggak bisa dibilangin ya harus dilakukan juga hukuman fisik. Tapi kalau misalnya masih digertak aja masih takut dia yaudah kita gertak aja supaya dia takut” Partisipan 8 3.1.2 Kekerasan Verbal 1. Kekerasan verbal sebagai konsekuensi Kekerasan verbal diberikan sebagai konsekuensi dan dianggap perlu untuk anak yang nakal. Hal ini sesuai dengan pernyataan partipan sebagai berikut: “Membentak ajalah, cuman bilang anjing gitu ajalah. Setuju saya karena anak bandel. Kalau anak bandel ya perlu dilakukan” Partisipan 5 “Memang ada saya bentak “jangan gitu”. Dibilang gitu kan wajar sama anak kita, kalau nggak kita bentak pun anak kita terus merajalela ya kan” Partisipan 1 2. Mengubah perilaku Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan kekerasan verbal bisa merubah perilaku anak. Merubah perilaku disini yaitu perilaku anak akan berubah setelah menerima kekerasan verbal, serta anak menjadi patuh dan mengerti. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Supaya anak itu nggak bandel lagi, nggak melawan lagi sama orang tuanya. Perlu dibentak anak, kalau nggak kita bentak pun Universitas Sumatera Utara anak merajalela, melunjaklah dia, memang kesalahan dia ya perlu kita bentak” Partisipam 1 “Supaya ngerti aja dia. Umpanyalah ntah kita suruh mandi dijawabnya nanti mak tunggu, baru kita marahi supaya tau dia kesalahannya. Dia akan mikir, “oh iya aku disuruh mandi tadi kok nggak mau aku makanya mamakku marah”. Biar sadar dia. Lembek aja dia nggak akan di dengar” Partisipan 3 “Biar nggak main warnet. Supaya anak ini ada takutnya sama orang tua, biar ada segan gitu. Kalau nggak gitu kita pun bisa dilawannya” Partisipan 7 3.2 Tindakan orang tua dalam memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal Berdasarkan hasil analisa data didapatkan tiga tindakan orang tua dalam memberikan hukuman, yaitu hukuman fisik, kekerasan verbal, dan hukuman fisik dan kekerasan verbal yang diberikan secara bersamaan. Tindakan yang dilakukan dalam memberi hukuman fisik ada tiga yaitu memukul, mencubit, dan menjewer telinga. Adapun tindakan yang dilakukan dalam kekerasan verbal ada dua, yaitu meneriaki dan memaki. Meneriaki yang dimaksud disini adalah ibu membentak anak. 3.2.1 Tindakan untuk hukuman fisik 1. Memukul Beberapa partisipan memukul anaknya yang nakal. Sebagian dari mereka mengatakan memukul sekedar saja tidak sampai melukai anak. Ada yang Universitas Sumatera Utara memukul dengan menggunakan alat seperti sandal dan ada yang memukul tanpa menggunakan alat. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Seperti saya memukul pantat itu ya sekedar aja jangan terlalu keras dan jangan terlalu apalah ibaratnya jangan memakai alat yang keras-keras lah gitu, paling pakek tangan aja pukul pantatnya” Partisipan 2 “Memukul ntah dengan tangan. Kalau dengan benda paling pakek selop aja dipukul kakinya. Kadang dia buat malu gini, “mak makan mak”, kubilang ambil sendiri, dijawabnya “mamak yang ambil”, kubentaknya gitu. Aku nggak suka dia kek gitu masak orang tua yang disuruh, yaudah kucubit” Partisipan 5 “Kalau nggak bisa dibilangin. Digertak pun dia nggak takut, nggak dengar-nggak dengar kau apa kata mamak, mamak nggak main-main, baru saya pukul. Paling dipukul pantatnya atau dicubit pahanya” Partisipan 8 2. Mencubit Sebagian partisipan mencubit anaknya ketika melakukan kesalahan. Namun ada batasan dalam mencubit yaitu jangan sampai anak terluka. Mencubit juga dianggap sebagai pelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Kasih aja pelajaran cubit sikit asal jangan luka. Karena disuruh mandi payah, ya itu dia kalau dibilangin nggak mau dengar. Kadang anak ini kan ada bandel-bandelnya, ada merengkel-merengkelnya ya kan” Partisipan 3 “Dicubitlah anak bandel. Kalau anak nggak bandel ngapain dicubit. Dicubit supaya dia nggak ngulangi kesalahannya itu, Universitas Sumatera Utara supaya dia berpikir itu salah. Dengan mencubti bisa membuat dia sadar” Partisipan 1 “Kalau dia bandel seumpama lah dia nggak mau belajar, ya kita bilang aja sama dia kalau nggak mau belajar yaudah biar mamak apain aja, mamak cubit aja ya. Dia takut padahal cuma menggertak saja gitu. Ya nggak jadi saya cubit kalau dia mau belajar, buat gertak aja. Tapi kalau dia nggak mau belajar baru saya cubit. Paling dipukul pantatnya atau dicubit pahanya” Partisipan 8 3. Menjewer telinga Dalam memberi hukuman fisik ada dua partisipan yang menjewer telinga anaknya. Salah satu diantara mereka berdua mengatakan bahwa menjewer karena anak tidak mendengarkan orang tua. Ini sesuai dengan pernyataan tindakan yang dilakukan partisipan sebagai berikut: “Dijewer, dicubit, dipukul kakinya biar nggak liar. Kita ngomong jangan main-main, pulang sekolah pulang kerumah kan bagus kita ngomong ini kan. Jangan berkeliaran takut sekarang apalagi dekat jalan situ dekat jalan besar.” Partisipan 7 “Kan kita nggak boleh langsung-langsung, kalau nggak dengar dia barulah kita jewer kupingnya” Partisipan 8 Universitas Sumatera Utara 3.2.2 Tindakan dalam kekerasan verbal 1. Meneriaki Seluruh partisipan mengatakan pernah meneriaki anaknya dengan cara membentak ketika anak berbuat salah. Sebagian pertisipan mengatakan alasan meneriaki karena anak tidak bisa dibilangi dengan lembut. Ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Kalau kekerasan dengan kata-kata ya membentak. Kalau dia melawan saya bentak. Kadang-kadang diam saya nggak tau mau apain anak gimana lagi, ngadepin anak gitu jadi saya diam dulu berpikir. Karena apa, kadang-kadang kita menghadapi anak ini mau stres kita. Partisipan 1 “Dibentak ajalah paling, “bandel kali kau nggak bisa dibilangin”. Dibentak perlu dilakukan” Partisipan 3 “Oh itu sering kalau membentak. Sebenarnya membentak- bentak itu ya kadang-kadang kan kita dalam keadaan emosi ntah kek mana kan mamak ini silap juga kan. Kita bentak juga, ntah pun kita udah capek, nengok dia ntah kek mana piring ditaroknya pun nggak bisa beres jadi keluarlah kata-kata itu tadi yang kadang-kadang tidak diinginkan” Partisipan 4 “ “Awas kamu tak kasih uang jajan kalau berkeliaran, “kurang ajar kamu”, “nggak tau kamu dibilangin bagus-bagus nggak denger”. Gitu aja, dibentak biar tegas” Partisipan 7 Universitas Sumatera Utara 2. Memaki Diantara kedelapan partisipan ada dua partisipan yang memaki anaknya dalam meberi hukuman dengan kekerasan verbal. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Disitulah keluar cakap yang nggak diinginkan itu, yang nggak perlu diucaplah. Itu karna udah geram kali nengok dia, cuma sekali itulah saya maki” Partisipan 4 “Ku makilah “anjing kau ya, pulang kau masuk kamar kau”. Ku kurung dia dikamar, udah habis marahku keluar lagi dia, mana ada takutnya. Kalau aku lagi marah nggak keluar dia, kalau udah ilang marahku keluar dia. Sama bapaknyalah dia takut” Partisipan 5 3.2.3 Hukuman fisik dan kekerasan verbal yang diberikan secara bersamaan Ketika memberi hukuman kepada anak ada sebagian partisipan yang memberi hukuman fisik dan kekerasan verbal secara bersamaan. Memukul sambil meneriaki akan membuat anak takut. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Saya pukul sambil marah-marah, akhirnya maju tangan mulutpun ngomel. Merepet juga lah kan. Dia udah tau macem mana mamaknya mukul” Partisipan 3 “Saya memukul sambil membentak. Biar ada suara keras jadi takut dia. Kalau hanya lembek aja ya nggak takut lah anak- anak” Partisipan 8 Universitas Sumatera Utara “Saya pukul pantatnya sambil marah-marahlah bilangin bahwasanya jangan ngulangin perbuatan itu lagi gitu, “jangan kau ikuti yang nggak bener”, gitu” Partisipan 2 3.3 Penyebab orang tua memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal Berdasarkan hasil analisa data didapat dua penyebab orang tua memberi hukuman fisik dan kekerasan verbal yaitu anak melakukan kesalahan atau pelanggaran dan penyebab dari ibu. 3.3.1 Penyebab orang tua memberi hukuman fisik 1. Anak melakukan kesalahan atau pelanggaran Penyebab orang tua memberi hukuman fisik sangat dipengaruhi oleh anak. Menurut partisipan anak melakukan kesalahan-kesalahan yang memang harus dihukum seperti tidak patuh, tidak disiplin, dan melawan orang tua A. Tidak patuh Partisipan akan memberi hukuman fisik ketika anak tidak patuh terhadap orang tua. Tidak patuh disini maksudnya anak tidak mau mendengarkan atau memenuhi panggilan orang tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Ya kalau dipanggil nggak mau datang, disuruh makan nggak mau, “ntah apalah nanti mamak datangi mamak pukul”. Akhirnya saya pukul, nah gitulah” Partisipan 3 “Kalau nggak bisa dibilangin. Digertak pun dia nggak takut. “nggak dengar, nggak dengar kau apa kata mamak?, mamak Universitas Sumatera Utara nggak main-main”, baru saya pukul. Kalau udah dibentak nggak denger baru main tangan” Partisipan 8 B. Tidak disiplin Penyebab lain partisipan memberi hukuman fisik pada anak karena anak tidak disiplin. Tidak disiplin yang dimaksud disini seperti anak lupa waktu, tidak mau belajar, dan tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Pulang sekolah nggak langsung pulang, main-main dulu baru pulang. Itulah anakku, nggak kakaknya nggak adeknya pulang sekolah nggak tepat waktu. Main-main, jadi pas pulang saya pukul di kaki, kadang dicubit, dijewer. Bandel nggak bisa dibilang, palak ya kan mamaknya dirumah. Dia juga malas belajar” Partisipan 7 “Kalau diluar gitu nggak ingat waktu pulang, lama pulang kadang udah mau magrib baru pulang baru cepat-cepat mandi mau solat. Kalau udah main-main sama kawannya lupa pulang dia. Partisipan 6 “Karena bandel, suka nggak mau ngerjain PR, nggak mau belajar terus suka ngejein abangnya itulah tak cubitlah” Partisipan 5 C. Melawan orang tua Melawan orang tua juga menjadi salah satu penyebab partisipan memberi hukuman fisik pada anak. Melawan orang tua yang dimaksud disini seperti anak Universitas Sumatera Utara menjawab perkataan orang tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Melawan orang tua, contohnya kalau kita suruh menjawab aja, melawan aja, ah yang inilah yang itulah, gitulah pokoknya melawan. Saya larang ke warnet tapi melawan” Partisipan 2 “Karena nggak bisa dibilangin pakek mulut, dia ngelawan, ya gitu aja. Kadang anak itu kan kalau kita bilangin kan bandel, dia nggak bisa dibilangin akhirnya tangan juga yang jalan ya kan. Baru dia tau kan gitu” Partisipan 3 D. Penyebab dari ibu Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa memberi hukuman fisik juga dipengaruhi oleh ibu sendiri. Penyebab dari ibu seperti ibu lelah dan emosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Kan kita nggak boleh langsung-langsung, kalau nggak dengar dia barulah kita jewer kupingnya. Supaya dia ngerti jadi nggak akan diulangi lagi lah. Kadang memukul karena faktor capek saya juga iya, faktor dia bandel nggak bisa dibilangin pun iya” Partisipan 8 “Sebenarnya bukan kemauan saya juga memukul, cuma karna udah emosi nggak bisa diapain dia pun bandel. Tau lah kalau orang tua langsung silap sih” Partisipan 6 3.3.2 Penyebab orang tua memberikan kekerasan verbal 1. Anak melakukan kesalahan atau pelanggaran Universitas Sumatera Utara Beberapa partisipan mengatakan memberi kekerasan verbal karena anak melakukan beberapa kesalahan seperti anak tidak patuh dan tidak disiplin. A. Tidak patuh Orang tua memberikan hukuman dengan kekerasan verbal kepada anak karena anak tidak patuh. Tidak patuh yang dimaksud disini seperti anak nakal, tidak mendengarkan apa kata orang tua dan tidak bisa menjadi seperti yang diinginkan orang tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagi berikut: “Umpanya lah ntah kita suruh mandi dijawabnya “nanti mak tunggu”, baru kita marahi supaya tau dia kesalahannya” Partisipan 3 “Disuruh mandi, disuruh belajar, disuruh makan payah, main kartu aja. saya bentak keras aja karna nggak mau dengar” Partispan 8 “Jadi kalau umpanya kek gini lah, mamaknya udah capek gitukan pas pigi tadi udah beres rumah, tau-taunya udah berserak lagi rumah, paling kita bilang “kau ini kurang ajar kali ya masak kek gini mamaknya udah capek dibantu kenapa”” Partisipan 4 “karna dia bandel, kalau nggak bandel nggak awak maki. Yang bikin aku emosi kali dia suka mukuli perempuan. Suka menjahili perempuan dia. Kadang kalau diganggunya perempuan kumarahi dia ketawa aja. dijawabnya gini orang main-main kok mak” Partisipan 5 B. Tidak disiplin Memberi hukuman dengan kekerasan verbal karena anak tidak disiplin disini seperti anak tidak tepat waktu. Hal ini sesuai dengan pernyatan partisipan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara “Ya kalau umpanya mau pigi sekolah dia payah mebanguninya. Ya wajar awak bentak ya kan” Partisipan 4 2. Penyebab dari ibu Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa memberi hukuman dengan kekerasan verbal juga dipengaruhi oleh ibu sendiri. Penyebab dari ibu seperti ibu lelah dan emosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Karena anak bandel, karena emosi saya pun iya. Anak dulu sama anak-anak sekarang lebih parah anak-anak sekarang kayaknya. Makanya cocok dikasih hukuman seperti itu karena dia bandel, dulu aja saya nggak tahu warnet, ini masih kecil aja udah ke warnet dia” Partisipan 2 “Pengaruh lah dek. Kita pulang udah capek kali trus tiba-tiba anaknya kadang nonton, adeknya belum dikasih makan. “kau perutmu aja kau urus ya adek mu nggak kau urus”, gitu ajalah keluar” Partisipan 4 “Kalau anak ini bandel kadang kita capek, kenaknya ke anak. Kalau dia bandel aku jadi palak apalagi tensi tinggi langsung emosi lah, lagi capek. Partisipan 7 3.4 Dampak hukuman fisik dan kekerasan verbal untuk anak Berdasarkan hasil analisa data didapat dua dampak hukuman fisik dan kekerasan verbal untuk anak, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Universitas Sumatera Utara 1. Dampak Positif Hukuman fisik dan kekerasan verbal berdampak positif untuk anak. Dampak positif untuk anak yang dikatakan oleh beberapa partisipan adalah anak tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Ya berubahnya nggak sekaligus gitu lah, masih apa juga cuman nanti kalau dia lama-lama diapain pun kadang anak- anak ini kalau disuruh pun udah cepet gitu. Kalau dimarahi satu dua hari nggak cepet berubahnya, lama apanya. Tapi nanti kalau udah sering kenak repet baru berubah” Partisipan 3 “Sampe sekarang kutengok anakku nggak kenapa-kenapa kok, nggak bandel. Masih nurut sama orang tua” Partisipan 4 2. Dampak negatif Selain berdampak positif, hukuman fisik dan kekerasan verbal juga berdampak negatif untuk anak. Adapun dampak negatifnya adalah anak menangis dan tidak berubah setelah diberi hukuman tersebut. A. Anak menangis Dampak negatif untuk anak ketika diberi hukuman adalah anak menangis. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Biasa sakit rasanya ya nangis namanya anak-anak, asal jangan dipukul anak tadi, dipukul kuat nggak boleh, dicubit dulu. Dicubit supaya dia nggak ngulangi lagi kesalahannya itu, supa berpikir itu salah” Partisipan 1 Universitas Sumatera Utara “Nangis, ngadulah sama budenya, aku dicubit mamak katanya. Orang nggak bisa dibilangin, udah tahu capek mamaknya. Kalau besoknya bandel lagi ya dibilang gitu lagi lah, cuma agak berkurang bandelnya, kita pun marahnya agak berkurang” Partisipan 8 B. Anak tidak berubah Dampak negatif lain setelah diberi hukuman fisik dan kekerasan verbal anak tidak berubah. Anak masih saja melakukan kesalahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Dia tetap bandel juga. Dengan apapun kubikin pun tetap juga bandel. Bandelnya nggak mau jaga adeknya, pulang sekolah nggak langsung pulang tapi ke warnet. Itu aku nggak suka nengok dia” Partisipan 5 “Bandel juga, masih bandel anak saya, cuma itulah sabarlah kita menghadapi anak tadi, kek mana lagi mau kita bilang ya kan, sabarlah kita menghadapi anak, namanya anak kita ya kan” Partisipan 1 “Itulah karna nggak dengar, iya dibuatnya lagi. Ini aja karna nggak sekolah tadi, kubilang jangan kamu keluar ya kalau keluar tak pukul nanti kakinya makanya nggak keluar dia Partisipan 7 3.5 Harapan setelah memberi hukuman fisik dan kekerasan verbal Berdasarkan hasil analisa data didapat dua harapan partisipan setelah memberi hukuman fisik dan kekerasan verbal. Harapan yang pertama adalah anak menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan negatif. Adapaun harapan Universitas Sumatera Utara yang kedua adalah supaya anak mengerti dan tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 1. Anak menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan negatif Setelah diberi hukuman fisik dan kekerasan verbal partisipan berharap anaknya menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan negatif lagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Harapan saya ya supaya anak itu jera, jangan melakukan gitu lagi, supaya dia bagus, ngerti apa kata orang tuanya, itu aja harapannya saya supaya bagus anak ini” Partisipan 1 “Harapan saya kalau bisa ya jangan diulangi lagi lah yang jelek-jelek lah gitu, jangan lagi diulangi perbuatan-perbuatan salah yang pernah dia lakukan” Partisipan 2 “Biar lebih baik lagi. Biar dia tau apa yang disuruh orang tua nggak mungkin menjerumuskan, semuanya baik” Partisipan3 2. Anak mengerti dan tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan Beberapa partisipan menyatakan harapannya supaya anak mengerti dan tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan setelah diberi hukuman fisik dan kekerasan verbal. Mengerti disini maksudnya anak mengerti kalau orang tua mau yang terbaik untuk anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut: “Untuk kebaikan dia supaya dia ngerti aja. Kadang anak-anak ini gitu sih, susah dibilangin. Supaya dia tahu, nggak ngulangi lagi. Supaya dia tahu nanti aku buat salah dimarahi mamakku” Partisipan 3 Universitas Sumatera Utara “Supaya dia ngerti nanti kalau udah besar dia. Oh supaya beginilah pekerjaan dia. Dia tau mana yang pantang, oh ini nggak boleh dilakukan, oh ini kek gini, kan gitu” Partisipan 6 “Biar anak ini ngerti lah dia mau orang tua mana yang bagus mana yang jelek kan gitu. Supaya berubah. Biar ngerti namanya tinggal disini kek mana, takut kadang.” Partisipan 7 Universitas Sumatera Utara TABEL 4.2 Matriks Tema Pengalaman Orang Tua dalam Memberikan Hukuman Fisik dan Kekerasan Verbal Pada Anak Usia Sekolah di Lingkungan III Kelurahan Padang Bulan Selayang II No Tema 1: Pendapat 1 Sub Tema: 1. Motivasi 2. Konsekuensi 3. Mengubah perilaku 4. Tindakan akhir Kategori: a. Anak ingat, mengerti, jera dan tidak mengulangi lagi kesalahan b. Anak berubah dan jadi pelajaran a. Hukuman fisik diberikan karena anak nakal dan perlu dilakukan b. Kekerasan verbal diberikan sebagai konsekuensi dan dianggap perlu untuk anak yang nakal a. Setelah menerima hukuman fisik anak menjadi patuh dan mengerti b. Setelah menerima kekerasan verbal anak menjadi patuh dan mengerti a. Tidak ada perubahan setelah dilakukan penanggulangan secara positif Tema 2: Tindakan 2 Sub Tema: 1. Hukuman Fisik Kategori a. Memukul b. Mencubit c. Menjewer telinga a. Meneriaki b. Memaki Universitas Sumatera Utara Sambungan tabel 2. Kekerasan Verbal 3. Hukuman fisik dan kekerasan verbal diberikan bersamaan a. Memukul sambil meneriaki Tema 3: Penyebab 3 Sub Tema: 1. Anak melakukan kesalahan atau pelanggaran 2. Penyebab dari ibu Kategori a. Tidak patuh b. Tidak disiplin c. Melawan orang tua a. Ibu lelah dan emosi Tema 4: Dampak 4 Sub Tema: 1. Dampak positif 2. Dampak negatif Kategori a. Anak tidak lagi mengulangi lagi perbuatannya a. Anak menangis b. Anak tetap mengulangi perbuatannya Tema 5: Harapan orang tua setelah memberikan hukuman fisik dan kekerasan verbal 5 Sub Tema: 1. Anak menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan negatif 2. Anak mengerti dan tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan Kategori a. Anak berubah a. Anak mengerti Universitas Sumatera Utara

4. Pembahasan