64
a b Gambar 27. a Kondisi semak di lahan gambut desa Simpang
b Pengambilan sampel gas di titik 250 m dari drainase pada vegetasi semak.
a b
Gambar 28. a Pengambilan sampel tanah dengan bor gambut b Salah satu profil sampel tanah
1. Evaluasi Metode Analisis Sampel Gas CO
2
.
Metode titrasi dapat digunakan untuk mengetahui besarnya konsentrasi CO
2
yang dikeluarkan dari bahan gambut, namun jika dibandingkan dengan pengukuran dengan alat gas kromatografi menunjukkan hasil yang sangat
berbeda. Fluks CO
2
tidak dapat dihitung dengan menggunakan metode titrasi, karena konsentrasi CO
2
dari setiap selang waktu pengambilan sampel menunjukkan nilai yang relatif sama, tidak terdapat kecenderungan meningkat
walaupun waktu pengamatan mencapai 35 menit Lampiran 32 dan 33.
65 Nilai konsentrasi CO
2
yang diperoleh dengan metode titrasi masih terlalu kasar dan tidak dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan
seperti kedalaman muka air tanah, musim, ketebalan gambut yang sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi gas CO
2
dari lahan gambut yang dikeluarkan ke atmosfer.
2. Evaluasi Emisi CO
2
pada Musim Kemarau dan Hujan
Menurut Hirano et al. 2007, hasil pengukuran emisi CO
2
dari gambut tropik sangat tinggi variasinya tergantung pada waktu dan tempat, kapan lahan
mulai di konversi tingkat humifikasi, variasi tempat perbedaan mikroklimat seperti suhu tanah dan suhu udara, status hara dan variasi saat pengukuran
perubahan musim, sehingga musim berpengaruh terhadap hasil pengukuran emisi gas CO
2
di suatu tempat. Untuk mengetahui kecenderungan pengaruh musim terhadap emisi CO
2
dilakukan evaluasi data hasil pengukuran pada bulan Mei-Juni 2008 yang mewakili musim kemarau dan bulan Oktober-November 2008 yang mewakili
musim hujan. Hasil perhitungan emisi CO
2
pada lahan gambut tersebut disajikan pada Tabel 9 dan 10.
Jika dibandingkan hasil pengukuran kedua musim tersebut, ternyata emisi CO
2
hasil pengukuran pada bulan Mei - Juni 2008 musim kemarau tidak sama dengan emisi CO
2
hasil pengukuran pada bulan Oktober - November 2008 musim hujan. Emisi CO
2
pada musim hujan lebih tinggi daripada emisi CO
2
musim kemarau baik pada kebun kelapa sawit Desa Suak Raya maupun Desa Cot Gajah
Mati. Hasil penelitian serupa dilaporkan oleh Liu et al. 2008, bahwa perubahan emisi CO
2
mengikuti pola perubahan musim, rata-rata fluks CO
2
pada musim hujan 194,4 mg CO
2
m
-2
h
-1
lebih tinggi daripada musim kering 112,81 mg CO
2
m
-2
h
-1
. Namun emisi CO
2
di kebun kelapa sawit Desa Suak Puntong pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini terjadi karena di kebun
tersebut pada musim kemarau sedang dilakukan pelebaran dan pendalaman saluran drainase utama, sehingga tercipta kondisi aerobik ketersediaan O
2
meningkat, akibatnya respirasi mikrob bertambah karena populasi dan aktivitas mikrob aerobik meningkat. Disamping itu, keberadaan O
2
akan memacu proses
66 Tabel 9. Emisi CO
2
di tiga kebun kelapa sawit pada bulan Mei-Juni 2008 musim kemarau.
Tipe Penggunaan Lahan Emisi CO
2
t ha
-1
th
-1
pada titik pengamatan ke
Lokasi Umur tanaman Transek
1 2
3 Kelapa Sawit 10 th 1 NR
28,1180 28,4265
1,2651 Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 1 R 64,9027
31,9461 12,5352
Suak Puntong Kelapa Sawit 10 th 2 NR
41,7925 8,2373
44,0476 Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 2 R 58,3791
65,9584 12,8747
Suak Puntong Kelapa Sawit 10 th 3 NR
22,9611 13,0799
30,0662 Suak Raya
Kelapa Sawit 10 th 3 R 25,2209
23,5620 36,7686
Suak Raya Kelapa Sawit 5 th 4 NR
21,9223 6,7594
8,9695 Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 4 R 21,9859
10,9477 9,3080
Suak Raya Kelapa Sawit 5 th 5 NR
16,0119 16,0556
Suak Raya Kelapa Sawit 5 th 5 R
39,9862 30,8581
16,7815 Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 6 NR 5,9603
3,8659 9,8633
Suak Raya Kelapa Sawit 5 th 6 R
17,0568 6,6059
24,6667 Suak Raya
Kelapa Sawit 1 th 7 NR 25,8798
23,1412 31,4947
Cot Gajah Mati Kelapa Sawit 1 th 7 R
32,8758 36,0158
Cot Gajah Mati Kelapa Sawit 1 th 8 NR
12,9014 14,1492
23,3773 Cot Gajah Mati
Kelapa Sawit 1 th 8 R 56,4520
61,0822 48,2409
Cot Gajah Mati Kelapa Sawit 1 th 9 NR
42,9689 20,3222
Cot Gajah Mati Kelapa Sawit 1 th 9 R
5,2911 53,5136
33,6998 Cot Gajah Mati
Tabel 10. Emisi CO
2
di tiga kebun kelapa sawit pada bulan Oktober - November 2008 musim hujan.
Tipe Penggunaan Lahan Emisi CO
2
t ha
-1
th
-1
pada titik pengamatan ke Lokasi
Umur tanaman Transek 1
2 3
4 5
Kelapa Sawit 10 th 1 NR
16,7795 24,7497
23,6947 13,6297
9,8983
Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 1 R
24,6405 28,7673
25,7814 18,8753
16,893
Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 2 NR
12,7269 16,2042
5,7633 4,8714
4,8695
Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 2 R
15,4158 16,3532
6,4692 28,3759
30,346
Suak Puntong
Kelapa Sawit 10 th 3 NR
70,0847 20,0737
13,6905 0,1450
16,523
Suak Raya
Kelapa Sawit 10 th 3 R
87,1325 37,0706
42,6842 27,8723
38,073
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 4 NR
15,8871 18,2393
28,9473 13,5333
23,647
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 4 R
17,8153 27,1922
38,8148 21,9176
30,342
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 5 NR
32,4569 13,0954
55,8499 16,8393
24,535
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 5 R
42,7116 15,9136
78,1906 17,9727
36,166
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 6 NR
16,7801 16,2536
29,8807
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 6 R
19,0932 17,6524
31,0071
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 7 NR
17,4539 1,5868
11,0816
Suak Raya
Kelapa Sawit 5 th 7 R
17,6758 24,4385
64,6678
Suak Raya
Kelapa Sawit 1 th 8 NR 67,5187
52,1452 32,4026
Cot Gajah Mati
Kelapa Sawit 1 th 9 NR 33,5007
100,5915 8,4641
Cot Gajah Mati
Semak 10 NR 36,3618
33,8336 102,507
Simpang
Hutan 11 NR 27,4607
23,8134 8,7568
Simpang
67 oksidasi bahan organikmempercepat proses mineralisasi C-organik sehingga
produksi dan emisi CO
2
lebih tinggi. Tingginya emisi CO
2
pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau sangat terkait dengan pengaruh kadar air terhadap proses dekomposisi
bahan organik pada lahan gambut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa dekomposisi sangat dipengaruhi oleh kedalaman muka air Hilbert et al., 2000
dan fluktuasi muka air Belyea and Clymo, 2001, sehingga kandungan air mempengaruhi emisi CO
2
dari tanah Smith et al., 2003; Liu et al., 2008. Kandungan air pada musim kemarau diprediksi lebih sedikit daripada musim
hujan, sehingga menyebabkan laju proses dekomposisi bahan organik pada musim kemarau lebih lambat daripada musim hujan, sehingga produksi gas CO
2
lebih sedikit. Menurut Jia et al. 2006, rendahnya konsentrasi air dalam tanah akan
menurunkan aktivitas mikrob karena tekanan osmotik. Emisi CO
2
dari tanah yang diinkubasi dengan kapasitas memegang air 50 lebih besar daripada tanah
dengan kapasitas memegang air 20 dan 40. Dengan demikian dalam kondisi kadar air sedikit akan memperlambat laju proses dekomposisi atau bahkan tidak
memungkinkan untuk terjadinya proses dekomposisi jika gambut sudah berubah menjadi pseudosand.
Ketersediaan air pada musim hujan lebih terjamin, sehingga laju proses dekomposisi yang menghasilkan gas CO
2
cenderung meningkat. Hasil penelitian Jia et al. 2006 menunjukkan bahwa kandungan air tanah yang terlalu tinggi akan
menghambat difusi CO
2
dan aktivitas mikrob, seperti halnya hasil penelitian Silva et al.
2008 yang menunjukkan bahwa emisi CO
2
1.2 kali lebih besar pada tanah yang diinkubasi dengan kapasitas memegang air 40, 60 dan 80
dibandingkan dengan tanah dengan kapasitas memegang air 100. Menurut Kirk 2004, reaksi termodinamika yang terjadi pada kondisi reduksi adalah:
O
2
+ CH
2
O CO
2
+ H
2
O 4NO
3 -
+ 5 CH
2
O + 4H
+
2N
2
+ 5CO
2
+ 7H
2
O 2MnO
2
+ 2 CH
2
O + 4H
+
2Mn
2+
+ CO
2
+ 3H
2
O 4FeOH
3
+ CH
2
O + 8H
+
4 Fe
2+
+ CO
2
+ 11H
2
O SO
4 2-
+ 2CH
2
O + 4H
+
H
2
S + 2CO
2
+ 2H
2
O 2CH
2
O CH
4
+ CO
2
68
3. Pengaruh Kedalaman Muka Air Tanah terhadap Emisi CO