13
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pengumpulan data dilapangan dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2004 dan bulan Juni 2005, yang bertempat di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang provinsi
Banten. Secara geografis, wilayah Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 06 00’ –
06 20’ LS dan 106
20’ – 106 43’ BT.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1 Satu unit perahu motor;
2 Bubu lipat dua pintu sebanyak 10 buah; 3 Bubu lipat tiga pintu sebanyak 10 buah;
4 Alat pengukur panjang berupa penggaris, dengan skala terkecil 1mm; 5 Alat pengukur berat berupa timbangan, dengan skala terkecil 1gram;
6 Kameraalat dokumentasi; 7 Alat penentu posisi GPS Garmin;
8 Alat pengukur salinitas Refraktometer; 9 Alat pengukur suhu Termometer;
10 Bahan yang digunakan adalah umpan ikan kurisibetet dan es curah.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan experimental fishing, yaitu uji coba penangkapan rajungan dengan menggunakan dua macam bubu yang memiliki konstruksi berbeda, yaitu bubu
lipat dua pintu dan tiga pintu. Jumlah ulangan setting yang dilakukan selama penelitian adalah 6 kali pada bulan Juli – Agustus 2004 dan 6 kali pada bulan Juni 2005.
Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan pengamatan langsung dilapangan, yaitu mengikuti trip
operasi penangkapan menggunakan alat tangkap bubu, untuk mengetahui cara pengoperasian. Bubu yang digunakan adalah bubu lipat dua pintu dan bubu lipat tiga
pintu, yang masing-masing berjumlah 10 buah. Posisi bubu dalam pengoperasian adalah:
14 a Pelampung tanda pertama yang diikatkan pada tali utama
b 10 buah bubu lipat dua pintu yang diikatkan pada tali cabang dan disambungkan ke tali utama,
c 10 buah bubu lipat tiga pintu yang diikatkan pada tali cabang dan disambungkan ke tali utama, dan
d pelampung tanda terakhir yang diikatkan pada tali utama. Selain dari pengamatan langsung, data primer juga didapatkan dari wawancara
beberapa nelayan bubu. Pengambilan data primer sebagai data penunjang antara lain data oseanografi dan biologi perairan, yang berupa kondisi dasar perairan, kedalaman
perairan, suhu dan salinitas. Data sekunder yang diperoleh dari instansi dan lembaga terkait, berupa data tentang
keadaan umum daerah penelitian dan perikanan tangkap, juga data tentang keadaan umum usaha penangkapan ikan, terutama yang berkaitan dengan perikanan bubu.
3.3.1 Alat Tangkap Bubu
Tali utama main line pada kedua jenis alat tangkap bubu terbuat dari bahan Polyethylene
PE multifilament warna hijau dengan diameter 5 mm dan panjang lebih dari 300 m.
Tali cabang branch line yang digunakan memiliki panjang 20 m, yang terbuat dari bahan Polyethylene PE multifilament dengan diameter 3 mm. Jarak antara tali cabang
yang satu dengan yang lain adalah 15 m. Pelampung tanda yang dipakai berjumlah dua buah, yang diletakkan diujung tali
utama dan diakhir tali utama. dan terbuat dari plastik berwarna putih. Bahan tali yang digunakan pada pelampung tanda sama dengan bahan tali utama. Pemberat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rangka besi dari bubu itu sendiri.
3.3.1.1 Bubu Lipat Dua Pintu
Badan bubu lipat dua pintu yang digunakan dalam penelitian berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 49 cm, lebar 35 cm dan tinggi 18 cm. Rangka bubu
15 terbuat dari kawat galvanis dengan diameter 3 mm dan badan bubu terbuat dari jaring
Polyethylene PE multifilament berwarna hijau dengan ukuran mesh size 30 mm.
Keterangan Rangka : Kawat galvanis diameter 3 mm
Ukuran : P : L : T = 49 : 35 : 18 Jaring : Polyethylene PE multifilament
Gambar 3. Konstruksi bubu lipat dua pintu
Pada bagian atas bubu, badan bubu dibagi menjadi dua dan pada pertengahan tersebut terdapat engsel yang terbuat dari besi yang dapat menyatukan kedua rangka
bagian atas. Engsel tersebut berfungsi sebagai penyangga bubu agar dapat berdiri ketika dioperasikan sekaligus dapat membuat bubu menjadi terlipat ketika tidak dioperasikan.
Engsel Kerangka besi
Tempat umpan
Funnel 2 buah
Badan bubu
16 Mulut bubu merupakan faktor penting dalam keberhasilan penangkapan dimana
dapat memudahkan hasil tangkapan masuk sekaligus menyulitkan hasil tangkapan tersebut untuk keluar. Mulut bubu yang digunakan pada bubu lipat dua pintu, berbentuk
horizontal pada bagian belakang dan depan bubu. Pintu masuk bubu lipat dua pintu memiliki ukuran panjang 18 cm dengan lebar 34 cm. Tempat umpan pada bubu lipat
terdapat dibagian tengah bubu, dengan menggunakan kawat yang berbentuk pengait. Dengan adanya pengait tersebut, umpan tetap dalam posisinya dan tidak terbawa arus
Lampiran 1.
3.3.1.2 Bubu Lipat Tiga Pintu
Bubu lipat tiga pintu yang digunakan dalam penelitian, berbentuk silinder. Dengan diameter kerangka atas 58 cm, dan kerangka bagian bawah berdiameter 59,5 cm. Jarak
antara kerangka atas dan bawah 29 cm, dengan badan bubu terbuat dari jaring dengan bahan Polyethylene PE multifilament berwarna hijau dan memiliki mesh size 30 mm.
Diantara kerangka bagian atas dan bawah, terdapat 2 penyangga bubu yang terbuat dari besi dan berfungsi untuk menegakkan bubu. Pada penyangga bubu, terdapat pengunci
atau engsel yang dapat menghubungkan kedua penyangga tersebut, sehingga bubu dapat dilipat jika tidak dioperasikan atau ditegakkan jika hendak dioperasikan.
Tiga pintu masuk yang terdapat pada bubu lipat ini, terdapat diantara kerangka bagian atas dan bawah. Tiga pintu masuk tersebut memiliki panjang 22 cm dan diameter
15 cm, yang terbuat dari bahan Polyethylene multifilament dengan ukuran mesh size 30 mm. Bentuk mulut pada bubu lipat tiga pintu berbeda dengan bentuk mulut pada bubu
lipat dua pintu. Pada bubu lipat tiga pintu, mulut bubu funnel berbentuk bulat. Tempat umpan pada bubu lipat tiga pintu, terbuat dari kawat besi, dan diletakkan ditengah-
tengah badan bubu Lampiran 2.
17 Keterangan
Rangka : Kawat besi diameter 3 mm Ukuran : Tinggi 29 cm, diameter atas 58 cm, diameter bawah 59,5 cm
Jaring : Polyethylene PE multifilament
Gambar 4. Konstruksi bubu lipat tiga pintu 3.3.2
Pengukuran Hasil Tangkapan
Data pengukuran hasil tangkapan antara lain: ukuran panjang dan lebar, berat dan jumlah hasil tangkapan dari tiap trip operasi penangkapan dan jenis hasil tangkapan.
Kerangka besi 2 buah
Engsel Penyangga
2 buah
Badan bubu
Tempat umpan
Funnel 3 buah
18 Pengukuran hasil tangkapan untuk panjang dan lebar, menggunakan penggaris dengan
skala terkecil 1 mm, sedangkan pengukuran berat, menggunakan timbangan dengan skala terkecil 1 gram.
3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Hubungan panjang – berat
Analisa hubungan panjang dan berat total hasil tangkapan menggunakan persamaan sebagai berikut:
W = aL
b
Atau Log W = Log a + b Log L
Keterangan: W
= berat rajungan dalam gram L
= Panjang total rajungan dalam cm a,b
= konstanta Korelasi parameter dari hubungan panjang dan lebar dapat dilihat dari nilai konstanta
b, sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter. Bilamana b sama dengan 3, menunjukkan bahwa pertumbuhan rajungan tidak berubah bentuknya atau
pertambahan panjang rajungan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan yang demikian disebut dengan pertumbuhan isometrik. Sedangkan apabila b 3 atau b
3 dinamakan pertumbuhan alometrik. Bila b 3 menunjukkan keadaan rajungan yang kurus, dimana pertumbuhan panjangnya lebih cepat dari pertumbuhan berat. Jika b 3
menunjukkan rajungan yang montok, dimana pertumbuhan berat lebih cepat dari panjang Effendie, 1997.
3.4.2 Rancangan t –
student
Metode rancangan t-
student
digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat tangkap bubu lipat, terhadap hasil tangkapan. Uji t-
student
yang dilakukan adalah uji t berpasangan, dengan asumsi yang diterapkan selama penelitian adalah:
19 a Biota tujuan penangkapan rajungan menyebar merata atau menyebar normal di
perairan; b Biota tujuan penangkapan rajungan mempunyai peluang yang sama untuk
tertangkap Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Ms. Office Microsoft excel,
dengan rumus t
hitung
:
t
hitung
=
2 1
2 2
2 1
2 1
2 1
+ −
n s
n s
X X
Keterangan:
1
X = Nilai rata-rata hasil tangkapan bubu kotak
2
X = Nilai rata-rata hasiltangkapan bubu bulat
s = simpangan baku
n = Ulangan
db = derajat bebas n – 1
Nilai t
tabel
terdapat dalam tabel A.3 Lampiran 3, dengan melihat nilai db dan nilai
á
yang digunakan 0.05
2
atau 0.025 Steel and Torrie, 1993. Nilai t
hitung
dan t
tabel
kemudian dibandingkan, sehingga menghasilkan suatu keputusan dan kesimpulan yang akan diambil. Keputusan yang diambil dari uji t adalah:
1. Jika t hitung t
á2,
n – 1 maka tolak H0 2. Jika t hitung • t
á2,
n – 1 maka terima H0 Hipotesis atau kesimpulan yang akan diambil:
H0 = nilai tengah kedua populasi dari hasil tangkapan yang diuji adalah sama, yang berarti tidak ada pengaruh penggunaan alat tangkap bubu lipat terhadap hasil
tangkapan. H1 = nilai tengah kedua populasi dari hasil tangkapan yang diuji adalah berbeda, yang
berarti ada pengaruh penggunaan alat tangkap bubu lipat terhadap hasil
tangkapan.
20
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis dan Topografi Kabupaten Tangerang
Secara geografis, Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 06 00’ – 06
20’ LS dan 106
21’ – 106 43’ BT Lampiran 9. Luas Kabupaten Tangerang adalah 1.230,3 km
2
, yang terbagi dalam 19 kecamatan dan 7 dari kecamatan tersebut merupakan kecamatan
pantai dengan luas wilayah perairan laut 380,4 km
2
. Kabupaten ini memiliki panjang garis pantai 51,4 km .
Wilayah Kabupaten Tangerang dibatasi oleh: 1 Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa;
2 Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta; 3 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor;
4 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Serang. Kabupaten Tangerang memiliki topografi yang terdiri dari daerah pantai dibagian
utara dan daerah dataran tinggi dibagian selatan, dengan ketinggian rata-rata 0–10 m diatas permukaan laut. Sungai yang mengalir di Kabupaten Tangerang, seluruhnya
bermuara di Laut Jawa, dengan panjang sungai keseluruhan 314,3 km Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2004.
4.2 Keadaan Umum Perikanan
Jumlah penduduk pada tahun 2003 yang melakukan usaha dibidang perikanan di Kabupaten Tangerang terdiri dari nelayan RTP rumah tangga perikanan atau juragan
dan nelayan RTBP rumah tangga buruh perikanan atau nelayan pandega. Di Kabupaten Tangerang jumlah nelayan RTP sebanyak 6.200 dan nelayan RTBP sebanyak
12.946. Jumlah nelayan RTP di Kronjo pada tahun 2003 yaitu 402 orang dan 1.969 orang untuk RTBP Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2004.
Adapun perkembangan produksi ikan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang dari tahun 2002 hingga tahun 2003 dapat dilihat dalam Tabel 1.
21
Tabel 1. Perkembangan produksi ikan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang tahun 2002 - 2003
Jenis usaha Produksi tahun 2002 kg
Produksi tahun 2003 kg I Penangkapan
1. Laut 2. Perairan umum
15.231 148
15.731 142
Subtotal 15.379
15.873 II Budidaya
1. Tambak 2. Kolam
3. Sawah 4. Japung
5. Budidaya laut 7.806
1.897 8
198 2.760
7.286 1.979
8 196
2.860 Subtotal
11.949 12.329
Jumlah Total 27.328
28.202 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang 2004
PPI yang berada di 7 Kecamatan Kabupaten Tangerang adalah: a TPI Kronjo di Kecamatan Kronjo,
b TPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri, c TPI Ketapang di Kecamatan Mauk,
d TPI Mauk Barat di Kecamatan Mauk, e TPI Karang Serang di Kecamatan Sukadiri,
f TPI Citius di Kecamatan Pakuhaji, g TPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluknaga,
h TPI Dadap di Kecamatan Kosambi.
4.3 Unit Penangkap Ikan