29 Masih banyak diperdebatkan tentang pengaruh langsung pH masam di
tanah gambut terhadap aktivitas metanogen. Wang et al. 1993 menyatakan bahwa pH berpengaruh terhadap produksi CH
4,
produksi CH
4
menurun jika pH terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Lebih lanjut Yang dan Chang 1998
melaporkan bahwa setiap satu gram tanah menghasilkan CH
4
sebesar 32,7± 2,2 μg
hingga 65,1± 6,4 μg antara pH 4,3 sampai dengan 8,7. Produksi CH
4
akan terhambat jika pH tanah lebih dari 9,3 atau kurang dari 3,2. Pada pH tanah 6
hingga 7,7 menunjukkan tidak adanya perbedaan jumlah produksi CH
4
. Menurut Garcia et al. 2000, metanogen tumbuh baik pada kisaran pH 5,6 – 8. Menurut
Van Kessel dan Russell 1996, sifat toksik akibat rendahnya pH pada tanah gambut menghalangi aktivitas metanogen, namun Yavitt, Williams, dan Wieder
2005 melaporkan bahwa sifat toksik tidak mengganggu aktivitas mikrob anaerob tersebut.
2. Kadar Air, Kadar Abu, C-organik dan Bahan Organik Gambut.
Analisis kadar air, kadar abu, kandungan bahan organik ada kaitannya dengan besarnya fluks CO
2
dari lahan gambut, karena intensitas proses-proses biologi seperti absorpsi oksigen dan emisi CO
2
dalam tanah sama halnya seperti proses-proses fisik pertukaran gas dari dalam tanah ke atmosfer.
Menurut Walezak, Bieganowski dan Rovdan 2002, pergerakan gas dalam tanah secara
langsung tergantung pada koefisien difusi, tortuisitas saluran pori-pori tanah dan secara tidak langsung tergantung pada bobot isi, porositas, dan distribusi pori
tanah dan jumlah air tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air gambut sangat
tergantung pada tingkat kematangan gambut Lampiran 38. Gambut fibrik memiliki kadar air tertinggi, kemudian diikuti oleh gambut hemik dan gambut
saprik Lampiran 39. Kadar air gambut fibrik berkisar antara 539,897- 1187,385, kisaran kadar air gambut hemik dari 268,556-479,788 dan kadar
air gambut saprik berada pada kisaran 105,673- 242,506 Tabel 4.
30 Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, C-organik, dan bahan organik
di tiga kebun kelapa sawit pada berbagai tingkat kematangan gambut.
No Lokasi
Tingkat kematangan
gambut Rata-rata
kadar air Rata-rata
kadar abu Rata-rata
C-organik Rata-rata
bahan organik
1
Suak Puntong, transek 1
Fibrik 622,473
2,000 56,845
98,000 2
Suak Puntong, transek 1
Hemik 418,154
2,772 56,397
97,228 3
Suak Puntong, transek 1
Saprik 240,707
3,671 55,875
96,329 4
Suak Puntong, transek 2
Fibrik 711,631
2,263 56,692
97,737 5
Suak Puntong, transek 2
Hemik 387,518
2,696 56,441
97,304 6
Suak Puntong, transek 2
Saprik 178,750
3,505 55,972
96,495 7
Suak Raya, transek 3
Fibrik 625,473
3,984 55,694
96,016 8
Suak Raya, transek 3
Hemik 370,661
4,687 55,286
95,313 9
Suak Raya, transek 3
Saprik 168,576
5,900 54,582
94,100 10
Suak Raya, transek 4
Fibrik 650,120
3,438 56,010
96,562 11
Suak Raya, transek 4
Hemik 434,420
3,969 55,702
96,031 12
Suak Raya, transek 4
Saprik 242,506
5,078 55,059
94,922 13
Suak Raya, transek 5
Fibrik 543,159
2,440 56,589
97,560 14
Suak Raya, transek 5
Hemik 268,556
2,879 56,335
97,121 15
Suak Raya, transek 5
Saprik 105,673
4,878 55,175
95,122 16
Suak Raya, transek 6
Fibrik 724,454
2,942 56,298
97,058 17
Suak Raya, transek 6
Hemik 433,251
3,382 56,043
96,618 18
Suak Raya, transek 6
Saprik 150,341
3,659 55,882
96,341 19
Cot Gajah Mati, transek 7
Fibrik 539,897
1,852 56,931
98,148 20
Cot Gajah Mati, transek 7
Hemik 275,416
2,708 56,434
97,292 21
Cot Gajah Mati, transek 7
Saprik 204,295
3,998 55,686
96,002 22
Cot Gajah Mati, transek 8
Fibrik 942,659
2,488 56,562
97,512 23
Cot Gajah Mati, transek 8
Hemik 479,788
2,818 56,370
97,182 24
Cot Gajah Mati, transek 8
Saprik 178,624
4,287 55,518
95,713 25
Cot Gajah Mati, transek 9
Fibrik 1187,385
2,615 56,488
97,385 26
Cot Gajah Mati, transek 9
Hemik 476,045
2,275 56,685
97,725 27
Cot Gajah Mati, transek 9
Saprik 201,854
5,852 54,610
94,148
Gambut di daerah Cot Gajah Mati yang merupakan hutan gambut yang baru dibuka dan diusahakan untuk budidaya tanaman kelapa sawit memiliki kadar
air rata-rata lebih tinggi daripada gambut di Desa Suak Puntong dan Suak Raya pada masing-masing tingkat kematangan gambut Gambar 17. Tingginya kadar
air pada gambut fibrik menunjukkan bahwa gambut tersebut belum mengalami pelapukan lanjut. Hal ini mengindikasikan bahwa subsiden telah terjadi pada
gambut yang telah lama digunakan untuk budidaya kelapa sawit seperti di Desa Suak puntong dan Suak Raya.
Subsiden ini disebabkan oleh perubahan posisi muka air akibat pemadatan dan proses oksidasi. Ketika muka air rendah, struktur gambut tidak dapat
31 mendukung bahan diatasnya dan pori-pori struktur hancur, sehingga bahan
gambut pada permukaan lahan gambut menurun. Dengan terjadinya subsiden, maka bobot isi meningkat dan konduktivitas hidraulik menurun. Hal ini
dikarenakan oleh pemadatan pori-pori tanah gambut. Konsekuensi dari berubahnya volume pada sifat hidrolik akan berpengaruh langsung pada
perubahan simpanan air dan rata-rata aliran air yang menembus tanah Price, 2003 dan menyebabkan perubahan air dan proses-proses biogeokimia gambut
seperti terjadinya perubahan fluks karbon dengan rendahnya muka air Strack et al., 2004.
200 400
600 800
1000 1200
K ad
ar a
ir
SP-1 SP-2
SR-3 SR-4
SR-5 SR-6
CGM-7 CGM-8 CGM-9
lokasi kebun kelapa sawit
Fibrik Hemik
Saprik
Gambar 5. Kadar air gambut di tiga kebun kelapa sawit pada berbagai tingkat kematangan gambut
Bila dikaitkan dengan kehilangan C-organik gambut, dengan kadar air yang semakin tinggi, kehilangan C-organik semakin banyak. Hal ini disebabkan
oleh kadar air yang tinggi menyebabkan terjadinya kondisi reduktif dalam gambut. Kondisi reduktif ini akan memacu produksi CH
4
dan CO
2
, sehingga emisi CO
2
dan CH
4
meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu gambut berkisar
antara 1,852-3,984 untuk gambut fibrik, 2,275-4,696 untuk gambut hemik dan 3,505- 5,900 untuk gambut saprik Tabel 4. Berdasarkan tingkat
kematangan gambutnya, kadar abu pada masing-masing lokasi kebun kelapa sawit diilustrasikan pada Gambar 6. Analisis ragam kadar abu pada tingkat kematangan
gambut yang berbeda menunjukkan bahwa kadar abu berbeda nyata pada setiap
32 tingkat kematangan gambut Lampiran 40, dan dari hasil analisis Duncan dapat
diketahui bahwa kadar abu untuk gambut fibrik lebih rendah daripada kadar abu gambut hemik dan saprik, dimana gambut hemik memiliki kadar abu relatif sama
dengan gambut saprik Lampiran 41. Hasil penelitian ini didukung oleh Klemedtsson et al. 1997 yang menunjukkan bahwa gambut yang belum
mengalami tingkat dekomposisi lanjut mempunyai kadar abu lebih rendah. Menurut Berglund 1995, gambut miskin memiliki kadar abu lebih rendah
daripada gambut kaya.
1 2
3 4
5 6
K ad
ar a
b u
SP-1 SP-2
SR-3 SR-4
SR-5 SR-6 CGM-7 CGM-8 CGM-9
Lokasi kebun kelapa sawit
Fibrik Hemik
Saprik
Gambar 6. Kadar abu gambut di tiga kebun kelapa sawit pada berbagai tingkat kematangan gambut
Kandungan C-organik pada penelitian ini berkisar antara 53,371- 57,651. Kisaran besarnya rata-rata kandungan C-organik pada masing-masing
tingkat kematangan gambut yaitu 55,694-56,845 untuk gambut fibrik, 55,286- 56,685 untuk gambut hemik, 55,059-55,882 untuk gambut saprik Gambar 7.
Berdasarkan analisis ragam, ternyata kandungan C-organik dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut Lampiran 42. Dengan uji lanjut Duncan dapat
diketahui bahwa kandungan C-organik gambut fibrik sama dengan gambut hemik, tetapi gambut saprik memiliki kandungan C-organik yang lebih rendah
dibandingkan dengan kedua gambut tersebut Lampiran 43.
33
53.0 53.5
54.0 54.5
55.0 55.5
56.0 56.5
57.0
K a
n d
u n
g a
n C
-o rg
a n
ik
SP-1 SP-2
SR-3 SR-4
SR-5 SR-6
CGM-7 CGM-8 CGM-9
Lokasi kebun kelapa sawit
Fibrik Hemik
Saprik
Gambar 7. Kandungan C-organik gambut di tiga kebun kelapa sawit pada berbagai tingkat kematangan gambut
Tingkat kematangan gambut juga berpengaruh nyata terhadap kandungan bahan organik Lampiran 44. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut saprik
memiliki kandungan bahan organik paling rendah. Rata-rata kandungan bahan organik yang terdapat pada gambut berkisar antara 94,148-98,148 Tabel 3.
Kandungan bahan organik berdasarkan tingkat kematangan gambut pada masing- masing transek diilustrasikan pada Gambar 8.
92 93
94 95
96 97
98 99
K an
d u
n g
an b
ah an
o rg
an ik
SP-1 SP-2
SR-3 SR-4
SR-5 SR-6 CGM-7 CGM-8 CGM-9
Lokasi kebun kelapa sawit
Fibrik Hemik
Saprik
Gambar 8. Kandungan bahan organik gambut di tiga kebun kelapa sawit pada berbagai tingkat kematangan gambut
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa gambut fibrik memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi daripada gambut saprik dan hemik Lampiran
34 45. Menurut Walezak, Bieganowski dan Rovdan 2002, menurunnya kandungan
bahan organik merupakan hasil dari menurunnya bahan gambut menahan air. Dalam penelitian ini gambut fibrik yang memiliki kadar air lebih tinggi daripada
gambut hemik maupun gambut saprik, sehingga memungkinkan gambut fibrik memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi.
Kandungan bahan organik mempunyai pengaruh dalam fluks CO
2
dan CH
4
. Meningkatnya kandungan bahan organik menyebabkan menurunnya bobot isi dan meningkatnya total porositas yang terkait dengan proses transport gas CO
2
dan CH
4
yang telah diproduksi dalam tanah untuk dilepaskan ke atmosfer. Hasil penelitian Walezak, Bieganowski dan Rovdan 2002 menunjukkan bahwa
meningkatnya kandungan bahan organik dari 0,1 menjadi 57,4 menyebabkan menurunnya bobot isi dari 1,86 menjadi 0,33 g cm
-3
dan meningkatnya total porositas dari 38 menjadi 90. Disamping itu, distribusi ukuran pori pada tanah
gambut sangat ditentukan oleh tingkat dekomposisi gambut, pada gambut yang telah terdekomposisi lanjut akan memiliki distribusi ukuran pori yang lebih
seragam. Dengan demikian, produksi dan emisi gas CO
2
dan CH
4
sangat ditentukan oleh kadar air, kadar abu, C-organik, bahan organik. Dari hasil
penelitian ini ternyata kadar air, kadar abu, C-organik, bahan organik
dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut. Ditinjau dari proses biologi tanah, pengaruh kandungan bahan organik
terhadap fluks CO
2
dan CH
4
sangat berkaitan dengan peran bahan organik sebagai sumber energi bagi mikrob di dalam tanah. Peningkatan jumlah ketersediaan C
dalam gambut akan memacu mikrob dalam proses degradasi, yang tercermin dari meningkatnya produksi gas CO
2
dan CH
4
. Kandungan C gambut tergantung pada bobot isi dari bahan gambut dan kandungan C pada serat gambut yang keduanya
sangat beragam tergantung pada sumber bahan gambut dan tingkat dekomposisi gambut.
3. Kemasaman Total Gambut, Kandungan COOH, dan Fenolat-OH